Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB II

Kajian Pustaka

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu
Dalam rangka untuk memperoleh pemahaman yang lengkap
tentang dinamika masyarakat dalam pembangunan desa yang berbasis
kearifan lokal, maka diperlukan penelusuran tentang kajian yang
relevan dari penelitian–penelitian sebelumnya.
Adapun hasil dari penelusuran penelitian terdahulu antara lain
sebagai berikut :
A. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzul Amri, Zulfan Saam dan
Thamrin pada Tahun 2013 dengan judul : Kearifan Lokal Lubuk
Larangan Sebagai Upaya Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa
Pangkalan Indarung Kabupaten Kuantan Singingi dengan temuan
bahwa pemerintah daerah setempat telah mencoba melakukan
pemberdayaan masyarakat desa setempat berbasis kearifan lokal
dengan jalan memfasilitasi peningkatan aktivitas perekonomian
masyarakat, agar tidak bersinggungan dengan adat serta
melakukan sosialisasi pengembangan perekonomian yang dapat

meningkatkan kesejahteraan tanpa harus melanggar tata aturan
adat.
B.

Penelitian yang dilakukan oleh Rarun Virginia Heidy, Warnes
Kakansing dan Wilson Bogar pada Tahun 2012 dengan judul
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di
Kelurahan Taratara I Kecamatan Tomohon Barat Kota Tomohon
dengan temuan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa dapat
berjalan dengan optimal, karena adanya keikutsertaan seluruh
anggota masyarakat secara aktif dalam setiap tahap pelaksanaan
program tersebut.

9

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

C.


Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Multika Sari, Andy Fefta
Wijaya dan Abdul Wachid (2012) dengan judul Penerapan Konsep
Green Economy dalam Pengembangan Desa Wisata sebagai Upaya
Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (Studi pada
Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kota Batu) dengan temuan bahwa
penerapan konsep green economy belum dapat secara optimal
dilaksanakan karena sumber daya manusia yang kurang mampu
mendukung program yang dicanangkan, serta belum
diterapkannya peran pemerintah sebagai pengawas pelaksanaan
program yang tidak optimal.

D. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain, Asdi Agustar dan Rudi
Febriamansyah pada Tahun 2008 tentang : Kearifan Lokal dalam
Pemanfaatan dan Pelestarian Sumber Daya Pesisir (studi kasus di
Desa Panglima Raja Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri
Hilir Propinsi Riau) dengan temuan kearifan lokal tidak lagi
dijadikan panduan dasar dalam pemanfaatan sumber daya pesisir
dikarenakan kebijakan pemerintah sejak masa pemerintahan Orde
Baru yang lebih mengedepankan optimalisasi pemanfaatan sumber
daya pesisir untuk tujuan ekonomis.

Penelitian yang dilakukan oleh Amri, dkk (2013) telah
membahas secara mendalam kearifan lokal, menemukenali
permasalahan pengembangan perekonomian masyarakat yang
berbenturan dengan kearifan lokal serta menyusun solusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini telah berhasil
memberikan gambaran pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan
berbasis kearifan lokal, namun demikian pembahasan terkait dengan
usaha konservasi alam kurang dalam dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Heidy, dkk (2012) telah
membahas secara mendetail tentang program pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan kawasan pedesaan termasuk
didalamnya model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program
tersebut. Namun demikian penelitian tersebut tidak mengkaitkan
pelaksanaan pembangunan dengan kearifan lokal yang ada pada
10

Kajian Pustaka

wilayah penelitian serta tidak mengkaji dampak pembangunan
terhadap ketersediaan sumber daya alam dan pelestariannya.

Penelitian yang dilakukan Sari, dkk (2012) membahas secara
mendalam tentang pembangunan berwawasan lingkungan dimana
konsep konservasi lingkungan menjadi dasar dalam pengembangan
wilayah pedesaan. Namun demikian, meskipun dalam proses
pelestarian alam peran serta masyarakat dilibatkan secara aktif tetapi
pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan
mereka tidak dibahas.
Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain, dkk (2008)
membahas tentang pengembangan kawasan pedesaan berdasarkan
kearifan lokal. Pada penelitian tersebut diketahui berbagai
permasalahan pengembangan kawasan yang terkait dengan kearifan
lokal sebagai dasar pembangunan desa. Walaupun penelitian tersebut
membahas peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat namun
konsep pemberdayaan masyarakat dan konservasi alam tidak dibahas
secara mendalam.

Pembangunan
Pembangunan merupakan sebuah proses multidimensional yang
melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial, sikap-sikap
yang sadar terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk

percepatan atau akselarasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro,
1993: 124). Oleh karena itu secara tidak langsung pembangunan
menyatakan kemajuan, pertumbuhan dan perubahan menuju sebuah
keadaan yang lebih baik dari sebelumnya, dimana prosesnya secara
keseluruhan selalu terkait dengan kondisi perekonomian, sosial dan
perubahan fisik lingkungan.
Pembangunan sebagai sebuah kemajuan dapat diartikan sebagai
proses perubahan sosial yang terkait dengan proses distribusi potensi
sosial kepada seluruh anggota masyarakat seperti pendidikan,
11

