ASKEP CA LARING DAN PERAWATAN TRAKEOSTOM
MATA KULIAH SISTEM RESPIRASI
Asuhan Keperawatan Kanker Laring dan Perawatan Trakeastomi
KELOMPOK VI:
Yulinar Syam
Andi Suriani
Nurmiyanti Nur
Nurul Fadilah Asran
Noer Azizah
Lis Eunike Dorres
Tajriah Arfadillah
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT kita ucapkan puji sukur kepada Allah SWT yang
telah memperkenankan kami menyusun makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada junjungan kami Baginda tercinta Rasululah SAW.
Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang asuhan keperawatan kanker laring
dan perawatan Trakeostomi. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga
selesainya makalah ini dan terkhusus kepada Tim Dosen PSIK Blok Sistem Respirasi.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian
pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena
itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang
bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini.
Makassar, 11 Maret 2016
Kelompok VI
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 3
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
C.
Tujuan Penulisan............................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 5
A.
Anatomi dan Fisiologi Laring............................................................................... 5
B.
Defenisi Kanker Laring....................................................................................... 9
C.
Etiologi dan Faktor Resiko...................................................................................9
D.
Patofisiologi..................................................................................................... 9
E.
Manifestasi Klinis............................................................................................ 11
F.
Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 11
G.
Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik........................................................................11
H.
Asuhan Keperawatan........................................................................................ 12
I.
Perawatan Trakeostomi..................................................................................... 21
BAB III PENUTUP................................................................................................... 29
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring.
Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan
masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran
perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta karsinoma
laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung
dan sinus paranasal.
Menurt data statistik WHO tahun 1961 yang meliputi 35 negara seperti dikutip
oleh Batsakis tahun 1979 rata-rata 1,2 orang /100000 penduduk meninggal oleh
karsinoma laring.
Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Pengumpulan data
yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan
pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma
laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap, kanker laring
mewakilil dari 1 % yang mewaklili kasus kanker dan terjadi sekitar 8 kali lebih sering
pada laki-laki dibanding wanita dan paling sering pada individu dengan usia 50-70
tahun.
Berdasarkan
data
diatas
penulis
tertarik
untuk
menyususn Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Kankers laring dan perawatan
pada trakeostomi.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bagaimana anatomi dan fisiologi laring ?
Apa yang dimaksud kanker laring ?
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring ?
Bagaimana patofisiologi kanker laring ?
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring ?
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring ?
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring ?
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring ?
Bagaimana perawatan trakeostomi?
3
C. Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bagaimana anatomi dan fisiologi laring.
Apa yang dimaksud kanker laring.
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring.
Bagaimana patofisiologi kanker laring.
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring.
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring.
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring.
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring.
Bagaimana perawatan trakeostomi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Laring
Gambar 1 : Anatomi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran
napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian
atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang
saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi
oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian
depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan
prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otototot lidah, mandibula dan tengkorak.
5
2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago
Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling
bawah
dari laring. Di setiap sisi
tulang
rawan krikoid
melekat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :
1. Otot-otot ekstrinsik :
a. Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
b. Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
2. Otot-otot Intrinsik :
a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid, oblique dan M.
transversum
b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.Vokalis,
M. Krikotiroid
c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.
Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.
6
Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has
been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show
the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.
Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring :
(A) laring dari posterior, (B) laring dari atas.
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita
suara membuka (gambar 5), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup
(gambar 6) sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.
7
Gambar 5. Posisi pita suara
Gambar 6. Posisi pita suara
saat bernapas
saat Berbicara
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam
laring
sendiri.
Fungsi
fonasi
dengan
membuat
suara
serta
menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat.
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.
Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal,
pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi
pada
fase
supraglotik/oral.
Kata
(word)
terbentuk
sebagai
aktivitas
faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat
menimbulkan perubahan
suara,
yang
mungkin
saja
di
interpretasikan
sebagai
hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru
dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal
adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas
otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.
Laring
khususnya berperan
sebagai
penggetar
(vibrator).
Elemen
yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari
glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring
itu sendiri.
8
B. Defenisi Kanker Laring
Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh seperti
jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi bedah maupun
dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring yang tidak ditumbuhi tumor
harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi. Tumor jinak lain pada laring adalah nodul
dan polip sering terjadi pada orang yang menggunakan suaranya secara berlebihan.
Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi anatomisnya. Kanker
laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara sejati), struktur supraglotis (di atas
pita suara) atau struktur subglottis (di bawah pita suara).
American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker laring setiap
tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker laring pada wanita terus
meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat fatal, 90% penderita yang tidak di terapi
akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika
terdiagnosis dan diterapi lebih awal.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4 klien yang
mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih merokok. Alkohol juga bekerja
sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko perkembangan tumor ganas pada
saluran pernapasan atas. Faktor risiko tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes,
debu kayu, gas mustard, dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain.
Laringitis kronis dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian
menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel
skuamosa dari kepala dan leher.
D. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang laring, yang
timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker epiglotis tidak lazim
terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita suara (plika vokalis). Kanker di
laring akan menyebar lebih cepat karena terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit
metastasis dapat dipalpasi sebagai masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru.
Faktor predisposisi
(alkohol, rokok, radiasi)
9
↓
proliferasi sel laring
↓
Diferensiasi buruk sel laring
↓
Ca. Laring
Metastase
Plica vocalis
supraglotik
↓
mengiritasi serabut
Suara parau
syaraf
↓
Obstruksi lumen
oesophagus
↓
↓
↓
Afonia
Nyeri
↓
Disfagia progresif
↓
Gangg.
