Tingkat Kepuasan Pasien Lanjut Usia Pemakai Gigi Tiruan Penuh Berdasarkan Sosiodemografi dan Kondisi Klinis Rongga Mulut

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia
Perkembangan lanjut usia (lansia) yang sangat pesat merupakan fenomena
global yang menimbulkan tantangan dalam meningkatkan kesehatan fisik maupun
mental. Tingginya angka penduduk lansia tersebut diikuti oleh tingginya angka
permasalahan kesehatan, khususnya kesehatan gigi dan mulut dengan kehilangan gigi
yang disebabkan oleh penurunan kondisi fisik lanjut usia.4 Antara tahun 2000 dan
2050, proporsi penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun akan berlipat ganda
dari sekitar 11% menjadi 22%. Jumlah mutlak orang berusia 60 tahun ke atas
diperkirakan meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar selama periode yang sama.
Negara berpenghasilan rendah dan menengah akan mengalami perubahan demografi
yang paling cepat dan drastis. 19
Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan jumlah penduduk lansia
yang berumur 60 tahun ke atas besarnya 9,6% dari seluruh jumlah penduduk di
Indonesia. Angka harapan hidup penduduk Indonesia semakin meningkat dari 67,8
tahun pada periode 2000-2005 menjadi 69,8 tahun pada periode 2005-2010.20 Seiring
dengan meningkatnya umur harapan hidup penduduk Indonesia, maka populasi lansia
juga akan meningkat. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional, populasi lansia di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan

mencapai angka kurang lebih 24 juta, padahal pada tahun 2005 populasi lansia
mencapai angka 18,7 juta orang atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. Indonnesia
termasuk negara kelima yang akan memiliki populasi lansia yang tinggi setelah Cina,
India, Amerika Serikat dan Meksiko.21,22
Memasuki usia lanjut biasanya diikuti dengan adanya penyakit kronis,
kemungkinan untuk ditinggalkan pasangan, pemberhentian aktivitas atau kerja dan
tantangan untuk mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga,
pekerjaan dan hubungan intim (Wolman, 1982). Menurut Papalia dkk (2001) cit

Universitas Sumatera Utara

Wijayanti (2008), ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua,
antara lain:23
a. Primary aging
Bahwa penuaan merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang
terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan).
b. Secondary aging
Proses penuaan merupakan hasil dari penyakit, kerusakan dan disuse pada
tubuh yang sering kali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan
dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang baik, menjaga kebugaran

fisik dan lain-lain.

2.1.1 Pengertian
Lansia adalah periode dimana manusia telah mencapai kematangan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.23
Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas 60 tahun dan masih
hidup.1,23 Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi (1999) cit Wijayanti, kelompok
lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut
Papalia (2001) cit Wijayanti, usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu
periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan
fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda .23

2.1.2 Klasifikasi
World Health Organization (WHO) dikutip oleh Wijayanti menggolongkan

lansia menjadi 4 golongan yaitu:1,23
a.

Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun


b.

Usia lanjut (elderly) 60-74 tahun

c.

Usia lanjut tua (old) 75-90 tahun

d.

Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Depkes dikutip oleh Wjayanti bahwa lansia dibagi dalam tiga

kelompok:1,23

Universitas Sumatera Utara

a.

Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki

lansia

b.

Kelompok lansia (65 tahun ke atas)

c.

Kelompok lansia risiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

2.1.3 Perubahan Jaringan Rongga Mulut
Perubahan pada struktur orofasial akibat pertambahan usia mempunyai peran
klinis yang penting dalam perawatan gigi pasien lansia. Perubahan-perubahan ini
membuatkan prosedur klinis tertentu menjadi lebih sulit dan akan mengurangi
prognosisnya. Hal ini terutama berlaku pada perawatan prostetik dan perawatan gigi
restoratif. Akibat penuaan pada pasien lansia meliputi:24
a. Perubahan tulang alveolar dan linggir alveolar
Kepadatan tulang mencapai tahap maksimum pada usia pertengahan, dimana
secara substansial laki-laki memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita.
Kepadatan tulang setiap ras bervariasi, bahkan antar individu, kualitas tulang dari

seluruh bagian skeletal termasuk kedua rahang yang bervariasi dan menurun seiring
pertambahan usia. Penurunan ini terjadi pada lanjut usia karena osteoblas kurang
efisien dan kadar estrogen menurun seiring dengan penurunan keseluruhan absorbsi
kalsium dari usus.25
Pada lanjut usia terutama wanita makin banyak proporsi tulang kortikal yang
dipenuhi oleh pusat-pusat resorpsi, terutama dekat permukaan endosteum. Faktor
tambahan pada kerusakan tulang karena usia adalah ketidakseimbangan antara
resorpsi dan pergantian tulang pada sistem Harversian. Penuaan juga mempengaruhi
struktur internal tulang dimana penurunan ketebalan kortikal yang lebih besar pada
wanita dibandingkan pria. Selain itu, tulang biasanya lebih rapuh dengan
meningkatnya jumlah fraktur mikro dari trabekula yang menipis dimana
penyembuhannya yang lambat karena remodelling yang melemah. Juga ada
peningkatan porositas tulang yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya ruangan
vaskular.24

