Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang Dilakukan oleh Penyewa Menurut Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

(1)

BAB II

PENGATURAN HAK CIPTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

A. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual

Hak cipta merupakan salah satu bentuk hak kekayaan intelektual. Namun, hak cipta tidak sama dengan hak kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, indikasi geografis, dan perlindungan varietas tanaman. 20 Hak cipta memberikan perlindungan atas ciptaan-ciptaan dibidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain melakukannya.21

Hak kekayaan intelektual adalah hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasanya, yang termasuk dalam lingkup HKI segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia. Hal inilah yang membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.22

Hak kekayaan intelektual sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang

20

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. x. 21

Ibid.,

22

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Bandung :PT. Alumni, 2003), hlm. 2.


(2)

berlaku di Negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.

Masa itu, bidang HKI mendapat pengakuan baru 3 (tiga) bidang hak kekayaan intelektual, yaitu bidang hak cipta, merek dagang, dan industri, serta paten. Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang HKI adalah sebagai berikut:

1. Auterswet 1912 (Undang-undang Hak Pengarang 1912, UUHC; S. 1912-600) 2. Reglement Industriele eigendom kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik

Industrial Kolonial 1912; S. 1912-545 jo. S. 1913-214)

3. Octrooiwet 1910 (Undang-Undang Paten, 1910; S. 1910-33, yis. S. 1911-33,S.1922-54).

Secara hukum HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1 Hak cipta,

Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, antara lain:

a. Buku, pamphlet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

d. Lagu dan/atau musik dengan/atau tanpa teks.

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.


(3)

g. Karya seni terapan h. Karya arsitektur i. Peta

j. Karya seni batik, atau seni motif lain k. Karya fotografi

l. Potret

m. Karya sinematografi

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil tranformasi

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional

p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lainnya

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli

r. Permainan video dan s. Program komputer 2 Hak kekayaan industri

Adapun yang menjadi hak kekayaan industri antara lain: a. Paten

b. Merek atau merek dagang c. Desain industri

d. Desain tata letak sirkuit terpadu e. Rahasia dagang


(4)

f. Varietas tanaman

Sesuai dengan judul skripsi ini, maka yang akan dibahas lebih mendalam adalah mengenai hak cipta. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili didalam ciptaan tersebut.23

Hak Cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan Hukum HKI. Menurut Pasal 1 (1) UUHC, pengertian hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ciptaan adalah setiap hasil karya ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.24 Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekspresi dari hasil karya cipta tersebut, yang dalam hal ini tidak termasuk metode dan rumus-rumus ilmiah. Bentuk ekspresi hasil karya cipta diantaranya:25

1. Visual, misalnya gambar, sketsa, lukisan, 2. Suara, misalnya nyanyian, alat musik, 3. Tulisan, misalnya tesis, novel, puisi,

23

Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Op.Cit., hlm. 15. 24

Lihat ketentuan Pasal 1ayat 3 UUHC Nomor 24 Tahun 2014. 25


(5)

4. Gerakan, misalnya tarian, senam.

5. Tiga dimensi, misalnya patung, pahatan, ukiran, 6. Multimedia, misalnya film, animasi, program televisi.

Sementara itu, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya: 26

1. Disebut dalam ciptaan,

2. Dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, 3. Disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan

4. Tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta.

UUHC sudah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 yang telah diubah pada tahun 1987 (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987), tahun 1997 (Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997), tahun 2002 (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002), dan terakhir pada tahun 2014 ( Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014).

Hak cipta merupakan hak eklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, sebagai berikut:

1. Hak cipta sebagai hak eksklusif

Berdasarkan pengertian hak cipta menurut Pasal 1 UUHC, dapat diketahui bahwa hak cipta sebagai hak eksklusif melekat erat kepada pengelolanya atau pemegangnya yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak cipta kecuali

26


(6)

atas izin pemegangnya. Hal ini dilatarbelakangani oleh pemikiran, bahwa untuk menciptakan suatu ciptaan merupakan pekerjaan yang tidak mudah dilakukan. Menciptakan sesuatu ciptaan diawali dengan mencari inspirasi terlebih dahulu dan setelah mendapatkan inspirasi kemudian menggunakan sebuah pemikiran untuk dapat mewujudkan ciptaan.

Hak eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.27

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif.28 Dengan hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta, orang lain tidak boleh meniru ataupun menjiplak ciptaan tersebut secara sembarangan karena setiap ciptaan pasti memiliki pencipta. Jika hendak meniru suatu ciptaan hendaknya harus meminta izin terlebih dahulu dari pencipta tersebut.

Munculnya hak ekslusif setelah sebuah ciptaan diwujudkan dan sejak saat itu hak tersebut mulai dapat dilaksanakan. Dengan hak ekslusif seorang pencipta atau pemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya serta memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan perbuataan tersebut. Sebuah ciptaan yang telah diwujudkan bentuknya oleh seorang pencipta yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta dapat mengumumkan dengan cara seperti melakukan pameran atau pementasan sehingga diketahui oleh orang lain.29

27

Airlangga University Press, “Hak Cipta”, http://www.aup.unair.ac.id/hak-cipta/ (diakses tanggal 1 Oktober 2015).

28

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 5.

29


(7)

Disisi lain apabila pencipta mengetahui bahwa ciptaannya di tiru oleh orang lain bahkan diperdagangkan maka ia berhak untuk melarangnya dan menggugat orang tersebut ke Pengadilan Niaga. Selain itu pihak korban juga berhak melaporkan hal tersebut kepada petugas yang berwenang agar kasus pelanggaran hak cipta dapat diproses menurut ketentuan pidana.