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

kesehatan, pelayanan pemerintahan, perumahan dan berbagai macam
aspek dalam kehidupan masyarakat (Todaro, 1993: 146). Pembangunan
terkait dengan kemajuan menekankan pada pemerataan pelayanan
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang dapat menjamin
peningkatan potensi yang ada pada masyarakat baik dari sisi

pendidikan, kesehatan, perekonomian dan sebagainya.
Sementara itu, pembangunan sebagai sebuah pertumbuhan
mengarah kepada transformasi teknologi dan perekonomian yang pada
intinya berfokus pada pertumbuhan ekonomi (Todaro, 1993: 151).
Sasaran pembangunan sebagai sebuah pertumbuhan yaitu perubahan
dan perkembangan teknologi yang dapat memfasilitasi perbaikan
dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan
masyarakat.
Menurut Morris, dkk (1973: 16) tujuan dilaksanakannya
pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang dapat diukur berdasarkan tiga indikator yaitu : 1) rata-rata tingkat
harapan hidup; 2) rata-rata kematian bayi dan 3) rata-rata potensi buta
huruf dan melek aksara. Indikator usia harapan hidup memperlihatkan
tingkat kemampuan masyarakat dalam memenuhi semua kebutuhan
pokok yang memberikan mereka kesempatan untuk dapat hidup lebih
sehat. Sedangkan jumlah kematian bayi memperlihatkan akses
masyarakat terhadap perawatan dan perlakuan yang tepat proses
kehamilan dan persalinan ibu hamil yang membutuhkan biaya yang
cukup besar. Potensi melek aksara memperlihatkan kemampuan
masyarakat dalam mengakses pendidikan serta juga memperlihatkan

potensi pertumbuhan perekonomian yang didasari tingkat pendidikan
yang lebih baik.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro,
Brasil tahun 1992 menghasilkan sebuah kesepakatan tentang konsep
pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia
melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien dan
memperhatikan keberlanjutan pemanfaatannya terutama bagi generasi
di masa yang akan datang yang disebut sebagai konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Mitchell, dkk (1997: 48)
12

Kajian Pustaka

menggambarkan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah
konsep pembangunan yang memperhatikan tiga aspek dalam
pelaksanaan pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek
budaya. Pembangunan dianggap berkelanjutan menurut Mitchell, dkk
(1997: 48) apabila setiap aspek dalam pembangunan telah diperhatikan
dan dikembangkan sedemikan rupa, sehingga ketiga aspek tersebut
dapat berkembang secara selaras dan berkesinambungan. Secara selaras

diartikan bahwa perkembangan pada satu aspek tidak akan membuat
aspek yang lainnya terbengkelai. Adapun secara berkesinambungan
merupakan harapan dimana perkembangan setiap aspek sebagai hasil
dari pembangunan akan dapat terus dilakukan dan dirasakan secara
terus menerus tanpa adanya indikasi terjadinya penurunan.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (Salim, 1990: 13) bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan
dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada
hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar
generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Sutamihardja (2004: 36), menyatakan sasaran pembangunan
berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
1. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi
(intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber
daya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan
batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem
lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam yang
replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber
daya alam yang unreplaceable.

2. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi
gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan
yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.
3. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk
kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan
13

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

pemerataan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan
antar generasi.
4. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang
berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter
temporal).
5. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak
manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.
6. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi

sesuai dengan habitatnya.
Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu
mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan
kultural, menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar
konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan lingkungan, serta
secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya
(Sutamihardja, 2004: 41). Namun demikian ada kecenderungan
bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung pada
kebutuhan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun
kebutuhan produksi pada skala maksimum. Pembangunan
berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi ditempat
yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten dengan
pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan
prinsip-prinsip keberlanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas
produksi yang tinggi dapat saja terjadi bersamaan dengan
kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat membahayakan
lingkungan. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan
masyarakat terpenuhi kebutuhan dengan cara meningkatkan
potensi produksi mereka dan sekaligus menjamin kesempatan yang
sama untuk semua orang.

Menurut Heal (dalam Fauzi, 2004: 86) konsep keberlanjutan ini
paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi waktu
karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi
14

Kajian Pustaka

dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem
ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.
Pezzey (dalam Fauzi, 2004: 88) melihat aspek keberlajutan dari
sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan memiliki
pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan
sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju
teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik
diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Definisi dari
konsep pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh dapat
dijelaskan pada pendapat Harris, 2000: 27) yang menyatakan bahwa
konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman,
(1) keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang
mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk
memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian
dan industri. (2) Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara
lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil,
menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan
lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman
hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak
termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial,
keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu
mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Pembangunan Desa
Salah satu makna pembangunan yakni pemerataan, dimana
pembangunan harus dapat dilaksanakan dan memberikan dampaknya
bagi seluruh lapisan masyarakat dimanapun mereka berada, dengan
tujuan memberikan jaminan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan
keberlangsungan hidup baik untuk generasi masa kini maupun
generasi masa depan (Todaro, 1993: 86). Uraian tersebut mengandung
pengertian bahwa pembangunan yang dipelopori dan diinisiasi oleh
pemerintah harus mampu menjamin peningkatan kesejahteraan
15

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

ekonomi masyarakat untuk seluruh
pembangunan di wilayah pedesaan.