Universitas Sumatera Utara

Tulang alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang
secara umum oleh karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat
dipercepat dengan tanggalnya gigi, penyakit periodontal, protesa yang tidak adekuat

dan menderita penyakit sistemik. Penurunan yang hebat dari linggir alveolar sering
kali merupakan akibat pemakaian gigi tiruan penuh dalam jangka waktu yang
panjang. Diduga bahwa resorpsi alveolar merupakan akibat yang tidak bisa dihindari
dari pemakaian gigi tiruan. Pemakaian gigi tiruan mempunyai potensi untuk
membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya.24
Resorpsi yang berlebihan dari tulang alveolar mandibular menyebabkan
puncak linggir alveolar mendekati foramen mental. Puncak linggir alveolar yang
mengalami resorpsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau.
Resorpsi berlebihan pada puncak linggir alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang
datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang.24
Pengaruh dari resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan tiga macam bentuk
linggir alveolar, yaitu bentuk “U” bila permukaan labial atau bukal sejajar dengan
permukaan lingual atau palatal (retensi dan stabilitas yang ideal), bentuk “V” bila
puncak tulang sempit dan tajam seperti pisau (sulit untuk mendapatkan retensi dan
stabilitas yang baik) dan bentuk “bulbous” bila melebar pada puncak dan berleher
sehingga dapat menimbulkan gerong (retensi dan stabilitas yang ideal seperti bentuk
“U” namun adanya gerong menyulitkan pada saat GTP dipasang atau dilepaskan).
House mengklasifikasikan bentuk lengkung menjadi tiga yaitu, bersegi (square),
tapering, dan ovoid .26


b. Perubahan sendi temporomandibular
Meskipun usia sendiri memiliki sedikit efek terhadap kemampuan
pengunyahan namun pasien lansia biasanya lebih cenderung untuk mengunyah lebih
perlahan dan dengan mengurangi pergerakan vertikal dari mandibular. Pergerakan
mandibular dikawal oleh batang otak yang dipengaruhi oleh proprioseptor dalam otot,
sendi dan mukosa. Usia lanjut dapat menunda pengolahan impuls saraf pusat, dan
selanjutnya menghambat aktivitas serabut otot dan menghambat pergerakan.25

Universitas Sumatera Utara

Kerusakan pada sistem neuromuskular selama proses penuaan diperkirakan
merupakan disfungsi neuron motoris yang progresif, yang termanisfestasi pertama
kali berupa meningkatnya ketidakmampuan neuron motoris untuk mempertahankan
serabut-serabut otot dalam kondisi yang baik. Setelah neuron motoris mengalami
degenerasi, neuron bersebelahan mulai tumbuh dan mengambil alih pasokan pada
beberapa serabut otot.24
Penelitian tentang otot-otot penutupan mulut menunjukkan perpanjangan fase
kontraksi sejalan dengan usia, yang menunjukkan perubahan umum dari otot atau
hilangnya serabut otot untuk gerakan mandibular berkaitan dengan pertambahan usia.
Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang ditemukan pada orang yang tidak

bergigi dibandingkan yang masih bergigi. Ini membuktikan bahwa tingkat tekanan
pengunyahan dan efisiensi pengunyahan berkurang dengan banyak pada pasien yang
gigi aslinya sudah diganti dengan gigi tiruan.23 Kekuatan otot dapat berkurang
sehingga 50% pada usia pertengahan dan lanjut usia dimana hal ini mengakibatkan
kemampuan mengunyah lebih pendek dan mengambil masa yang lebih lama.24
Perubahan yang dapat terjadi pada sendi temporomandibula (STM) seiring
bertambahnya usia adalah perubahan pada kondilus dan fosa agar sesuai satu sama
lain, fosa menjadi lebih dangkal, pengurangan inklinasi dari dinding fosa bagian
anterior dan kondilus, eminensia artikularis menjadi rata, penipisan pada diskus
artikularis, perubahan pada jaringan tulang rawan sendi yaitu pengurangan ketebalan
lapisan fibrokartilago pada permukaan kondilus sendi, konsistensi dari cairan sinovial
menjadi kental dan jumlahnya berkurang sehingga akan mempengaruhi kelancaran
pergerakan dari diskus artikularis. Adanya gangguan pada fungsi STM untuk
mengunyah mengakibatkan berkurangnya asupan makanan sebagai sumber gizi.27-29

c. Perubahan pada kelenjar saliva dan aliran saliva

Universitas Sumatera Utara

Kelenjar parotis merupakan salah satu kelenjar mayor yang menghasilkan

saliva yang encer, namun apabila terjadinya atropi padal sel kelenjar ini dapat
menyebabkan kualitas saliva berubah menjadi kental.7 Selain itu, terjadi perubahan
pada duktur kelenjar saliva juga dapat mempengaruhi kuantitas saliva sehingga
jumlah saliva yang dihasilkan semakin berkurang. Telah diketahui bahwa fungsi
kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaan yang normal
pada pasien lansia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada
keadaan istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia
atau mulut kering akibat aliran saliva yang kurang sering ditemukan pada orang tua
dibandingkan pada orang muda disebabkan oleh perubahan usia pada kelenjar itu
sendiri.24 Fungsi utama dari saliva adalah sebagai pelumas, buffer dan perlindungan
untuk jaringan lunak dan keras dalam rongga mulut.24,26
Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva non stimulasi (istirahat) secara
keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua. Walaupun begitu, faktor penuaan
tidak lagi menjadi faktor primer dalam pengurangan saliva karena hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan umum pasien, pemakaian obat-obatan, depresi,
stress, atau insomnia. Pasien yang menerima terapi radiasi pada regio kelenjar saliva
biasanya akan mengalami destruksi jaringan kelenjar, mengakibatkan aliran saliva
tereduksi.24,25
d. Perubahan mukosa mulut
Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami

penipisan, berkurangnya keratinisasi, kapiler dan suplai darah, penebalan serabut
kolagen pada lamina propria.23,26 Berkurangnya ketebalan mukosa bervariasi, hal ini
juga akan menyebabkan berkurangnya kemampuan mukosa dalam menerima tekanan.
Secara umum mukosa memiliki kompresibilitas normal sebesar 2 mm.25 Kondisi
klinis mukosa mulut yang terlihat lebih pucat, tipis, kering dengan penyembuhan
yang lambat menyebabkan mukosa lebih mudah mengalami iritasi mekanis, kemis
dan bakteri. Atrofi umum dapat dikaitkan dengan menurunnya produksi estrogen
karena menopause.23

