MODEL OPTIMALISASI LEMBAGA KEUANGAN MIKR

MODEL OPTIMALISASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH
(LKMS) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
WILAYAH PEDESAAN

Oleh:
Annisa Nur Salam
Email: Annisa.nursalam95@gmail.com
HP: 085713566736
Hana Purti Rahmania
Email: Hanapurtirahmania@gmail.com
HP: 085799045167
Neneng Ela Fauziyyah
Email: Neyla_98@yahoo.com
HP: 085659688614
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Alamat: Jalan Anggrek No. 137 Sambilegi Kidul Maguwoharjo
Depok Sleman Yogyakarta
Abstrak
UU No. 6 tahun 2014 tentang desa menjadi topik yang masih hangat diperbincangkan.
Hal ini terkait dengan visi pemerintahan baru sekarang yang mencanangkan 1,4 Milyar

per desa pada tiap tahunnya. Menanggapi kebijakan itu, ekonomi Islam yang saat ini
perkembangannya sedang meningkat tidak bisa jika harus bersikap pasif. Hal tersebut
merupakan sebuah peluang bagi ekonomi Islam untuk terus menunjukkan eksistensinya.
Upaya yang ditawarkan terkait dana tersebut yaitu dengan berbagai kebijakan nyata
sehingga sistem ekonomi Islam dapat diterapkan termasuk sampai pada stuktur
pemerintahan paling bawah yakni desa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengukur bagaimana pengaruh dari LKMS terhadap perekonomian, yang mana
pengukuran tersebut diwakili oleh BPR/S sebagai lembaga keuangan yang bisa
disejajarkan dengan LKMS. Selain itu, penelitian ini juga memberikan model
pengembangan UMKM dengan menggunakan LKMS sebagai agen perantara. Analisis
yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif dan dikuatkan dengan metode
kuantitatif ini menghasilkan kesimpulan bahwa BPRS berpengaruh positif terhadap
perekonomian Nasional, yang menandakan bahwa Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah
(LKMS) dipandang mampu menjadi penyedia jasa keuangan berbasis syari’ah yang
dapat menyalurkan dana dari desa tersebut kepada masyarakat melalui Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) dengan model pembiayaan atas dasar akad mudharabah
dan musyarokah.
Kata Kunci: Ekonomi Islam, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, Mudharabah, Musyarakah .


1

Abstract
Act. No. 6/2014 concerning Rural has been an interesting topic in current economic
practices. It is related to the vission of the new government who has solid planning to
allocate 1.4 Billion for each rural per year. Regarding this significant issue, Islamic
economic that increased significantly should be more actives. Islamic economic will
catch this opportunity with the real policy, thus islamic economic system can be
implemented in the rural level. The objective of this study is to measure the impact of
islamic microfinance institution on the economic development, whereby islamic
microfinance in this research is by BPR/S, including BPR/S. Moreover, this research
also tries in providing Islamic microfinance model for the development of Small and
Medium Enterprises (SMEs). By employing quantitive model, this research finds that
Islamic Microfinance has significance impact on the economic development. In
addition, this study also concludes that Islamic Microfinance is the appropriate model
that can be used as financing tools for the SMES, with main contract are mudharabah
and musyarakah.
Keyword: Islamic Economics, Islamic Microfinances, Small and Medium Enterprises
(SMEs), Mudharabah and Musyarakah .


1.

PENDAHULUAN
Oktober 2014 merupakan titik awal bagi pemerintahan baru di Indonesia,
dimana Presiden terpilih untuk periode 2015-2020 harus membuat program-program
pembangunan. Berkaitan dengan hal itu, isu mengenai UU No. 6 tahun 2014 yaitu
tentang desa kian berkembang karena merupakan salah satu hal yang divisikan oleh
presiden terpilih. Oleh sebab itu, perhatian pemerintah terkait kesejahteraan desa akan
lebih meningkat daripada pemerintahan pada tahun sebelumnya. Berdasarkan UU Desa
No. 6 tahun 2014 pasal 78 tentang pembangunan desa dijelaskan bahwa pembangunan
desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui: 1) penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar;
2) pembangunan sarana dan prasarana desa; 3) pengembangan potensi ekonomi lokal;
dan 4) pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah baru berencana mengalokasikan
dana kurang lebih 1,4 M per desa pada tiap tahunnya guna mewujudkan tujuan tersebut.
Dana tersebut nantinya menjadi stimulus bagi desa untuk maju dan berkembang,
sehingga dapat mandiri dan sejahtera. Dana dari APBN disalurkan sebesar 10% dari dan
di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap kemudian anggaran yang
bersumber dari APBN tersebut dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka

kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis (UU No. 6 tahun 2014). Dana
tersebut kemudian mengalir ke APBDes dengan alokasi 30% untuk belanja rutin dan
70% untuk belanja tidak rutin. Adapun alokasi 30% untuk belanja rutin digunakan:
Pertama, penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; Kedua,
operasional Pemerintah Desa; Ketiga, tunjangan dan operasional Badan
Permusyawaratan Desa; Keempat, insentif rukun tetangga dan rukun warga. Sedangkan
alokasi 70% untuk belanja tidak rutin digunakan: Pertama, penyelenggaraan
Pemerintahan Desa; Kedua, pelaksanaan pembangunan Desa; Ketiga, Pembinaan

2

kemasyarakatan Desa; Keempat, Pemberdayaan masyarakat Desa (UU No. 6 tahun
2014).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2012, jumlah desa di
Indonesia sampai tahun 2012 tercatat sekitar 79.702 desa. Angka tersebut merupakan
hasil komulatif dari jumlah desa yang berada di pulau Sumatra sebanyak 24.836 desa, di
pulau Jawa sebanyak 25.301 desa, di pulau Bali sebanyak 716 desa, di Nusa Tenggara
sebanyak 4.359 desa, di pulau Kalimantan sebanyak 7.034 desa, di pulau Sulawesi
sebanyak 10.277 desa, di Maluku sebanyak 2.118 desa dan di Papua sebanyak 5.061
desa. Dapat digarisbawahi bahwa jumlah desa terbanyak di Indonesia berada di pulau

Jawa. Adapun jumlah desa terkecil berada di pulau Bali. Selanjutnya dapat dilihat dalam
grafik berikut :

Gambar 2. Jumlah Desa Per Pulau

Data Jumlah Desa per Pulau
30000
24836

25301

25000
20000
15000

10277

10000
5000


7034
4359
716

5061
2118

0

Sumber : Publikasi (online) Badan Pusat Statistik, 2012
Keterangan : Data Disusun Kembali
Potensi dana seluruh desa yang rata-rata sebesar 1,4 M per desa menjadi sangat
besar jika melihat jumlah desa pada tahun 2012 yang sudah sangat banyak. Jika
dikalkulasikan dana yang disalurkan ke desa tersebut akan mencapai angka sekitar
111.582,8 Triliun setiap tahunnya. Apabila dana yang diperoleh desa dari APBN dapat
dimanfaatkan dengan baik, maka masyarakat desa akan mandiri dan sejahtera.
Tujuan kesejahteraan dan kemakmuran yang berprinsip keadilan ini sejalan
dengan konsep ekonomi Islam yang sedang gencar-gencarnya dibumingkan di
Indonesia. Para ekonom muslim, para akademisi yang menggeluti bidang ini bahkan
yang tidak menggelutinya sekalipun banyak yang tertarik dengan ekonomi Islam.

Semua berharap ekonomi Islam dapat membumi di Indonesia dan Indonesia dapat
menjadi basis ekonomi Islam dunia. Untuk itu, sistem ekonomi Islam harus diterapkan
dalam sistem ekonomi Indonesia termasuk dalam sistem keuangannya.

