Pembuatan Sediaan Floating Dispersi Padat Klaritromisin dengan Menggunakan Cangkang Kapsul Alginat dan Pengujian Aktivitas Antibakterinya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Peptic Ulcer merupakan kerusakan lokal pada mukosa lambung atau

duodenum dengan kerusakan jaringan yang dalam pada dinding mukosa. Hal ini
dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (seperti: infeksi
Helicobacter pylori, NSAID dan asam lambung) dengan faktor pertahanan
lambung (seperti: mucin, bikarbonat dan prostaglandin) yang mengakibatkan
kerusakan pada mukosa lambung (Sunil, et al., 2012). Ketidakseimbangan kedua
faktor ini, yang mana faktor agresif lebih besar daripada faktor pertahanan
lambung akan mengikis lapisan mukosa hingga akhirnya membentuk ulkus.
Disamping itu masih banyak faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya Peptic Ulcer. Dalam berbagai kasus pasien Peptic Ulcer, ditemukan
infeksi kronis pada bagian ujung mukosa lambung dan bagian awal mukosa
duodenum akibat infeksi yang paling sering disebabkan oleh bakteri Helicobacter
pylori. Sekali infeksi ini dimulai, infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali
bila kuman dieradikasi dengan pengobatan antibakteri (Guyton dan Hall, 2012).
Di Indonesia sendiri, prevalensi infeksi H.pylori yang ditinjau pada lima

pulau besar pada januari 2014-februari 2015 sekitar 22,1%. Etnis Papua (42,9%),
Batak (40%), Bugis (36,7%) memiliki resiko infeksi H.pylori lebih tinggi dari
etnis Jawa (2,4%), Dayak (7,5%), dan China (13%) (Syam et.al., 2015).
Oleh karena hal tersebut, dibutuhkan terapi eradikasi H.pylori. Pengobatan
yang dilakukan harus efektif, dapat ditoleransi dengan baik, mudah dikombinasi,
dan murah. Senyawa tersebut juga harus mampu memperkecil kemungkinan
resistensi mikroba. Penggunaaan antibiotik tunggal, garam bismuth, atau obat
1

Universitas Sumatera Utara

ulkus lainnya tidak mampu mencapai tujuan ini, tetapi klaritromisin merupakan
antibiotik tunggal yang paling efektif dalam mencapai tujuan ini (Dipiro et.al.,
2005).
Klaritromisin merupakan antibiotik makrolida yang digunakan secara luas
dalam pengobatan ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Dosis yang
disarankan pada orang dewasa adalah 500 mg dua kali sehari. Obat akan efektif
ketika fluktuasi plasma diperkecil, sediaan dengan sistem pelepasan lambat
(sustained release) sangat dibutuhkan karena t1/2 klaritromisin yang pendek yaitu
sekitar 3-5 jam (Kumar et. al., 2012).

Sistem pelepasan lambat adalah sistem penyampaian obat yang pelepasan
obatnya diperlambat selama jangka waktu tertentu dan juga pelepasan obat
dikontrol di dalam tubuh. Oleh karena itu, sistem penyampaian obat ini berhasil
mempertahankan tingkat konsentrasi obat yang konstan pada jaringan target atau
sel (Lee, 1987).
Keuntungan sistem pelepasan lambat adalah mengurangi efek samping
secara lokal maupun sistemik yaitu pencegahan iritasi lambung, pemanfaatan obat
yang lebih baik yaitu mengakumulasi dosis kronis suatu obat, meningkatkan
efisiensi pengobatan,dan meningkatkan kepatuhan pasien dengan mengurangi
dosis pemakaian per hari (Isha, et al., 2012).
Sediaan konvensional oral sustained release klaritromisin mungkin tidak
berguna dalam terapi eradikasi klaritromisin karena organisme tersebut hidup
sangat dalam di mukosa lambung dan bioavailabilitas klaritromisin hanya sebesar
55%. Hal ini menyebabkan waktu tinggal klaritromisin dalam lambung harus
lama untuk memastikan efek lokalnya. Beberapa pengembangan yang dapat

2

Universitas Sumatera Utara


dilakukan adalah dengan penyampaian obat mengapung, sistem mengembang, dan
sistem penghantaran diperlambat lainnya (Neb et. al., 2009).
Sistem penghantaran obat tinggal di lambung adalah salah satu cara untuk
memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam lambung dengan maksud untuk
pemberiaan obat lokal pada saluran cerna bagian atas ataupun untuk efek sistemik.
Bentuk sediaan gastroretentif dapat bertahan di lambung untuk waktu yang lama
sehingga memperpanjang waktu retensi obat pada lambung (Nayak, et al., 2010).
Sistem penyampaian obat mengapung merupakan salah satu pendekatan
untuk mencapai retensi lambung sehingga diperoleh bioavailabilitas obat yang
dikehendaki. Sistem ini sesuai untuk obat yang memiliki rentang absorpsi yang
sempit di lambung dan juga memiliki daya densitas yang kecil sehingga memiliki
daya apung yang besar untuk dapat mengapung di atas cairan lambung tanpa
mempengaruhi tingkat kecepatan selama periode waktu yang lama. Sementara
sistem mengapung pada cairan lambung, obat dilepaskan secara perlahan-lahan
pada tingkat yang diinginkan dari sistem ini. Setelah pelepasan obat, sistem
residual ini dikosongkan dari lambung. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu
retensi lambung yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan konsentrasi obat
dalam plasma ( Dwivedi dan Kumar, 2011).
Sediaan floating dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk seperti
bentuk sediaan tablet ataupun kapsul. Sediaan floating dalam bentuk kapsul telah