Komunikasi
Intake <
Menekan/
verbal
dipersepsikan
↓
Gangg. Rasa
nyaman : nyeri
↓
Obstruksi jalan
napas
↓
Mengiritasi sel
laring
↓
Infeksi
↓
Akumulasi
sekret
BB ↓
↓
Gangg.Pemenuha
↓
Stridor
Bersihan jalan
napas tak efektif
n nutrisi
10
E. Manifestasi Klinis
Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara umum
suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus dievaluasi. Serak terjadi
ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar laring, menyebabkan kekakuan pita
suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum mencari pertolongan karena diagnosis serak
kronis.
Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan
menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat menyebabkan nyeri
pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan, sensasi benda asing di
tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga melalui nervus vagus dan
glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi
tumbuh dan mengonstruksi jalan napas.
F. Penatalaksanaan Medis
Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien dengan kanker
laring memberikan tantangan unik pada perawat karena deformitas fungsional sering terjadi
akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan
bedah terbatas dan klien dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut
membutuhkan terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan
laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat mulut atau hidung
dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen akibat bedah akan menghasilkan
efek yang buruk pada kemampuan fungsional klien dan kualitas hidupnya.
G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring dengan
menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung. Nasofaring dan
palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung dengan kaca kecil atau instrumen
menyerupai teleskop. Saat kaca kecil dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan
klien diminta mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen
sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah.
Nasofaring diinspeksi untuk melihat adanya cairan perdarahan, ulserasi, atau massa.
Visualisasi langsung laring dapat dilakukan dengan penggunaan instrumen berbeda,
11
kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya. Klien diinstruksikan untuk
menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan menahan lidah dengan spon kassa lidah
dan menariknya ke depan. Kaca laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring;
sekali lagi, hindari menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut
atau "terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi muntah
akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis, dan pita suara
diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien diinstruksikan untuk mengucapkan
“I” bernada tinggi untuk menutup pita suara. Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna
membran mukosa dan adanya lesi.
Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan biopsi untuk
menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer. CT atau MRI digunakan
untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
penentuan kadar elektrolit serum meliputi kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini
membantu menentukan kesiapan klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena
jalan nafas akan terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada
paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang akan
mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus memiliki cadangan
paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif pascaoperasi. Operasi juga
berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi, dan klien harus dapat batuk untuk
menghindari aspirasi pada saluran pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau
tumor primer lain, perlu dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau
esofagografi.
Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat ditentukan
stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan prognosis. Penting untuk
menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang paling tepat. Penentuan stadium dapat
dilakukan dengan (1) mengukur ukuran tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah
bening yang membesar, (3) menetukan adanya metastasis jauh.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
12
a) Identitas Klien
Nama
: Tn.U
Umur
: 53 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Status marital
: Kawin
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pegawai Koperasi
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Tanggal masuk RS
: 11 Maret 2016
Tanggal Pengkajiaan
: 13 Maret 2016
Diagnosa Medis
: Suspect Carsinoma Laring+Post Tracheostomi
b) Riwayat Kesehatan
i) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Sejak 3 bulan yang lalu klien mengeluh sesak nafas yang dirasakan
bertambah berat disertai dengan suara sakit. Klien bisa makan dan
minum termasuk makanan padat, keluhan disertai batuk, klien juga
mengeluh ada benjolan di leher sebelah kirinya. 5 hari yang lalu klien
berobat ke POLI THT, dan dilakukan tracheostomi untuk memudahkan
bernafas. Klien dinyatakan tumor laring dan dianjurkan dirawat. Klien
dibawa ke RS lain pada tanggal 11 Maret 2016 dan dinyatakan Suspect
Carsinoma Laring dengan post Tracheostomi.
Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Maret 2016 pukul
08.00 klien mengeluh batuk disertai secret berwarna putih dan encer.
Batuk dirasakan ketika tenggorokannya terasa gatal dan banyak secret,
13
batuk berhenti bila dilakukan suctioning , batuk tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.
ii) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien mengatakan sering batuk – batuk
dan radang tenggorokan, walaupun sudah berobat ke Dokter radang
tenggorokan klien tidak sembuh, walaupun sembuh tapi timbul lagi,
klien merokok dari usia 20 tahun, 1 hari rata-rata menghabiskan 1
bungkus rokok, baru berhenti 3 bulan yang lalu.
iii) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan klien dan keluarganya, tidak ada yang mempunyai
penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada yang
sedang atau pernah menderita penyakit infeksi.
2) Pemeriksaan Fisik
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada cyanosis, tidak ada secret pada hidung, tidak ada deviasi septum,
pada leher terpasang tracheostomi, balutan tracheostomi kotor, terdapat secret yang
kering pada kasa balutan. Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri, pada saat
diraba mempunyai ukuran seperti kelereng, benjolan teraba keras dan sulit
digerakan. Pergerakan dada simetris, tidak ada deviasi trakea, tidak ada retraksi
interkostalis,. Suara nafas stridor. Pada saat diperkusi suara paru terdengar resonan,
frekuensi nafas 22 x/menit
14
b. Analisa Data
N
DATA
KEMUNGKINAN PEYEBAB
O
1
MASALAH
DAN DAMPAK
DS
Suspek Ca Laring
Klien mengeluh batuk
disertai
secret
berwarna putih dan
encer.