2. Hak cipta sebagai hak ekonomi

Hak cipta tergolong ke dalam hak ekonomi yang merupakan hak khusus pada HKI. Adapun yang disebut dengan hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas HKI. Dikatakan sebagai hak ekonomi karena HKI termasuk sebuah benda yang dapat dinilai dengan uang.

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi terhadap ciptaannya untuk melakukan hal-hal yang mencakup:30

a. Penerbitan ciptaan,

b. penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, c. penerjemahan ciptaan,

d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, e. pendistribusian ciptaan atau salinannya,

f. pertunjukan ciptaan, g. pengumuman ciptaan,

h. pengomunikasian ciptaan, dan i. penyewaan ciptaan.

30


(8)

Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif sebagaimana yang telah dituliskan di atas. Dimana seorang pencipta ataupun pemegang hak cipta dapat melakukan kegiatan memperbanyak hasil ciptaannya dan selanjutnya diperjualbelikan dipasaran, maka dari hasil penjualan tersebut ia memperoleh keuntungan materi.

Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara itu, setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melaksanakan hak ekonomi dari suatu ciptaan, dilarang melakukan penggandaan atau penggunaan ciptaan tersebut secara komersial. 31

Setiap ciptaan dalam daftar umum ciptaan memiliki masa berlaku atas perlindungan hak cipta. Berikut adalah uraian masa berlaku hak ekonomi atas perlindungan hak cipta.

Masa berlaku hak ekonomi tergantung kepada jenis ciptaannya. Jenis ciptaan tersebut dimasukkan kedalam lima kelompok, yaitu:32

1. Kelompok I

Jenis ciptaan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah a. buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis lainnya, b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya,

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan,

d. lagu atau alat musik dengan atau tanpa teks,

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,

31

Ibid., hlm. 4. 32


(9)

f. karya seni rupa dalam segala bentuk, seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase,

g. karya arsitektur, h. peta, dan

i. karya seni batik atau seni lainnya.

Masa berlaku kelompok I ini adalah

a. Selama hidup pencipta ditambah tujuh puluh tahun, setelah pencipta meninggal dunia terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. b. Apabila ciptaan tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, perlindungan

hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir tambah tujuh puluh tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang badan hukum, masa berlakunya selama lima puluh tahun, sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

2. Kelompok II

Jenis ciptaan yang termasuk ke dalam kelompok II adalah a. karya fotografi,

b. potret,

c. karya sinematografi, d. permainan video, e. program computer, f. perwajahan karya tulis,


(10)

g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi,

h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional,

i. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lainnya,

j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selam kompilasi tersebut merupakan karya yang asli

Masa berlaku kelompok II adalah

a. Selama 50 tahun, sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

b. Perlindungan hak cipta atas ciptaan berupa karya seni terapan berlaku 25 tahun, sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

3. Kelompok III

Jenis ciptaan yang termasuk ke kelompok III adalah semua ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara.

Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah tanpa batas waktu. 4. Kelompok IV

Jenis ciptaan yang termasuk kelompok IV adalah semua ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, yang dipegang oleh negara.

Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman.

5. Kelompok V

Jenis ciptaan yang termasuk kelompok V adalah semua ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman.


(11)

Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan penguman.

3. Hak cipta sebagai hak moral

Hak cipta tidak dapat lepas dari masalah moral, karena di dalam hak cipta itu melekat hak moral selama perlindungan hak cipta masih ada. Masalah moral muncul dikarenakan sudah sepantasnya setiap orang mempunyai keharusan untuk menghormati atau menghargai karya cipta orang lain. Setiap orang tidak boleh secara sembarangan mengambil ataupun mengubah karya ciptaan orang lain menjadi atas namanya sendiri.

Hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri pencipta untuk:33

a. tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum,

b. menggunakan nama alias atau samarannya,

c. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat, d. mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan

e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hak yang bersifat merugikan reputasinya.

Sebagaimana yang tercantum dalam UUHC yang terbaru disebutkan bahwa ada beberapa hak moral yang melekat secara abadi pada diri pencipta yaitu:

a. Hak moral sebagaimana dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

33


(12)

1) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum, 2) menggunakan nama aliasnya atau samarannya,

3) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat, 4) mengubah judul dan anak judul ciptaan,

5) mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, multilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

b. Hak moral sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 (1) tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.

c. Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

Hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaannya dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah pencipta meninggal dunia. Oleh karena itu, untuk melindungi hak moral, pencipta dapat memiliki hal-hal yang dilarang untuk dihilangkan, diubah, atau dirusak, yaitu:34

34


(13)

a. Informasi manajemen hak cipta, meliputi informasi tentang metode atau system yang dapat mengidentifikasi orisinalitas substansi ciptaan dan penciptanya, serta kode informasi dan kode akses,

b. Informasi elektronik hak cipta, meliputi informasi tentang suatu ciptaan yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan pengumuman ciptaan, nama pencipta dan nama samarannya, pencipta sebagai pemegang hak cipta, masa dan penggunaan kondisi ciptaan, nomor dan kode informasi.

Kepemilikanan atas hak cipta dapat dipindahkan kepada pihak lain tetapi hak moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki sang pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya.35

Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum, menggunakan nama alias atau samarannya, serta mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan reputasinya. Sementara itu, hak moral pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat serta mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.36

35

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 74.

36


(14)

B. Ciptaan yang Dilindungi dalam Hukum Hak Cipta di Indonesia

Menurut L.J Taylor dalam bukunya Copyright For Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide. Jadi, bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.37

Ciptaan yang dilindungi sebagaimana yang dimuat dalam UUHC meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang terdiri atas:38

1. Buku, pamphlet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. 4. Lagu dan/atau musik dengan/atau tanpa teks.

5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.