Universitas Sumatera Utara

Warna mukosa melambangkan kesehatan mukosa itu sendiri. Mukosa yang
sehat memiliki warna merah muda, namun adanya warna kemerahan yang mencolok
pada mukosa menandakan terjadinya suatu inflamasi. Hal ini bisa saja disebabkan
oleh merokok, adanya infeksi atau penyakit sistemik dan bisa juga disebabkan oleh
karena rasa sakit dari pemakaian gigi tiruan pada lansia. Radang mukosa dapat
dikaitkan dengan kekurangan vitamin B12, riboflavin dan zat besi pada diet pasien
lanjut usia. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan lambatnya penyembuhan luka,
kerapuhan kapiler dan perdarahan serta pembengkakan pada gingiva.25,30
e. Perubahan lidah dan pengecapan

Lidah merupakan salah satu organ yang penting dan kompleks terutama dalam
fungsi berbicara, pengecapan dan tidak dapat diganti untuk pengunyahan dan
penelanan. Lidah yang kuat umumnya terkait dengan ukuran lidah yang besar. Lidah
yang membesar akibat dari kehilangan gigi yang tidak diganti mungkin digunakan
untuk proses pengunyahan. Kehilangan gigi mengakibatkan pasien menghancurkan
makanan ke arah linggir alveolar dan palatum dengan menggunakan lidah. Seperti
otot yang lain, peningkatan dari fungsi akan menyebabkan peningkatan tonisitas
muskular sehingga terjadinya pembesaran lidah.31
Posisi lidah menurut Wright dibagi menjadi tiga klas, yaitu:32
1. Klas 1
Lidah mengisi dasar mulut dengan dorsal lidah ke depan dan sedikit ke bawah
dari puncak insisal gigi anterior rahang bawah.
2. Klas 2
Dorsal lidah dalam posisi normal tetapi lidah melebar dan rata.
3. Klas 3
Lidah diretraksi dan menekan ke dasar mulut dengan dorsal lidah melekuk ke
atas, ke bawah atau berasimilasi ke dalam tubuh lidah.
Lidah menjadi halus dan mengkilat atau merah serta meradang karena adanya
atrofi pada papila lidah. Bermacam-macam gejala dapat terjadi pada mukosa lidah
dengan keluhan nyeri, rasa terbakar atau sensori pengecapan yang berkurang. Sensasi
ini biasanya terjadi pada orang lanjut usia atau pada wanita pasca menopause.24,25

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kehilangan Gigi
Bersamaan dengan bertambahnya usia, terjadi pula penurunan fungsi organ
tubuh dan berbagai perubahan fisik. Penurunan ini terjadi pada semua tingkat seluler,
organ, dan juga sistem. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan penyakit pada
lansia sehingga menyebabkan perubahan pada kualitas hidup lanjut usia. Kualitas
hidup ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status kesehatan mulut.
Dampak negatif dari kesehatan mulut yang buruk terhadap kualitas hidup para lanjut
usia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Secara global,
kesehatan mulut yang buruk pada lansia terutama tampak dengan banyaknya
kehilangan gigi karena karies atau penyakit periodontal.21,34 Akibat dari penyakit ini
yang meliputi rasa sakit, infeksi dan hilangnya fungsi, dapat menyebabkan
menurunnya kualitas hidup lansia.21 Kehilangan gigi menyebabkan terganggunya
asupan nutrisi yang adekuat untuk keperluan tubuh sehingga dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan umum juga.33,35 Keadaan edentulus mempengaruhi penurunan
berat badan akibat pengunyahan yang bermasalah, lebih lanjut menyebabkan
gangguan psikologis dan sosial karena gangguan estetik dan bicara.6,9,13,35

2.2.1 Dampak Emosional Kehilangan Gigi
Penelitian terdahulu yang dilakukan Davis dkk (2000), menunjukkan bahwa
terdapat efek emosional yang signifikan sebagai konsekuensi kehilangan gigi, 45%
dari pasien edentulus di London sulit untuk menerima kehilangan gigi. Pada pasien
ini, mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menerima kehilangan gigi
dan mengekspresikan emosi yang lebih kompleks seperti rasa sedih dan depresi,
merasa kehilangan bagian dari diri mereka, merasa tua, kurang percaya diri dan tidak
ingin orang lain melihat penampilannya saat tidak memakai gigi tiruan.6,18 Penelitian
di Mangalore, India (2011) menjelaskan kehilangan gigi dapat mewakili sebagai
peringkat akhir kemudaan, feminitas, dan keperkasaan pria. Ada dua kelompok
pasien yang memerlukan evaluasi psikologis khusus: orang-orang pada usia
klimakterik dan pasien geriatrik. Pasien-pasien ini mengalami perubahan kelenjar dan
sebagai akibatnya mereka dapat mengalami perubahan perilaku. Kehilangan gigi juga

Universitas Sumatera Utara

bisa menyebabkan estetik yang buruk dan sequelae biomekanik sehingga banyak
tenaga kesehatan profesional mungkin tidak sadar bahwa meskipun banyak penelitian
dan perhatian telah dikhususkan untuk berbagai bentuk kehilangan organ, namun
kondisi edentulus mendapat perhatian psikologi yang relatif sedikit.31 Walaupun
begitu, orang lebih menginginkan menggunakan gigi asli mereka daripada gigi tiruan,
sehingga timbul tingkat prasangka terhadap gigi tiruan. Hal ini sesuai dengan
penelitian pada tahun 1998, yang menemukan bahwa lebih dari 60% orang-orang
yang mengandalkan hanya pada gigi asli akan merasa sedih jika fungsi oral mereka
harus bergantung pada gigi tiruan penuh. Hal ini banyak dialami oleh orang yang
lanjut usia.25