Batuk
dirasakan
ketika
tenggorokannya terasa
gatal
dan
banyak
Tindakan medis (trakheostomi )
tidak efektif
Canul trachea merupakan benda
asing bagi tubuh
Merangsang sel goblet
Mengeluarkan secret berlebihan
secret,batuk berhenti
Secret terakumulasi dijalan nafas
bila
dilakukan
termasuk dilubang trakheostomi
suctioning
,
batuk
Bersihan jalan napas
Ventilasi terganggu
tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.
DO
Frekuensi
nafas
22
x/mnt
Klien tampak sering
batuk disertai secret
putih dan encer
Suara napas tambahan
15
2.
DS : DO :
Tindakan trakheostomi
Klien berkomunikasi
dengan menggunakan
bahasa
tubuh
(menggerakan
bibir,
tangan, dan anggukan
kepala )
Klien terpasang kanul
Klien bernafas melalui stoma
Plika vokal suara tidak berkontrasi
Gangguan
komuniksai verbal
Suara tidak keluar
Klien tidak dapat berkomunikasi
secara verbal
trakheostomi
2.
3.
Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik :
trakeostomi
Intervensi Keperawatan
16
Bersihan jalan napas tidak efektif NOC
• Respiratory status : ventilation
berhubungan dengan obstruksi
• Respiratory status : airway patency
jalan napas
KRITERIA HASIL :
Batasan karakteristik :
•
• Mendemonstrasikan batuk efektif dan
NIC
Airway suction
Pastikan kebutuhan tracheal suctioning
Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,
setelah di suction bunyi nafas bersih
Sputum dalam jumlah yang
suara napas yang bersih, tidak ada
berlebihan
sianosis dan dispneu (mampu
Informasikan pada klien dan keluarga
•
Suara napas tambahan (stridor)
mengeluarkan sputum mampu )
•
Kesulitan
tentang suctioning
Minta klien napas dalam sebelum
berbicara
atau • Menunjukkan jalan napas yang paten
(frekuensi pernapasan normal, tidak ada
mengeluarkan suara
•
Frekuensi
22x/menit
pernapasan
suara napas abnormal)
• Mampu mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas
dilakukan suctioning
Gunkan alat yang steril setiap melakukan
tindakan
Airway Managemen
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Auskultasi suara napas, catat bila ada
suara tambahan
17
18
Hambatan komunikasi verbal b.d NOC
• Anxiety self control
hambatan fisik : trakeostomi
• Coping
• Sensory function
Batasan karakteristik :
KRITERIA HASIL :
• Komunikasi : penerimaan, interpretasi,
Berkomunikasi
dengan
ekspresi pesan
•
Komunikasi ekspresif (kesulitan
menggunakan bahasa tubuh
(menggerakan bibir, tangan, dan
anggukan kepala )
Terpasang kanul trakheostomi
berbicara) : ekspresi pesan verbal dan
atau non verbal yang bermakna.
• Komunikasi reseptif (kesulitan
mendengar) : penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan verbal dan atau
non verbal.
• Gerakan terkoordinasi : mampu
mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.
• Mampu mengkomunikasikan
kebutuhan dengan lingkungan sosial.
NIC
•
Communication Enhancement : Speech
Deficit
Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Berikan satu kalimat simpel setiap
bertemu, jika diperlukan
Konsultasikan dengan dokter kebutuhan
terapi wicara
Dorong pasien untuk berkomunikasi
secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan
Dengarkan dengan penuh perhatian
Berdiri di depan pasien ketika berbicara
Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata
bahasa asing, komputer, dll. Untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang
optimal
Ajarkan bicara dari esophagus, jika
diperlukan
Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
tentang penggunaan alat bantu biacara
Berikan pujian positif
Anjurkan pada pertemuan kelompok
Anjurkan kunjungan keluarga secara
teratur untuk memberi stimulus
19
I.
20
J. Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di
atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah
(stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk
hal-hal berikut.
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu
tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar
(kimiawi atau inhalasi)
2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan
secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi
3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret
4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral
5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.
Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang
paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas
dan glottis, membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah
untuk pengisapan jika dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat
makan dan berbicara (bergantung tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan
kualitas hidup kelebihan pemasangan trakeostomi pada klien dengan sakit kritis
meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi meningkatkan mobilitas dan mengurangi
komplikasi dari imobilitas.
1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi
Indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
f. Obstruksi laring
1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
21
g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
h. Cedera parah pada wajah dan leher
i. Setelah pembedahan wajah dan leher
j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan
sesudah operasi laring
Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
2. Slang Trakeostomi
Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan
saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah,
bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang
yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa.
Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat
terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding
luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan
trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua kemasan
mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran yang umum
untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi terbuat dari
beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver, atau silicon.
Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang. Slang
metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki hub
berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong
resusitasi manual.
Panang dan kelengkungan slang trakeostomi penting untuk diperhatiakan. Slang
trakeostomi dapat panjang atau pendek. Dapat bersudut, denagn sudut antara 50 sampai
90 derajat. Slang pendek atau slang yang agak pendek dengan sudut sekitar 60 derajat
adalah slang yang paling banyak digunakan. Suatu selang harus cukup panjang untuk
mencega lepasnya slang ke jaringan paratrakeal ketika klien batuk atau berubah posisi
kepala. Ujung bawa slang trakeostomi sebaiknya terletak di atas carina. Kelengkungan
slang harus memungkinkan ujung pada posisi lurus dengan trakea dan bukan menekan
22
dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan
pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi
kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan
kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh
perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan
yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula
tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan
secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang.
