METHODOLOGI PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEM docx

METHODOLOGI PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
UNTUK BELAJAR BERFIKIR SECARA MATEMATIKA
DI KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dhea Andryos Yuntiaji
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

ABSTRAK
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat membuat proses
perkembangan belajar seseorang berkembang dan dapat di aplikasikan didalam
kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran matematika ini dapat kita lihat dalam
penerapannya di kehidupan sehari-hari seperti berfikir secara matematika. Berfikir
secara matematika adalah berfikir secara logis dan rasional yang dapat memperluas
cakupan dalam pemahaman penyelesaian permasalahan secara terstruktur dan
dengan cakupan ide dengan segala jenis kerumitan permasalahan. Berpikir
matematika adalah proses dinamis yang memperluas cakupan dan kedalaman
pemahaman karena dimungkinkannya kita meningkatkan kerumitan ide yang bisa
ditangani. Ia dijabarkan sebagai kegiatan prosedural bersiklus dengan tiga fase:
masuk (entry), menyerang (attack), dan meninjau ulang (review), tiga tahapan
yang sarat dengan reaksi emosi. Berpikir matematis yang dikaitkan dengan emosi
menjembatani ranah kognitif dan ranah afektif yang selama ini kadang
mendapatkan perlakuan secara terpisah dalam proses pembelajaran matematika.

Diharapkan dengan adanya penerapan pembelajaran matematika untuk belajar
berfikir secara matematika ini dapat meningkatkan kreatifitas, dan berfikir dengan
rasional dalam menghadapi permasalahan khususnya permasalahan dikehidupan
sehari-hari.
Kata Kunci : Pembelajaran Matematika, dan Berfikir secara Matematika

PENDAHULUAN
Belajar merupakan kegiatan untuk mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan atau sebuah
pelajaran dari lingkungan sekitar, sekolah, buku atau sumber ilmu lainnya. Dalam kegiatan
belajar ini akan di dapat sebuah pelajaran atau pengetahuan yang baru sehingga akan
meningkatkan intelektualitas atau kecerdasan serta wawasan bagi yang melakukannya. Skinner
(dalam Dimyati, 2012 : 9) bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat belajar, maka
responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.
Belajar yang dihayati oleh seorang pebelajar siswa ada hubungannya dengan usaha
pembelajaran, yang dilakukan oleh guru. (Dimyati, 2012 : 9) Dengan adanya Pembelajaran ini
usaha belajar siswa dan pembelajar akan terarah dan sesuai dengan tujuan dari diadakannya
pembelajaran tersebut. Selanjutnya didalam buku yang sama Piaget memandang belajar sebagai

perilaku berinteraksi antara individu dengan lingkungan sehingga terjadi perkembangan intelek
individu. Ada empat fase perkembangan intelek diantaranya adalah fase operasi formal, dimana

siswa telah dapat berfikir secara abstrak sebagai orang dewasa. Inti kegiatan belajar adalah
memulai pelajaran dari apa yang diketahui siswa. Artinya siswa sendiri yang dapat
mengubah gagasan non ilmiah menjadi pengetahuan yang ilmiah sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses belajar bisa berlangsung (US,
n.d. : 249).
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pembelajaran adalah proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar;. Pembelajaran tidak diartikan sebagai
sesuatu yang statis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan
kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat
pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia (Yamin, 2011 : 54). Dalam
pembelajaran ini bukan hanya sekedar sebuah konsep dari sebuah pembelajaran di dalam
lingkungan pendidikan, tetapi pembelajaran tersebut dapat di terapkan dalam konteks kehidupan
sehari-hari ini. Sebagai contohnya dalam perkembangan kemajuan teknologi yang terjadi di
zaman modern ini diakibatkan karena penerapan konsep pembelajaran yang sudah ada dan di
kembangkn sehingga menghasilkan sebuah perkembangan kemajuan teknologi sebagaimana saat
ini.
Pembelajaran pada matematika sering memiliki banyak kesulitan khususnya bagi anak
yang kurang menggemari dan kurang dalam pemahaman konsep dari pembelajaran matematika.
Matematika adalah ilmu yang tidak jauh dari realitas kehidupan manusia. Ciri-ciri matematika
ini akan mempengaruhi ciri-ciri pembelajaran matematika yaitu objek bersifat abstrak,