6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.

7. Karya seni terapan. 8. Karya arsitektur. 9. Peta.

10.Karya seni batik, atau seni motif lain. 11.Karya fotografi.

12.Potret.

13.Karya sinematografi.

37

Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 121. 38


(15)

14.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil tranformasi.

15.Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional.

16.Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lainnya.

17.Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli.

18.Permainan video dan 19.Program computer.

Namun, selain ciptaan yang dilindungi diatas terdapat pula hasil karya yang tidak dilindungi oleh hak cipta, yakni: 39

1. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata

2. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan, atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan

3. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. Pasal 42 UUHC menjelaskan bahwa tidak ada hak cipta atas hasil karya berupa:

Hasil rapat terbuka lembaga negara 1. Peraturan perundang-undangan

2. Pidato ketatanegaraan atau pidato pejabat pemerintah

39


(16)

3. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan 4. Kitab suci atau simbol keagamaan.

C. Pencatatan Hak Cipta

Kebutuhan masyarakat akan eksistensi dan pengembangan produk, pelatihan, kerja sama, dan kelembagaan perlu dipenuhi supaya mereka tetap dapat berjuang mengembangkan usahanya jangan sampai usahanya hancur karena mengejar perolehan HKI yang memakan waktu panjang dan memakan biaya yang mahal. 40 Oleh karenanya, Pemerintah menetapkan tahap-tahap yang harus dilakukan ketika ingin mencatatkan ciptaan. Meskipun UUHC tidak mewajibkan suatu ciptaan untuk dicatatkan, undang-undang mengatur secara khusus ketentuan mengenai pencatatan ciptaan yakni dalam Pasal 66 sampai Pasal 73 UUHC. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:41

1. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya kepada menteri.

2. Permohonan tersebut dapat dilakukan secara elektronik maupun non elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya, serta melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait.

3. Membayar biaya sesuai dengan yang sudah ditentukan.

4. Bagi permohonan yang diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.

40

Endang Purwaningsih, Op.Cit., hlm. 126. 41

Lihat ketentuan Pasal 66 - Pasal 73 UUHC Nomor 28 Tahun 2014.


(17)

5. Apabila pemohon berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai kuasa.

6. Selanjutnya menteri akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ciptaan atau produk hak terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.

7. Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang memenuhi persyaratan.

Simbol hak cipta -©- biasanya digunakan untuk mengidentifikasi pemegang hak cipta dan mengingatkan masyarakat bahwa karya tersebut memperoleh perlindungan hak cipta. Pemegang hak cipta dapat mencantumkan tanda ini pada karya cipta mereka walaupun sama sekali tidak ada kewajiban mengenai hal ini.

Orang yang melakukan pencatatan hak cipta untuk pertama kalinya tidak berarti sebagai pemilik hak yang sah karena bilamana ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa itu adalah haknya maka, kekuatan hukum dari suatu pencatatkan ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Untuk itu pemegang hak cipta dapat mengajukan gugatan ganti rugi, meminta penyitaan, menyerahkan seluruhnya atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari pelanggaran hak cipta,


(18)

menghentikan kegiatan pengumuman, perbanyakan, pengedaran, dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.42

Mariam Darus mengatakan bahwa pencatatan itu tidak hanya semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda untuk umum terjadi pada saat pencatatan itu dilakukan. Selama pencatatan belum terjadi, hak hanya mempunyai arti terhadap para pihak pribadi dan umum dianggap belum “mengetahui” perubahan status hukum atas hak yang dimaksudkan. Pengakuan dari masyarakat baru terjadi pada saat hak tersebut (milik) didaftarkan. 43

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh pencatatan dimaksudkan untuk membantu membuktikan kepemilikan. Adalah bijak mencatatkan ciptaan bernilai komersial atau penting dalam situasi tertentu karena sering kali muncul kesulitan untuk membuktikan kepemilikan di pengadilan. Ketidakmampuan untuk membuktikan kepemilikan secara meyakinkan sangat menetukan dalam kasus-kasus hak cipta di Indonesia.44

Adapun prosedur pencatatan hak cipta adalah sebagai berikut: 1. Mengisi formulir pencatatan

Permohonan pencatatan ciptaan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM RI dengan cara mengisi formulir yang disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 2 (dua). Proses pencatatan juga dapat dilakukan dengan cara elektronik melalui situs e-hakcipta.dgip.go.id. Untuk pertama kali, pencatatan hak cipta secara elektronik hanya dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah

42

OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 91.

43

Ibid., hlm. 92.

44

Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung : Alumni, 2006), hlm. 108.


(19)

Kementrian hukum dan HAM, Konsultan HKI, Rektor Perguruan Tinggi, dan Ketua Sentra HKI yang telah terdaftar dan memiliki password.

Adapun, formulir pencatatan tersebut berisi:45 a. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta;

b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; c. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan yang dibuat rangkap tiga.

Formulir pencatatan dibubuhi materai 6000 (pada lembar pertama) dan ditanda tangani oleh pemohon atau kuasa yang khusus dikuasakan.

2. Melampirkan contoh ciptaan dan uraian atas ciptaan yang dimohonkan. Pemohon wajib melampirkan contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Buku dan karya tulis lainnya : 2 (dua) buah yang telah dijilid dengan edisi terbaik. Apabila buku tersebut berisi foto seseorang harus disertai surat pernyataan tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya. b. Program komputer: 2 (dua) buah disket disertai buku petunjuk

pengoperasian dari program computer tersebut.

c. CD/VCD/DVD: 2 (dua) buah disertai dengan uraian ciptaannya. d. Alat peraga: 1 (satu) buah disertai dengan buku petunjuk.

e. Drama: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;

f. Tari (koreografi): 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.