Slang trakeostomi dapat menggunakan manset atau tidak. Manset yang
dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis. Manset yang mengembang mencegah
secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier
yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat
dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.
3. Jenis-Jenis Kanula
4. Pengisapan Trakeostomi
a. Peralatan
1) Kateter pengisap
2) Sarung tangan
3) Goggles untuk pelindung mata
23
4) Spuit 5-10 ml
5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi
6) Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien(resusitator
tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)
7) Mesin pengisap
b. Prosedur
1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan
tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh
3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm
Hg)
4) Buka kit kateter pengisap
5) Isi basin dengan normal salin steril
6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang
tinggi
7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan
8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan
dan hubungkan ke pengisap
9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri
10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan
isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk.
11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat
menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada
henti jantung)
12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
nafas.
13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex
batuk tertekan.
14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan
pengisapan bila perlu.
16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal.
17) Bilas selang pengisap.
18) Buang kateter,sarung tangan,dan basin.
4.
Perawatan Trakeostomi
24
Prosedur
Cuff Trakeostomi
b. Selang
Balon
Rasional
(udara Tujuan dari penggunaan selang balon adalah
disuntikkkan ke dalam cuff ) untuk mencegah kebocoran udara selama
diperlukan
selama
ventilasi ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah
mekanis yang lama.
aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal
yang adekuat diperlukan karena kebocoran
udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak
tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang
datang dari tenggorok yang tidak tampak.
c. Cuff tekanan rendah.
Cuff
tekanan rendah mengeluarkan tekanan
minimal ada mukosa trakea dan dengan
demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea
Selang Trakeostomi dan perawatan
kulit.
1. Inspeksi
balutan
terhadap
dan striktura.
trakeostomi
kelembaban
atau
drainase.
Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan
2. Cuci tangan.
untuk
menjaga
kulit
tetap
bersih
dan
kering.Jangan biarkan balutan basah tetap
terpasang datas kulit.
3. Jelaskan prosedur pada pasien.
Pencucian tangan mengurangi bakteri pada
tangan.
4. Kenakan sarung tangan,lepaskan
balutan yang basah dan buang.
Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan
membutuhkan penenangan dan dukungan terus-
5. Siapkan peralatan steril,termasuk menerus.
hydrogen peroksida,normal saline
atau air steril,aplikator berujung Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh
kapas,balutan.
6. Kenakan sarung tangan steril.
dengan
balutan
yang
terkontaminasi
mengurangi kontaminasi-silang.
25
Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang
diperlukan
7. Bersihkan
luka
selang
dan
lempeng
trakeostomi
dengan
memungkinkan
prosedur
diselesaikan dengan efektif.
hydrogen peroksida.Bilas dengan
saline steril.
Meminimalkan transmisi flora permukaan pada
8. Gunakan salep bakteriostatik pada
saluran pernafasan yang steril.
pinggiran luka trakeostomi jika
Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan
diresepkan.
sekresi yang mongering . pembilasan mencegah
9. Jika
tali
yang
lama
telah
residu kulit.
basah,letakkan tali twill dalam
posisinya untuk mengamankan
selang
trakeostomi.Masukkan
satu ujung tali melalui lubang
samping
kanula
Memberikan
perlindungan
bakteriostatik
topikal.
terluar.Lingkarkan tali tersebut
sekeliling
ikatkan
leher
tali
pasien
tersebut
dan
melalui
lubang yang berlawanan dari
kanula terluar.kumpulkan kedua
ujungnya
sehingga
bertemu
pada
keduanya
satu
sisi
leher.Amankan
dengan
simpulan.Kencangkan
sampai
hanya
dua
jari
yang
Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali
sekitar leher.Selang trakeostomi dapat terlepas
dengan gerakan atau batuk yang kuat jika
dibiarkan
tidak
diikat.Akan
sulit
untuk
memasukkan selang trakeostomi kembali,dan
gawat
nafas
dapat
terjaid
jika
selang
trakesotomi terlepas.
dapat
menyusup diantara tali tersebut.
10. Lepaskan tali yang lama dan
buang.
11. Gunakan
balutan
trakeostomi
steril,dan paskan dengan baik di
26
bawah tali twill dan flange selang
trakeostomi
sehingga
insisi
tertutup.
Balutan yang terlepas-lepas benangya tidak
digunakan disekitar trakeostomi Karena bahaya
dari material , kain tiras , atau beenang yang
dapat masuk ke Dallam sselang, dan akhirnya
tersangkut
ke
menyebabkan
dalam
obstruksi
trakea,
atau
sehingga
pembentukan
abses . Balutan khusus yang tidak mempunyai
kecenderungan
terlepas-lepas
benangnya
digunakan untuk keperluan ini.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker laring merupakan
keganasan yang terjadi pada laring. Penyebab
kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi
terhadap terjadinya kanker laring. Penelitian epidemiologi menggambarkan beberapa
hala yang diduga menyebabkan kanker lariny yang kuat yaitu rokok, alkohol dan oleh
sinar radioaktif. Terbanyak didapatkan pada klien berusia 50-60 th.
Penatalaksanaan keganassan dilaring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi
belumlah lengkap. Pengobaytan untuk konisi ini bervariasi sejalan dnegan keluasan
malognansi. Pengobatan pilihan termasuk pembedahan dan terapi radiasi. Yang
terpenting pada penanggulangan pada karsinoma laring adalah diagnosis dini dan
pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif karena tumor masih terisolasi dan dapat
diangkat secara radikal.
Tujuan utama yaitu mengerluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, fungsi fonasi serta fungsi spingter laring.
28
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC.