menggunakan lambang-lambang yang tidak akan banyak digunakan di kehidupan sehari-hari,
dan proses berfikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat (Suwarsono,1999). Mata
pelajaran matematika sangat bergantung dari cara guru mengajarkan kepada siswa. Guru
dapat membantu siswa memahami pelajaran matematika. Banyak cara bagi seorang guru
untuk menyampaikan materi pelajaran yang akan membuat siswa merasa senang serta
meningkatkan hasil belajar, diantaranya adalah dengan menggunakan strategi, metode yang
tepat dan dibantu media yang mendukung kegiatan belajar mengajar (Fitri, 2014 : 19).
Pembelajaran matematika pada saat ini pada umumnya hanya penyampaian konsep tanpa
memerhatikan apakah siswa memahami betul konsep dari materi yang di sampaikan oleh guru.
Rendahnya hasil yang dicapai dalam evaluasi nasional matematika ini, menunjukkan
bahwa kualitas pemahaman siswa dalam matematika masih relatif rendah. Pemahaman dalam
matematika sudah sejak lama menjadi isu penting. Salah satu penyebab rendahnya kualitas
pemahaman matematika siswa di SD dan SMP menurut hasil survey IMSTEP-JICA (1999) di
kota Bandung adalah karena dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu
berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan
mekanistis daripada pengertian (Herman, 2007 : 48). Disitulah yang menyebabkan siswa tidak
dapat mahami secara mendalam mengenai pembelajaran matematika sehingga dalam kegiatan
belajar sering membuat anak malas untuk memperlajari materi matematika. Didalam
pembelajaran matematika definisi menciptakan masalah serius, ini mewakili, mungkin, lebih dari


apapun konflik dalam struktur matematika, seperti yang dipahami oleh ahli matematika
profesional, dan proses kognitif dari perolehan konsep. Ini menunjukkan bahwa tidak ada
satupun komunitas matematika yang setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah sebuah
teori deduktif dan sejenisnya, ini diawali dengan konsep dasar dan aksioma (Tall, 2002 : 27).
Menurut (Keraf, 1994:57) ( dalam Ismienar, Andrianti, & A., 2009 : 3) deduktif
merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata Latin deducere (deberarti ‘dari’, dan
kata ducereberarti ‘mengantar’, ‘memimpin’). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan
dari kata itu berarti ‘mengantar dari satu hal ke hal lain’. Sebagai suatu istilah dalam penalaran,
deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada,
menuju proposisi baru yang berbentuk kesimpulan
Dengan demikian kesalahan dalam pemahaman konsep pembelajaran matematika akan
mempengaruhi dalam pemahaman konsep matematika itu sendiri. Dengan ditambahnya
kurangnya minat dari siswa untuk mempelajari matematika karena sugesti mereka tentang
sulitnya materi yang diajarkan, membuat anak tidak ingin untuk mencoba mempelajari
matematika secara menyeluruh. Hal ini berdampak pada kurangnya keahlian dalam pemecahan
masalah yang sebenarnya masih berhubugan dengan penerapan konsep dari matematika dan
pembelajaran matematika di kehidupan sehari-hari sehingga tingkat depresi atau gangguan
emosional meningkat. Ini akan berpengaruh terhadap kualitas dari sumber daya manusia yang
ada sehingga akan mempengaruhi pula pada kualitas hidup dari manusia itu sendiri.


PEMBAHASAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) metodologi/me·to·do·lo·gi/ /métodologi/
n ilmu tentang metode. Berarti metodologi adalah ilmu yang mempelajari metode-metode
pembelajaran sebuah paham ilmu pengetahuan. Metodologi berakar kata dari metode yang
berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Banyak metode-metode yang telah
dikembangkan di dalam ilmu pendidikan baik di Indonesia maupun di dunia. Metode ini
membantu dalam pemahaman dari sebuah konsep ilmu atau pemahaman ilmu terutama ilmu
matematika. Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum,
misalnya seorang guru menyajikan materi dengan penyampaian dominan secara lisan dan sekalikali ada tanya jawab. Dalam penyampaian pembelajaran dapat menggunakan metode ceramah,
atau dengan metode yang menggunakan bantuan media pembelajaran. penggunan metode
ceramah dalam penyampaian ini bisa sangat efektif digunakan terhadapa beberapa bidang ilmu
yang relevan dengan penggunaan metode ceramah tersebut. Namun bagi pembelajaran
matematika penggunaan metode tersebut msih kurang efektif dalam mengembangkan
pemahaman konsep atau meteri matematika.
Pada dasarnya metodologi penerapan pembelajaran matematika bermacam-macam
dengan metode yang di sesuaikan dengan kebutuhan yang di butuhkan di lapangan. Hasil
penerapan pembelajaran matematika ini dapat dilihat dengan adanya suatu proses penelitian, atau