45


(20)

g. Pewayangan: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya; pantomime: 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.

h. Karya pertujukan: 2 (dua) buah rekamannya. i. Karya siaran: 2 (buah) rekamannya.

j. Seni Lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo, dan gambar: masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

k. Seni ukir, seni pahat, seni patung, seni kerajinan tangan, dan kolase: masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

l. Arsitektur : 1 (satu) buah gambar arsitektur. m.Peta : 1 (satu) buah.

n. Fotografi : 10 (sepuluh) lembar; sinematografi: 2 (dua) buah rekamannya. o. Terjemahan : 2 (dua) buah naskah yang disertai izin dari pemegang hak

cipta.

p. Tafsir, saduran, dan bunga rampai: 2 (dua) buah naskah.

3. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta atau pemegang hak cipta.

Pemohon wajib melampirkan foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti tertulis yang menerangkan tentang kewarganegaraan.

4. Melampirkan bukti badan hukum bila pemohon adalah badan hukum.

Apabila pemohon adalah suatu badan hukum, pada surat permohonannya harus dilampirkan salinan resmi akta pendirian badan hukum tersebut atau foto kopinya yang dilegalisasi notaris.

5. Melampirkan surat kuasa bila melalui kuasa.

Apabila permohonan diajukan dan ditanda tangani melalui seorang kuasa, surat pemohonan tersebut harus dilampirkan surat kuasa. Kuasa tersebut harus


(21)

warga Negara Republik Indonesia dan bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia, sehingga pada permohonan pendaftaran tersebut harus melampirkan bukti yang menerangkan tentang kewarganegaraan kuasanya. 6. Membayar biaya permohonan.

Biaya permohonan yang dibebankan dalam pendaftaran dan biaya administratif lainnya perihal hak cipta merupakan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang penerimaan negara bukan pajak.

D. Pengalihan Hak Cipta

Hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud. hak cipta juga dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia serta dapat beralih atau dialihkan. Pengalihan hak cipta baik seluruh maupun sebagian, terjadi karena:

1. Pewarisan

Ketika seseorang meninggal dunia maka terutama warisan menjadi terbuka dan mulai saat itu terjadi peralihan harta kekayaan pewaris. Warisan merupakan salah satu bentuk pengalihan harta kekayaan karna dengan meninggalnya seseorang berakibat harta kekayaannya beralih kepada ahli warisnya.

Prinsipnya setiap orang dapat dipastikan mempunyai keluarga dan mempunyai harta kekayaan walaupun misalnya nilai hartanya tidak seberapa. Di samping itu ada kalanya dimana selam hidupnya pewaris memiliki hutang. Utang yang ditinggalkan pewaris merupakan kekayaannya, karna yang disebut harta


(22)

kekayaan itu meliputi aktiva dan pasiva yang berupa hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. 46

Pengalihan hak cipta yang terjadi karena pewarisan berlaku prinsip-perinsip hukum waris dimana ahli waris yang berhak untuk mewarisi kekayaan si pewaris adalah golongan pertama yakni anak dari si pewaris dan apa bila tidak ada barulah diberikan kepada golongan berikutnya. Jika ahli warisnya lebih dari satu orang tidak menjadi masalah dalam menerima warisan karna hak cipta dapat dimiliki secara bersama-sama.47

2. Hibah

Hibah merupakan sebuah perjanjian yang didasarkan atas kesepakatan. Meskipun berupa perjanjian namun hibah bukan sebagai perjanjian timbal-balik hak dan kewajiban para pihak melainkan perjanjian yang sepihak. Hibah adalah perjanjian penyerahan barang yang dibuat oleh penghibah kepada penerima hibah dan yang mempunyai janji hanyalah penghibah saja. Hibah yang telah diperjanjikan, apalagi yang telah dilaksanakan penyerahan barang yang dihibahkan, maka objek hibah tidak dapat ditarik kembali oleh penghibah. Walaupun perbuatan menghibahkan barang itu merupakan hak seseorang. 48

Pengalihan hak cipta dengan cara hibah dilakukan dengan cara pemegang hak cipta membuat akta hibah dihadapan seorang notaris. Apabila tidak paham caranya maka pemegang hak cipta mengutarakan niatnya kepada notaris yang nantinya langsung dibuatkan aktanya sehingga yang bersangkutan tinggal menandatangani akta bersama notaris dan para saksi yang biasanya pegawai notaris. Dengan dasar akta hibah tersebut penerima hibah sah sebagai pemegang

46

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 30. 47

Ibid., hlm. 30. 48


(23)

hak cipta atas suatu ciptaan yang pada akhirnya berhak menjalankan hak eksklusifnya. 49

3. Wakaf

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ata menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.50 Hak cipta dianggap sebagai benda yang bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan maupun sebagian. Hak cipta termasuk dalam kategori benda bergerak yang merupakan harta benda yang tidak habis karena dikonsumsi oleh karena itu hak cipta dapat diwakafkan.

4. Wasiat

Harta kekayaan pewaris yang meninggal dunia menurut undang-undang adalah milik ahli warisnya, namun demikian ada pengecualian apabila si pewaris membuat surat wasiat. Menurut Pasal 875 KUH Perdata surat wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya untuk di kemudian hari setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Pernyataan tersebut dapat dicabut kembali oleh pewaris sebelum ia meninggal dunia.51

Surat wasiat harus dibuat oleh pewaris dalam keadaan bebas artinya tidak ada paksaan untuk membuat surat tersebut. Di samping itu, dalam pembuatannya harus dengan itikad baik tidak didasarkan adanya penipuan atau akal licik.