2.2.2 Dampak Terhadap Aktivitas Fungsional
Penelitian Davis dkk (2000), menyatakan bahwa pasien yang sulit menerima
kehilangan gigi, merasa sangat dirugikan dalam menjalankan aktivitas fungsi normal,
yaitu 76% merasa sangat tertekan dalam pemilihan makanan dan kurang menikmati
makanan akibatnya terjadi penurunan asupan nutrisi.6,14,15 Pasien yang edentulus
sering mengalami masalah dalam mengunyah makanan yang keras dan kaku.
Ditambah lagi, mereka ini harus mengubah pola makanan untuk memenuhi asupan
nutrisi yang cukup walaupun makanan tersebut susah dikunyah.33 Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan absorbsi pada saluran pencernaan. Menurut Thalib
(2008), makanan yang tidak dicerna secara sempurna tidak akan terserap dengan baik
oleh tubuh dan juga dapat mempengaruhi fungsi pencernaan.35 Selain tertekan dalam
pemilihan makanan, 62% dari pasien ini menghindari tertawa di depan umum, 34%
menghindari bepergian serta 52% menghindari bersosialisasi.6 Ini adalah disebabkan
oleh bentuk mulut, jumlah serta susunan gigi yang mempengaruhi komunikasi verbal.
Kehilangan beberapa gigi terutama gigi depan dapat mempengaruhi fungsi berbicara
seperti pengucapan kata-kata yang tidak jelas.35

Universitas Sumatera Utara

2.3 Gigi Tiruan Penuh
Gigi tiruan penuh (GTP) merupakan gigi tiruan yang menggantikan
kehilangan gigi pada rahang atas maupun bawah dan berfungsi untuk memperbaiki
fungsi pengucapan, pengunyahan, estetis, dan menjaga kesehatan jaringan rongga
mulut.8 Pada keadaan lansia yang edentulus, GTP menjadi suatu kebutuhan untuk
mengatasi masalah yang berhubungan dengan fungsi mastikasi, estetik, sosial dan
psikologis.6,7,33 Selain itu, GTP didefinisikan sebagai pengganti gigi asli dalam
lengkungan dan bagian yang terkait dengan substitusi buatan. GTP merupakan seni
dan ilmu dalam merestorasi edentulus. Dengan kata lain, GTP adalah sebuah gigi
tiruan yang menggantikan seluruh gigi dan struktur yang terkait pada rahang atas
maupun rahang bawah.26

2.3.1 Fungsi
Fungsi

GTP

adalah

mengembalikan

fungsi

estetik,

mastikasi

dan

fonetik.25,40,41
a. Estetik
GTP harus dapat mengembalikan kontur wajah yang hilang, memperbaiki
dimensi vertikal, serta memberi dukungan pada pipi dan wajah.
b. Mastikasi
Gigi tiruan penuh harus memiliki oklusi yang seimbang untuk meningkatkan
stabilitas gigi tiruan dan memperoleh stabilitas yang optimal pada saat menerima
beban pengunyahan.
c. Fonetik
Gigi tiruan penuh dapat mengembalikan pengucapan huruf-huruf yang
dihasilkan melalui bantuan gigi, bibir, lidah seperti bilabial (b, p, m) didukung oleh
bibir atas dan bawah, labiodental (f, v) didukung oleh gigi insisivus atas dan bibir
bawah, linguopalatal (d, j, l, n, s, t, z) didukung oleh lidah dan bagian anterior
palatum dan linguodental (th, ch, sh) didukung oleh lidah diantara gigi anterior atas
dan bawah.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Prosedur Diagnostik Perawatan
Diagnosis dan perencanaan perawatan merupakan parameter yang paling
penting dalam menentukan keberhasilan perawatan pasien. Diagnosis dan rencana
perawatan yang tidak memadai menjadi alasan utama dibalik kegagalan perawatan
GTP. Faktor-faktor berikut harus dievaluasi untuk mendapatkan diagnosis dan
rencana perawatan yang adekuat:26,43
1. Evaluasi pasien : nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, ras, agama,
sikap mental.
2. Riwayat klinis: riwayat dental dan riwayat medis
3. Pemeriksaan klinis pasien
a. Pemeriksaan ekstraoral : fasial, otot pada region bibir dan pipi, bibir,
STM, evaluasi neuromuskular
b. Pemeriksaan intraoral : sisa gigi geligi (jika masih ada), mukosa,
saliva, linggir alveolar, defek linggir, palatum keras dan lunak, bentuk
palatal throat, undercut tulang, torus, perlekatan otot dan frenulum,

dan lidah
4. Pemeriksaan radiografi: jenis radiografi yang digunakan adalah radiografi
panoramik yang memperlihat imej seluruh rahang atas dan rahang bawah seperti sisa
akar, gigi yang tidak erupsi, kista, tumor, gangguan STM dan juga kualitas dan
kuantitas tulang rahang (resorpsi tulang).
5. Pemeriksaan GTP yang ada: memeriksa GTP yang sedang dipakai pasien
untuk dievaluasi penyebab mengapa GTP perlu diganti.
Namun, menurut Celebic dkk (2003), pemeriksaan intraoral meliputi mukosa,
saliva, linggir alveolar, dan lidah.9 Untuk melakukan pemeriksaan mukosa dilihat dari
segi ketebalan. Pemeriksaan ketebalan mukosa dilakukan dengan cara menekan
mukosa diatas linggir alveolar region posterior dengan burnisher lalu diukur
ketebalannya (Gambar 1).44

