ASKEP CA LARING DAN PERAWATAN TRAKEOSTOM

MATA KULIAH SISTEM RESPIRASI
Asuhan Keperawatan Kanker Laring dan Perawatan Trakeastomi

KELOMPOK VI:

Yulinar Syam
Andi Suriani
Nurmiyanti Nur
Nurul Fadilah Asran
Noer Azizah
Lis Eunike Dorres
Tajriah Arfadillah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT kita ucapkan puji sukur kepada Allah SWT yang
telah memperkenankan kami menyusun makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan
kepada junjungan kami Baginda tercinta Rasululah SAW.
Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang asuhan keperawatan kanker laring
dan perawatan Trakeostomi. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga
selesainya makalah ini dan terkhusus kepada Tim Dosen PSIK Blok Sistem Respirasi.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian
pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena
itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang
bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini.

Makassar, 11 Maret 2016

Kelompok VI

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.

Latar Belakang.................................................................................................. 3

B.

Rumusan Masalah.............................................................................................. 3

C.

Tujuan Penulisan............................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 5
A.

Anatomi dan Fisiologi Laring............................................................................... 5

B.


Defenisi Kanker Laring....................................................................................... 9

C.

Etiologi dan Faktor Resiko...................................................................................9

D.

Patofisiologi..................................................................................................... 9

E.

Manifestasi Klinis............................................................................................ 11

F.

Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 11

G.


Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik........................................................................11

H.

Asuhan Keperawatan........................................................................................ 12

I.

Perawatan Trakeostomi..................................................................................... 21

BAB III PENUTUP................................................................................................... 29
A.

Kesimpulan.................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 30

2


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring.
Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan
masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran
perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta karsinoma
laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung
dan sinus paranasal.
Menurt data statistik WHO tahun 1961 yang meliputi 35 negara seperti dikutip
oleh Batsakis tahun 1979 rata-rata 1,2 orang /100000 penduduk meninggal oleh
karsinoma laring.
Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Pengumpulan data
yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan
pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma
laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap, kanker laring
mewakilil dari 1 % yang mewaklili kasus kanker dan terjadi sekitar 8 kali lebih sering
pada laki-laki dibanding wanita dan paling sering pada individu dengan usia 50-70
tahun.

Berdasarkan

data

diatas

penulis

tertarik

untuk

menyususn Asuhan

Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Kankers laring dan perawatan
pada trakeostomi.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana anatomi dan fisiologi laring ?
Apa yang dimaksud kanker laring ?
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring ?
Bagaimana patofisiologi kanker laring ?
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring ?
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring ?
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring ?
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring ?
Bagaimana perawatan trakeostomi?

3

C. Tujuan Penulisan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana anatomi dan fisiologi laring.
Apa yang dimaksud kanker laring.
Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring.
Bagaimana patofisiologi kanker laring.
Bagaimana manifestasi klinis kanker laring.
Bagaimana penatalaksanaan kanker laring.
Apa pemerikaan diagnostik kanker laring.
Bagaimana asuhan keperawatan klien yang terkena kanker laring.
Bagaimana perawatan trakeostomi.


4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Laring

Gambar 1 : Anatomi Laring

Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran
napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian
atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang
saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi
oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian
depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan
prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otototot lidah, mandibula dan tengkorak.

5


2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago
Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling
bawah

dari laring. Di setiap sisi

tulang

rawan krikoid

melekat ligamentum

krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :
1. Otot-otot ekstrinsik :
a. Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
b. Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid

2. Otot-otot Intrinsik :
a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid, oblique dan M.
transversum
b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.Vokalis,
M. Krikotiroid
c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.

Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.

6

Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has
been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show
the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.

Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring :
(A) laring dari posterior, (B) laring dari atas.
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita
suara membuka (gambar 5), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup
(gambar 6) sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.

7

Gambar 5. Posisi pita suara

Gambar 6. Posisi pita suara

saat bernapas

saat Berbicara

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam
laring

sendiri.

Fungsi

fonasi

dengan

membuat

suara

serta

menentukan tinggi

rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat.
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.
Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal,
pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi

pada

fase

supraglotik/oral.

Kata

(word)

terbentuk

sebagai

aktivitas

faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat
menimbulkan perubahan

suara,

yang

mungkin

saja

di

interpretasikan

sebagai

hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru
dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal
adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas
otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.
Laring

khususnya berperan

sebagai

penggetar

(vibrator).

Elemen

yang

bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari
glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring
itu sendiri.