49

Ibid., hlm. 33. 50

Lihat ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004. 51


(24)

Apabila tidak demikian menurut Pasal 893KUH perdata maka surat wasiat tersebut batal demi hukum.52

Pewaris yang telah meninggal dunia harus menyebutkan objek dari hak cipta tersebut baik itu ciptaan di bidang ilmu, seni, atau kebudayaan serta menjelaskan bentuknya. Apabila ciptaan pewaris telah didaftarkan di Dirjen HKI perlu disebutkan tanggal penerimaan pendaftaran ciptaan maupun nomor pendaftaran ciptaan yang telah terdaftar di daftar umum ciptaan.

Apabila penerima wasiat menolak wasiat maka surat wasiat tidak dapat dilaksanakan sehinga hak cipta yang merupakan harta peninggalan pewaris kembali kepada ahli waris yang berhak menerimanya.53

5. Perjanjian tertulis

Bentuk perjanjian tertulis tidak dijelaskan di dalam UUHC tetapi dapat dipahami bahwa perjanjian tertulis yang dimaksud adalah perjanjian yang bertimbal balik di mana kedua belah pihak yang melakukan perjanjian mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang saling bertimbal balik antara yang satu dengan yang lainnya. Bentuk perjanjian ini antara lain dapat berupa perjanjian jual beli atau perjanjian tukar menukar. Pemegang hak cipta dapat menjual hak ciptanya kepada orang lain, atau menukarkan hak ciptanya dengan barang yang lain.54

Pengalihan hak cipta yang dibuat secara perjanjian tertulis bertujuan untuk kepentingan pembuktian bahwa telah terjadi peralihan hak dari pemegang hak cipta kepada orang lain. Pada dasarnya perjanjian tertulis ini dibuat untuk kepentingan dikemudian hari apabila ada masalah atau sengketa dengan

52

Ibid., hlm. 33. 53

Ibid., hlm. 35. 54


(25)

menunjukkan surat perjanjiannya akan lebih mudah membuktikan peristiwa yang telah terjadi.55

6. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan antara lain, pengalihan hak cipta yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, merger, akuisisi,atau pembubaran perusahaan atau badan badan hukum dimana terjadi penggabungan atau pemisahan asset perusahaan.56

Hak ekonomi suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau pemegang hak cipta, selama seluruh hak ekonomi tersebut tidak dialihkan kepada penerima pengalihan hak atas ciptaan. Hak ekonomi yang dialihkan pencipta atau pemegang hak cipta untuk seluruh atau sebahagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang sama. 57

Sebagai hak milik kebendaan hak cipta dapat beralih ataupun dialihkan baik status maupun penguasaannya, kepada orang lain. Pencipta atau pemegang hak cipta dapat mengalihkan hak cipta baik untuk seluruh hak yang melekat maupun sebagian dari hak itu kepada orang lain.

Pengalihan kepemilikan hak cipta sering kali lebih didasari oleh kebutuhan praktis. Misalnya, karena pencipta tidak dalam posisi yang memungkinkan atau tidak memiliki kemampuan untuk mengekploitasi sendiri ciptaannya. Seorang penulis novel akan merasa lebih baik bila menyerahkan hak ciptaannya kepada penerbit untuk melaksanakan pencetakan dan mengedarkan buku-bukunya. Demikian pula pencipta lagu yang akan dapat lebih berkonsentrasi pada aktivitas

55

Ibid., hlm. 38. 56

Lihat penjelasan Pasal 16 ayat 2 huruf f UUHC Nomor 24 Tahun 2014

57


(26)

kreatifnya ketimbang harus mengurus sendiri urusan-urusan teknis seperti penyewaan studio rekaman, pemilihan penyanyi, musisi, hingga proses perekaman, dan penggandaan serta pendistribusiannya yang memerlukan networking sampai ke tingkat pengecer hingga konsumen.58

Pengalihan hak atas pencatatan ciptaan dan produk hak terkait juga dapat beralih apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Pengalihan hak atas pencatatan ciptaan dan produk hak terkait dapat dilakukan jika seluruh hak cipta atas ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada penerima hak.

2. Pengalihan Hak dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau penerima hak kepada menteri.

3. Pengalihak hak cipta dicatat dalam daftar umum ciptaan dengan dikenai biaya.59

Patut dicatat bahwa pengalihan hak cipta dapat pula dinyatakan tidak berlaku oleh pengadilan bila pelaksanaannya bertentangan dengan kebijakan di bidang perekonomian. Undang-undang hak cipta memiliki norma seperti itu yang dibakukan dalam pengaturan mengenai lisensi. Intinya berupa larangan bagi perjanjian lisensi untuk memuat ketentuan-ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia, atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Kenyataannya bentuk-bentuk tindakan seperti itu sangat beragam. Diantaranya, perjanjian pengalihan hak cipta dikalangan musisi atau pencipta lagu dengan industri rekaman. Meski tidak banyak contoh ini pernah terjadi. Ketika itu,

58

Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral (Yogyakarta: PT. Rajawali Pers, 2011), hlm. 98.

