Formulasi dan Evaluasi Pemakaian Cangkang Kapsul Alginat untuk Pembuatan Sediaan Floating dari Dispersi Padat Aspirin

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri (Dewoto, 2008). Asam asetilsalisilat atau aspirin
diperkenalkan pada akhir 1890. Namun, sebelum tahun 1950 efek antitrombotik
dari aspirin telah ditemukan (Knight, 2003).
Aspirin mencegah sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan
prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel
enzim siklooksigenase akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh
sel endotel. Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin
mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan TXA2 sehingga terjadi pengurangan agregasi trombosit. Dosis
efektif sebagai antiplatelet adalah 80-320 mg/hari dan dianjurkan untuk
dikonsumsi setelah makan. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas
(terutama perdarahan) dapat menjadi kurang efektif karena selain menghambat
TXA2 juga mengahambat pembentukan prostasiklin (Dewoto, 2008).
Aspirin adalah obat anti nyeri yang tertua (1899) yang paling banyak
digunakan di seluruh dunia. Aspirin menimbulkan efek-efek spesifik seperti reaksi
kulit alergi dan telinga berdengung. Efek samping yang paling sering terjadi

berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan
saluran cerna. Penyebabnya adalah sifat asam dari aspirin, yang dapat dikurangi
melalui kombinasi dengan suatu antasida (Tan dan Rahardja, 2003). Aspirin
bersifat asam pada pH lambung, aspirin tidak dilepaskan, akibatnya mudah
1
Universitas Sumatera Utara

menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi dan terperangkap, jadi
berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung (Mycek,et al., 2001).
Aspirin mempunyai kelarutan yang sangat rendah dalam asam, yang dapat
menunda absorpsi obat dosis tinggi selama 8-24 jam. Modifikasi kelarutan aspirin
terbukti dapat meningkatkan proses absorpsi. Salah satu modifikasi yang
dilakukan adalah pembuatan sistem dispersi padat (Leuner dan Dressmann, 2002).
Dispersi padat merupakan dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam
pembawa inert atau matriks dalam keadaan padat. Dispersi padat dapat
diklasifikasikan dalam enam tipe yaitu campuran eutektik sederhana, larutan
padat, larutan dan suspensi, pengendapan amorf dalam pembawa kristal,
pembentukan senyawa kompleks dan kombinasi dari lima tipe diatas. Pembuatan
dispersi padat dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode
peleburan (melting method), metode pelarutan (solvent method ), dan metode

campuran (melting-solvent method) (Chiou dan Riegelman, 1971).
Salah satu pembawa polimer yang akan dapat digunakan adalah polivinilpirolidon (PVP). Polivinilpirolidon merupakan homopolimer dari N-vinilpirolidon
dengan berat molekul 2500-3000 yang digunakan sebagai agen pensuspensi dan
dispersi, pengikat tablet dan agen granulasi, dan sebagai pembawa untuk obatobat seperti penisilin, kortison, prokain, dan insulin. PVP tersedia dengan kisaran
angka dari K15 sampai K90 (Attwood dan Florence, 2008). PVP mempunyai
kelarutan yang baik dalam berbagai pelarut organik, sehingga PVP merupakan
pembawa yang paling banyak digunakan pada pembuatan dispersi padat dengan
metode pelarutan. Polivinilpirolidon K30 merupakan pembawa yang paling umum
digunakan dalam pembuatan sistem dispersi padat (Chhater dan Praveen, 2013 ).

2
Universitas Sumatera Utara

Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi
pada tahun 1961 dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan
laju disolusi dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air. Peningkatan laju
disolusi obat yang dibuat dengan sistem dispersi padat disebabkan oleh
pengurangan ukuran partikel obat ke tingkat minimum, pengaruh solubilisasi
pembawa, peningkatan daya keterbasahan dan pembentukan sistem dispersi yang
stabil (Chiou dan Riegelman, 1971).

Pada penelitian ini akan dibuat formulasi sistem floating aspirin yang
dibuat dalam bentuk dispersi padat dan dimasukkan dalam cangkang kapsul
alginat kemudian dibandingkan dengan dispersi padat aspirin yang dimasukkan
dalam kapsul gelatin. Sistem mengapung (floating ) merupakan sistem dengan
densitas rendah yang memiliki kemampuan mengapung dan tetap berada di
lambung tanpa dipengaruhi kecepatan pengosongan lambung dalam periode
waktu tertentu. Obat akan dilepaskan secara perlahan dengan kecepatan pelepa san
yang dapat dikendalikan ketika sistem mengapung. Dengan cara ini akan
meningkatkan waktu tinggal obat dan fluktuasi kadar obat dalam plasma dapat
terkontrol lebih baik (Dwivedi dan Kumar, 2011).
Sistem floating termasuk kedalam bentuk sediaan gastroretentive yang
mempunyai kemampuan untuk bertahan di lambung sehingga menghasilkan
bioavailabilitas yang baik. Sistem floating diklasifikasi menjadi dua teknologi
yang berbeda, tergantung pada mekanisme keterapungan; sistem effervescent dan
non-effervescent. Sistem effervescent yang merupakan sistem matriks, dibuat
dengan polimer yang dapat mengembang seperti HPMC atau kitosan dan dengan
bantuan dari campuran effervescent asam sitrat dan natrium bikarbonat sebagai