Jakarta. Medi Action Publishing
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel Edisi 8. Jakarta: EGC.
29
Asuhan Keperawatan Kanker Laring dan Perawatan Trakeastomi
KELOMPOK VI:
Yulinar Syam
Andi Suriani
Nurmiyanti Nur
Nurul Fadilah Asran
Noer Azizah
Lis Eunike Dorres
Tajriah Arfadillah
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT kita ucapkan puji sukur kepada Allah SWT yang
telah memperkenankan kami menyusun makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada junjungan kami Baginda tercinta Rasululah SAW.
Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang asuhan keperawatan kanker laring
dan perawatan Trakeostomi. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga
selesainya makalah ini dan terkhusus kepada Tim Dosen PSIK Blok Sistem Respirasi.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian
pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena
itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang
bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini.
Makassar, 11 Maret 2016
Kelompok VI
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 3
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
C.
Tujuan Penulisan............................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 5
A.
Anatomi dan Fisiologi Laring............................................................................... 5
B.
Defenisi Kanker Laring....................................................................................... 9
C.
Etiologi dan Faktor Resiko...................................................................................9
D.
Patofisiologi..................................................................................................... 9
E.
Manifestasi Klinis............................................................................................ 11
F.
Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 11
G.
Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik........................................................................11
H.
Asuhan Keperawatan........................................................................................ 12
I.
Perawatan Trakeostomi..................................................................................... 21
BAB III PENUTUP................................................................................................... 29
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring.
Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan
masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran
perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta karsinoma
laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung
dan sinus paranasal.
Menurt data statistik WHO tahun 1961 yang meliputi 35 negara seperti dikutip
oleh Batsakis tahun 1979 rata-rata 1,2 orang /100000 penduduk meninggal oleh
karsinoma laring.
Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Pengumpulan data
yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan
pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma
laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap, kanker laring
mewakilil dari 1 % yang mewaklili kasus kanker dan terjadi sekitar 8 kali lebih sering
pada laki-laki dibanding wanita dan paling sering pada individu dengan usia 50-70
tahun.
Berdasarkan
data
diatas
penulis
tertarik
untuk
menyususn Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Kankers laring dan perawatan
pada trakeostomi.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bagaimana anatomi dan fisiologi laring ?
Apa yang dimaksud kanker laring ?
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring ?
Bagaimana patofisiologi kanker laring ?
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring ?
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring ?
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring ?
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring ?
Bagaimana perawatan trakeostomi?
3
C. Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bagaimana anatomi dan fisiologi laring.
Apa yang dimaksud kanker laring.
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring.
Bagaimana patofisiologi kanker laring.
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring.
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring.
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring.
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring.
Bagaimana perawatan trakeostomi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Laring
Gambar 1 : Anatomi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran
napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian
atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang
saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi
oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian
depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan
prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otototot lidah, mandibula dan tengkorak.
5
2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago
Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling
bawah
dari laring. Di setiap sisi
tulang
rawan krikoid
melekat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :
1. Otot-otot ekstrinsik :
a. Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
b. Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
2. Otot-otot Intrinsik :
a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid, oblique dan M.
transversum
b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.Vokalis,
M. Krikotiroid
c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.
Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.
6
Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has
been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show
the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.
Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring :
(A) laring dari posterior, (B) laring dari atas.
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita
suara membuka (gambar 5), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup
(gambar 6) sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.
7
Gambar 5. Posisi pita suara
Gambar 6. Posisi pita suara
saat bernapas
saat Berbicara
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam
laring
sendiri.
Fungsi
fonasi
dengan
membuat
suara
serta
menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat.
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.
Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal,
pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi
pada
fase
supraglotik/oral.
Kata
(word)
terbentuk
sebagai
aktivitas
faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat
menimbulkan perubahan
suara,
yang
mungkin
saja
di
interpretasikan
sebagai
hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru
dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal
adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas
otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.
Laring
khususnya berperan
sebagai
penggetar
(vibrator).
Elemen
yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari
glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring
itu sendiri.
8
B. Defenisi Kanker Laring
Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh seperti
jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi bedah maupun
dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring yang tidak ditumbuhi tumor
harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi. Tumor jinak lain pada laring adalah nodul
dan polip sering terjadi pada orang yang menggunakan suaranya secara berlebihan.
Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi anatomisnya. Kanker
laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara sejati), struktur supraglotis (di atas
pita suara) atau struktur subglottis (di bawah pita suara).
American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker laring setiap
tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker laring pada wanita terus
meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat fatal, 90% penderita yang tidak di terapi
akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika
terdiagnosis dan diterapi lebih awal.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4 klien yang
mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih merokok. Alkohol juga bekerja
sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko perkembangan tumor ganas pada
saluran pernapasan atas. Faktor risiko tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes,
debu kayu, gas mustard, dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain.
Laringitis kronis dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian
menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel
skuamosa dari kepala dan leher.
D. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang laring, yang
timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker epiglotis tidak lazim
terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita suara (plika vokalis). Kanker di
laring akan menyebar lebih cepat karena terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit
metastasis dapat dipalpasi sebagai masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru.
Faktor predisposisi
(alkohol, rokok, radiasi)
9
↓
proliferasi sel laring
↓
Diferensiasi buruk sel laring
↓
Ca. Laring
Metastase
Plica vocalis
supraglotik
↓
mengiritasi serabut
Suara parau
syaraf
↓
Obstruksi lumen
oesophagus
↓
↓
↓
Afonia
Nyeri
↓
Disfagia progresif
↓
Gangg.