3

Pelaksanaan sistem ini dapat dimulai dengan memberdayakan sektor riil yakni
melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dijalankan berdasarkan
sistem yang syariah melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Berikut ini
data jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2009 sampai tahun 2012:
Gambar 3. Jumlah UMKM di Indonesia

Jumlah UMKM Tahun 2009-2012
56 534 592

57 000 000
56 000 000

55 206 444


55 000 000
53 823 732

54 000 000
53 000 000

52 764 603

52 000 000
51 000 000
50 000 000
2009

2010

2011

2012

Jumlah UMKM (unit)


Sumber : Publikasi (online) Badan Pusat Statistik, 2012
Keterangan : Data Disusun Kembali
Berdasarkan pada grafik di atas, dapat terlihat bahwa jumlah UMKM di
Indonesia setiap tahunnya senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah
UMKM di Indonesia sudah mencapai 52.764.603 unit. Dan sampai 2012 jumlahnya
meningkat mencapai 56.534.592 unit. Adapun pertumbuhannya berfluktuatif yaitu
sebesar 2,1% pada tahun 2010, sebesar 2,25%, dan sebesar 2,4% dan pada tahun 2012.
Sebagai salah satu unit yang berada di sektor riil, UMKM masih merupakan
sektor yang menjadi harapan besar pemerintah dalam memperbaiki pertumbuhan
ekonomi nasional. Karena UMKM ternyata cukup mampu bertahan dalam menghadapi
krisis ekonomi (Nugroho dan Rokhaniyah, 2012). Selain itu menurut Hussen (2013),
UMKM dipandang sebagai salah satu kunci strategi dalam pengentasan kemiskinan.
UMKM yang berada di setiap desa juga dapat menjadi peluang bagi Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) untuk meluaskan jaringannya di daerah pedesaan dan
menjadi pengelola dana 1,4 M tersebut. Jika LKMS tidak cepat merespon hal ini, maka
sistem yang dipakai di setiap desa akan tetap menggunakan sistem konvensional. Oleh
karena itu, LKMS akan menawarkan jasa-jasa produk syari’ah untuk memudahkan
UMKM dalam mengelola dana tersebut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengukur bagaimana pengaruh LKMS terhadap

pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, penelitian ini juga berusaha untuk
merumuskan model pengembangan UMKM dengan menggunakan LKMS pasca UU
desa No. 6 tahun 2014 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di desa.

4

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu langkah untuk
membumikan ekonomi Islam sampai ke struktur pemerintahan terkecil yakni desa
sehingga masyarakat desa dapat menggunakan jasa LKMS dalam setiap transaksi
usahanya. Selain itu dapat menjadi salah satu tolak ukur penentu dalam mengetahui
pertumbuhan ekonomi nasional.
Adapun teori-teori umum yang dipakai dalam analisa ini adalah :
1.1 Linkage Program
Menurut Arifin (2013), linkage program merupakan sebuah strategi yang
bertujuan memberdayakan dan memberikan akses permodalan Usaha Kecil dan
Menengah (UMKM) melalui perlibatan partisipasi dalam industri keuangan.
Linkage program menjadi jembatan penghubung keterbatasan 2 belah pihak dalam
menjangkau pasar UMKM dengan tujuan akhir semakin banyak masyarakat dan
UMKM yang dibiayai, baik dari sisi nominal maupun jumlah debitur (Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia, 2011). Lebih jelasnya, linkage program

adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan. Bank syari’ah mengeluarkan
pembiayaan ke sektor riil secara tidak langsung, akan tetapi disalurkan lewat agen
atau perusahaan mitra. Perusahaan mitra yang menjadi partner bank syari’ah bisa
berupa Multifinance dan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah seperti Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah (KJKS), Unit Jasa Keuangan Syari’ah (UJKS), atau Baitul Mal
wat Tamwil (BMT) (Bank Indonesia, 2012).
Keberadaan linkage program bertujuan untuk membantu UMKM yang
membutuhkan modal usaha serta program pembinaan, sementara itu bank syari’ah
kelebihan likuiditas tetapi tidak dapat menyalurkannya karena berbagai aspek
UMKM yang belum memenuhi kriteria pengajuan pembiayaan ke bank ( bankable)
(Bank Indonesia, 2012). Dengan adanya linkage program tersebut, dipandang
mampu menjadi solusi bagi UMKM yang membutuhkan modal dan bank syari’ah
yang memiliki kelebihan likuiditas. Keunggulan lainnya adalah bank syari’ah
memiliki peluang untuk menyalurkan pembiayaannya secara aman dan
menguntungkan, dapat membuka peluang untuk perbaikan perekonomian nasional,
di mana dengan eksposur pembiayaan yang terdiversifikasi dengan baik, terutama
pada kegiatan UMKM yang prospektif, maka stabilitas sistem keuangan menjadi
semakin kuat (Djaafara, 2006).
Adapun skema linkage program tersebut yang dilakukan oleh bank dan
perusahaan mitranya dapat berupa channeling, executing atau joint financing.
Skema channeling menempatkan perusahaan mitra sebagai intermediator dengan
pelaku UMKM. Sedangkan skema executing dilakukan ketika perusahaan mitra
menyediakan pembiayaan yang didapat oleh perusahaan mitra dalam pembiayaan
ke nasabah UMKM nya. Sedangkan joint financing, skema dimana perusahaan
mitra bekerjasama dalam memberikan pembiayaan pada pelaku UMKM (Arifin,
2013). Adapun jika linkage program di bank syari’ah maka menggunakan akadakad tertentu dalam setiap skemanya. Pada executing, bank syari’ah memberikan
pembiayaan kepada perusahaan mitra menggunakan skema bagi hasil, lalu
perusahaan mitra meneruskannya kepada end user , berupa pembiayaan bagi hasil
atau non bagi hasil. Pada skema channeling, kerena pembiayaan bank syari’ah
mengalir langsung ke end user , skema yang digunakan kebanyakan murabahah.
Sedangkan pada pola joint financing, bank syari’ah bisa menggunakan pola

5

musyarakah. Pada skema executing, risiko pembiayaan kepada end user berada di
pihak perusahaan mitra sedangkan bank syari’ah menanggung risiko kepada
perusahaan mitra. Pada skema channeling, risiko pembiayaan ditanggung oleh bank
syari’ah sedangkan perusahaan mitra tidak menanggung risiko pembiayaan karena
hanya sebagai agen. Tetapi perusahaan mitra tentu menanggung risiko reputasi.
Terakhir pada skema joint financing, kedua belah pihak, bank syari’ah dan
perusahaan mitra, menanggung risiko pembiayaan secara proporsional (Bank
Indonesia, 2012)
Dalam beberapa aplikasinya linkage program tidak selalu berdampak positif.
Seperti salah satu pengujian (Kumara, 2011), menyimpulkan bahwa linkage
program tidak dapat mendorong kinerja BPR. Hal tersebut ditunjukan oleh BPR
yang mengikuti linkage program tidak lebih baik dari BPR yang tidak mengikuti
linkage program. Namun, pengujian lainnya (Astutik, 2012) menyimpulkan bahwa
Muzaraah Linkage System adalah suatu sistem yang efektif yang dapat
menyejahterakan petani kecil (pedesaan) untuk menggarap lahan dengan bantuan
bank syariah dan BUMP sebagai korporasi petani. Terlepas dari kedua pengujian
tersebut, keberhasilan linkage program tergantung dengan sistem atau metode yang
digunakan dalam aplikasinya.
1.2 Financial Inclusion
Keuangan Inklusif atau Financial Inclusion yaitu keadaan di mana semua
orang dewasa usia kerja memiliki akses yang efektif untuk kredit, tabungan,
pembayaran, dan asuransi dari penyedia layanan resmi (Bank Indonesia, 2013).
Aksesnya yang efektif melibatkan pemberian pelayanan yang nyaman dan
bertanggung jawab. Namun dengan biaya yang terjangkau untuk penyedia dan
pelanggan yang berkelanjutan.
Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) melibatkan menyediakan akses ke
berbagai jasa keuangan yang memadai, aman, nyaman, dan terjangkau khususnya
bagi masyarakat yang tingkat penghasilannya rendah, misalnya orang pedesaan
yang tidak mendapatkan pelayanan di dalam sektor keuangan formal. Proses
Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) memastikan akses ke produk keuangan
yang tepat dan layanan yang dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat dengan
biaya yang terjangkau secara adil dan transparan dengan diatur oleh institusional.
Lahirnya Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) dianggap telah mampu
menjawab dan telah memberikan banyak manfaatnya yang dapat dinikmati oleh
masyarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain meningkatkan
efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan, mengurangi shadow
banking atau irresponsible finance, mendukung pendalaman pasar keuangan,
memberikan potensi pasar baru bagi perbankan, mendukung peningkatan Human
Development Index (HDI) Indonesia, berkontribusi positif terhadap pertumbuhan
ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan serta mengurangi
kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada
penurunan tingkat kemiskinan (Bank Indonesia, 2013).