8

B. Defenisi Kanker Laring
Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh seperti
jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi bedah maupun
dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring yang tidak ditumbuhi tumor
harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi. Tumor jinak lain pada laring adalah nodul
dan polip sering terjadi pada orang yang menggunakan suaranya secara berlebihan.
Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi anatomisnya. Kanker
laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara sejati), struktur supraglotis (di atas
pita suara) atau struktur subglottis (di bawah pita suara).
American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker laring setiap
tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker laring pada wanita terus
meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat fatal, 90% penderita yang tidak di terapi
akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika
terdiagnosis dan diterapi lebih awal.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4 klien yang
mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih merokok. Alkohol juga bekerja
sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko perkembangan tumor ganas pada
saluran pernapasan atas. Faktor risiko tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes,
debu kayu, gas mustard, dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain.
Laringitis kronis dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian
menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel
skuamosa dari kepala dan leher.
D. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang laring, yang
timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker epiglotis tidak lazim
terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita suara (plika vokalis). Kanker di
laring akan menyebar lebih cepat karena terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit
metastasis dapat dipalpasi sebagai masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru.

Faktor predisposisi
(alkohol, rokok, radiasi)
9


proliferasi sel laring

Diferensiasi buruk sel laring

Ca. Laring

Metastase

Plica vocalis

supraglotik



mengiritasi serabut

Suara parau

syaraf


Obstruksi lumen
oesophagus






Afonia

Nyeri


Disfagia progresif



Gangg.
Komunikasi

Intake <

Menekan/

verbal

dipersepsikan

Gangg. Rasa
nyaman : nyeri



Obstruksi jalan
napas

Mengiritasi sel
laring

Infeksi

Akumulasi
sekret

BB ↓

Gangg.Pemenuha


Stridor

Bersihan jalan
napas tak efektif

n nutrisi

10

E. Manifestasi Klinis
Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara umum
suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus dievaluasi. Serak terjadi
ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar laring, menyebabkan kekakuan pita
suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum mencari pertolongan karena diagnosis serak
kronis.
Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan
menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat menyebabkan nyeri
pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan, sensasi benda asing di
tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga melalui nervus vagus dan
glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi
tumbuh dan mengonstruksi jalan napas.
F. Penatalaksanaan Medis
Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien dengan kanker
laring memberikan tantangan unik pada perawat karena deformitas fungsional sering terjadi
akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan
bedah terbatas dan klien dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut
membutuhkan terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan
laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat mulut atau hidung
dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen akibat bedah akan menghasilkan
efek yang buruk pada kemampuan fungsional klien dan kualitas hidupnya.
G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring dengan
menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung. Nasofaring dan
palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung dengan kaca kecil atau instrumen
menyerupai teleskop. Saat kaca kecil dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan
klien diminta mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen
sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah.
Nasofaring diinspeksi untuk melihat adanya cairan perdarahan, ulserasi, atau massa.
Visualisasi langsung laring dapat dilakukan dengan penggunaan instrumen berbeda,
11

kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya. Klien diinstruksikan untuk
menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan menahan lidah dengan spon kassa lidah
dan menariknya ke depan. Kaca laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring;
sekali lagi, hindari menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut
atau "terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi muntah
akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis, dan pita suara
diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien diinstruksikan untuk mengucapkan
“I” bernada tinggi untuk menutup pita suara. Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna
membran mukosa dan adanya lesi.
Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan biopsi untuk
menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer. CT atau MRI digunakan
untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
penentuan kadar elektrolit serum meliputi kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini
membantu menentukan kesiapan klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena
jalan nafas akan terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada
paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang akan
mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus memiliki cadangan
paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif pascaoperasi. Operasi juga
berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi, dan klien harus dapat batuk untuk
menghindari aspirasi pada saluran pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau
tumor primer lain, perlu dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau
esofagografi.
Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat ditentukan
stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan prognosis. Penting untuk
menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang paling tepat. Penentuan stadium dapat
dilakukan dengan (1) mengukur ukuran tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah
bening yang membesar, (3) menetukan adanya metastasis jauh.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
12