3
Universitas Sumatera Utara


agen pendorong gas. Sistem non-effervescent dibuat melalui pembentukan gel,
dengan menggunakan hidrokoloid yang dapat mengembang dan polimer
(Hascicek, et al., 2011).
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, yang terdiri dari
satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan
dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai
(Ansel, 2005).
Waktu tinggal obat di lambung atau “retensi obat” dapat dikendalikan
dengan berbagai bentuk sediaan

menggunakan mekanisme mukoadhesif

(muchoadhesive ), mengapung ( floating ), sedimentasi (sedimentation ), ekspansi
(expansion ), dan sistem modifikasi bentuk atau dengan pemberian bahan tertentu,
yang menunda pengosongan lambung (Sharma dan Garg, 2003).
Untuk mempertahankan obat tetap berada di lambung sehingga dapat
meningkatkan waktu tinggal obat di lambung, maka dalam penelitian ini dibuat
sediaan dalam bentuk kapsul yang tahan atau tidak pecah dalam lambung. Kapsul
ini dibuat dengan menggunakan natrium alginat yang merupakan polisakarida

yang berasal dari rumput laut (alga coklat), yang tidak bersifat toksis (Draget, et
al., 2005).
Bangun, dkk. (2005), telah melakukan pengujian terhadap sifat-sifat
ketahanan cangkang kapsul alginat terhadap asam lambung dan sifat-sifat
pengembangannya dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Hasil penelitian ini
menunjukkan cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam medium
lambung buatan (pH 1,2), sehingga peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan

4
Universitas Sumatera Utara

cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating (mengapung) dari dispersi padat
aspirin.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk sediaan floating
dari dispersi padat aspirin yang dapat bertahan di lambung?
b. Apakah pencampuran Polivinilpirolidon (PVP) dengan aspirin dapat
terbentuk menjadi sediaan dispersi padat?

c. Apakah sediaan floating dari dispersi padat aspirin dapat memberikan
pelepasan obat yang optimal dalam medium pH 1,2?
d. Apakah sediaan dispersi padat aspirin dalam kapsul alginat dapat
mencegah efek iritasi aspirin pada lambung kelinci?
1.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian
adalah sebagai berikut:
a. Cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk sediaan floating dari
dispersi padat aspirin yang dapat bertahan di lambung.
b. Campuran Polivinilpirolidon (PVP) dengan aspirin dapat menjadi sediaan
dispersi padat.
c. Sediaan floating dari dispersi padat aspirin dapat memberikan pelepasan
obat yang optimal dalam medium pH 1,2.
d. Sediaan dispersi padat aspirin dalam kapsul alginat lebih aman dalam
mencegah efek iritasi aspirin pada lambung kelinci.
5
Universitas Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:

a. Meneliti pembuatan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating dari
dispersi padat aspirin yang dapat bertahan di lambung.
b. Meneliti karakteristik campuran Polivinilpirolidon (PVP) K30 dengan
aspirin dalam bentuk dispersi padat.
c. Meneliti pelepasan yang optimal dari sediaan floating dispersi padat
aspirin dalam medium pH 1,2.
d. Meneliti efek iritasi aspirin dari sediaan dispersi padat pada lambung
kelinci melalui pengujian secara in vivo
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai
pengembangan cangkang kapsul alginat dan pemanfaatan polivinilpirolidon
(PVP) K30 sebagai bahan matriks dalam dispersi padat. Sehingga dapat
digunakan sebagai masukan terhadap pemakaian cangkang kapsul alginat sebagai
sediaan floating dari dispersi padat yang dapat bertahan di lambung, sehingga
dapat menjadi salah satu bentuk penyampaian obat baru.

6
Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar
Latar Belakang

Penyelesaian

Variabel bebas

Variabel terikat

Parameter
- panjang
- diameter
- tebal
- berat
- warna
- volume

Spesifikasi
cangkang
kapsul

alginat

Kelarutan
yang rendah
dan sifat asam
dari aspirin
dapat
menyebabkan
iritasi tukak
lambung

Pembuatan
sediaan
floating dari
dispersi padat
aspirin yang
dapat
meningkatkan
kelarutan
aspirin dan

dapat
bertahan
dalam waktu
yang lama di
lambung

Pelepasan
aspirin dalam
medium asam
pH 1,2

Konsentrasi
PVP

% kumulatif

Makroskopik
dan
mikroskopik


Efek iritasi

X-Ray Diffraction
(XRD)

Struktur
kristal

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

7
Universitas Sumatera Utara