59


(27)

seorang pencipta lagu dan sekaligus penyanyi dikontrak oleh perusahaan rekaman untuk lima album. Dalam perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan rekaman dapat menghentikan kontrak itu setiap saat dengan pemberitahuan sebulan sebelumnya. Sekilas perjanjian itu terasa menjamin prospek kehidupan pencipta lagu itu. Tetapi pada kenyataannya perjanjian itu lebih menuntut komitmen total dari pencipta lagu kepada produser rekaman tanpa ada jaminan karya-karyanya akan diadakan pasaran. Perselisiahan akan timbul karena prosedur rekaman sering kali harus menunggu waktu yang dianggap tepat untuk mengedarkan hasil karya rekamannya pertimbangan yang murni bisnis seperti itu sering kali menjadi berlarut-larut dan cenderung merugikan kepentingan pencipta lagu.60

E. Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia

1. Perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya yang dilindungi hak cipta, yang melanggar hak ekslusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk mereproduksi, mendistribusikan, menampilkan, atau memamerkan, atau membuat karya turunan tanpa seizin pemegang hak cipta.61

Pelanggaran terjadi jika ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta tidak dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka.62

60

Henry Soelistyo, Op.Cit., hlm 100. 61

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 34 62


(28)

Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak. Pengadilan akan menentukan apakah suatu bagian yang ditiru merupakan bagian substansial dengan meneliti apakah bagian yang digunakan itu penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Bagian ini tidak harus dalam jumlah atau bentuk besaran (kuantitas) untuk menjadi bagian substansial. Substansial disini simaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besaran. Jadi, yang dipakai sebagai ukuran adalah ukuran kualitatif bukan ukuran kuantitatif.63

Pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak, atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain, tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, atau yang dilarang undang, atau melanggar perjanjian. Dilarang undang artinya undang-undang tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan karena:64

a. Merugikan pencipta/pemegang hak cipta, misalnya memfotocopy sebagian ciptaan orang lain kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat; atau b. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang

bertentangan degan kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan keamanan; atau

c. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno.

Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat seseorang:65

63

Ibid., hlm.123

64

Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 220.

65


(29)

a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta;

b. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta;

c. Mengimpor barang-barang ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan;

d. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.

Pencipta, pemegang hak cipta atau pengelola hak terkait yang mengalami kerugian hak ekonomi atas pelanggaran hak cipta berhak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga dan memperoleh ganti rugi. Gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaran ceramah, pertemuan ilmiah, atau pameran karya yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta. Ganti rugi tersebut harus dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 66

Berdasarkan ketentuan Pasal 113 UUHC dapat disimpulkan bahwa terdapat dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual

66


(30)

kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.

Demi menyeimbangkan hak-hak pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi, UUHC diberbagai negara mengizinkan penggunaan ciptaan-ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta atau pemegang hak cipta. Menurut Pasal 43 perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta meliputi:

a. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;

b. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang undangan, pernyataan pada ciptaan tersebut dilakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan;67

c. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau

d. Pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut

67


(31)

menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebaranluasan tersebut.

e. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden, wakil presiden, mantan wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya didalam Pasal 44 UUHC juga dijelaskan beberapa perbuatan yang juga tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, yaitu:68

a. Penggunaan, pengambilan, penggadaan, dan/atau perubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelangaran hak cipta jika sumbernya dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

1) Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingn yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;

2) Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif dan peradilan;

3) Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

4) Pertujukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.

68


(32)

b. Fasiltas akses atas suatu ciptaan untuk menyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial

c. Dalam hal ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 (1) tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas akses terhadap ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta

Pengajuan tuntutan hak cipta dapat dilakukan secara pidana, menurut UUHC yang baru terdapat beberapa bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian ciptaan atau salinanya, pertunjukan ciptaan, pengumuman, komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan tanpa izin dari pencipta/pemegang hak cipta. Hal-hal tersebut dilarang undang-undang artinya undang-undang hak


(33)

cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal yakni:69

1. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;

2. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual vdeo compact disc (VCD) porno.

Pembajakan terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah salah satu bentuk dari tindak pidana hak cipta yang dilarang dalam UUHC. Pekerjaannya liar, tersembunyi, dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh petugas penegak hukum dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari penangkapan pihak kepolisian. Para pembajak tidak akan mungkin menunaikan kewajiban hukum untuk membayar pajak kepada negara sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Pembajakan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan iptek di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (ilegal) oleh mereka yang ingin mencari keuntungan dengan jalan cepat dan mudah.

Menurut ketentuan Pasal 113 UUHC yang baru dapat disimpukan bahwa terdapat 3 (tiga) kelompok bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang (wet delict) yakni:

1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin

69

Singgih Wigati, “Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta”.

http://capaimimpimu.blogspot.com/2011/11/bentuk-bentuk-pelanggaran-hak-cipta.html (diakses pada tanggal 10 Juli 2015).


(34)

untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum; 2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan; 3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk

kepentingan komersial suatu program komputer.

Merujuk pada ketentuan Pasal 113 tersebut, ada dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.

F. Sengketa Hak Cipta di Indonesia 1. Sengketa hak cipta di Indonesia.

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.


(35)

Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekpresi dari hasil karya cipta tersebut. 70

Di Indonesia sering sekali terjadi kasus sengketa hak cipta, seperti yang terjadi baru-baru ini yaitu kasus antara koreografer Roy Yulius Tobing dengan artis yang bernama Minati Atmanegara. Kasus ini bermula ketika Roy Tobing melaporkan Minati ke Polda Metro Jaya tersangkut kasus pelanggaran hak cipta. Penyebabnya adalah karena Roy merasa Minati memakai gerakan yang ia ciptakan dan lantas dicatatkan sebagai hak ciptanya.

Roy merupakan seorang koreografer yang menciptakan body language exercises, salah satu bentuk senam. Roy mulai merintis senam ini di Indonesia dari tahun 1981, sedangkan Minati menggunakan gerakan tersebut sebelum tahun 1994. 71

Roy mengaku bahwa Minati mengambil salah satu instrukturnya (pria) dan baru mencatatkan hak cipta body performnya pada tahun 2014 lalu dengan sinematografi72. Sedangkan Roy menciptakan dengan sebuah diktat manual dengan sebuah judul karya tulis dan foto cara gerak.