a) Identitas Klien
Nama

: Tn.U

Umur

: 53 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Status marital

: Kawin

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai Koperasi

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sunda

Tanggal masuk RS

: 11 Maret 2016

Tanggal Pengkajiaan

: 13 Maret 2016

Diagnosa Medis

: Suspect Carsinoma Laring+Post Tracheostomi

b) Riwayat Kesehatan
i) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Sejak 3 bulan yang lalu klien mengeluh sesak nafas yang dirasakan
bertambah berat disertai dengan suara sakit. Klien bisa makan dan
minum termasuk makanan padat, keluhan disertai batuk, klien juga
mengeluh ada benjolan di leher sebelah kirinya. 5 hari yang lalu klien
berobat ke POLI THT, dan dilakukan tracheostomi untuk memudahkan
bernafas. Klien dinyatakan tumor laring dan dianjurkan dirawat. Klien
dibawa ke RS lain pada tanggal 11 Maret 2016 dan dinyatakan Suspect
Carsinoma Laring dengan post Tracheostomi.
Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Maret 2016 pukul
08.00 klien mengeluh batuk disertai secret berwarna putih dan encer.
Batuk dirasakan ketika tenggorokannya terasa gatal dan banyak secret,
13

batuk berhenti bila dilakukan suctioning , batuk tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.

ii) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien mengatakan sering batuk – batuk
dan radang tenggorokan, walaupun sudah berobat ke Dokter radang
tenggorokan klien tidak sembuh, walaupun sembuh tapi timbul lagi,
klien merokok dari usia 20 tahun, 1 hari rata-rata menghabiskan 1
bungkus rokok, baru berhenti 3 bulan yang lalu.
iii) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan klien dan keluarganya, tidak ada yang mempunyai
penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada yang
sedang atau pernah menderita penyakit infeksi.
2) Pemeriksaan Fisik
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada cyanosis, tidak ada secret pada hidung, tidak ada deviasi septum,
pada leher terpasang tracheostomi, balutan tracheostomi kotor, terdapat secret yang
kering pada kasa balutan. Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri, pada saat
diraba mempunyai ukuran seperti kelereng, benjolan teraba keras dan sulit
digerakan. Pergerakan dada simetris, tidak ada deviasi trakea, tidak ada retraksi
interkostalis,. Suara nafas stridor. Pada saat diperkusi suara paru terdengar resonan,
frekuensi nafas 22 x/menit

14

b. Analisa Data
N

DATA

KEMUNGKINAN PEYEBAB

O
1

MASALAH

DAN DAMPAK
DS

Suspek Ca Laring

 Klien mengeluh batuk
disertai

secret

berwarna putih dan
encer.

Batuk

dirasakan

ketika

tenggorokannya terasa
gatal

dan

banyak

Tindakan medis (trakheostomi )

tidak efektif

Canul trachea merupakan benda
asing bagi tubuh
Merangsang sel goblet
Mengeluarkan secret berlebihan

secret,batuk berhenti

Secret terakumulasi dijalan nafas

bila

dilakukan

termasuk dilubang trakheostomi

suctioning

,

batuk

Bersihan jalan napas

Ventilasi terganggu

tidak dapat dikontrol
dan hilang timbul.

DO
 Frekuensi

nafas

22

x/mnt
 Klien tampak sering
batuk disertai secret
putih dan encer
 Suara napas tambahan

15

2.

DS : DO :

Tindakan trakheostomi

 Klien berkomunikasi
dengan menggunakan
bahasa

tubuh

(menggerakan

bibir,

tangan, dan anggukan
kepala )
 Klien terpasang kanul

Klien bernafas melalui stoma
Plika vokal suara tidak berkontrasi

Gangguan
komuniksai verbal

Suara tidak keluar
Klien tidak dapat berkomunikasi
secara verbal

trakheostomi

2.

3.

Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik :
trakeostomi
Intervensi Keperawatan

16

Bersihan jalan napas tidak efektif NOC
• Respiratory status : ventilation
berhubungan dengan obstruksi
• Respiratory status : airway patency
jalan napas
KRITERIA HASIL :
Batasan karakteristik :


• Mendemonstrasikan batuk efektif dan

NIC
 Airway suction
 Pastikan kebutuhan tracheal suctioning
 Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,
setelah di suction bunyi nafas bersih

Sputum dalam jumlah yang

suara napas yang bersih, tidak ada

berlebihan

sianosis dan dispneu (mampu

 Informasikan pada klien dan keluarga



Suara napas tambahan (stridor)

mengeluarkan sputum mampu )



Kesulitan

tentang suctioning
 Minta klien napas dalam sebelum

berbicara

atau • Menunjukkan jalan napas yang paten
(frekuensi pernapasan normal, tidak ada

mengeluarkan suara


Frekuensi
22x/menit

pernapasan

suara napas abnormal)
• Mampu mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas

dilakukan suctioning
 Gunkan alat yang steril setiap melakukan
tindakan
 Airway Managemen
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
 Auskultasi suara napas, catat bila ada
suara tambahan