wilayah,

termasuk

juga

Membangun sebuah desa merupakan sebuah konsep
pembangunan sebuah kawasan yang secara spesifik digambarkan
sebagai daerah dengan komunitas yang kecil, memiliki karakteristik
yang serupa, serta memiliki hubungan yang sangat akrab dan serba
informal (Rahardjo, 2010: 29). Daerah dengan komunitas yang kecil
memiliki keuntungan besar dimana setiap kepentingan, potensi dan
permasalahan yang muncul dalam pembangunan yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan jauh lebih mudah untuk
ditemukenali, termasuk kearifan lokal dalam masyarakat setempat.
Sementara karakteristik yang hampir serupa akan membuat
daerah tersebut secara alami memiliki aktivitas dominan yang dapat
dengan segera dikenali potensi dan permasalahan yang dimiliki, agar
dapat dikembangkan lebih jauh lagi. Membangun sebuah daerah
dengan tingkat keakraban yang tinggi antar anggota masyarakat
memungkinkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam proses
pembangunan lebih mudah dibangun dan dilaksanakan dengan
pendekatan persuasif, sehingga memotivasi anggota masyarakat untuk
turut berperan aktif dalam pembangunan serta turut menyebarkan
informasi pembangunan kepada anggota masyarakat lainnya.
Sebagai sebuah kawasan, pedesaan memiliki beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam membangunnya. Dalal-Clayton (2003: 26)
menyoroti beberapa aspek yang sangat umum ditemukan pada daerah
pedesaan di negara-negara berkembang, antara lain:
1.

Masalah kemiskinan dan lapangan pekerjaan

2.

Masalah akses yang menjamin keberlanjutan dalam pengelolaan
sumberdaya agraria

3.

Masalah keterkaitan desa-kota, dimana desa merupakan daerah
penunjang penyedia hasil pengolahan sumber daya alam, penyedia
tenaga kerja yang secara umum tingkat perkembangannya jauh
lebih lambat dibanding kawasan perkotaan yang merupakan
kawasan pusat aktivitas.

16

Kajian Pustaka

Menurut Ndraha (2003: 24-25) pembangunan desa memiliki ciriciri khusus antara lain sebagai berikut:
1.

Membangun masyarakat desa berarti membangun masyarakat
tradisional menjadi masyarakat modern.

2.

Tanpa partisipasi aktif dari masyarakat desa bersangkutan dalam
proses pembangunan proyek, pembangunan itu bukanlah
pembangunan desa.

3.

Metode pendekatan pembangunan desa adalah metode yang telah
disesuaikan dengan kondisi-kondisi psikologis, sosial dan ekonomi
pada setiap lingkungan kebudayaan dimana desa berada.

4.

Proses pembangunan desa adalah usaha berencana dan
diorganisasikan guna membantu anggota masyarakat untuk
memperoleh sikap, keterampilan dan pengertian yang diperlukan
untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desa.

5.

Pembangunan masyarakat bermaksud membangun rasa tanggung
jawab masyarakat terhadap pembangunan itu sendiri.

6.

Pembangunan masyarakat berarti pembangunan swadaya,
mengintensifkan partisipasi masyarakat, meningkatkan swadaya
gotong-royong masyarakat untuk selanjutnya dapat berkembang
sendiri meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat.

7.

Membangun pedesaan berarti juga membangun prakarsa dan
lingkungan yang serasi.

Konsep Pelestarian Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup
lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup manusia
(Irawan, 1992: 103). Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga
non fisik.

17

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

Pelestarian Sumber Daya Alam atau sering disebut juga sebagai
Konservasi Sumber Daya Alam berarti penggunaan sumber daya yang
optimum (efisien dan teratur) dalam jangka panjang dengan
mengurangi pemborosan baik secara ekonomi maupun sosial, dan
memaksimumkan pendapatan bersih sepanjang waktu (Wartaputra,
1990: 36). Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa konservasi
merupakan pemakaian sumber daya dengan bijaksana dan
mempertimbangkan unsur waktu, sehingga mengandung kearifan lokal
di dalamnya. Strategi konservasi dunia pada tahun 1980 mengemukakan bahwa dalam konsep pelestarian sumber daya alam terdapat tiga
aspek yang harus diperhatikan (Wartaputra, 1990: 54), antara lain:
1.

Perlindungan sistem penyangga kehidupan, sumber daya alam
dipandang sebagai sumber utama yang mempengaruhi kemampuan manusia untuk terus hidup dan berkembang, dimana
ketiadaan SDA akan menurunkan kemampuan manusia bertahan
hidup dan oleh karenanya harus tetap dipertahankan dalam
keadaan seimbang.

2.

Pengawetan/pelestarian aneka ragam genetik yang ada, pelestarian
ragam genetik selalu terkait dengan karakter lingkungan alam
tempat ragam genetik tersebut berada, dengan melestarikan
seluruh ragam genetik, maka manusia dapat terus memanfaatkan
ragam genetik tersebut dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup dan keperluan ekonominya.

3.

Pelestarian manfaat, melestarikan manfaat berarti juga
melestarikan kapasitas SDA untuk terus dapat digunakan dalam
jangka waktu yang panjang dan dengan demikian memberikan
kesempatan kepada manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dalam jangka panjang serta memberikan kesempatan
untuk mengembangkan kondisi perekonomiannya.

Tujuan dilaksanakannya konservasi sumber daya alam yang
tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian
sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga
18

Kajian Pustaka

dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan mutu kehidupan manusia. Dwidjoseputro (1994: 32) menggambarkan secara lebih rinci tujuan dari pelestarian SDA antara lain
meliputi:
1.

Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya
alam terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang
pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna alam.

2.

Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa
lalu yang telah membahayakan produktivitas sumber daya alam.

3.

Penggunaan yang seefisien mungkin.

4.

Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari
pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lainnya.

5.

Mencarikan pengganti Sumber Daya Alam yang telah menipis atau
habis sama sekali.

6.

Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam
pemilihan Sumber Daya Alam untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal.

7.

Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan Sumber Daya
Alam diperpadukan berbagai kepentingan, sehingga tidak terjadi
pemborosan atau yang satu merugikan yang lain.

Konsep Kesejahteraan Masyarakat
Sejahtera merupakan suatu kondisi masyarakat yang telah
terpenuhi kebutuhan dasarnya yang meliputi kecukupan dan mutu
pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan,
dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan
nyaman serta terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya
masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sen,
2002: 8). Lebih lanjut lagi, Sen (2002: 39-45) memaparkan bahwa
peningkatan kesejahteraan dapat terwujud apabila terjadi perubahan
kearah positif terhadap tingkat kehidupan (levels of living), peme19

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

nuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup
(quality of life) dan pembangunan manusia (human development)
baik pada individu ataupun pada sebuah komunitas masyarakat.
Terkait dengan pelaksanaan pembangunan, maka kesejahteraan
lebih tepat untuk diartikan sebagai kesejahteraan pada konsep
kesejahteraan sosial (Nasikun, 1993: 25). Pada Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa
kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi kebutuhan material,
spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Terkait dengan pencapaian kesejahteraan masyarakat, Biro Pusat
Statistik Indonesia (2000) mengedepankan empat aspek yang dapat
dijadikan indikator penilaian kesejahteraan yang terdiri atas:
1.

Tingkat pendapatan keluarga, sejahtera dapat diartikan sebagai
suatu kondisi dimana tingkat perekonomian masyarakat
memberikan kesempatan kepada masyarakat tersebut untuk dapat
memenuhi kebutuhan ekonominya. Kebutuhan primer seperti
pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (perumahan yang
layak) merupakan komoditas yang pada saat ini, tidak akan dapat
terpenuhi tanpa ada kemampuan ekonomi dari masyarakat itu
sendiri. Oleh karenanya, menilai kapasitas perekonomian
masyarakat merupakan salah satu cara penilaian kesejahteraan,
dimana penilaian kapasitas ekonomi tersebut dapat dilakukan
dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat tersebut.

2.

Tingkat pendidikan keluarga, salah satu hal yang sangat penting
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan adalah meningkatkan
akses masyarakat terhadap berbagai macam informasi yang
memberikan mereka kesempatan untuk dapat lebih berkembang.
Modal wawasan seperti itu hanya dapat dicapai melalui pengembangan tingkat pendidikan, dimana pendidikan yang lebih baik
akan memberikan akses informasi yang lebih baik, kemampuan
menganalisis kondisi yang juga lebih baik dan pada akhirnya
meningkatkan kemampuan untuk menemukan solusi dari setiap
permasalahan yang telah diidentifikasi menjadi lebih baik lagi.

20

Kajian Pustaka

3.

Tingkat kesehatan keluarga, kesehatan merupakan modal utama
selain modal dana dan informasi dimana tingkat produktivitas
masyarakat akan menjadi rendah apabila faktor kesehatan menjadi
sebuah masalah yang mengganggu kemampuan masyarakat
beraktivitas dalam kegiatan ekonominya sehari-hari. Tingkat
kesehatan yang lebih baik berarti kemampuan untuk melakukan
aktivitas perekonomian yang lebih baik, dan artinya peningkatan
produktivitas yang membuat perekonomian masyarakat akan
menjadi lebih baik juga.

4.

Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah
tangga; rumah dapat diartikan sebagai sebuah shelter, yaitu tempat
berlindung sekaligus berkembang. Sebuah rumah akan menjadi
tempat beraktivitas yang paling dominan dengan waktu tinggal
mencapai 2/3 dari waktu hidup masyarakat setiap harinya pada
hari kerja yang artinya kondisi rumah yang baik akan memberikan
masyarakat sebuah tempat untuk memulihkan kondisi kesehatan
dan pikirannya secara lebih baik guna bersiap kembali beraktivitas
di hari berikutnya. Rumah menjadi tempat untuk berkembang
karena aktivitas di rumah memungkinkan masyarakat untuk
mendapatkan berbagai macam informasi tambahan yang dapat
mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah rumah
yang baik adalah rumah dengan utilitas yang memadai (sanitasi,
ventilasi, dan sebagainya) dan terawat dengan baik, sehingga dapat
menunjang kehidupan mereka yang bertempat tinggal dengan
lebih baik.

Menilai kesejahteraan masyarakat, berdasarkan uraian di atas
dapat dititikberatkan pada penilaian terhadap empat indikator yang
telah dibahas.

Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep yang
mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community
development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
21

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

(community based development), dimana memberdayakan masyarakat
dapat dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat seluruh anggota masyarakat atau dapat dipandang sebagai
upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat
(Mardikanto dan Soebianto, 2013: 39-40). Hal tersebut dapat dilakukan
dengan memperdayakan kearifan lokal yang terdapat dalam
masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan masyarakat terkandung
makna untuk menciptakan masyarakat yang mampu menyelenggarakan kegiatan ekonomi yang berdaulat, yaitu kegiatan ekonomi dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang didalamnya terkandung
masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal, akses yang luas
terhadap pasar ekonomi serta kemampuan manajerial yang baik dalam
mengelola kegiatan ekonomi yang diselenggarakan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah pendekatan yang
memberikan wewenang serta kesempatan yang jauh lebih besar kepada
masyarakat untuk mengelola proses pembangunan yang berlangsung di
wilayahnya, dimana kewenangan yang dimaksud meliputi keseluruhan
proses pembangunan dari identifikasi permasalahan dan kebutuhan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta proses penarikan kesimpulan
hasil dan manfaat pembangunan (Soetomo, 2013: 69). Pembangunan
dengan tujuannya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
dapat lebih efektif dilaksanakan dengan menerapkan konsep
pemberdayaan masyarakat, terutama apabila pembangunan dilaksanakan di kawasan pedesaan. Menurut Soetomo (2013: 69) asumsi yang
mendasari pemikiran ini bahwa kontrol pelaksanaan sebuah
pembangunan sudah selayaknya diberikan kepada pihak yang
menanggung akibat paling besar dari pelaksanaan pembangunan
tersebut.
Menyerahkan kontrol pembangunan kawasan pedesaan kepada
masyarakat desa akan lebih tepat, mengingat masyarakat jauh lebih
mengenali potensi dan permasalahan yang mereka hadapi dalam
mengembangkan tingkat perekonomian mereka. Disamping itu,
mengingat pada sebuah kawasan pedesaan selalu ada tadisi, budaya dan
kearifan lokal yang menjadi tatanan hukum tak tertulis, maka
22

Kajian Pustaka

memberikan kepercayaan pelaksanaan proses perencanaan dan
pembangunan kawasan pedesaan kepada masyarakat desa akan
membuat keseluruhan proses pembangunan di desa tersebut sesuai
dengan tradisi lokal yang tentunya akan dilaksanakan dan dipatuhi
oleh segenap lapisan masyarakat secara sukarela.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk
melakukan perbaikan pada setiap aspek kehidupan masyarakat yang
diberdayakan yang menurut Mardikanto dan Soebiato (2013: 111-112)
terdiri atas :
1.

Perbaikan pendidikan
Pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan
yang dapat menumbuhkan semangat masyarakat untuk belajar
terus seumur hidup

2.

Perbaikan aksesibilitas
Peningkatan kesadaran untuk terus belajar akan menumbuhkan
semangat untuk mencari informasi yang terkait dengan sumber
informasi, sumber pembiayaan, penyedia produk dan peralatan,
lembaga pemasaran, dan sebagainya.

3.

Perbaikan tindakan
Adanya perbaikan pendidikan serta aksesibilitas yang lebih baik
akan mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan yang jauh
lebih baik daripada sebelumnya.

4.

Perbaikan kelembagaan
Perbaikan dalam pengambilan tindakan akan selalu dibarengi
dengan kemauan untuk memperbaiki jejaring kemitraan-usaha.

5.

Perbaikan usaha
Dengan adanya perbaikan pengetahuan, akses yang lebih baik
terhadap setiap aspek kegiatan, tindakan yang lebih terorganisir
serta jejaring mitra-usaha yang lebih teratur, maka diharapkan ada
perbaikan bisnis usaha yang dijalankan
23

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

6.

Perbaikan pendapatan
Dengan terjadinya perbaikan bisnis dan usaha yang dijalankan,
maka diharapkan akan terjadi perbaikan pendapatan masyarakat

7.

Perbaikan lingkungan
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan
(fisik dan sosial), karena biasanya kerusakan lingkungan
disebabkan kemiskinan atau pendapatan yang terbatas

8.

Perbaikan kehidupan
Tingkat pendapatan yang baik serta lingkungan yang membaik
diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga
dan masyarakat

9.

Perbaikan masyarakat
Perbaikan kehidupan disetiap unit keluarga yang didukung
kondisi lingkungan yang membaik diharapkan dapat mewujudkan
perbaikan kondisi masyarakat

Perbaikan pada setiap aspek kehidupan masyarakat di atas
menurut Mardikanto dan Soebiato (2013: 111) merupakan tahap
perbaikan yang runtut dimana perbaikan pada satu aspek akan selalu
didahului oleh perbaikan pada aspek lainnya. Perbaikan pendidikan
merupakan dasar dari perbaikan aksesibilitas yang kemudian
dilanjutkan perbaikan tindakan. Perbaikan tindakan memacu
perbaikan kelembagaan yang kemudian menyebabkan perbaikan
usaha. Dengan membaiknya usaha, maka akan terjadi perbaikan
pendapatan yang kemudian akan membuat kerusakan lingkungan
menjadi rendah. Meningkatnya kondisi lingkungan dan perbaikan
pendapatan akan menyebabkan perbaikan kehidupan di setiap keluarga
yang pada akhirnya akan menciptakan perbaikan masyarakat.

24

Kajian Pustaka

Gambar 2.1
Tahap Perbaikan Masyarakat sebagai Tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang
ditujukan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat dengan jalan memberikan
dukungan fasilitasi kepada kelompok masyarakat yang miskin sumber
daya, agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri
(Mardikato dan Soebiato (2013: 61). Sebagai sebuah proses, Mardikato
dan Soebiato (2013: 67-87) meninjau pemberdayaan masyarakat dari
lima sudut pandang, antara lain :
1.

Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran

2.

Pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas

3.

Pemberdayaan sebagai proses sosial

4.

Pemberdayaan sebagai proses pembangunan masyarakat

25

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

5.

Pemberdayaan
masyarakat

sebagai

proses

pengembangan

partisipasi

Sebagai sebuah proses, pemberdayaan memerlukan inovasi
berupa ide, produk, gagasan hingga teknologi yang dapat berasal dari
luar atau lebih baik apabila berasal dari pengembangan atas kebiasaan,
nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal masyarakat itu sendiri (Mardikato
dan Soebiato, 2013: 66).
Pemberdayaan sebagai Proses Pembelajaran
Pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan terencana dapat
dilaksanakan melalui beberapa cara antara lain : pemaksaan, ancaman,
bujukan dan pendidikan (Mardikato dan Soebiato, 2013: 67).
Penggunaan metode pemaksaan dan ancaman akan memperoleh
perubahan yang sangat cepat terjadi, namun perubahan tersebut akan
kembali seperti sedia kala pada saat kekuatan yang mampu
memberikan pemaksaan dan ancaman sudah tidak lagi berkuasa.
Metode bujukan juga dapat memperoleh perubahan yang sangat cepat,
namun kondisi perubahan juga akan kembali seperti sedia kala apabila
alat pembujuk yang diberikan sudah tidak lagi tersedia. Satu-satunya
metode dengan waktu pencapaian yang lambat adalah melalui
pendidikan/ pembelajaran, namun hasil perubahan yang didapat
melalui pembelajaran akan memberikan dampak yang semakin bagus
dari hari ke hari seiring dengan peningkatan kesadaran yang dimiliki
oleh masyarakat akan pentingnya keberdayaan dalam meningkatkan
kesejahteraan secara mandiri.
Mead (1959, dalam Mardikato dan Soebiato: 2013, 68)
menjelaskan bahwa proses belajar dalam pemberdayaan bukan bersifat
“menggurui” namun lebih mengarah pada menumbuhkan semangat
belajar bersama yang merupakan insiatif mandiri anggota masyarakat
dan juga partisipatif dimana seluruh anggota dalam masyarakat
bersedia sukarela terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.
Sebagai sebuah proses pembelajaran yang mandiri dan
partisipatif, maka ukuran efektivitas pencapaian tujuan proses
pemberdayaan sebagai pembelajaran bukanlah seberapa banyak ilmu
26

Kajian Pustaka

yang berhasil ditransfer kepada masyarakat atau seberapa sering
intensitas pertemuan dilakukan. Ukuran keberhasilan proses
pembelajaran lebih kepada seberapa jauh terjadinya dialog, diskusi dan
tukar pengalaman (Mardikato dan Soebiato, 2013: 68), oleh karenanya
seorang fasilitator yang memprakarsai diadakannya dialog tukar
pengalaman haruslah orang-orang yang memiliki pengalaman lebih
terkait dengan pengembangan potensi ekonomi masyarakat, sehingga
dapat dijadikan contoh sekaligus motivasi bagi masyarakat desa.
Pemberdayaan sebagai Proses Penguatan Kapasitas
Penguatan kapasitas adalah inti dari pemberdayaan masyarakat
dimana pada pelaksanaannya dilakukan peningkatan kemampuan
individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang lain, agar dapat
memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas dan
berkelanjutan (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 69). Tujuan dari
dilaksanakannya penguatan kapasitas adalah untuk melebihmampukan individu, agar dapat berperan didalam kelompok
masyarakat dan sebaliknya juga ditujukan untuk menemukenali
peluang yang berkembang di lingkungan kelompok masyarakat yang
dapat dimanfaatkan untuk perbaikan kehidupan individu dan
kelompok masyarakat itu sendiri.
Mardikanto dan Soebiato (2013: 70-72) mengemukakan bahwa
dalam proses penguatan kapasitas, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaanya, antara lain :
1.

Penguatan kapasitas individu
Segala upaya untuk memperbaiki atau mengembangkan mutu
karakteristik pribadi agar lebih efektif dan efisien, baik di dalam
entitasnya maupun dalam skala global yang melingkupi :
pengembangan kapasitas kepribadian, penguatan kapasitas di
dunia kerja dan penguatan kapasitas keprofesionalan.

2.

Penguatan kapasitas entitas (kelembagaan)
Penguatan kapasitas entitas ditujukan untuk dapat membentuk
sistem kelembagaan yang menyerupai organisasi profesional yang
27

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

dalam pelaksanaannya meliputi beberapa hal antara
(Mardikanto dan Soebiato, 2013: 72) :

lain

a. Kejelasan visi, misi dan budaya organisasi
b. Kejelasan struktur organisasi, kompetensi dan strategi yang
akan ditempuh untuk tercapainya tujuan/ efektivitas organisasi
c. Pengelolaan organisasi yang meliputi : perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pembiayaan dan pengendalian
d. Pengembangan jumlah dan mutu sumber daya yang mencakup
sumber daya manusia, finansial, informasi maupun sarana dan
prasarana
e. Interaksi antar individu didalam organisasi
f. Interaksi antara entitas dengan stakeholders yang lain
3.

Penguatan kapasitas sistem (jejaring)
Jejaring merupakan keterkaitan yang saling tersambung antar
entitas, dimana menguatkan kapasitas jaringan merupakan proses
dalam melakukan penguatan keterkaitan dan kerjasama antar
entitas baik didalam sistem yang sama maupun antar entitas yang
berbeda sistem (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 72).

Pemberdayaan sebagai Proses Sosial
Sebagai sebuah proses perubahan, pemberdayaan masyarakat
tidak hanya meliputi perubahan individu namun juga meliputi
perubahan sosial, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi terkait
hubungan antar pribadi dalam masyarakat, perubahan struktur, nilainilai dan pranata sosial yang berlaku (demokratisasi, transparansi,
supermasi hukum, dsb).
Sebagai sebuah perubahan sosial, pemberdayaan disebut juga
sebagai sebuah proses rekayasa sosial dan pemasaran sosial. Sebagai
sebuah rekayasa sosial, segala upaya dilakukan untuk mempersiapkan
setiap individu dalam entitas serta entitas itu sendiri, agar memiliki
pengetahuan, kemauan dan kemampuan melaksanakan peran sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi dalam sistem sosialnya masing-masing
28

Kajian Pustaka

(Mardikanto dan Soebiato, 2013: 73). Pada konsep rekayasa sosial,
perekayasaan dilakukan oleh pihak luar, sehingga masyarakat yang
diberdayakan justru akan mendapatkan sebuah perubahan yang
direkayasa dan dikehendaki oleh pihak luar yang sering kali tidak
sesuai dengan keinginan dan potensi masyarakat itu sendiri.
Sebagai sebuah konsep pemasaran sosial, proses pemberdayaan
dalam pelaksanaannya lebih bersifat memberikan penawaran kepada
masyarakat dimana proses pengambilan keputusan berada sepenuhnya
di tangan masyarakat (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 74). Sebagai
sesuatu yang ditawarkan, maka masyarakat memiliki hak untuk
menolak segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat, merugikan atau
membawa konsekuensi pengorbanan yang terlalu besar dibandingkan
dengan manfaat yang akan diperoleh.
Pemberdayaan sebagai Proses Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat (community development) seringkali
disama artikan dengan pemberdayaan masyarakat, asumsi tersebut
didasari pada konsep pembangunan yang dijadikan sebagai alat untuk
menjadikan masyarakat lebih komplek dan semakin kuat (Bartle, 2003
dalam Mardikanto dan Soebiato, 2013: 75). Tujuan akhir dari
pembangunan masyarakat tersebut adalah untuk menjadikan
masyarakat semakin komplek, menumbuhkan institusi lokal serta
perubahan kualitas menjadi lebih baik pada organisasi masyarakatnya.
Pada proses pemberdayaan, masyarakat ditempatkan sebagai
pihak utama, dimana masyarakat didorong agar dapat menempatkan
diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam
memanfaatkan lingkungan strategis untuk mencapai suatu
keberlanjutan dalam jangka panjang (Mardikanto dan Soebiato, 2013:
76). Melalui upaya pemberdayaan dalam konsep pembangunan,
masyarakat didorong agar memiliki kemampuan memanfaatkan
sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat penuh dalam
mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologinya.
Upaya pemberdayaan harus mampu memanfaatkan sumberdaya
produksi yang dimilikinya, sehingga mampu berproduksi secara efisien
29

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

dan menjamin pemenuhan pangan serta memperoleh surplus yang
dapat dipasarkan. Pemberdayaan masyarakat juga harus dapat
meningkatkan akses petani atau masyarakat terhadap pasar dengan
jalan melaksanakan pembangunan dari hulu (produksi) hingga hilir
(pemasaran), sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat
itu sendiri. Pembangunan dalam pemberdayaan harus dapat
mendorong masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya ekologinya secara berkelanjutan. Konsep pemberdayaan
masyarakat harus dapat menjamin pembangunan mekanisme sosial
karena modal sosial memiliki peran penting dan positif dalam memacu
pertumbuhan ekonomi (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 76 – 79).
Pemberdayaan sebagai Proses Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat menuntut adanya partisipasi
aktif masyarakat dalam pelaksanaannya, baik berupa keikutsertaan
pribadi atau kelompok masyarakat dalam satu atau beberapa kegiatan
diluar pekerjaan atau profesinya sendiri (Theodorson, 1969 dalam
Mardikanto dan Soebiato, 2013: 81). Partisipasi merupakan bentuk
khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan
pembagian wewenang, tanggung jawab dan manfaat yang dilandasi
oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh seseorang atas :
1. Kondisi yang tidak memuaskan dan perlu diperbaiki;
2. Kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau
masyarakatnya sendiri;
3. Memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan;
4. Merasa mampu memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi
kegiatan yang bersangkutan
Partisipasi dibutuhkan untuk mengembangkan sinergi dalam
hubungan antara pemerintah dan masyarakat maupun sinergi dalam
jejaring sosial. Pengembangan partisipasi masyarakat bertujuan
munculnya kesadaran bahwa kegiatan pembangunan bukanlah
kewajiban dari pemerintah semata melainkan menuntut adanya
keterlibatan dari masyarakat. Yadav (1980, dalam Mardikanto dan
30

Kajian Pustaka

Soebiato, 2013: 82) mengemukakan ada empat jenis kegiatan yang
memperlihatkan adanya partisipasi masyarakat, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan

Secara lebih detail Dusseldrop (1981, dalam Mardikanto dan
Soebiato, 2013: 84) mengidentifikasi macam-macam kegiatan yang
menunjukkan partisipasi masyarakat antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat
Melibatkan diri dalam kegiatan diskusi kelompok
Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk
menggerakkan partisipasi masyarakat yang lain
Menggerakkan sumber daya masyarakat
Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan
Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakat

Kearifan Lokal
Menurut Rajab Kat (2006), kearifan lokal merupakan pandangan
hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan. Kearifan
lokal dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan
setempat “lokal wisdom” atau pengetahuan setempat “lokal knowledge”
atau kecerdasan setempat “lokal genius” (www.depsos.go.id)1.
Kearifan lokal sebagai kebijakan setempat (lokal wisdom)
merupakan kesepakatan yang diyakini bersama oleh sekelompok
masyarakat secara turun temurun sebagai perpaduan dari nilai-nilai
suci firman Tuhan dan kepercayaan setempat (Thiam, 2003)2. Sebagai

1
2

Diakses pada Tanggal 30 Maret 2015
Diakses pada Tanggal 27 April 2015

31

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

sebuah kebijakan, maka kearifan lokal merupakan pedoman dasar yang
dijadikan patokan oleh kelompok masyarakat dalam memutuskan
berbagai hal yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Kearifan lokal diaplikasikan dalam berbagai perangkat yang
memungkinkan masyarakat memutuskan sesuatu yang terkait dengan
peri kehidupan masyarakat banyak, dimana pada masyarakat
tradisional kearifan lokal selalu dikaitkan dengan kepercayaan akan
adanya kekuatan yang lebih besar yang dapat berpengaruh pada
kehidupan manusia. Kelangsungan kearifan lokal akan tercermin
dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu
yang menjadi pegangan tak terpisahkan yang dapat diamati melalui
sikap dan perilaku mereka sehari-sehari.
Kearifan lokal sebagai pengetahuan setempat/lokal (lokal
knowledge) berangkat dari pengalaman masyarakat menghadapi faktafakta yang terjadi di masa lalu di sekeliling kehidupan mereka, dimana
pengetahuan tersebut diolah dalam rangka memecahkan permasalahan
sehari-hari masyarakat setempat (Wietoelar, 2007: 43). Pengetahuan
lokal tersebut merupakan perilaku positif masyarakat yang terbangun
secara alamiah dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan dan alam
di sekitarnya. Mitchel, dkk (2000: 12) menekankan pengetahuan lokal
sebagai salah satu model pola berpikir yang diwariskan secara turun
temurun dari permulaan terbentuknya komunitas masyarakat di suatu
daerah, dimana evolusi pola berpikir masyarakat tersebut akan selalu
berkembang sesuai dengan pengalaman yang didapatkan dan pada
akhirnya kesemua pengalaman dalam menghadapi kehidupan seharihari yang terjadi selama bertahun-tahun tersebut menjadi sebuah
pedoman masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang sama
dikemudian hari.
Secara substansial, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal
itu berarti kearifan lokal yang didalamnya berisi unsur kecerdasan
kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya
merupakan yang menentukan dalam pembangunan peradaban
masyarakatnya (Ayatrohaedi, 1986:40). Pendapat ini menempatkan
32

Kajian Pustaka

kearifan lokal sebagai sebuah kecerdasan lokal “lokal genius”, dimana
dengan adanya unsur kecerdasan, kreativitas dan pengetahuan lokal
yang dimiliki, maka kearifan lokal tersebut memungkinkan
sekelompok masyarakat untuk dapat menyerap dan mengolah
kebudayaan baru sesuai dengan watak dan kemampuan mereka.
Sebagai sebuah kecerdasan lokal, kearifan lokal memiliki sifatsifat yang membuatnya mampu bertahan (Moendardjito dalam
Ayatrohaedi, 1986: 40) antara lain: kemampuan bertahan terhadap
budaya luar, kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
kemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luar terhadap budaya
sendiri, kemampuan mengendalikan perkembangan budaya terkait
keberadaan budaya luar serta kemampuan memberikan arah
perkembangan budaya itu sendiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat dikatakan
bahwa kearifan lokal merupakan penentu arah kebijakan
pembangunan pada masyarakat tradisional di wilayah pedesaan yang
masih berpegang teguh pada ajaran nenek moyang. Keseimbangan
pemenuhan kebutuhan hidup manusia dengan pelestarian alam sebagai
penyedia semua kebutuhan merupakan ajaran utama dalam setiap
kearifan lokal di Indonesia (Ayatrohaedi, 1986:18), dan oleh karenanya
pengembangan perekonomian masyarakat di kawasan pedesaan
haruslah memperhatikan kearifan lokal sebagai basis dari pelaksanaan
pengembangan itu sendiri.

Kerangka Pemikiran
Desa sebagai kawasan tempat bermukim dan beraktivitas
masyarakat akan selalu mengalami perkembangan yang ditentukan
oleh kemajuan tingkat pembangunan di desa itu sendiri. Pembangunan
yang efektif adalah pembangunan yang dapat melibatkan masyarakat
secara aktif baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan itu
sendiri. Dengan demikian, pembangunan kawasan pedesaan dinilai
efektif apabila dapat menjamin terjadinya peningkatan kesejahteraan
33

“Tunggu Gunung Kudu Wareg”
Studi Dinamika Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

ekonomi masyarakatnya
penunjangnya.

serta

terjaganya

sumber

daya

alam

Gambar 2.2.
Kerangka Pemikiran Penelitian

Kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan
kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya
menurut Ayatrohaedi (1986:40) menjadi penentu dalam pembangunan
34

Kajian Pustaka

peradaban masyarakatnya. Hal ini berarti melaksanakan pembangunan
di kawasan pedesaan secara efektif dapat dilaksanakan secara optimal
apabila pembangunan tersebut berasaskan karifan lokal yang sesuai
dengan karakteristik desa dan masyarakatnya, sehingga tujuan
pembangunan antara lain peningkatan kesejahteraan ekonomi dan juga
kelestarian sumber daya alam dapat tercapai. Oleh karenanya
pelaksanaan pembangunan desa harus mampu menggali dan
memberdayakan masyarakat desa melalui penerapan pembangunan
berasaskan konsep kearifan lokal desa tersebut.
Penerapan pemberdayaan masyarakat dengan konsep kearifan lokal
“Tunggu Gunung Kudu Wareg” di Desa Lerep Kecamatan Ungaran
Barat telah terbukti berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa tersebut, terutama masyarakat Dusun Indrakila yang menjadi
fokus penerapan pemberdayaan. Disamping itu kelestarian sumber
daya alam juga berhasil ditingkatkan dengan semakin ditekannya
aktivitas pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat dusun
tersebut. Konsep yang merupakan inisiatif dari kepala desa dapat secara
aktif dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi secara terus menerus oleh
seluruh anggota masyarakat, hingga pada akhirnya pengembangan
ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan dapat dilakukan
secara optimal.

35

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat T2 422012103 BAB II

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB IV

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB IV

0 0 74

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal

0 0 21

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB II

0 0 44