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Pemeriksaan ketebalan mukosa
dengan menggunakan burnisher

44

Dari pemeriksaan saliva pula dilihat kualitas dan kuantitas saliva yaitu kental atau
encer dan sedikit atau banyak. Pemeriksaan kualitas saliva dilakukan dengan cara
meletakkan kaca mulut pada permukaan saliva yang berkumpul dibawah lidah lalu
menarik kaca mulut. Saliva kental bila terdapat garis tipis berserabut pada kaca
mulut. Kemudian, kaca mulut diletakkan pada permukaan mukosa untuk melihat
kuantitas saliva. Kaca mulut akan lengket ke permukaan mukosa akibat kurangnya
lubrikasi dari saliva.45 Pemeriksaan linggir alveolar dilakukan secara visual dengan
melihat bentuk tulang alveolar rahang atas dan rahang bawah pada regio posterior.44
Pada pemeriksaan ukuran lidah, harus berada dalam posisi istirahat sepenuhnya.
Ketinggian normal dorsum lidah harus sama dengan bidang oklusal gigi mandibular;
bagian lateral lidah pula harus berkontak dengan, namun tidak tumpang tindih, tonjol
lingual gigi mandibular. Lidah yang melebihi dari dimensi tersebut dikatakan
mengalami pembesaran (Gambar 2).46

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Pembesaran lidah akibat
edentulus yang menutupi
linggir alveolar 31
Untuk pemeriksaan intra oral, faktor anatomi dan fisiologi yang ditekankan
oleh Celebic dkk (2003), Maller, Karthik dan Maller (2003) telah menggunakan
pengklasifikasian untuk pemeriksaan ini, seperti:43
1. Pemeriksaan ukuran linggir menurut House:
Klas 1: besar (retensi dan stabilitas terbaik)
Klas 2: medium (retensi dan stabilitas baik namun tidak ideal)
Klas 3: kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik)
2. Pemeriksaan bentuk linggir menurut House: (Gambar 3)
Klas I: persegi (bentuk terbaik untuk mencegah pergerakan rotasi)
Klas II: tapering (memberikan resistensi terhadap pergerakan)
Klas III: ovoid (memberikan sedikit atau tidak ada resistensi terhadap pergerakan
rotasi)

Gambar 3. Bentuk linggir alveolar. Kanan: bentuk “U”,
tengah: bentuk “V”, kiri: bentuk “bulbous” 26

Universitas Sumatera Utara

3. Pemeriksaan kondisi mukosa menurut House:
Klas 1: sehat
Klas 2: iritasi
Klas 3: patologik
4. Pemeriksaan ukuran lidah menurut House:
Klas 1: normal dalam ukuran, perkembangan dan fungsi
Klas 2: kehilangan gigi yang cukup lama untuk memungkinkan perubahan bentuk
dan fungsi lidah
Klas 3: pembesaran lidah secara berlebihan akibat kehilangan gigi untuk jangka
waktu yang lama sehingga terjadinya pembesaran yang abnormal
5. Pemeriksaan saliva:
Klas I: normal dalam kuantitas dan konsistensi
Klas II: jumlah saliva yang tipis, encer atau kental, berurat yang berlebihan
Klas III: kekurangan jumlah saliva

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawatan
Menurut Basker RM (2011), keberhasilan perawatan GTP sangat tergantung
pada upaya tiga pihak, yaitu dokter gigi yang membuat diagnosa, rencana perawatan
dan melaksanakan tahap pekerjaan klinik, tekniker gigi yang menyelesaikan
pembuatan GTP dan pasien dalam hal menyesuaikan diri terhadap gigi tiruan serta
menerima keterbatasan gigi tiruan tersebut.42 Hal ini didukung oleh Berg (1993)
menyatakan bahwa pembuatan GTP yang baik sangat tergantung pada aspek teknis,
biologis dan interaksi fisiologi pasien-dokter gigi.9 Adam (2006) berpendapat bahwa
kualitas gigi tiruan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti retensi, stabilitas,
dimensi vertikal, oklusi, kesesuaian dan estetik.7 Dalam penelitian terbaru oleh
ABSMIDS, kualitas gigi tiruan dinilai berdasarkan retensi, estetik (warna gigi, gigi
tiruan dan penampilan), berbicara, mastikasi, kelicinan dan kepuasan keseluruhan.12
Laurina dan Soboleva (2006) menyimpulkan bahwa kualitas gigi tiruan dapat
diperbaiki dengan penilaian dari segi estetik, dukungan, retensi, stabilitas, oklusi,
dimensi vertikal, panjang dari basis gigi tiruan.13

Universitas Sumatera Utara

Selain dari aspek teknis dalam pembuatan GTP, Celebic dkk (2003)
menyatakan bahwa faktor anatomi dan fisiologi dari rongga mulut pasien juga
memainkan peran yang penting dalam kepuasan pasien memakai GTP, di antaranya
adalah derajat resorpsi linggir alveolar, kualitas saliva, pembesaran lidah dan status
mukosa oral.9 Dalam penelitian Maller, Karthik, dan Maller (2010) berpendapat
bahwa suatu keberhasilan dari perawatan GTP tidak hanya meliputi kesehatan rongga
mulut pasien bahkan kesehatan umum dan psikologi pasien turut memainkan peran.
Penelitian mereka menekankan pada urutan pemeriksaan dari pasien yang didiagnosa
dan kepentingannya dalam merencanakan rencana perawatan seperti kuesioner data
pribadi, klasifikasi pasien (philosophical, indifferent, exacting, and hysterical),
riwayat kesehatan umum, dan evaluasi klinikal yang terdiri dari pemeriksaan intral
oral dan ekstra oral.42