diaplikasiakan secara langsung tanpa disadari. Contoh-contoh penerapan pembelajaran
matematika ini yang dapat kita lihat adalah bagaimana kita menghitung banyaknya barang,
menimbang sebuah masa atau berat benda, pemecahan masalah pada kasus dalam organisasi dan
yang lainnya. Hal ini mempertegas bahwa penerapan pembelajaran matematika secara tidak
langsung sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Umumnya materi matematika yang dapat diaplikasikan dikehidupan sehari-hari
mencangkup pada konsep dasar matematika yang telah di ajarkan di tingkat dasar. Seperti materi
operasi hitung perjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian merupakan materi dasar
matematika yang sangat sering digunakan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan
pengembangan materi operasi hitung tersebut berkembang menjadi materi algoritma untuk
membantu dalam pemograman komputer, kemudian pembahasan materi geometri digunakan
didalam pembuatan rancangan bangunan, persamaan kuadrat untuk mendeskripsikan sebuah
masalah didalam lingkungan serta pemecahannya, Peluang untuk menentukan kemungkinan
suatu kejadian, statistika yang digunakan untuk pengolahan data penelitian atau data yang
digunakan untuk mengatur dan mengolah sebuah atau beberapa objek, dan lain sebagainya.
Penerapan materi ini dapat berpengaruh dalam psikologi dan perkembangan emosinal
seseorang. Lebih khususnya untuk pembelajaran matematika yang berhubungan dengan
pengembangan kreatifitas, logis dan kritis pemahaman konsep serta penggunaan nya akan
mempengaruhi pola pikir dari manusia itu sendiri. Berpikir berhubungan dengan aktivitas otak
yang sedang mencerna atau berhubungan dengan fakta-fakta yang ada di dunia yang di olah oleh

otak sehingga menghasilkan sebuah informasi dan di lanjutkan dengan pelaksanaan oleh tubuh
sesuai perintah dari otak. Menurut Khodijah (2006:117) ( dalam Ismienar, Andrianti, & A.,
2009 : 2) mengatakan bahwa berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa
atau item. Sedangkan menurut Drever dalam Khodijah (2006:117) ( dalam Ismienar, Andrianti,
& A., 2009 : 3) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai
dengan adanya masalah. Jadi berpikir adalah satu keatipan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman /
pengertian yang kita kehendaki.
Berpikir matematis, menurut Mason, Burton, dan Stacey (Mason, Burton, & Stacey,
2010 : 56) adalah proses dinamis yang memperluas cakupan dan kedalaman pemahaman
matematika. Hal ini dimungkinkan karena di dalamnya disediakan kesempatan
meningkatkan kerumitan ide yang ditangani dari waktu ke waktu. Dalam proses tersebut
kita melakukan proses pengkhususan (spesialisasi, memperhatikan beberapa kasus khusus atau
contoh), proses perampatan (generalisasi, fokus pada kelompok contoh yang lebih banyak,
mencari pola dan hubungan), penebakan (membuat tebakan tentang masalah yang dihadapi,
meramalkan hubungan dan hasil), dan peyakinan (membangun keyakinan tentang
pemahaman yang telah dibangun, mencari dan mengkomunikasikan alasan mengapa sesuatu
itu benar). Semua proses ini berlangsung dalam konteks pemecahan masalah-masalah
matematika yang tidak rutin.
Mason dan kawan-kawan memposisikan berpikir matematis sebagai sebuah kegiatan