6

Gambar 4. Strategi Implementasi Keuangan Inklusif

Sumber : Publikasi (online) Bank Indonesia, 2014
Keterangan : Data Diolah Kembali
Dalam mengimplementasikan keuangan inklusif (financial inclusion) dapat
dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama , secara komprehensif yaitu dengan
menyusun suatu strategi nasional seperti Indonesia, Nigeria, dan Tanzania. Di mana
negara-negara tersebut melakukan strategi nasional yang mencakup 3 (tiga) aspek
yaitu penyediaan sarana layanan yang sesuai, penyediaan produk yang cocok dan
tanggung jawab keuangan melalui edukasi keuangan dan perlindungan konsumen.
Kedua, melalui program terpisah, maksudnya dengan melakukan sosialisasi dan
edukasi tentang keuangan kepada masyarakat. Penerapan keuangan inklusif
umumnya bertahap dimulai dengan target yang jelas seperti melalui penerima
bantuan program sosial pemerintah atau pekerja migran (TKI) sebelum secara
perlahan dapat digunakan oleh masyarakat umum. Melalui strategi nasional
keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku
kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.
1.3 Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Islamic Microfinance)
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Islamic Microfinance) merupakan
institusi yang menyediakan jasa-jasa keuangan kepada penduduk yang
berpendapatan rendah dan masyarakat yang temasuk kelompok miskin yang
berdasarkan prinsip syariah (Nurawami, 2013). Lembaga Keuangan Mikro Syariah
telah menjadi alat yang penting dalam menanggulangi kemiskinan dan membantu
pembangunan melalui pengembangan kapasitas bagi masyarakat miskin untuk

7

menikmati kemandirian yang lebih besar dan keberlanjutan dengan memberikan
mereka akses ke jasa keuangan (Puskopsyah, 2014).
Pengertian lain mengemukakan bahwa Lembaga Keungan Mikro Syariah
adalah bentukan lain dari bank atau sejenisnya yang mempunyai capital kecil dan
diperuntukan untuk sektor usaha mikro kecil. Dalam pengertian ini yang
dikategorikan ke dalamnya adalah Baitul Mal Wattamwil dan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (Farid, 2014). Kedua lembaga tersebut mempunyai hubungan
yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain dan berhubungan erat juga
dengan lembaga syariah yang lain. Berikut ini merupakan yang termasuk Lembaga
Keuangan Mikro Syariah antara lain :
1.3.1 BMT
Secara harfiah (bahasa) yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul
Maal merupakan lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan untuk
menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHID (zakat, infak,
shadaqah, waqaf dan hibah) tanpa melihat keuntungan yang didapatkan (non
profit oriented). Baitul tamwil termasuk lembaga keuangan Islam informal
yang dalam kegiatan maupun operasionalnya memperhitungkan keuntungan
(profit oriented) kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau markup/margin yang berlandaskan sistem syariah. Adapun ciri-ciri dari BMT
adalah :
a. Berbadan Hukum Koperasi
b. Bertujuan menyediakan dana murah dan cepat serta tidak terbelitbelit guna pengembangan dan memajukan usaha bagi anggotanya
c. Skala produk dan pendanaa yang terbatas menjadi prinsip dan
pembeda dengan lembaga keuangan lainnya, sedangkan mekanisme
dan transaksinya hampir sama dengan perbankan syariah dengan non
riba.
1.3.2 Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
Kehadiran KJKS sebagai pendatang baru dalam dunia pemberdayaan
masyarakat melalui sistem simpan pinjam syari’ah merupakan alternatif
yang lebih inovatif dalam jasa keuangan. KJKS memiliki unit simpan
pinjam yang terdiri dari dua bentuk usaha, yaitu simpanan dan pinjaman.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota,
KJKS lain dan atau anggotanya kepada KJKS dalam bentuk tabungan dan
simpanan berjangka. Sedangkan pinjaman adalah penyediaan uang
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan pinjam meminjam antara KJKS
dengan anggota, calon anggota, KJKS lain dan atau anggotanya, yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu (Pristiyanto, 2013).
Pemberian pinjaman harus diartikan sebagai suntikan modal yang
bersifat sementara dan rangsangan. Selain itu, pemberian pinjaman tersebut
harus mampu mendorong peningkatan produksi untuk usaha kecil.
Peningkatan produksi dapat diartikan sebagai peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan anggota (Supriyanti, 2009).
Adanya pemberdayaan bagi masyarakat kecil di Indonesia
merupakan sebuah strategi pembangunan yang sudah dapat diterima
dikalangan masyarakat. Meskipun dalam kenyataannya strategi ini dirasa