2.4 Kepuasan Pasien
2.4.1 Pengertian
Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang
dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat menyeluruh
atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan. Dengan kata lain,
kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang dipandang dari kepentingan
konsumen dalam hal ini adalah pasien.47

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan pasien pemakai GTP dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi dan
kondisi klinis rongga mulut pasien. Faktor sosiodemografi terdiri dari faktor-faktor:
1. Umur
Penelitian Marchini (2014) menunjukkan bahwa dokter gigi biasanya akan
menilai umur pasien dengan kemampuan mereka untuk mengadaptasi gigi tiruan
yang baru dan penilaian ini berdasarkan atas asumsi biasa bahwa pasien yang lebih
tua mengambil waktu yang lebih lama untuk mengadaptasi gigi tiruan, namun tidak
ada artikel yang mengevaluasi penilaian ini. Beberapa jumlah studi menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa tidak ada hubungan antara gigi tiruan penuh, gigi tiruan sebagian lepasan,
umur pasien dan kepuasan pasien.48 Uji statistik dalam penelitian Brunello dan
Mandikos (1998) gagal mengidentifikasi hubungan antara umur pasien dan jenis
keluhan mengenai gigi tiruan penuh mereka.26 Sebaliknya, hal ini berlawanan dengan
penelitian Celebic dkk (2003), yang menunjukkan bahwa umur memiliki pengaruh
terhadap kepuasan yaitu pasien muda lebih mudah puas terhadap retensi GTP rahang
atas daripada pasien tua, tetapi pasien tua lebih mudah puas terhadap retensi GTP
rahang bawah daripada pasien muda.9
2. Jenis kelamin
Celebic dkk (2003), melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam kepuasan antara laki-laki dan wanita. Berdasarkan uji Korelasi Spearman
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jenis kelamin, atau
kebiasaan merokok dan tingkat kepuasan pasien dengan gigi tiruan penuh menurut
penelitian Golebiewska dkk (1998).9 Dalam penelitian Brunello dan Mandikos (1998)
gagal membuktikan hubungan antara jenis kelamin pasien dan jumlah atau jenis
keluhan mengenai gigi tiruan penuh.26 Sebaliknya, Awad dan Feine (1998)
menyatakan kepuasan pasien terhadap gigi tiruan penuh sangat tergantung pada jenis
kelamin.9
3. Tingkat pendidikan
Penelitian Adam (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak
mempunyai hubungan dengan tingkat kepuasan memakai gigi tiruan.7 Hal ini
bertentangan dengan pendapat Celebic dkk (2003), yang menyatakan bahwa tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien secara
umum, kepuasan terhadap penampilan, berbicara, dan kenyamanan dalam pemakaian
GTP rahang atas. Pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih puas secara umum,
penampilan, fungsi bicara, dan kenyamanan dalam pemakaian GTP rahang atas.9
4. Status ekonomi
Penelitian Celebic dkk (2003), menunjukkan pasien pemakai GTP dengan
tingkat pendapatan rendah lebih mudah puas terhadap pemakaian GTP.9 Dalam
penelitian Marchini (2014) menyatakan terdapat dua studi yang telah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan status sosioekonomi sebagai faktor yang memungkinkan dalam
mempengaruhi kepuasan gigi tiruan. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa
ada korelasi antara status sosioekonomi dengan tingkat kepuasan gigi tiruan: semakin
rendah status sosioekonomi, semakin tinggi tingkat kepuasan terhadap gigi tiruan.45
5. Pengalaman memakai GTP
Van Waas (1990) menjumpai tidak ada korelasi antara pengalaman memakai
gigi tiruan sebelum dengan tingkat kepuasan namun ia mengakui bahwa ini akan
menjadi alat yang penting untuk studi pada masa akan datang. Sebaliknya, penelitian
Weinstein dkk (1988), menyatakan bahwa pasien yang tidak mempunyai pengalaman
memakai gigi tiruan mengekspresikan derajat kepuasan lebih rendah secara signifikan
berbanding pasien yang lain.7 Hal ini dikarenakan pasien yang mempunyai
pengalaman, mampu mempelajari gerakan neuromuskular untuk mendapatkan
stabilitas gigi tiruan dengan lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak mempunyai
pengalaman memakai gigi tiruan. Selain itu, pasien dengan pengalaman memakai gigi
tiruan juga mempunyai harapan yang realistis terhadap estetik dan psikososial. 7 Hal
ini didukung oleh pernyataan Celebic dkk (2003) yang menyatakan bahwa jumlah
GTP yang pernah dipakai pasien sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien. GTP
lama memiliki skor lebih rendah dari segi estetik namun dari segi pengunyahan,
kepuasan umum, retensi, dan kenyaman memakai gigi tiruan skor GTP lama lebih
tinggi.9
6. Faktor psikologikal
Hubungan antara kedokteran gigi dan psikologi telah lama diakui dan
beberapa upaya telah dilakukan untuk menggambarkan faktor psikologis yang
memerlukan pertimbangan dalam perawatan gigi tiruan penuh menurut Van Waas,
(1990); Reeve dkk (1984) dan Bolender dkk (1969). Uji psikologi telah dilakukan
untuk mengeksplorasi hubungan antara kepuasan terhadap gigi tiruan dan kepribadian
pasien. Bolender dkk (1969) menggunakan Index Cornell Medical dan menunjukkan
bahwa pasien dengan kemungkinan masalah emosional yang tinggi tidak puas dengan
gigi tiruan mereka dibandingkan dengan pasien yang kemungkinan masalah
emosional yang rendah. Reeve dkk (1984), menyimpulkan bahwa pasien yang tidak