prosedural bersiklus dengan tiga fase: masuk (entry), menyerang (attack), dan meninjau

ulang (review). Tiga tahapan ini dikaitkan dengan keadaan emosi: memulai, terlibat,
memikirkan, melanjutkan, membangun wawasan, bersikap skeptis, merenungkan. Dari ketiga
fase tersebut, yang perlu digarisbawahi adalah fase masuk karena fase ini meletakkan dasar
untuk melakukan penyerangan, dan fase meninjau kembali karena fase inilah yang seringkali
kurang diperhatikan dalam proses konstruksi pengetahuan, sementara ia adalah fase yang
paling sarat muatan pendidikannya.
Dinamika proses berpikir matematis berlangsung dalam suasana yang dipenuhi
dengan kegiatan bertanya, menantang, dan merefleksi. Di dalamnya, peserta didik
menghadapi tantangan, kejutan, kontradiksi, dan ketimpangan dalam pemahaman yang
disadari. Kegiatan berpikir matematis ini diharapkan bermuara pada pemahaman lebih
dalam tentang diri sendiri, pandangan yang lebih utuh tentang apa yang dipahami, penelusuran
lebih efektif tentang apa yang ingin diketahui, danpenilaian lebih kritis terhadap apa yang dilihat
dan didengar. Dari sudut pandang pembelajaran, berpikir matematis atau matematika adalah
proses: (a) mengembangkan sudut pandang matematis menghargai proses matematisasi serta
memiliki keinginan kuat untuk menerapkannya, dan (b) mengembangkan kompetensi dan
melengkapi diri dengan segenap perangkat, lalu pada saat yang sama, menggunakan perangkat
tersebut untuk memahami struktur pemahaman matematika
Berpikir matematis dapat ditingkatkan melalui latihan menangani pertanyaan secara

sadar, merefleksi pengalaman, mengaitkan perasaan dan tindakan, mengkaji proses
menyelesaikan masalah dan menyadari/mengenali bagaimana sesuatu yang telah dipelajari sesuai
dengan pengalaman diri sendiri. Pemikiran matematis dapat ditingkatkan dengan belajar dari
pengalaman pribadi. Membahas sesuatu dari pengalaman, bukan tentang pengalaman.
Belajar tidak semata-mata mengalami tetapi belajar dari dan memaknai pengalaman

tersebut.
Skema Kegiatan Berpikir Matematis a la Mason, Burton, dan Stacey (1982)
Pembahasan tentang berpikir matematis sebagai suatuproses dinamis seharusnya disertai
dengan contoh lengkap. Pembaca selanjutnya diarahkan untuk mencermati Mason, Burton,

dan Stacey (1982). Di dalamnya, setiap komponen dari skema di atas dicontohkan dengan
masalah matematika tertentu. Pencantuman satu contoh dalam tulisan ini rasanya kurang
memungkinkan untuk memaparkan komponen-komponen karena pembahasannya tidak
selesai dalam satu contoh saja. Contoh demi contoh dipaparkan sejalan dengan
perkembangan dari komponen yang satu ke komponen berikutnya mengikuti alur dari bab
yang satu ke babberikutnya. Tahapan-tahapan aktivitas dalam proses berpikir matematis tampak
sangat kental dengan proses mengkonstruksi sendiri pemahaman. Ini adalah wujud nyata
konstruktivisme personal dan radikal dimana pengetahuan tidak ditransfer secara langsung dari
lingkungan kepada peserta didik, tetapi harus dikonstruksi secara aktif oleh mereka.

Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri tersebut menambah kemampuan peserta didik bertahan
hidup (Geelan, 2006)—paling tidak dalam lingkup komunitas matematika. Artinya, pengetahuan
itu membuat mereka tetap berada dalam komunitas matematika dan tetap terlibat dalam
aktivitas matematika. Namun demikian, ke-sendiri-an dalam proses ini belumlah cukup.
Lebih lanjut, berpikir matematis yang diusung oleh Mason, Burton, dan Stacey
(Mason et al., 2010 : 14) merupakan sebagai rangkaian aktivitas bersiklus yang mencakup
proses:
• meyakinkan diri sendiri
• menyakinkan teman
• meyakinkan musuh dari luar diri sendiri
• menciptakan musuhdari dalam diri sendiri
Pada tingkat operasional, proses berpikir matematika adalah proses menciptakan
argumen yang dimulai dari atau berlandas pada pemahaman pribadi. Lalu, pemahaman
tersebut diperjelas lagi melalui diskusi dengan teman. Langkah yang sedikit ekstrim
selanjutnya adalah mengajak lawan atau musuh intelektual untuk berdiskusi dengan tujuan
bahwa musuh tersebut memberikan tantangan terhadap ide matematika hasil konstruksi
yang diajukan. Dengan ini, diharapkan proses penalaran deduktif yang dirangkai
mengalami perbaikan, jika diperlukan. Langkah ini mengadopsi tesis filosofis Lakatos
bahwa pengetahuan matematika tumbuh melaluitebakan dan penolakan dengan menggunakan
logika penemuan matematis. Harapannya, proses atau ide tersebut menjadi lebih kokoh dan

tepat. Langkah terakhir adalah musuh yang diciptakan dari kesadaran dalam diri sendiri
juga diajak berdiskusi dengan tujuan tercapainya konsistensi pada tataran personal. Semua
proses ini bermuara pada terbentuknya pengetahuan individu yang padu-padan dengan
tatanan matematika yang telah ada.
Dalam konteks pembelajaran yang merefleksikan hal demikian yang disebutkan di atas,
peserta didik difasilitasi dengan kesempatan mengkaji matematika sebagai disiplin yang
berbasis pada penjelajahan, bersifat dinamis, dan sarat perkembangan. Mereka tidak lagi
memandang matematika hanya sebagai rangkaian hukum,kaidah, atau rumus yang kaku, mutlak,
dan tertutup, dan kemudian menganggap bahwamenghafal semua itu akan cukup untuk
menguasainya. Yang justru difasilitasi adalah proses atau kegiatan yang akan mendorong
mereka mempelajari matematika sebagai ilmu pengetahuan dengan segala karakteristik
uniknya.

Guna mendorong peserta didik mengambil inisiatif dan melibatkan diri sepenuhnya
dalam proses berpikir matematis, tugas-tugas pedagogis perlu dirancang sedemikian
sehingga mereka menggunakan kekuatan potensialnya dalam membangun pemahaman.
Potensi tersebut, menurut (Mason et al., 2010 : 14) mencakup:
• menghayalkan dan menyatakan apa yang dihayalkan;
• mengutamakan, mengkhususkan, dan merampatkan;
• menebak dan meyakinkan diri sendiri dan orang lain;
• menata dan mencari ciri-ciri; dan
• memfokuskan dan melihat secara umum.
Kekuatan ini sebenarnya ada pada semua upaya manusia dalam membangun pemahaman,
tetapi potensi tersebut merupakan inti upaya pemahaman matematika. Hal yang
mengaktifkan manusia untuk memahami sesuatu adalah adanya gangguan, adanya sesuatu yang
mengejutkan atau membingungkan, adanya sesuatu yang bertentangan dengan kesadaran,
atau adanya fenomena yang memicu pertanyaan. Olehnya itu, pembelajaran apapun
seyogyanya dimulai dengan pertanyaan (Mason et al., 2010)
Peserta didik dengan kekuatan matematika yang dimilikinya melakukan analisis dan
penafsiran data yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lalu membuat
keputusan yang berimbang dan rasional berdasarkan penafsiran tersebut. Mereka
menggunakan matematika secara praktis, mulai dari penerapan sederhana seperti
perbandingan untuk model atau resep tertentu, hingga proyeksi anggaran yang rumit,
analisis statistik, dan pemodelan komputer. Mereka menjadi pemikir fleksibel-adaptif
dengan sejumlah teknik dan perspektif dalam menangani masalah dan situasi baru. Mereka
bersifat analitis, baik dalam memikirkan isuyang mereka ungkap sendiri maupun yang
diungkapkan orang lain. Berdasarkan perspektif ini, matematika mewujud sebagai sesuatu
yang memberdayakan (Burton, 2009 : 8).

PENUTUP
Belajar merupakan kegiatan untuk mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan atau sebuah
pelajaran dari lingkungan sekitar, sekolah, buku atau sumber ilmu lainnya. Dalam kegiatan
belajar ini akan di dapat sebuah pelajaran atau pengetahuan yang baru sehingga akan
meningkatkan intelektualitas atau kecerdasan serta wawasan bagi yang melakukannya.
Pembelajaran pada matematika sering memiliki banyak kesulitan khususnya bagi anak yang
kurang menggemari dan kurang dalam pemahaman konsep dari pembelajaran matematika.
Matematika adalah ilmu yang tidak jauh dari realitas kehidupan manusia. Ciri-ciri matematika
ini akan mempengaruhi ciri-ciri pembelajaran matematika yaitu objek bersifat abstrak,
menggunakan lambang-lambang yang tidak akan banyak digunakan di kehidupan sehari-hari,
dan proses berfikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat.
Pada dasarnya metodologi penerapan pembelajaran matematika bermacam-macam
dengan metode yang di sesuaikan dengan kebutuhan yang di butuhkan di lapangan. Hasil
penerapan pembelajaran matematika ini dapat dilihat dengan adanya suatu proses penelitian, atau

diaplikasiakan secara langsung tanpa disadari. Umumnya materi matematika yang dapat
diaplikasikan dikehidupan sehari-hari mencangkup pada konsep dasar matematika yang telah di
ajarkan di tingkat dasar. Penerapan materi ini dapat berpengaruh dalam psikologi dan
perkembangan emosinal seseorang. Lebih khususnya untuk pembelajaran matematika yang
berhubungan dengan pengembangan kreatifitas, logis dan kritis pemahaman konsep serta
penggunaan nya akan mempengaruhi pola pikir dari manusia itu sendiri.

Berpikir matematis adalah proses dinamis yang memperluas cakupan dan kedalaman
pemahaman matematika. Hal ini dimungkinkan karena di dalamnya disediakan kesempatan
meningkatkan kerumitan ide yang ditangani dari waktu ke waktu. Dalam proses tersebut
kita melakukan proses pengkhususan (spesialisasi, memperhatikan beberapa kasus khusus atau
contoh), proses perampatan (generalisasi, fokus pada kelompok contoh yang lebih banyak,
mencari pola dan hubungan), penebakan (membuat tebakan tentang masalah yang dihadapi,
meramalkan hubungan dan hasil), dan peyakinan (membangun keyakinan tentang
pemahaman yang telah dibangun, mencari dan mengkomunikasikan alasan mengapa sesuatu
itu benar).
Berpikir matematis dapat ditingkatkan melalui latihan menangani pertanyaan secara
sadar, merefleksi pengalaman, mengaitkan perasaan dan tindakan, mengkaji proses
menyelesaikan masalah dan menyadari/mengenali bagaimana sesuatu yang telah dipelajari sesuai
dengan pengalaman diri sendiri. Pemikiran matematis dapat ditingkatkan dengan belajar dari
pengalaman pribadi. Membahas sesuatu dari pengalaman, bukan tentang pengalaman.
Belajar tidak semata-mata mengalami tetapi belajar dari dan memaknai pengalaman
tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Burton, L. (2009). Berpikir Matematis untuk Pemahaman pada Tingkat Kesadaran, (1973), 1–11.
Dimyati, M. (2012). Belajar & Pembelajaran. (M. Dimyati, Ed.) (Cetakan Ke). Jakarta: Rineka
Cipta bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Fitri, R. (2014). Penerapan Strategi The Firing Line pada Pembalajaran Matematika Siswa Kelas
XI IPS SMA Negeri 1 Batipuluh. Pendidikan Matematika, 3(1), 18–22.
Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama, I(I), 47–56.
Ismienar, S., Andrianti, H., & A., S. V. (2009). Thinking.
Mason, J., Burton, L., & Stacey, K. (2010). Thinking Mathematically. (J. Mason, L. Burton, & K.
Stacey, Eds.) (second). England: Pearson.
Tall, D. (2002). Advance Mathematical Thinking. (A.J. Bishop, Ed.) (Volume 11). Kluwers
Academic Publisher.
US, S. (n.d.). PERAN BERPIKIR KREATIF DALAM PROSES. Formatif, 2(3), 248–262.
Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. (S. Ibad, Ed.) (Cetakan Pe). Jakarta.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62