8

belum optimal dalam aplikasinya. Maka dalam rangka pemberdayaan
masyarakat khususnya yang berpenghasilan kecil atau usaha-usaha yang
ber-skala mikro, Lembaga Keuangan Mikro Syariah menawarkan konsep
ideal berupa lembaga keuangan mikro syari’ah melalui KJKS, yaitu sebagai
lembaga keuangan mikro syari’ah yang memiliki peran strategis dalam
perluasan lapangan pekerja dan mengurangi kemiskinan. KJKS berperan
sebagai agent of asset distribution untuk memberdayakan ekonomi
masyarakat melalui kegiatan baitul maal yang berfungsi sebagai lembaga
sosial dan baitul tamwil sebagai lembaga bisnis dengan pola syari’ah
(Pristiyanto, 2013).
KJKS sebagai lembaga koperasi merupakan wadah usaha bersama
yang memiliki fungsi ekonomi yaitu sebagai alat pendidikan, efisiensi usaha
dan kemandirian anggota. Maka dari itu keterbatasan usaha mikro dalam
pengumpulan modal usaha dan investasi, diupayakan melalui
penghimpunan dana bersama atau simpanan di koperasi dan dikelola untuk
pinjaman dana bergulir bagi usaha mikro setiap anggota koperasi. KJKS
sebagai badan usaha memiliki status ganda, dimana sebagai pemilik modal
maka ia pun bisa dikategorikan sebagai pelanggan. Pada dasarnya pendirian
KJKS bertujuan untuk mempromosiakan ekonomi anggota dengan
memperbaiki dan menaikkan taraf ekonomi anggotanya.
Adanya kesatuan ekonomi individu yang disatukan oleh kegiatan
kolektif telah diletakkan pada satu wadah yaitu KJKS guna menciptakan
efek sinergi untuk mencapai skala kegiatan ekonomi. Adapun manfaat
ekonomi yang diberikan KJKS kepada para anggota ialah rendahnya biaya
pelayanan, keringanan persyaratan administrasi dan kecepatan pelayanan
(Kementrian UMKM, 2012). Tngginya kesadaran dalam berusaha melalui
koperasi Jasa Keuangan Syariah telah membuktikan betapa perlunya
prisnsip syari’ah dalam aktifitas kehidupan. Hal demikian telah mendorong
perkembangan dan kemajuan ekonomi atas konstribusi yang diberikan oleh
oleh salah satu instrumen Lembaga Keuangan Mikro Syariah yaitu KJKS.
Selain itu, pengaruh yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Mikro
Syariah telah memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap
perekonomian di Indonesia. Hai ini ditandai oleh banyaknya beberapa usaha
mikro yang bebasis syari’ah antara lain PT Bank Muamalat Indonesia
melalui Baitulmaal Muamalat bersama Kemenkop dan UKM
mengoptimalkan kinerja KJKS dengan membiayai pengusaha pemula skala
mikro dan kecil yang bersumber dari penghimpunan zakat, infaq dan
sedekah (Kementrian UMKM, 2011).
Lembaga keuangan lainnya yang dapat disetarakan dengan LKMS yaitu
BPRS. BPRS merupakan bank sistem yang transaksiknya menggunakan cara
konvensional namun berdasarkan prinsip syari’ah. BPRS tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran kepada masyarakat. Bentuk hukum bank umum dan
BPR dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Daerah, dan Koperasi.
Mekanisme operasional BPR Syariah tunduk pada peratuan BI Nomor
6/17/PBI/2004.