Komunikasi
Intake <
Menekan/
verbal
dipersepsikan
↓
Gangg. Rasa
nyaman : nyeri
↓
Obstruksi jalan
napas
↓
Mengiritasi sel
laring
↓
Infeksi
↓
Akumulasi
sekret
BB ↓
↓
Gangg.Pemenuha
↓
Stridor
Bersihan jalan
napas tak efektif
n nutrisi
10
E. Manifestasi Klinis
Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara umum
suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus dievaluasi. Serak terjadi
ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar laring, menyebabkan kekakuan pita
suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum mencari pertolongan karena diagnosis serak
kronis.
Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan
menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat menyebabkan nyeri
pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan, sensasi benda asing di
tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga melalui nervus vagus dan
glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi
tumbuh dan mengonstruksi jalan napas.
F. Penatalaksanaan Medis
Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien dengan kanker
laring memberikan tantangan unik pada perawat karena deformitas fungsional sering terjadi
akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan
bedah terbatas dan klien dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut
membutuhkan terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan
laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat mulut atau hidung
dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen akibat bedah akan menghasilkan
efek yang buruk pada kemampuan fungsional klien dan kualitas hidupnya.
G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring dengan
menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung. Nasofaring dan
palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung dengan kaca kecil atau instrumen
menyerupai teleskop. Saat kaca kecil dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan
klien diminta mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen
sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah.
Nasofaring diinspeksi untuk melihat adanya cairan perdarahan, ulserasi, atau massa.
Visualisasi langsung laring dapat dilakukan dengan penggunaan instrumen berbeda,
11
kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya. Klien diinstruksikan untuk
menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan menahan lidah dengan spon kassa lidah
dan menariknya ke depan. Kaca laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring;
sekali lagi, hindari menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut
atau "terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi muntah
akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis, dan pita suara
diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien diinstruksikan untuk mengucapkan
“I” bernada tinggi untuk menutup pita suara. Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna
membran mukosa dan adanya lesi.
Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan biopsi untuk
menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer. CT atau MRI digunakan
untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
penentuan kadar elektrolit serum meliputi kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini
membantu menentukan kesiapan klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena
jalan nafas akan terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada
paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang akan
mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus memiliki cadangan
paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif pascaoperasi. Operasi juga
berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi, dan klien harus dapat batuk untuk
menghindari aspirasi pada saluran pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau
tumor primer lain, perlu dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau
esofagografi.
Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat ditentukan
stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan prognosis. Penting untuk
menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang paling tepat. Penentuan stadium dapat
dilakukan dengan (1) mengukur ukuran tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah
bening yang membesar, (3) menetukan adanya metastasis jauh.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
12
a) Identitas Klien
Nama
: Tn.U
Umur
: 53 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Status marital
: Kawin
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pegawai Koperasi
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Tanggal masuk RS
: 11 Maret 2016
Tanggal Pengkajiaan
: 13 Maret 2016
Diagnosa Medis
: Suspect Carsinoma Laring+Post Tracheostomi
b) Riwayat Kesehatan
i) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Sejak 3 bulan yang lalu klien mengeluh sesak nafas yang dirasakan
bertambah berat disertai dengan suara sakit. Klien bisa makan dan
minum termasuk makanan padat, keluhan disertai batuk, klien juga
mengeluh ada benjolan di leher sebelah kirinya. 5 hari yang lalu klien
berobat ke POLI THT, dan dilakukan tracheostomi untuk memudahkan
bernafas. Klien dinyatakan tumor laring dan dianjurkan dirawat. Klien
dibawa ke RS lain pada tanggal 11 Maret 2016 dan dinyatakan Suspect
Carsinoma Laring dengan post Tracheostomi.
Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Maret 2016 pukul
08.00 klien mengeluh batuk disertai secret berwarna putih dan encer.
Batuk dirasakan ketika tenggorokannya terasa gatal dan banyak secret,
13
batuk berhenti bila dilakukan suctioning , batuk tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.
ii) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien mengatakan sering batuk – batuk
dan radang tenggorokan, walaupun sudah berobat ke Dokter radang
tenggorokan klien tidak sembuh, walaupun sembuh tapi timbul lagi,
klien merokok dari usia 20 tahun, 1 hari rata-rata menghabiskan 1
bungkus rokok, baru berhenti 3 bulan yang lalu.
iii) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan klien dan keluarganya, tidak ada yang mempunyai
penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada yang
sedang atau pernah menderita penyakit infeksi.
2) Pemeriksaan Fisik
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada cyanosis, tidak ada secret pada hidung, tidak ada deviasi septum,
pada leher terpasang tracheostomi, balutan tracheostomi kotor, terdapat secret yang
kering pada kasa balutan. Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri, pada saat
diraba mempunyai ukuran seperti kelereng, benjolan teraba keras dan sulit
digerakan. Pergerakan dada simetris, tidak ada deviasi trakea, tidak ada retraksi
interkostalis,. Suara nafas stridor. Pada saat diperkusi suara paru terdengar resonan,
frekuensi nafas 22 x/menit
14
b. Analisa Data
N
DATA
KEMUNGKINAN PEYEBAB
O
1
MASALAH
DAN DAMPAK
DS
Suspek Ca Laring
Klien mengeluh batuk
disertai
secret
berwarna putih dan
encer.