Minati Atmanegara sendiri menanggap hal ini dengan santai. Ia menyatakan bahwa gerakan senam itu adalah hal yang umum sehingga setiap orang dapat menggunakannya termasuk dirinya. Laporan yang dilakukan oleh Roy Tobing sejak pada November 2014 silam ini ternyata sempat ingin

70

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 7. 71

Kapan Lagi.com, “Ini kronologi maestro senam laporkan hak cipta gerakan Minati”

http://www.merdeka.com/artis/ini-kronologi-maestro-senam-laporkan-hak-cipta-gerakan-minati.html (diakses tanggal 6 Oktober 2015).

72

Sinematografi adalah ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving image), antara lain film documenter, film iklan, reportase, atau film cerita yang dibuat dengan scenario, dan film kartun. Lihat penjelasan Pasal 40 huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.


(36)

diselesaikan secara kekeluargaan oleh Minati Atmanegara tetapi tidak berhasil karena pada bulan Agustus lalu, ia mendapatkan surat penetapan dirinya sebagai tersangka. Selain itu Minati juga mengaku bahwa ia mempunyai bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ia mempunyai surat dari HKI yang menyatakan senamnya dengan senam Roy berbeda.73

Kini Minarti ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 112, Pasal 113 dan Pasal 116 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang hak cipta dengan ancaman empat tahun hukuman penjara. Roy berharap agar kasus ini bisa memberikan efek jera kepada Minarti. Apalagi Minarti meraup banyak keuntungan karena menggunakan gerakan ini juga di sanggar senamnya.

Pencipta adalah orang yang namanya disebut dalam ciptaan, yang namanya dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, yang namanya disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai ciptaan.74 Merujuk pada pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus diatas dapat diselesaikan dengan memeriksa daftar pencatatan ciptaan, melalui cara tersebut dapat ditentukan siapa pemegang hak ciptanya dengan melihat siapa yang melakukan pencatatan hak cipta terlebih dahulu.

2. Sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran hak cipta.

Setiap orang yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta dikenakan sanksi. Berikut sanksi pidana atas pelanggaran hak ekslusif

73ScreenSay, “Minati Atmanegara Jadi Tersangka Kasus Pelanggaran Hak Cipta”

http://screensay.com/article/2196/minati-atmanegara-jadi-tersangka-kasus-pelanggaran-hak-cipta (diakses tanggal 6 Oktober 2015).

74


(37)

terhadap perlindungan hak cipta berdasarkan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta.

Sanksi yang diberikan kepada orang yang melakukan pelanggaran hak cipta tergantung kepada jenis pelanggaran yang ia lakukan. Jenis pelanggaran dibagi atas beberapa bagian yaitu:75

a. Pelanggaran terhadap informasi manajemen hak cipta (Pasal 7 (3) dan/atau Pasal 52) untuk penggunaan secara komersial.

Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah menghilangkan, mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam dua tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

b. Pelanggaran terhadap hak ekonomi Pencipta (Pasal 9).

1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, untuk penggunaan secara komersial.

Pelaku diancam satu tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penerjemahan ciptaan

b) Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan c) Pertunjukan ciptaan , dan

75


(38)

d) Komunikasi ciptaan.

Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

3) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penerbitan ciptaan,

b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan d) Pengumuman ciptaan

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

4) Penggunaan secara komersial yang dilakukan dalam bentuk: a) Penerbitan ciptaan,

b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan d) Pengumuman ciptaan.

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Pelanggaran terhadap pengelola tempat perdagangan (Pasal 10).

Kegiatan yang termasuk dalam bagian ini adalah membiarkan penjualan atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta ditempat perdagangan yang dikelolanya. Pelaku dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).


(39)

d. Pelanggaran terhadap hak ekonomi atas potret (Pasal 12) untuk penggunaan komersial.

Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penggunaan secara komersial atas penggandaan, pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas potret untuk kepentingan periklanan, baik media elektronik maupun non elektronik, tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Pelaku dikenakan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

e. Pelanggaran terhadap hak ekonomi pelaku pertunjukan (Pasal 23) untuk penggunaaan komersial.

1) Kegiataan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaaan atas fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik tanpa izin pelaku pertunjukan, untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Tanpa izin pelaku pertunjukan untuk penggunaan secara komersial, dalam hal :

a) Penyiaran atau komunikasi atas pertunjukkan pelaku pertunjukkan,

b) Fiksasi dari pertunjukan yang belum difiksasi, dan

c) Penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik. Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)


(40)

3) Tanpa hak atau seizin pelaku pertunjukkan untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun, dan

b) Pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya.

Pelaku diancam empat tahun penjara dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

4) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun, serta pendistribusian atas fiksasi pertunjukkan atau salinannya.

Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

f. Pelanggaran terhadap hak ekonomi produser fonogram (Pasal 24) untuk penggunaan komersial.

1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan kepada publik atas salinan fonogram dengan sengaja dan tanpa izin produser fonogram untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Dengan sengaja atau tanpa izin produser fonogram untuk penggunaan secara komersial, dalam hal ini:

a) penggunaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun, b) pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan

c) penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa table yang dapat diakses publik.


(41)

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

3) Penggandaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun, pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik. Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

g. Pelanggaran terhadap hak ekonomi lembaga penyiaran (Pasal 25) untuk penggunaan komersial.