9

1.4 Konsep Musyarakah dan Mudharabah
Musyarakah adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang saling
berkomitmen untuk melakukan usaha bersama, adapun untung dan resiko
ditanggung berdasarkan kesepakatan bersama (Antonio, 2008). Di dalam perbankan
syariah, Musyarakah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu Musyarakah al-„Inan, alWujuh , al-Mufawadhah dan al-Mudharabah.
Gambar 5. Skema Musyarakah
Nasabah Parsial Asset
Value

Bank Syariah Parsial
Pembiayaan

Proyek usaha

Keuntungan

Bagi hasil keuntungan sesuai porsi
konstribusi modal

Sumber : Antonio (2008)
Musyarakah Al-„Inan adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih yang
berkomitmen untuk melakukan usaha perkumpulan modal, usaha, dan keuntungan.
Musyarakah al-Mufawadhah adalah perkumpulan antar dua pihak megenai harta,
baik mengenai modal, pekerjaan atau tanggung jawab serta hasil dan keuntungan.
Kerja sama ini mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam
saham, modal dan hutang (Nugroho, 2012).
Musyarakah Al-Wujuh adalah kontrak yang dilakukan antara dua orang
lebih yang memiliki reputasi yang tinggi di bidang bisnis kemudian membeli
barang secara kredit untuk dijual secara kredit. Keuntungan dan resiko ditanggung
berdasarkan jaminan mereka kepada penyuplai. Musyarakah Al-Mudharabah
adalah jenis transaksi syariah yang paling sering digunakan di perbankan syariah, di
mana pihak pertama (shahibul maal) sebagai penyedia modal usaha mutlak dan
pihak lainnya sebagai pengelola. Mengenai keuntungannya dengan dibagi bersama,
sementara resikonya akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian pengelola. Berikut ini skema
Musyarakah Al-Mudharabah :

10

Gambar 6. Skema Al-Mudharabah

Pengelola Dana
(Mudharib)

Pemilik Dana
(Shahibul Mal)

Modal 100%

Nisbah
X%

Proyek/Usaha

Nisbah
Y%

Hasil Usaha

Pengembalian Modal

2.

Metodologi
Paper ini ditulis menggunakan jenis penelitian library research, di mana
permasalahan digambarkan dengan didasari pada data-data yang terdapat dalam literatur
atau dokumen. Kemudian dianalisis lebih lanjut untuk diambil suatu kesimpulan. Data
dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Namun
diperkuat dengan metode kuantitatif yang menggunakan data time series yang dimulai
dari kuartal I 2006 sampai dengan Kuartal I 2014 dari Statistik Perbankan Syariah,
Statistik Ekonomi Moneter Indonesia, dan Badan pusat Statistik. Untuk menganalisis
dampak lembaga keuangan mikro (BPR/S) terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel
independen yang digunakan dalam analisa ini adalah pertumbuhan Aset,
Kredit/Pembiayaan dan Return on Equity (ROE) sedangkan variable dependentnya
adalah pertumbuhan ekonomi. Untuk menguji pengaruh variable independen terhadap
dependent dalam jangka panjang dan jangka pendek digunakan analisis Error
Correction Model (ECM).
Pendekatan Error Correction Model (ECM) atau model koreksi kesalahan
dikembangkan oleh Prof. Dennis Sargan. Secara umum ECM sering dipandang sebagai
model dinamik yang sangat terkenal dan banyak diterapkan dalam studi empirik. ECM
dikatakan sebagai model yang unggul dalam menganalisis data time series karena
kemampuan ECM dalam menganalisis fenomena ekonomi dalam jangka panjang dan
jangka pendek (Insukindro, 1999). Sebelum dilakukan pengujian dengan model ECM
terlebih dahulu variabel penelitian dianalisis dengan statistik deskriptif, dilanjutkan
dengan uji stasioneritas data dan uji kointegrasi.
2.1 Metode Error Correction Model Engle-Granger
2.1.1 Estimasi Persamaan Jangka Panjang
Apabila Yt dan Xt berkointegrasi, maka persamaan regresi Yt = α +
βXt + εt dikatakan sebagai persamaan regresi koitegrasi dan parameter β
diinterpretasikan sebagai long run multiplier , yang menukur pengaruh