Universitas Sumatera Utara

puas adalah mereka yang kurang cemerlang, kurang stabil, lebih teliti, dan lebih
egosentris dari pasien yang puas.7
Hal ini bertentangan dengan pendapat Smith (1976) yang telah menggunakan
Minnesota Multiphasic Personality Inventory dan tidak dijumpai korelasi antara sifat

personal seperti hipokondriasis, histeri, depresi dengan kepuasan pasien. Van Waas
(1990) melakukan studi menggunakan Health Locus Control Scale yang merupakan
kemampuan seseorang itu, dalam berbagai situasi kesehatan, percaya bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk mengendalikan apa yang terjadi pada diri mereka. Ia
tidak menemukan hubungan antara ketidakpuasan dengan personal pasien. Hasil yang
sama ditemukan dengan penelitian Manned dan Mehra (1983).7,45
Menurut Celebic dkk (2003) menyatakan bahwa kepuasan pasien memakai
GTP berdasarkan kondisi klinis rongga mulut, yaitu:9
1. Linggir alveolar
Jaringan pendukung pada linggir alveolar gigi tiruan penuh terbatas dalam
kemampuannya untuk beradaptasi dan menyerupai peranan jaringan periodonsium.
Kekurangan ini disebabkan oleh pergerakan gigi tiruan dalam hubungannya terhadap
dasar tulang sewaktu berfungsi. Hal ini terkait dengan ketahanan yang mendukung
mukosa dan ketidakstabilan pergerakan gigi tiruan sewaktu fungsional dan
parafungsional. Oleh karena terjadinya pergerakan yang berkelanjutan dan daya yang
dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan linggir alveolar, maka hampir semua
prinsip konstruksi gigi tiruan penuh telah diformulasikan seminimal mungkin.
Meskipun belum terbukti, dapat dianggap bahwa pergerakan fungsional yang
berulang dari gigi tiruan penuh mungkin menjadi salah satu faktor penyumbang
terjadinya resorpsi linggir alveolar.
Bentuk linggir alveolar ada tiga macam, yaitu bentuk “U” bila permukaan
labial atau bukal sejajar dengan permukaan lingual atau palatal (retensi dan stabilitas
yang ideal), bentuk “V” bila puncak tulang sempit dan tajam seperti pisau (sulit untuk
mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik) dan bentuk “bulbous” bila melebar
pada puncak dan berleher sehingga dapat menimbulkan gerong (retensi dan stabilitas

Universitas Sumatera Utara

yang ideal seperti bentuk “U” namun adanya gerong menyulitkan pada saat GTP
dipasang atau dilepaskan).
2. Saliva
Saliva yang cair dalam jumlah yang banyak dapat membasahi permukaan
anatomis gigi tiruan sehingga mempertinggi daya permukaan saat saliva yang kental
dan banyak mudah untuk melepaskan gigi tiruan dan menyulitkan pada saat mencetak
rahang bawah.49 Menurut Nallasamy (2003), kualitas dan kuantitas saliva
mempengaruhi keberhasilan pemakaian GTP seperti saliva yang encer dapat
memberikan ikatan adhesi antara basis GTP dengan jaringan mukosa, namun jumlah
saliva yang sedikit dapat mengurangi ikatan adhesi tersebut.26 Walaupun faktor ini
tidak memungkinkan untuk dimodifikasi bagi tujuan prostodontik, penjelasan
mengenai efek tersebut dapat membantu pasien untuk lebih memahami masalah
tersebut, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemauan pasien untuk
menerima keterbatasan untuk keberhasilan perawatan tersebut.25
Pengurangan saliva ini juga akan mengganggu retensi gigi tiruan karena
mengurangi ikatan adhesi saliva diantara basis gigi tiruan dengan jaringan mukosa
dibawahnya dan menyebabkan iritasi mukosa. Keadaan ini menyebabkan kemampuan
pemakaian gigi tiruan berkurang sehingga kepekaan pasien terhadap gesekan-gesekan
dari gigi tiruan bertambah.26,30 Kelenjar saliva itu sendiri bisa sakit atau saluran
tertutup karena kelenjar palatal sering mengalami kerusakan akibat dari tekanan gigi
tiruan yang berkepanjangan.25
3. Mukosa
Perubahan mukosa pada penggunaan gigi tiruan digambarkan sebagai batas
patologis. Penyebab dari perubahan mukosa ini harus diketahui terlebih dahulu
apakah merupakan tanda inflamasi atau trauma dari gigi tiruan sebelumnya.
Mukokompresibilitas mukosa untuk menahan beban pengunyahan yang normal
adalah sebesar 2 mm. Umumnya pasien yang memiliki mukosa yang tipis sering
terganggu akibat tidak dapat menahan beban pengunyahan yang berlebihan. Wanita
pemakai gigi tiruan mempunyai mukosa yang lebih tipis daripada pria pemakai gigi