Batuk
dirasakan
ketika
tenggorokannya terasa
gatal
dan
banyak
Tindakan medis (trakheostomi )
tidak efektif
Canul trachea merupakan benda
asing bagi tubuh
Merangsang sel goblet
Mengeluarkan secret berlebihan
secret,batuk berhenti
Secret terakumulasi dijalan nafas
bila
dilakukan
termasuk dilubang trakheostomi
suctioning
,
batuk
Bersihan jalan napas
Ventilasi terganggu
tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.
DO
Frekuensi
nafas
22
x/mnt
Klien tampak sering
batuk disertai secret
putih dan encer
Suara napas tambahan
15
2.
DS : DO :
Tindakan trakheostomi
Klien berkomunikasi
dengan menggunakan
bahasa
tubuh
(menggerakan
bibir,
tangan, dan anggukan
kepala )
Klien terpasang kanul
Klien bernafas melalui stoma
Plika vokal suara tidak berkontrasi
Gangguan
komuniksai verbal
Suara tidak keluar
Klien tidak dapat berkomunikasi
secara verbal
trakheostomi
2.
3.
Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik :
trakeostomi
Intervensi Keperawatan
16
Bersihan jalan napas tidak efektif NOC
• Respiratory status : ventilation
berhubungan dengan obstruksi
• Respiratory status : airway patency
jalan napas
KRITERIA HASIL :
Batasan karakteristik :
•
• Mendemonstrasikan batuk efektif dan
NIC
Airway suction
Pastikan kebutuhan tracheal suctioning
Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,
setelah di suction bunyi nafas bersih
Sputum dalam jumlah yang
suara napas yang bersih, tidak ada
berlebihan
sianosis dan dispneu (mampu
Informasikan pada klien dan keluarga
•
Suara napas tambahan (stridor)
mengeluarkan sputum mampu )
•
Kesulitan
tentang suctioning
Minta klien napas dalam sebelum
berbicara
atau • Menunjukkan jalan napas yang paten
(frekuensi pernapasan normal, tidak ada
mengeluarkan suara
•
Frekuensi
22x/menit
pernapasan
suara napas abnormal)
• Mampu mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas
dilakukan suctioning
Gunkan alat yang steril setiap melakukan
tindakan
Airway Managemen
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Auskultasi suara napas, catat bila ada
suara tambahan
17
18
Hambatan komunikasi verbal b.d NOC
• Anxiety self control
hambatan fisik : trakeostomi
• Coping
• Sensory function
Batasan karakteristik :
KRITERIA HASIL :
• Komunikasi : penerimaan, interpretasi,
Berkomunikasi
dengan
ekspresi pesan
•
Komunikasi ekspresif (kesulitan
menggunakan bahasa tubuh
(menggerakan bibir, tangan, dan
anggukan kepala )
Terpasang kanul trakheostomi
berbicara) : ekspresi pesan verbal dan
atau non verbal yang bermakna.
• Komunikasi reseptif (kesulitan
mendengar) : penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan verbal dan atau
non verbal.
• Gerakan terkoordinasi : mampu
mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.
• Mampu mengkomunikasikan
kebutuhan dengan lingkungan sosial.
NIC
•
Communication Enhancement : Speech
Deficit
Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Berikan satu kalimat simpel setiap
bertemu, jika diperlukan
Konsultasikan dengan dokter kebutuhan
terapi wicara
Dorong pasien untuk berkomunikasi
secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan
Dengarkan dengan penuh perhatian
Berdiri di depan pasien ketika berbicara
Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata
bahasa asing, komputer, dll. Untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang
optimal
Ajarkan bicara dari esophagus, jika
diperlukan
Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
tentang penggunaan alat bantu biacara
Berikan pujian positif
Anjurkan pada pertemuan kelompok
Anjurkan kunjungan keluarga secara
teratur untuk memberi stimulus
19
I.
20
J. Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di
atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah
(stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk
hal-hal berikut.
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu
tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar
(kimiawi atau inhalasi)
2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan
secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi
3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret
4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral
5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.
Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang
paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas
dan glottis, membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah
untuk pengisapan jika dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat
makan dan berbicara (bergantung tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan
kualitas hidup kelebihan pemasangan trakeostomi pada klien dengan sakit kritis
meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi meningkatkan mobilitas dan mengurangi
komplikasi dari imobilitas.
1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi
Indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
f. Obstruksi laring
1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
21
g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
h. Cedera parah pada wajah dan leher
i. Setelah pembedahan wajah dan leher
j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan
sesudah operasi laring
Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
2. Slang Trakeostomi
Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan
saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah,
bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang
yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa.
Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat
terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding
luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan
trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua kemasan
mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran yang umum
untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi terbuat dari
beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver, atau silicon.
Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang. Slang
metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki hub
berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong
resusitasi manual.
Panang dan kelengkungan slang trakeostomi penting untuk diperhatiakan. Slang
trakeostomi dapat panjang atau pendek. Dapat bersudut, denagn sudut antara 50 sampai
90 derajat. Slang pendek atau slang yang agak pendek dengan sudut sekitar 60 derajat
adalah slang yang paling banyak digunakan. Suatu selang harus cukup panjang untuk
mencega lepasnya slang ke jaringan paratrakeal ketika klien batuk atau berubah posisi
kepala. Ujung bawa slang trakeostomi sebaiknya terletak di atas carina. Kelengkungan
slang harus memungkinkan ujung pada posisi lurus dengan trakea dan bukan menekan
22
dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan
pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi
kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan
kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh
perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan
yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula
tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan
secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang.
Slang trakeostomi dapat menggunakan manset atau tidak. Manset yang
dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis. Manset yang mengembang mencegah
secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier
yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat
dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.