17

18

Hambatan komunikasi verbal b.d NOC
• Anxiety self control
hambatan fisik : trakeostomi
• Coping
• Sensory function
Batasan karakteristik :
KRITERIA HASIL :
• Komunikasi : penerimaan, interpretasi,
 Berkomunikasi
dengan
ekspresi pesan

Komunikasi ekspresif (kesulitan
menggunakan bahasa tubuh
(menggerakan bibir, tangan, dan


anggukan kepala )
Terpasang kanul trakheostomi

berbicara) : ekspresi pesan verbal dan
atau non verbal yang bermakna.
• Komunikasi reseptif (kesulitan
mendengar) : penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan verbal dan atau
non verbal.
• Gerakan terkoordinasi : mampu
mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.
• Mampu mengkomunikasikan
kebutuhan dengan lingkungan sosial.

NIC


Communication Enhancement : Speech
Deficit
 Gunakan penerjemah, jika diperlukan
 Berikan satu kalimat simpel setiap
bertemu, jika diperlukan
 Konsultasikan dengan dokter kebutuhan
terapi wicara
 Dorong pasien untuk berkomunikasi
secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Berdiri di depan pasien ketika berbicara
 Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata
bahasa asing, komputer, dll. Untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah yang
optimal
 Ajarkan bicara dari esophagus, jika
diperlukan
 Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
tentang penggunaan alat bantu biacara
 Berikan pujian positif
 Anjurkan pada pertemuan kelompok
 Anjurkan kunjungan keluarga secara
teratur untuk memberi stimulus

19

I.

20

J. Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di
atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah
(stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk
hal-hal berikut.
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu
tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar
(kimiawi atau inhalasi)
2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan
secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi
3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret
4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral
5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.
Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang
paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas
dan glottis, membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah
untuk pengisapan jika dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat
makan dan berbicara (bergantung tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan
kualitas hidup kelebihan pemasangan trakeostomi pada klien dengan sakit kritis
meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi meningkatkan mobilitas dan mengurangi
komplikasi dari imobilitas.
1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi
Indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
f. Obstruksi laring
1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
21

g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
h. Cedera parah pada wajah dan leher
i. Setelah pembedahan wajah dan leher
j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan
sesudah operasi laring
Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
2. Slang Trakeostomi
Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan
saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah,
bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang
yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa.
Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat
terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding
luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan
trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua kemasan
mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran yang umum
untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi terbuat dari
beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver, atau silicon.
Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang. Slang
metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki hub
berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong
resusitasi manual.
Panang dan kelengkungan slang trakeostomi penting untuk diperhatiakan. Slang
trakeostomi dapat panjang atau pendek. Dapat bersudut, denagn sudut antara 50 sampai
90 derajat. Slang pendek atau slang yang agak pendek dengan sudut sekitar 60 derajat
adalah slang yang paling banyak digunakan. Suatu selang harus cukup panjang untuk
mencega lepasnya slang ke jaringan paratrakeal ketika klien batuk atau berubah posisi
kepala. Ujung bawa slang trakeostomi sebaiknya terletak di atas carina. Kelengkungan
slang harus memungkinkan ujung pada posisi lurus dengan trakea dan bukan menekan
22

dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan
pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi
kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan
kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh
perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan
yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula
tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan
secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang.
Slang trakeostomi dapat menggunakan manset atau tidak. Manset yang
dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis. Manset yang mengembang mencegah
secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier
yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat
dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.

3. Jenis-Jenis Kanula

4. Pengisapan Trakeostomi
a. Peralatan
1) Kateter pengisap
2) Sarung tangan
3) Goggles untuk pelindung mata
23

4) Spuit 5-10 ml
5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi
6) Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien(resusitator
tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)
7) Mesin pengisap
b. Prosedur
1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan
tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh
3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm
Hg)
4) Buka kit kateter pengisap
5) Isi basin dengan normal salin steril
6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang
tinggi
7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan
8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan
dan hubungkan ke pengisap
9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri
10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan
isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk.
11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat
menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada
henti jantung)
12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
nafas.
13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex
batuk tertekan.
14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan
pengisapan bila perlu.
16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal.
17) Bilas selang pengisap.
18) Buang kateter,sarung tangan,dan basin.

4.