1) Dengan sengaja dan tanpa izin lembaga penyiaran untuk penggunaan secara komersial, yang termasuk dalam hal ini antara lain penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan penggandaan fiksasi siaran. Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

2) Penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, penggandaan fiksasi siaran dalam bentuk kegiatan pembajakan, pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- ( empat milyar rupiah.

h. Pelanggaran terhadap izin operasional lembaga manajemen kolektif Pasal 88 (3) dalam hal ini kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah lembaga managemen kolektif tidak memiliki izin operasional dari menteri dan melakukan kegiatan penarikan royalty. Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).


(1)

diselesaikan secara kekeluargaan oleh Minati Atmanegara tetapi tidak berhasil karena pada bulan Agustus lalu, ia mendapatkan surat penetapan dirinya sebagai tersangka. Selain itu Minati juga mengaku bahwa ia mempunyai bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ia mempunyai surat dari HKI yang menyatakan senamnya dengan senam Roy berbeda.73

Kini Minarti ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 112, Pasal 113 dan Pasal 116 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang hak cipta dengan ancaman empat tahun hukuman penjara. Roy berharap agar kasus ini bisa memberikan efek jera kepada Minarti. Apalagi Minarti meraup banyak keuntungan karena menggunakan gerakan ini juga di sanggar senamnya.

Pencipta adalah orang yang namanya disebut dalam ciptaan, yang namanya dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, yang namanya disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai ciptaan.74 Merujuk pada pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus diatas dapat diselesaikan dengan memeriksa daftar pencatatan ciptaan, melalui cara tersebut dapat ditentukan siapa pemegang hak ciptanya dengan melihat siapa yang melakukan pencatatan hak cipta terlebih dahulu.

2. Sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran hak cipta.

Setiap orang yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap perlindungan hak cipta dikenakan sanksi. Berikut sanksi pidana atas pelanggaran hak ekslusif

73ScreenSay, “Minati Atmanegara Jadi Tersangka Kasus Pelanggaran Hak Cipta” http://screensay.com/article/2196/minati-atmanegara-jadi-tersangka-kasus-pelanggaran-hak-cipta (diakses tanggal 6 Oktober 2015).

74


(2)

terhadap perlindungan hak cipta berdasarkan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta.

Sanksi yang diberikan kepada orang yang melakukan pelanggaran hak cipta tergantung kepada jenis pelanggaran yang ia lakukan. Jenis pelanggaran dibagi atas beberapa bagian yaitu:75

a. Pelanggaran terhadap informasi manajemen hak cipta (Pasal 7 (3) dan/atau Pasal 52) untuk penggunaan secara komersial.

Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah menghilangkan, mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam dua tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

b. Pelanggaran terhadap hak ekonomi Pencipta (Pasal 9).

1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, untuk penggunaan secara komersial.

Pelaku diancam satu tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penerjemahan ciptaan

b) Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan c) Pertunjukan ciptaan , dan


(3)

d) Komunikasi ciptaan.

Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

3) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penerbitan ciptaan,

b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan d) Pengumuman ciptaan

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

4) Penggunaan secara komersial yang dilakukan dalam bentuk: a) Penerbitan ciptaan,

b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan d) Pengumuman ciptaan.

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Pelanggaran terhadap pengelola tempat perdagangan (Pasal 10).

Kegiatan yang termasuk dalam bagian ini adalah membiarkan penjualan atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta ditempat perdagangan yang dikelolanya. Pelaku dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).


(4)

d. Pelanggaran terhadap hak ekonomi atas potret (Pasal 12) untuk penggunaan komersial.

Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penggunaan secara komersial atas penggandaan, pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas potret untuk kepentingan periklanan, baik media elektronik maupun non elektronik, tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Pelaku dikenakan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

e. Pelanggaran terhadap hak ekonomi pelaku pertunjukan (Pasal 23) untuk penggunaaan komersial.

1) Kegiataan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaaan atas fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik tanpa izin pelaku pertunjukan, untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Tanpa izin pelaku pertunjukan untuk penggunaan secara komersial, dalam hal :

a) Penyiaran atau komunikasi atas pertunjukkan pelaku pertunjukkan,

b) Fiksasi dari pertunjukan yang belum difiksasi, dan

c) Penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik. Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)


(5)

3) Tanpa hak atau seizin pelaku pertunjukkan untuk penggunaan secara komersial, dalam hal:

a) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun, dan

b) Pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya.

Pelaku diancam empat tahun penjara dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

4) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun, serta pendistribusian atas fiksasi pertunjukkan atau salinannya.

Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

f. Pelanggaran terhadap hak ekonomi produser fonogram (Pasal 24) untuk penggunaan komersial.

1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan kepada publik atas salinan fonogram dengan sengaja dan tanpa izin produser fonogram untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2) Dengan sengaja atau tanpa izin produser fonogram untuk penggunaan secara komersial, dalam hal ini:

a) penggunaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun, b) pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan

c) penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa table yang dapat diakses publik.


(6)

Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

3) Penggandaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun, pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik. Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

g. Pelanggaran terhadap hak ekonomi lembaga penyiaran (Pasal 25) untuk penggunaan komersial.

1) Dengan sengaja dan tanpa izin lembaga penyiaran untuk penggunaan secara komersial, yang termasuk dalam hal ini antara lain penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan penggandaan fiksasi siaran. Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

2) Penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, penggandaan fiksasi siaran dalam bentuk kegiatan pembajakan, pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- ( empat milyar rupiah.

h. Pelanggaran terhadap izin operasional lembaga manajemen kolektif Pasal 88 (3) dalam hal ini kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah lembaga managemen kolektif tidak memiliki izin operasional dari menteri dan melakukan kegiatan penarikan royalty. Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).