3. Jenis-Jenis Kanula
4. Pengisapan Trakeostomi
a. Peralatan
1) Kateter pengisap
2) Sarung tangan
3) Goggles untuk pelindung mata
23
4) Spuit 5-10 ml
5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi
6) Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien(resusitator
tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)
7) Mesin pengisap
b. Prosedur
1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan
tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh
3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm
Hg)
4) Buka kit kateter pengisap
5) Isi basin dengan normal salin steril
6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang
tinggi
7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan
8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan
dan hubungkan ke pengisap
9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri
10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan
isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk.
11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat
menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada
henti jantung)
12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
nafas.
13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex
batuk tertekan.
14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan
pengisapan bila perlu.
16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal.
17) Bilas selang pengisap.
18) Buang kateter,sarung tangan,dan basin.
4.
Perawatan Trakeostomi
24
Prosedur
Cuff Trakeostomi
b. Selang
Balon
Rasional
(udara Tujuan dari penggunaan selang balon adalah
disuntikkkan ke dalam cuff ) untuk mencegah kebocoran udara selama
diperlukan
selama
ventilasi ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah
mekanis yang lama.
aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal
yang adekuat diperlukan karena kebocoran
udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak
tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang
datang dari tenggorok yang tidak tampak.
c. Cuff tekanan rendah.
Cuff
tekanan rendah mengeluarkan tekanan
minimal ada mukosa trakea dan dengan
demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea
Selang Trakeostomi dan perawatan
kulit.
1. Inspeksi
balutan
terhadap
dan striktura.
trakeostomi
kelembaban
atau
drainase.
Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan
2. Cuci tangan.
untuk
menjaga
kulit
tetap
bersih
dan
kering.Jangan biarkan balutan basah tetap
terpasang datas kulit.
3. Jelaskan prosedur pada pasien.
Pencucian tangan mengurangi bakteri pada
tangan.
4. Kenakan sarung tangan,lepaskan
balutan yang basah dan buang.
Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan
membutuhkan penenangan dan dukungan terus-
5. Siapkan peralatan steril,termasuk menerus.
hydrogen peroksida,normal saline
atau air steril,aplikator berujung Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh
kapas,balutan.
6. Kenakan sarung tangan steril.
dengan
balutan
yang
terkontaminasi
mengurangi kontaminasi-silang.
25
Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang
diperlukan
7. Bersihkan
luka
selang
dan
lempeng
trakeostomi
dengan
memungkinkan
prosedur
diselesaikan dengan efektif.
hydrogen peroksida.Bilas dengan
saline steril.
Meminimalkan transmisi flora permukaan pada
8. Gunakan salep bakteriostatik pada
saluran pernafasan yang steril.
pinggiran luka trakeostomi jika
Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan
diresepkan.
sekresi yang mongering . pembilasan mencegah
9. Jika
tali
yang
lama
telah
residu kulit.
basah,letakkan tali twill dalam
posisinya untuk mengamankan
selang
trakeostomi.Masukkan
satu ujung tali melalui lubang
samping
kanula
Memberikan
perlindungan
bakteriostatik
topikal.
terluar.Lingkarkan tali tersebut
sekeliling
ikatkan
leher
tali
pasien
tersebut
dan
melalui
lubang yang berlawanan dari
kanula terluar.kumpulkan kedua
ujungnya
sehingga
bertemu
pada
keduanya
satu
sisi
leher.Amankan
dengan
simpulan.Kencangkan
sampai
hanya
dua
jari
yang
Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali
sekitar leher.Selang trakeostomi dapat terlepas
dengan gerakan atau batuk yang kuat jika
dibiarkan
tidak
diikat.Akan
sulit
untuk
memasukkan selang trakeostomi kembali,dan
gawat
nafas
dapat
terjaid
jika
selang
trakesotomi terlepas.
dapat
menyusup diantara tali tersebut.
10. Lepaskan tali yang lama dan
buang.
11. Gunakan
balutan
trakeostomi
steril,dan paskan dengan baik di
26
bawah tali twill dan flange selang
trakeostomi
sehingga
insisi
tertutup.
Balutan yang terlepas-lepas benangya tidak
digunakan disekitar trakeostomi Karena bahaya
dari material , kain tiras , atau beenang yang
dapat masuk ke Dallam sselang, dan akhirnya
tersangkut
ke
menyebabkan
dalam
obstruksi
trakea,
atau
sehingga
pembentukan
abses . Balutan khusus yang tidak mempunyai
kecenderungan
terlepas-lepas
benangnya
digunakan untuk keperluan ini.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker laring merupakan
keganasan yang terjadi pada laring. Penyebab
kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi
terhadap terjadinya kanker laring. Penelitian epidemiologi menggambarkan beberapa
hala yang diduga menyebabkan kanker lariny yang kuat yaitu rokok, alkohol dan oleh
sinar radioaktif. Terbanyak didapatkan pada klien berusia 50-60 th.
Penatalaksanaan keganassan dilaring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi
belumlah lengkap. Pengobaytan untuk konisi ini bervariasi sejalan dnegan keluasan
malognansi. Pengobatan pilihan termasuk pembedahan dan terapi radiasi. Yang
terpenting pada penanggulangan pada karsinoma laring adalah diagnosis dini dan
pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif karena tumor masih terisolasi dan dapat
diangkat secara radikal.
Tujuan utama yaitu mengerluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, fungsi fonasi serta fungsi spingter laring.
28
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC.
Jakarta. Medi Action Publishing
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel Edisi 8. Jakarta: EGC.
29