diformulasi dan dievaluasi oleh Anggono (2015), dimana kapsul terbuat dari
natrium alginat 80-120 cP kemudian dilakukan uji pelepasan dispersi padat aspirin
melalui cangkang kapsul alginat tersebut di dalam medium lambung buatan pH
1,2 selama 12 jam. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan sistem
penghantaran obat gastroretentif yang bertarget secara spesifik pada lambung dan
3

Universitas Sumatera Utara

pelepasan obat secara terus menerus dan terkontrol jadi memberikan keuntungan
untuk meningkatkan efikasi dari obat. Hasil pengujian menunjukkan cangkang
kapsul alginat tetap utuh dalam medium lambung buatan (pH 1,2) selama 12 jam
dan memberikan pelepasan yang memenuhi persyaratan pelepasan terus-menerus.
Natrium Alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari
alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat
larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental (Belitz, et. al., 2009).
Bangun, dkk. (2005), telah melakukan pengujian terhadap sifat-sifat
ketahanan cangkang kapsul alginat terhadap asam lambung dan sifat-sifat
pengembangannya dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Ternyata cangkang
kapsul alginat tetap utuh dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Berdasarkan

penjelasan diatas, peneliti tertarik mengembangkan suatu sediaan floating
klaritromisin dalam bentuk kapsul menggunakan cangkang kapsul alginat untuk
meningkatkan efektifitas klaritromisin terhadap H.pylori penyebab tukak
lambung.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk pembuatan sediaan
floating dari klaritromisin yang dapat bertahan di lambung?
b. Apakah sediaan floating dari dispersi padat klaritromisin yang dibuat dapat
memberikan pelepasan klaritromisin yang sustained release dalam medium pH
1,2?

4

Universitas Sumatera Utara


c. Apakah sediaan floating dari dispersi padat klaritromisin yang dibuat
menggunakan cangkang kapsul alginat dapat memberikan efek antibakteri?

1.3

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian

adalah sebagai berikut:
a. Cangkang kapsul alginat dapat digunakan untuk pembuatan sediaan floating
dari klaritromisin yang dapat bertahan di lambung.
b. Sediaan floating dispersi padat klaritromisin yang dibuat menggunakan
cangkang kapsul alginat dapat memberikan pelepasan sustained realese.
c. Sediaan floating dispersi padat klaritromisin yang dibuat menggunakan
cangkang kapsul alginat dapat memberikan efek antibakterinya.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

a. Meneliti pembuatan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating dari
dispersi padat klaritromisin yang dapat bertahan di lambung.
b. Meneliti pelepasan dispersi padat klaritromisin dari sediaan floating yang
menggunakan cangkang kapsul alginat.
c. Meneliti efek antibakteri dari sediaan floating dispersi padat klaritromisin
menggunakan cangkang kapsul alginat.

1.5

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam pemakaian

cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating yang dapat bertahan di lambung,
5

Universitas Sumatera Utara

sehingga dapat menjadi salah satu bentuk penyampaian obat yang dapat

mengontol lamanya pelepasan obat sehingga lebih efektif.

1.6

Kerangka Pikir Penelitian
Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Latar belakang Penyelesaian Variabel bebas

Variabel terikat
Spesifikasi
cangkang
kapsul berisi
klaritromisin

Sediaan
konvensional
klaritromisin
memiliki waktu
tinggal yang

singkat di dalam
lambung
menjadi kendala
untuk
pengobatan
tukak lambung
yang disebabkan
oleh bakteri
H.Pylori

Pembuatan
sediaan
floating
klaritromisin
dengan
menggunakan
cangkang
kapsul alginat
80-120 cP
yang dapat

bertahan lama
di lambung

Parameter
- panjang
- diameter
- tebal
- berat
- warna
- volume
- kerapuhan

Floating time
Perbandinagn
antara
klaritromisin
dengan PVP K
30

Uji Floating

Floating lag time

Laju
pelepasan

% kumulatif

Kinetika
pelepasan

Orde reaksi

Aktivitas
antibakteri

Konsentrasi hambat
minimum

Daerah hambat

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

6

Universitas Sumatera Utara