Universitas Sumatera Utara

tiruan dan menunjukkan predisposisi yang lebih besar terhadap kerusakan
mukosa.24,25
4. Lidah
Lidah memainkan peran yang penting dalam menentukan suatu keberhasilan
gigi tiruan penuh dimana ukuran dan aktivitas lidah menjadi perhatian. Penggunaan
GTP yang baru bisa menyebabkan lidah cenderung untuk melepaskan gigi tiruan,
sedangkan lidah yang kecil tidak dapat menahan GTP pada tempatnya dengan baik. 49
Pasien edentulus yang belum pernah memakai gigi tiruan rahang bawah sering
menggunakan lidah sebagai antagonis untuk rahang atas selama pengunyahan. Dalam
hal ini, lidah dapat membesar dan juga sangat kuat sehingga perawatan gigi tiruan
dan penggunaan gigi tiruan berikutnya menjadi tantangan bagi dokter gigi dan pasien
masing-masing.25
Kavitas oral sangat berkontrubusi terhadap health-related quality of life pada
tingkat biologi seperti mengunyah dan menelan tetapi juga berpengaruh terhadap
aspek sosial dan psikologi seperti komunikasi, rupa dan percaya diri. Kehilangan gigi
penuh dapat menyebabkan lansia mengalami malnutrisi akibat dari pemilihan
makanan yang menyebabkan lansia tidak mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan umum lansia. Berdasarkan asumsi bahwa
penggunaan gigi tiruan dapat meningkatkan kualitas hidup untuk menggantikan gigi
yang hilang, namun lansia menganggap bahwa gigi tiruan dapat mengganti fungsi
gigi asli sehingga mereka mempunyai harapan yang tinggi terhadap kualitas gigi
tiruan yang dipakai. Harapan ini mempengaruhi kepuasan pasien lansia untuk
memakai gigi tiruan dan sering mengeluh ketidakpuasan memakainya walaupun gigi
tiruan telah memenuhi kriteria klinis. Menurut Bilhan (2013), oral health-related
quality of life (OHRQoL) dipengaruhi kualitas perawatan gigi tiruan.9,10,36

Kualitas hidup merupakan respons individu dalam kehidupannya sehari-hari
terhadap fungsi fisik, psikologi, sosial dan finansial.6 Menurut WHO, kualitas hidup
adalah persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan
tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan
kepedulian selama hidupnya.21 Ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, kualitas hidup

Universitas Sumatera Utara

mempunyai pengertian dan tujuan yang berbeda. Dari segi filsafat, penilaian kualitas
hidup dilakukan melalui kesadaran manusia terhadap makna dan tujuan hidup. Dari
sudut

pandang

ekonomi,

kualitas

hidup

manusia

ditentukan

oleh

sikap

kewiraswastaan, sikap menggunakan kesempatan ekonomi yang terbuka bagi dirinya.
Dari segi psikologi, kualitas hidup tercermin dari tingkat kepuasan hidupnya, dengan
semakin meningkatnya golongan umur maka resiko menderita penyakit dan stres
semakin besar. Hal ini dapat mempengaruhi berkurangnya kualitas hidup seseorang.36

Universitas Sumatera Utara

Lansia

2.5 Landasan Teori

Klasifikasi

Pengertian
Kental
Kualitas

Lansia dini (5564 tahun)

Lansia (65-69
tahun)

Lansia risiko tinggi
(>70 tahun)

Encer

Saliva

Banyak
Kuantitas

Sedikit
Keras
Kehilangan seluruh gigi

Perubahan
jaringan mulut

Kondisi klinis
rongga mulut

Mukosa

Normal
Lunak
Ovoid

Gigi tiruan penuh

Linggir
alveolar

Tapering
Persegi

Tingkat kepuasan pasien

Besar
it

Lidah

Sedang
Kecil

Faktor yang mempengaruhi

Usia

edikit

Sosiodemografi
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
29

Pengalaman memakai GTP
Universitas Sumatera Utara

Lansia pemakai gigi tiruan penuh

2.6 Kerangka Konsep

Sosiodemografi

Kondisi klinis rongga mulut

Saliva

Mukosa

Linggir alveolar

Lidah

Degenerasi sel
pada kelenjar
saliva lansia
menyebabkan
↓ pengeluaran
saliva
sehingga
menjadi kental
dan sedikit.

Penuruanan
sel epitel dan
keratinisasi
pada mukosa
menyebabkan
terjadinya
penipisan
mukosa.

Kehilangan gigi yang
tidak diganti pada
lansia dapat
memperparah
resorpsi tulang
alveolar sehingga
terjadi perubahan
pada linggir alveolar.

Setelah
kehilangan
gigi, lidah
akan
mengembang,
memenuhi
ruangan yang
tersedia.

↓ saliva dapat
mengganggu
retensi gigi
tiruan karena ↓
ikatan adhesi
antara basis
gigi tiruan
dengan
jaringan
mukosa
dibawahnya.

“U” (retensi dan
stabilitas yang
ideal)

↓ ketebalan
mukosa, ↓
kemampuan
mukosa
dalam
menerima
tekanan.

“V” (retensi dan
stabilitas yang
kurang
menguntungkan).
“bulbous”
(retensi dan
stabilitas yang
menguntungkan
tapi adanya
gerong)

Usia

- Lidah yang
besar bisa
menyebabkan
GTP sering
lepas.
- Lidah yang
kecil tidak
dapat menahan
GTP pada
tempatnya
dengan baik.

Pasien yang
semakin
menua
semakin sulit
untuk
mengadaptasi
GTP

Jenis
kelamin

Pasien
perempuan
lebih sukar
untuk
mengadaptasi
GTP
daripada
pasien lakilaki

Tingkat
pendidikan

Pengalaman
memakai
GTP

Pasien dengan
tingkat
pendidikan
yang rendah
menunujukkan
lebih kepuasan
terhadap GTP
secara
keseluruhan.

Pasien yang
kurang
pengalaman
memakai
GTP
sebelumnya
memiliki
skor puas
yang lebih
tinggi.

Kepuasan
pasien
30
Universitas Sumatera Utara

2.7 Hipotesis
1.

Ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien lanjut usia pemakai gigi tiruan

penuh dengan faktor sosiodemografi.
2.

Ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien lanjut usia pemakai gigi tiruan

penuh dengan kondisi klinis rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara