OPTIMASI FORMULA DAN PENGUJIAN SIFAT FIS (2)

OPTIMASI FORMULA DAN PENGUJIAN SIFAT FISIK OIL
BASED MUD DRILLING

Laporan Praktik Lapangan
di PT Halliburton Indonesia

LUSY RISMAYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

OPTIMASI FORMULA DAN PENGUJIAN SIFAT FISIK BERBASIS
OIL BASED MUD DRILLING

LUSY RISMAYANI

Laporan Praktik Lapangan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Optimasi Formula dan Pengujian Sifat Fisik Oil Based Mud
Drilling

Nama

: Lusy Rismayani

NIM


: G44110077

Disetujui oleh

Dr Drs Komar Sutria, MS

Riska Luthfiana Puspita, Ssi

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Optimasi Formula dan Pengujian Sifat Fisik Oil Based Mud Drilling ”. Laporan
ini merupakan laporan hasil praktik lapangan yang dilaksanakan pada 02 Juli-20
Agustus 2014 di PT Halliburton Indonesia, Jakarta Selatan .
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa dari berbagai
pihak dalam pelaksanaan praktik lapang dan penyusunan laporan ini. Ucapan
terima kasih penulis haturkan terutama pada Dr Drs Komar Sutria, MS selaku
pembimbing utama dan Kak Riska Luthfiana Puspita, Ssi selaku pembimbing
lapangan, atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosa Saptawati selaku Senior Lab
Technician, kak Shinta dan kak Mutia, selaku Lab Technician dan kak Ihsan, kak

Febri, Kak Dwi, kak Amel, dan kak Rony selaku Mud Engginer .
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik,
dan keluarga atas dukungan dan doanya, serta teman-teman seperjuangan di
Kimia 48, khususnya Fellina Kumala, atas semangat, dan kerjasamanya.


Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2014

Lusy Rismayani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan

3

Waktu dan Lokasi

3

KEADAAN UMUM PT HALLIBURTON INDONESIA

4

Sejarah Singkat

4

Visi dan Misi

4


Struktur Organisasi PT Halliburton Indonesia

5

Sumber Daya Manusia

6

Lokasi dan Fasilitas Laboratorium

7

METODE

7

Alat dan Bahan

7


Metode

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15


DAFTAR PUSTAKA

16

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data pengukuran reologi pada suhu 120 ºF sebelum pemanasan

11

Tabel 2 Data pengukuran reologi pada suhu 120 ºF setelah pemanasan
dengan rolling oven dengan suhu 300 ºF

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sering kali di
manfaatkan. Minyak bumi tersebut di peroleh dengan cara pengeboran pada lahan

tanah yang sekiranya memiliki potensi terdapat minyak bumi didalamnya.
Pengeboran minyak bumi dibutuhkan tiga komponen utama yaitu lumpur
pengeboran, semen pengeboran, dan mesin pengeboran. Lumpur pengeboran
merupakan komponen penting dalam proses pengeboran. Lumpur pengeboran
memiliki fungsi diantaranya mengangkat cutting dari dasar lubang, menahan
tekanan formasi, menahan dinding lubang supaya tidak runtuh, menahan cutting,
menahan material pemberat saat sirkulasi berhenti, mengurangi berat rangkaian
pengeboran, sebagai pelumas dan pendingin, media logging listrik, media
informasi, dan tenaga penggerak bit (Suhascaryo 2001). Lumpur pengeboran
terdiri beberapa komponen campuran yaitu komponen padat, cair, dan aditif. Ada
dua jenis komponen padat yaitu yang bersifat reaktif dan lembam. Komponen
padat yang bersifat reaktif merupakan zat yang dapat mudah bereaksi seperti
bentonit. Komponen padat yang bersifat lembam merupakan zat yang tidak mudah
bereaksi dalam sistem lumpur pengeboran seperti barit. Komponen cair
merupakan zat cair yang jumlahnya lebih banyak dalam komposisi lumpur.
Komponen Aditif merupakan zat-zat yang dapat mengontrol sifat-sifat lumpur
pengeboran (Rubiandini 2005).
Sifat-sifat lumpur pengeboran meliputi densitas, sifat aliran, dan filtration
loss. Densitas merupakan pengukuran massa setiap satuan volume zat. Lumpur


pengeboran yang terlalu berat dapat menyebabkan terjadinya lost sirculation,
sedangkan, lumpur pengeboran yang terlalu ringan dapat menyebabkan masuknya
fluida formasi ke dalam lubang bor (kick) dan jika tidak segera diatasi akan
menyebabkan terjadinya semburan liar (blow out). Sifat aliran merupakan nilai
kekentalan (viscositas) dari suatu lumpur pengeboran (Arif 2001). Filtration loss
adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrate) lumpur pengeboran masuk ke dalam
formasi permeable. Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap

2
formasi maupun terhadap lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan
terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak
atau gas) dan lumpur pengeboran akan kehilangan banyak cairan (Amani 2012).
Lumpur pengeboran dibagi menjadi dua jenis yaitu lumpur yang
menggunakan bahan dasar air (water based mud ) dan bahan dasar minyak (oil
based mud). Water Based Mud (WBM) adalah lumpur pengeboran yang fase

cairnya berupa air tawar yang berfungsi sebagai fase kontinyu. Oil Based Mud
(OBM) adalah lumpur pengeboran yang di buat dengan minyak sebagai fase
kontinyu. OBM lebih sering digunakan karena OBM lebih stabil pada temperatur
tinggi, sesuai untuk zona yang memiliki swelling potential yang tinggi, memiliki

sifat pelumasan yang baik, cocok untuk directional drilling, tidak menyebabkan
korosi pada peralatan pengeboran, dapat digunakan sebagai packer fluid maupun
completion fluid, stabil terhadap kontaminasi, dan dapat digunakan kembali lebih

baik dari WBM(Farid 2011).
Kelebihan OBM tersebut yang menyebabkan OBM lebih sering digunakan
dibandingkan WBM. Tetapi ada kalanya OBM dapat menimbulkan masalah yang
tidak diinginkan terutama saat berlangsungnya pengeboran. Salah satu penyebab
masalahnya adalah tidak sesuainya bahan lumpur pengeboran yang digunakan
untuk pengeboran. Komposisi bahan, kualitas bahan, dan sifat dari bahan untuk
pembuatan lumpur merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam
membuat lumpur. Hal itu dapat memaksimalkan fungsi lumpur pengeboran dalam
proses pengeboran, oleh sebab itu penggunaan komposisi dari OBM lebih banyak
menggunakan bahan-bahan dari luar negeri. (Arif 2001). Bahan-bahan OBM
terutama komponen cairnya seperti penggunaan dasar minyak (base oil) dari luar
negeri dianggap lebih dapat memaksimalkan fungsi lumpur pengeboran.
Penggunaan base oil dalam negeri baru-baru ini mulai mengalami perkembangan
yaitu adanya salah satu perusahaan minyak di Indonesia memasarkan base oil
dalam negeri yang dapat bersaing dengan base oil luar negeri(Semar 2010).
Sehingga inovasi pencampuran base oil dari keduanya direncanakan untuk
memperoleh hasil yang sama baiknya dengan base oil luar negeri, tetapi
mengurangi penggunaan harga base oil yang digunaakan(Halliburton 2006).

3
Tujuan
Praktik lapangan ini bertujuan mengetahui pengaruh pencampuran bahan
base oil luar negeri (base oil 1) dan base oil dalam negeri (base oil 2) pada lumpur

pengeboran dalam kondisi dengan adanya kontaminasi dan tidak adanya
kontaminasi.

Waktu dan Lokasi
Praktik Lapangan dilaksanakan di Laboratorium Baroid, PT Halliburton
Indonesia, di Kawasan Komerisal Cilandak No. 107, Jalan Raya Cilandak KKO,
Jakarta Selatan, 12560. Praktik Lapangan terhitung mulai 2 Juli – 20 Agustus
2014.

4

KEADAAN UMUM PT HALLIBURTON INDONESIA

Sejarah Singkat
Perusahaan Halliburton didirikan pada tahun 1919. Perusahaan asal
Amerika ini bergerak di bidang produk dan jasa industri minyak dan gas.
Perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 80.000 orang yang mewakili 140
kebangsaan di sekitar 80 negara. Awal mula perusahaan ini berawal dari pendiri
perusahaan, yaitu Erle P. Halliburton yang menggunakan gerobak dan pompa
untuk membuat kotak kayu penyampuran dan bisnis penyemenan sumur di kota
Oklahoma.
Tahun 1930, Halliburton mendirikan laboratorium penelitian pertama yang
menguji campuran semen, meningkatkan produksi minyak dan gas, serta
penyemenan lepas pantai pertama di teluk Meksiko. Tahun 1951, Halliburton
mendirikan cabang perusahaan di Italia. Halliburton mendirikan anak perusahaan
di Jerman, Inggris, dan Argentina 7 tahun kemudian. Tahun 1984, Halliburton
menyediakan peralatan untuk proyek di lepas pantai Cina. Kemudian dua tahun
berikutnya, Halliburton menjadi perusahaan Amerika pertama untuk melakukan
pekerjaan jasa ladang minyak di daratan Cina. Tahun 1985, Halliburton
mendirikan cabang perusahaan di Indonesia yang beralamat di Kawasan
Komerisal Cilandak No. 107, Jalan Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan, 12560.

Visi dan Misi
Visi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan jasa hulu yang disukai
untuk pengembangan aset minyak dan gas global. Misi perusahaan ini adalah
menciptakan nilai yang berkelanjutan dengan memberikan produk yang luar biasa,
layanan, dan solusi aset digital yang membantu pelanggan kami berhasil dengan
cara :
-

Memaksimalkan produksi dan pembaruan.

-

Menyadari cadangan minyak dari lingkungan yang sulit.

-

Meningkatkan efisiensi operasional

5

Struktur Organisasi PT Halliburton Indonesia
Halliburton terdiri atas baris layanan produk (PSL) dan perkantoran.
Perkantoran mengurus keuangan, tenaga kerja, pemasaran produk dan jasa, dll.
Struktus organisasi Halliburton (Gambar 1) PSL terbagi menjadi tiga divisi, yaitu
Divisi

Pengeboran&Evaluasi,

Divisi

Penyelesaian&Produksi,

dan

Divisi

Penunjang. PSL bertanggung jawab atas strategi, pengembangan teknologi,
pengembangan proses, pengembangan sumber daya manusia, dan alokasi modal.
Divisi Pengeboran&Evaluasi terbagi menjadi 6 subdivisi, yaitu Baroid, Sperry

Drilling, Drill Bits and Services, Testing and Subsea , Landmark Software and
Services, dan Wireline and Perforating. Divisi Penyelesaian&Produksi memiliki 6

subdivisi dan Divisi Penunjang memiliki 1 subdivisi.
Gambar 1 Bagan Struktur organisasi PT Halliburton Indonesia

Subdivisi Baroid (Gambar 2) bergerak dalam bidang pembuatan lumpur
pengeboran. Baroid merupakan nama salah satu reagen kimia buatan perusahaan

6
Halliburton. Subdivisi Baroid Indonesia terdiri atas Country Manager yang di
jabat oleh Moetaz Mohsen, Technical Manager yang di jabat oleh Eric Calvi,
Senior Lab Technician yang di jabat oleh Rosa Saptawati, Engineer berjumlah

100 orang, dan Lab Technician berjumlah 3 orang. Secara umum tugas di
laboratorium Baroid adalah menemukan formula lumpur yang tepat untuk
membuat lumpur dengan spesifikasi yang diminta oleh perusahaan minyak. Setiap
perusahaan akan meminta spesifikasi lumpur yang berbeda-beda. Setelah
didapatkan formula yang tepat, formula tersebut dikirim ke perusahaan minyak
yang bersangkutan.

Gambar 2 Bagan struktur organisasi Baroid

Sumber Daya Manusia
Pegawai di Halliburton sebagian besar adalah karyawan dengan jenjang
pendidikan yang berbeda-beda mulai dari SMA sampai S3. Berbagai jenis
pendidikan formal terutama di bidang teknik kimia, kimia murni, teknik
perminyakan, statistik, ekonomi, manajemen.

7
Lokasi dan Fasilitas Laboratorium
Lokasi Halliburton berada di Kawasan Komerisal Cilandak No. 107, Jalan
Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan, 12560. Seluruh bagian administrasi,
laboratorium penelitian dan pengujian terdapat di lokasi ini. Fasilitas yang
dimiliki oleh Halliburton adalah sebagai berikut:
1. Laboratorium (2 laboratorium) : Baroid dan Semen
2. Kantor administrasi
3. Internet : Local Area Network dan Website
Laboratorium Baroid dilengkapi dengan instrumen untuk uji sifat fisik
lumpur antara lain Viscometers Model 35, Roller Ovens, Aging Cells, Model 140
Mud Balance, test Chloride, test Alkalinity, Oil and Water Retorts (50 ml), EP
(Extreme Pressure) Lubricity Tester, Permeability Plugging Apparatus (PPA),
Electrical Stability Tester, Hamilton Beach Mixers, dan HPHT Filter Press (175

ml)

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah Viscometers Model 35, Roller Ovens,
Aging Cells, Model 140 Mud Balance, test Chloride, test Alkalinity, Oil and Water
Retorts (50 ml), EP (Extreme Pressure) Lubricity Tester, Permeability Plugging
Apparatus (PPA), Electrical Stability Tester, Hamilton Beach Mixers, dan HPHT
Filter Press (175 ml).

Bahan-bahan yang digunakan adalah base oil 1, base oil 2, pengemulsi 1,
pengemulsi 2, lime, filtrate control, air, CaCl2, viscosifier , barit, dan drill solid.

8
Metode
Lumpur pengeboran di buat enam formula dengan komposisi sebagai
berikut:
Nama Produk

Formula 1

Formula 2

Base oil 1

178.5400

89.5400

Base oil 2

Formula 3

92.9900

186.5400

Formula 4

Formula 5

166.8050

83.8100

Formula 6

87.0300

174.3500

Pengemulsi 1

12.000

12.0000

12.0000

12.0000

12.0000

12.0000

Pengemulsi 2

4.0000

4.0000

4.0000

4.0000

4.0000

4.0000

Lime

8.0000

8.0000

8.0000

8.0000

8.0000

8.0000

Filtrate Control 1

5.0000

5.0000

5.0000

5.0000

5.0000

5.0000

Air

60.9000

61.2500

61.2500

57.4000

57.4000

57.7500

CaCl2

24.1900

24.2700

24.3500

22.7000

22.8200

22.8700

Viscosifier 1

10.0000

10.0000

10.0000

10.0000

10.0000

10.0000

Barit

104.110

99.7500

95.3600

183.90500

179.8300

175.7200

20.0000

20.0000

20.0000

Drill Solid

Sebelum Pemanasan
Masing-masing formula lumpur pengeboran di uji reologi. Alat yang
digunakan adalah Viscometers Model 35. Kemudian masing-masing formula
lumpur di uji dengan 600 rpm, 300 rpm, 200 rpm, 100 rpm, 6 rpm,dan 3 rpm..
Kemudian uji Gel strange dengan mendiamkan formasi lumpur dengan waktu
waktu 10 detik dan 10 menit lalu di putar dengan kecepatan 3 rpm. Kemudian uji
electrical stability dengan menggunakan alat Electrical Stability Tester. Semua
dilakukan pada saat suhu 120 ºF. Lalu dilanjutkan dengan uji densitas dengan
menggunakan alat Model 140 Mud Balance.

Setelah Pemanasan
Masing-masing formula lumpur pengeboran yang telah di uji densitasnya
kemudian dimasukan ke dalam Aging Cells dengan penambahan tekanan sebesar
100 psi dan dimasukan ke Roller Ovens dengan suhu 300 ºF. Formula lumpur
pengeboran dipanaskan selama 16 jam. Setelah 16 jam formula lumpur

9
pengeboran diputar tanpa menggunakan suhu dan direndam selama satu setengah
jam. Formasi lumpur pengeboran dikeluarkan dan di mixing selama lima menit
kemudian dilakukan uji reologi. Alat yang digunakan adalah Viscometers Model
35. Kemudian masing-masing formula lumpur pengeboran di uji dengan 600 rpm,

300 rpm, 200 rpm, 100 rpm, 6 rpm,dan 3 rpm. Kemudian uji gel strange dengan
mendiamkan formasi lumpur pengeboran dengan waktu waktu 10 detik dan 10
menit lalu di putar dengan kecepatan 3 rpm. Kemudian uji electrical stability
dengan menggunakan alat Electrical Stability Tester. Semua dilakukan pada saat
suhu 120 ºF.

HPHT, Retort, dan Lubricity
Formula lumpur pengeboran yang telah di uji reologi kemudian dilakukan
uji filtrat dengan menggunakan HPHT Filter Press (175 ml). Tekanan atas awal
yang diberikan adalah 100 psi. Tekanan awal ini diberikan hingga suhu lumpur
mencapai 300 ºF. Jika suhu tersebut telah tercapai maka tekanan atas dinaikkan
hingga 600 psi dan tekanan bawah di buat menjadi 100 psi kemudian running
selama 30 menit. Setiap 5 menit pertama dilakukan pemantauan filtrat. Setelah 30
menit dikeluarkan semua filtrat dan di dapat filtrat dalam mL.
Semua formula lumpur pengeboran yang telah selesai HPHT dilanjutkan
dengan uji retort menggunakan Oil and Water Retorts (50 ml). Formula lumpur
pengeboran yang digunakan dalam retort sebesar 5 g. Semua formula lumpur
pengeboran running selama satu jam dengan suhu 900 ºF. Hingga di dapat
perbandingan air, minyak dan padatan.
Formula lumpur pengeboran yang telah di uji retort kemudian dilanjutkan
dengan uji lubricity. Uji ini menggunakan alat EP (Extreme Pressure) Lubricity
Tester. Sebelum melakukan tes alat yang digunakan dilakukan kalibrasi hingga

diperoleh nilai lubricity coefficient. Gaya yang diberikan pada uji ini sebesar 100
dyne. Nilai lubricity coefficient diperoleh dengan running selama 30 menit. Setiap
lima menit di catat nilai lubricity coefficient. Hitung nilai rata-rata dari hasil yang
di dapat dengan nilai dari kalibrasi yang dilakukan.

10
Titrasi
Formula lumpur pengeboran masing-masing dilakukan uji excess Lime dan
uji Chloride. Uji excess Lime dilakukan dengan cara menyiapkan labu Erlenmeyer
250 mL. Masukkan 1 mL lumpur, air destilata 100 mL, API chorl 50 mL, dan 10
tetes phenolpthalein ke dalam labu Erlenmeyer dan stirer . Titrasi dengan
menggunakan asam sulfat 50/N hingga terjadi perubahan warna dari merah muda
menjadi bening. Lanjutkan uji Chloride dengan penambahan 1 mL asam sulfat
50/N dan 20 tetes bufer kalium kromat. Titrasi dengan silver nitrate 50/N hingga
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah bata.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Formula lumpur pengeboran satu, dua, dan tiga di atur massanya sebesar
9.5 ppg dengan komponen padat dan aditif yang sama, tetapi berbeda pada jumlah
komposisi base oil yang digunakan. Formula lumpur pengeboran satu hanya
menggunakan base oil 1 sebagai komponen cair lumpurnya, begitu pula formula
lumpur tiga yang sama-sama hanya menggunakan base oil 2 sebagai komponen
cairnya. Berbeda dengan formula lumpur pengeboran satu dan tiga, formula
lumpur pengeboran dua merupakan campuran dari kedua macam base oil , yaitu
base oil 1 dan base oil 2. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengetahui formulasi

lumpur dengan komposisi base oil yang baik untuk lumpur pengeboran di
lapangan dan mengatasi penggunaan base oil 1 dari luar negeri yang mahal
dengan campuran base oil 2 dalam negeri yang murah dan memiliki kualitas yang
baik(Wisnuwardani 2012).
Pengukuran reologi sebelum pemanasan dimaksudkan untuk mengetahui
kenaikan atau penurunan suatu lumpur jika nantinya lumpur pengeboran diberikan
panas. Pemanasan ini merupakan gambaran dari perubahan suhu yang akan terjadi
pada lumpur saat berada di kedalaman bawah tanah. Berdasarkan (Tabel 1) hal
ini menunjukkan

bahwa penggunaan base oil

1 pada lumpur pengeboran

mempengaruhi viskositas yang menjadi lebih rendah. Hal ini berbeda dengan
penggunaan base oil 2 yang menunjukan viskositas yang paling tinggi. Viskositas

11
yang ditunjukkan dari pencampuran kedua jenis base oil merupakan selang nilai
dari nilai tertinggi dan terendah. Formula lumpur pengeboran empat, lima dan
enam juga menunjukkan hal yang sama, tetapi pengukuran ini dilakukan hanya
untuk melihat kenaikan atau penurunan untuk sebelum dan sesudah pemanasan.
Adanya gambaran pengaruh drill solid hanya akan terjadi pada saat
berlangsungnya proses pengeboran lumpur di lapangan. Drill solid tidak
diharapkan ada sebelum pemanasan.

Tabel 1

Data pengukuran reologi pada suhu 120 ºF sebelum pemanasan

600 rpm
300 rpm
200 rpm
100 rpm
6 rpm
3 rpm
PV,cP
YP, lb/100ft2
Gel 10 sec, lb/100ft2
Gel 10 min, lb/100ft2
ES, volts

1
31
19
14
10
4
3
12
7
5
7
466

Formula Lumpur Pengeboran
2
3
4
5
41
48
69
70
25
31
46
49
19
24
37
40
13
17
27
30
6
8
13
15
5
7
11
14
16
17
23
21
9
14
23
28
6
8
12
14
8
10
13
15
598
645
592
800

6
78
55
46
35
17
16
23
32
16
20
764

Perubahan pada pengukuran reologi terjadi saat setelah pemanasan dalam
rolling oven pada suhu 300 ºF. Berdasarkan (Tabel 2) hal ini menunjukan terjadi

penurunan viskositas pada formulasi lumpur pengeboran satu, dua, dan tiga. Hal
yang ditekankan pada penelitian yaitu melihat bagaimana kinerja base oil yang
digunakan. Sehingga dapat dilihat hasil setelah pemanasan akan digunakan
sebagai acuan baik tidaknya perbandingan base oil yang digunakan. Nilai Plastic
Viscocity (PV) diperoleh dari selisih uji reologi pada saat 600rpm dan 300rpm.
Plastic Viscocity (PV) yang ditunjukan (Tabel 2) base oil 2 lebih tinggi dibanding
base oil 1. Menurut Halliburton (2006) Plastic Viscocity (PV) dengan base oil

menggunakan base oil 2 lebih tinggi dikarenakan sifat fisik dari base oil tersebut.
Base oil 2 memiliki viskositas kinematis yang tinggi (direktorat jendral minyak

12
dan gas 2011) sedangkan base oil 1 memiliki viskositas kinematis yang rendah
(shell 2006). Viskositas plastis (PV) merupakan ukuran ketahanan dari fluida
lumpur pemboran untuk mengalir. Semakin kecil viskositas semakin baik lumpur
tersebut dalam ketahanan mengalir. Nilai Plastic Viscocity (PV) pada formula
lumpur pengeboran dua lebih kecil dibandingkan formula lumpur pengeboran tiga,
sehingga pencampuran base oil 1 dan 2 dapat digunakan karena memiliki Plastic
Viscocity (PV) yang kecil. Nilai Yield Point (YP) diperoleh dari selisih 300rpm

dan nilai Plastic Viscocity (PV). Yield Point (YP) merupakan angka yang
menunjukkan shearing stress yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur
kembali sehingga lumpur tidak akan dapat sirkulasi sebelum diberikan shearing
stress sebesar yield point(Farid 2011). Gel strength untuk penggunaan base oil 1

lebih kecil dibandingkan base oil

2 maupun campuran keduanya. Tetapi

campuran kedua base oil memiliki gel strange lebih kecil dibanding penggunaan
base oil 2 saja Semakin kecil nilai gel strange semakin baik lumpur tersebut

menahan cutting dan material pemberat, pada saat lumpur menjadi gel sewaktu
sirkulasi terhenti (Shadravan 2012).
Kestabilan emulsi (Emulsion Stability) adalah nilai kestabilan emulsi suatu
formulasi lumpur. Penggunaan base oil 2 menunjukkan nilai kestabilan emulsi
yang tinggi. Penggunaan base oil 1 memiliki kestabilan yang kecil dibandingkan
penggunaan campuran keduanya. Semakin tinggi nilai ketabilan emulsi
mengindikasikan bahwa emulsi makin stabil. Sehingga pencampuran base oil 1
dan 2 dapat dimanfaatkan. Saat pengeboran terjadi kontak antara lumpur dan
batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang
memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Filtrat merupakan
fluida yang hilang ke dalam batuan (Rubiandini 2005). Penggunaan base oil 1
memiliki filtrat yang kecil dibandingkan yang lainnya. Penggunaan base oil 2
yang memiliki filtrat yang cukup banyak, tetapi dapat dilihat pada penggunaan
base oil campuran menunjukan hasil filtrat yang lebih rendah dibanding dengan

hanya menggunakan base oil 2 saja. Semakin kecil filtrat yang keluar semakin
baik formulasi lumpur menahan adanya fluida dan partikel-partikel kecil
melewatinya. Sehingga pencampuran di nilai dapat dikatakan baik digunakan
untuk penggunaan formula lumpur. Nilai excess Lime yang diperoleh dari ketiga

13
formulasi lumpur tidak berbeda. Hal ini disebabkan penambahan Lime dalam
setiap formulasi sama sehingga tidak akan mempengaruhi nilai dari excess lime
tersebut. Begitu juga dengan AgNO3. Lubrisitas direpresentasikan sebagai
kekuatan lapisan film yang menunjukkan kemampuan suatu cairan untuk
melumasi bagian yang bergesekan. Penggunaan campuran base oil

1 dan 2

menunjukkan nilai lubrisitas yang rendah dibandingkan dengan penggunaan base
oil 1 saja dan base oil 2 saja. Nilai lubrisitas ini sangat mempengaruhi nilai

penggunaan campuran base oil 1 dan 2. Semakin kecil nilai lubrisitas semakin
baik sifat base oil nya dalam fungsi untuk melumasi(POC 2008).
Percobaan dilanjutkan dengan menggunakan penambahan drill solid pada
setiap formulasi lumpur yaitu formulasi 4 dengan base oil 1, formulasi 5 dengan
base oil campuran base oil keduanya, dan fomulasi 6 dengan base oil 2 . Drill
solid sebagai pengganti kontaminan yang biasanya muncul pada saat pengeboran

berlangsung. Nilai pengukuran setelah pemanasan pada suhu 300 ºF (Tabel 2)
akan dijadikan acuan sebagai kinerja base oil yang digunakan. Plastic Viscocity
(PV) dengan penambahan drill solid menunjukkan base oil 2 lebih tinggi.
Viskositas plastis (PV) base oil campuran kedua base oil
dibandingkan dengan penggunaan base oil

lebih kecil

2 saja. Semakin kecil viskositas

semakin baik lumpur tersebut dalam ketahanan mengalir(Farid 2011). Gel
strength untuk penggunaan base oil

1 lebih kecil dibandingkan base oil

2

maupun campuran keduanya. Semakin kecil nilai gel strange semakin baik
lumpur tersebut menahan cutting dan material pemberat, pada saat lumpur
menjadi gel sewaktu sirkulasi terhenti(Shadravan 2012). Tetapi penggunaan base
oil campuran memiliki nilai gel strange lebih kecil dibanding dengan

menggunakan base oil
kestabilan emulsi

2 saja. Penggunaan base oil

2 menunjukkan nilai

yang tinggi. Semakin tinggi nilai ketabilan emulsi

mengindikasikan bahwa emulsi makin stabil. Filtrat pada formula 6 dengan
penggunaan base oil 2 lebih sedikit. Semakin kecil filtrat yang keluar semakin
baik formula lumpur pengeboran menahan adanya fluida dan partikel-partikel
kecil

melewatinya(Rubiandini

2005).

Sehingga

dapat

dikatakan

bahwa

penggunaan base oil 2 baik digunakan jika terjadi masuknya kontaminan pada
lumpur. Nilai excess Lime yang diperoleh dari ketiga formula lumpur pengeboran

14
empat, lima, dan enam tidak berbeda. Hal ini disebabkan penambahan Lime
dalam setiap formula sama sehingga tidak akan mempengaruhi nilai dari excess
lime tersebut. Begitu pula dengan AgNO3. Penggunaan campuran oil based 1 dan

2 menunjukkan nilai lubrisitas yang rendah dibandingkan dengan penggunaan oil
based 1 saja dan oil based 2 saja. Nilai lubrisitas ini sangat mempengaruhi nilai

penggunaan campuran base oil 1 dan 2. Semakin kecil nilai lubrisitas semakin
baik sifat oil based nya dalam melumasi(POC 2008).

Tabel 2

Data pengukuran reologi pada suhu 120 ºF setelah pemanasan
dengan rolling oven dengan suhu 300 ºF

600 rpm
300 rpm
200 rpm
100 rpm
6 rpm
3 rpm

1
25
14
10
6
3
2
11
3
4
5
316

PV,cP
YP, lb/100ft2
Gel 10 sec, lb/100ft2
Gel 10 min, lb/100ft2
ES, volts
Retort, OWR
Oil, % vol
Water, % vol
Solid, % vol
HPHT Filtrate, mL/30 11.2
min (300 ºF)
Excess Lime, ppb
2.08
AgNO3 0.282 N, mL
3.4
Lubricity Coefficient
0.0833

Formula Lumpur Pengeboran
2
3
4
5
33
34
59
67
19
20
37
42
13
15
29
31
9
10
21
21
4
5
9
10
3
4
8
9
14
14
22
25
5
6
15
17
5
5
11
11
6
6
19
16
504
571
657
669
79/21
68
18.4
13.6
12
14.8
16.4
12
2.47
3.6
0.0615

2.08
3.6
0.1051

1.17
1.04
3.4
3
0.1091 0.0655

6
64
40
32
23
10
9
24
16
12
16
923
78.5/21.5
65.5
18
16.5
11.2
1.3
2.9
0.1209

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penggunaan base oil dengan pencampuran antara oil based 1 dan oil
based 2 menunjukkan hasil yang baik. Nilai lubrisitas dari penggunaan campuran
base oil keduanya memiliki nilai yang kecil, yakni memiliki sifat untuk melumasi

yang sangat baik dibandingkan hanya menggunakan base oil 1 dan base oil 2
saja. Adanya drill solid pun tidak mempengaruhi nilai lubrisitas pada penggunaan
base oil campuran dari base oil 1 dan 2. Sehingga penggunaan formula lumpur

pengeboran pencampuran dapat digunakan dalam proses pengeboran.

Saran
Lumpur pengeboran dengan penggunaan campuran base oil 1 dan 2 dapat
digunakan sebagai lumpur pengeboran. Base oil 1 yang merupakan base oil dari
luar negeri yang harganya mahal akan didapat diatasi pengeluarannya dengan cara
hanya menggunakan setengah base oil 1 dan setengahnya lagi menggunakan base
oil 2. Base oil 2 merupakan base oil yang harganya cukup murah dan berasal dari

dalam negeri.

16

DAFTAR PUSTAKA
Amani M. 2012. The rheological properties of oil-based mud under high pressure
and temperature condition. Advances in Pretoleum Exploration and
Development. 3(2):21-30. Doi: 10.3968/j.aped.1925543820120302.359

Arif L, Buntoro A, Sudarmoyo, Rubiandini R. 2001. Sifat-sifat rheologi lumpur
filtrasi rendah pada temperatur tinggi. Di dalam: Arif L, Buntoro A,
Sudarmoyo, Rubiandini R, editor. Proceeding Simposium Nasional IATMI
2001; 2001 Oktober 3-5. Yogyakarta (ID): IATMI

[Direktorat jenderal Minyak dan Gas Bumi]. 2011. Buku apresiasi produksi dalam
negeri (APDN)2011. Jakarta (ID): Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Farid R. 2011. Sistem pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi di PT
Cevron Pasific Indonesia Duri [Skripsi]. Medan (ID): Universitas
Sumatera Utara
[Halliburton] Halliburton. 2006. Material Safety Data Sheet SF Base version 2.0 .
Houston Texas (US): Halliburton
[POC] Penrite Oil Company. 2008. Guide to Oils and Greases. Wantirna(AT):
POC
Rubiadini R, A Widrajat, W Yakob, C Galih, Efrial D, Dimas Y. 2005. Oil based
baru buatan dalam negeri yang tidak bersifat toksis untuk lumpur berbahan
dasar minyak (OBM). Di dalam: Rubiadini R, A Widrajat, W Yakob, C
Galih, Efrial D, Dimas Y, editor. Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik
Perminyakan Indonesia ; 2005 November 16-18; Bandung, Indonesia.

Bandung (ID): IATMI. Hlm 1-9
Semar D. 2010. Lembaga Publikasi LEMIGAS. Jakarta (ID): Grafika LEMIGAS
[Shell] Shell. 2006. Safety Data Sheet Shell GTL Saraline 185V version 2.0 .
Surawak (MY): Shell
Shadravan A, Al-Jubouri M, Amani M. 2012. Comparative study of using oilbased mud versus-based mud in HPHT fields. Advances in Pretoleum
Exploration

and

Development.

10.3968/j.aped.1925543820120402.987

4(2):18-77.

Doi:

17
Suhascaryo N, Rubiandini R, Handayani SR. 2001. Studi laboratorum aditif
temperatur tinggi terhadap sifat-sifat rheologi lumpur pemboran pada
kondisi dinamis. Di dalam: Suhascaryo N, Rubiandini R, Handayani SR,
editor. Proceeding of the 5th INAGA Annual Scientific Conference and
Exhibitions; 2001 Maret 7-10. Yogyakarta (ID): IATMI

Wisnuwardani, K.D. 2012. Smooth Fluid 05 Tembus Pasar KKKS [ulasan].
Media Pertamina. 48(27): 1-12