Perawatan Trakeostomi
24

Prosedur
Cuff Trakeostomi
b. Selang
Balon

Rasional
(udara Tujuan dari penggunaan selang balon adalah

disuntikkkan ke dalam cuff ) untuk mencegah kebocoran udara selama
diperlukan

selama

ventilasi ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah

mekanis yang lama.

aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal
yang adekuat diperlukan karena kebocoran
udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak
tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang
datang dari tenggorok yang tidak tampak.

c. Cuff tekanan rendah.
Cuff

tekanan rendah mengeluarkan tekanan

minimal ada mukosa trakea dan dengan
demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea
Selang Trakeostomi dan perawatan
kulit.
1. Inspeksi

balutan

terhadap

dan striktura.

trakeostomi

kelembaban

atau

drainase.
Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan
2. Cuci tangan.

untuk

menjaga

kulit

tetap

bersih

dan

kering.Jangan biarkan balutan basah tetap
terpasang datas kulit.
3. Jelaskan prosedur pada pasien.
Pencucian tangan mengurangi bakteri pada
tangan.
4. Kenakan sarung tangan,lepaskan
balutan yang basah dan buang.

Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan
membutuhkan penenangan dan dukungan terus-

5. Siapkan peralatan steril,termasuk menerus.
hydrogen peroksida,normal saline
atau air steril,aplikator berujung Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh
kapas,balutan.
6. Kenakan sarung tangan steril.

dengan

balutan

yang

terkontaminasi

mengurangi kontaminasi-silang.
25

Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang
diperlukan
7. Bersihkan

luka

selang

dan

lempeng

trakeostomi

dengan

memungkinkan

prosedur

diselesaikan dengan efektif.

hydrogen peroksida.Bilas dengan
saline steril.
Meminimalkan transmisi flora permukaan pada
8. Gunakan salep bakteriostatik pada

saluran pernafasan yang steril.

pinggiran luka trakeostomi jika
Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan

diresepkan.

sekresi yang mongering . pembilasan mencegah
9. Jika

tali

yang

lama

telah

residu kulit.

basah,letakkan tali twill dalam
posisinya untuk mengamankan
selang

trakeostomi.Masukkan

satu ujung tali melalui lubang
samping

kanula

Memberikan

perlindungan

bakteriostatik

topikal.

terluar.Lingkarkan tali tersebut
sekeliling
ikatkan

leher
tali

pasien

tersebut

dan

melalui

lubang yang berlawanan dari
kanula terluar.kumpulkan kedua
ujungnya

sehingga

bertemu

pada

keduanya
satu

sisi

leher.Amankan

dengan

simpulan.Kencangkan

sampai

hanya

dua

jari

yang

Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali
sekitar leher.Selang trakeostomi dapat terlepas
dengan gerakan atau batuk yang kuat jika
dibiarkan

tidak

diikat.Akan

sulit

untuk

memasukkan selang trakeostomi kembali,dan
gawat

nafas

dapat

terjaid

jika

selang

trakesotomi terlepas.

dapat

menyusup diantara tali tersebut.
10. Lepaskan tali yang lama dan
buang.
11. Gunakan

balutan

trakeostomi

steril,dan paskan dengan baik di
26

bawah tali twill dan flange selang
trakeostomi

sehingga

insisi

tertutup.

Balutan yang terlepas-lepas benangya tidak
digunakan disekitar trakeostomi Karena bahaya
dari material , kain tiras , atau beenang yang
dapat masuk ke Dallam sselang, dan akhirnya
tersangkut

ke

menyebabkan

dalam
obstruksi

trakea,
atau

sehingga

pembentukan

abses . Balutan khusus yang tidak mempunyai
kecenderungan

terlepas-lepas

benangnya

digunakan untuk keperluan ini.

27

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker laring merupakan

keganasan yang terjadi pada laring. Penyebab

kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi
terhadap terjadinya kanker laring. Penelitian epidemiologi menggambarkan beberapa
hala yang diduga menyebabkan kanker lariny yang kuat yaitu rokok, alkohol dan oleh
sinar radioaktif. Terbanyak didapatkan pada klien berusia 50-60 th.
Penatalaksanaan keganassan dilaring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi
belumlah lengkap. Pengobaytan untuk konisi ini bervariasi sejalan dnegan keluasan
malognansi. Pengobatan pilihan termasuk pembedahan dan terapi radiasi. Yang
terpenting pada penanggulangan pada karsinoma laring adalah diagnosis dini dan
pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif karena tumor masih terisolasi dan dapat
diangkat secara radikal.
Tujuan utama yaitu mengerluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, fungsi fonasi serta fungsi spingter laring.

28

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC.
Jakarta. Medi Action Publishing
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel Edisi 8. Jakarta: EGC.

29