11

jangka panjang (long run effect) secara permanen dari Xt terhadap variabel
Yt . Dengan adanya uji kointegrasi maka hubungan ekuilibrim jangka
panjang dari variabel-variabel yang tidak stasioner dapat diamati (Rosadi,
2012: 200).
Dari persamaan kointegrasi diatas maka persamaan kointegrasi
hubungan jangka panjang dalam penelitian ini diturunkan sebagai berikut:
Dimana t adalah tren waktu, β merupakan parameter yang mengukur
pengaruh jangka panjang variabel independen terhadap variabel dependen,
dan ε merupakan variabel gangguan dari persamaan regresi.
2.1.2 Estimasi Persamaan Model Dinamis ECM Jangka Pendek
Jika variabel tidak stasioner tetapi pada tingkan diferensi variabel
yang diamati dan berkointegrasi maka variabel-variabel yang diamati
memiliki hubungan atau keseimbangan dalam jangka panjang. Akan tetapi
dalam jangka pendek belum tentu berada pada titik keseimbangannya.
Ketidakseimbangan inilah yang banyak ditemukan oleh pelahu ekonomi,
dimana apa yang diinginkan pelaku ekonomi belum tentu sama dengan apa
yang terjadi sebenarnya. Karena perbedaan tersebut maka diperlukan adanya
penyesuaian (adjustment). Model koreksi kesalahan (Error Correction
Model/ ECM) diestimasi dengan memasukkan variabel penyesuaian untuk
mengoreksi ketidakseimbangan yang terjadi (Widarjono, 2013: 320).
Metode Error Correction Model (ECM) dalam penelitian ini
didasarka pada Error Correction Model Engle-Granger (ECM-EG) yang
dikembangkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dikembangkan
oleh Engle dan Granger dikenal dengan model dua langkah Engle-Granger.
Menurut mereka, jika variabel Y dan X tidak stasioner tetapi berkointegrasi
maka hubungan jangka pendek kedua variabel tersebut dapat ditulis dengan
persamaan sebagai berikut (Widarjono, 2013: 322):
ΔY = α0 + α1ΔXt + α2ECTt +εt
Dimana: EC t = (Yt-1 – β0 – β1Xt-1)
2.1.3 Spesifikasi Model
1.5.3.1 MODEL 1 (Persamaan Jangka Panjang)
1.5.3.2 MODEL 2 (Persamaan Jangka Pendek)

Dimana:
PDB
GASET
GCR
ROE
ECT
β
α

= Produk Domestik Bruto
= Growth Of Asset
= Growth Of Credit
= Return On Equity
= Error Correction Term
= Parameter Jangka Panjang
= Parameter Jangka Pendek

12

Data yang digunakan adalah data time series kwartalan tahun 2006-2014 Q1,
yang berasal dari laporan Statistik Perbankan Indonesia dan laporan PDB oleh Badan
Pusat Statistik setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil Analisis Data Peran BPR/S Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Indonesia dalam Jangka Panjang dan Jangka Pendek (Metode Error
Correction Model Engle-Granger)
3.1.1. Model 1
Hasil estimasi persamaan jangka panjang ditunjukkan pada tabel 1. Dari
tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang di sesuaikan (Adjusted
R2) sebesar 0.912865 artinya bahwa kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan perubahan nilai variabel dependen sebesar 91.29% sedangkan sisanya
sebesar 8.71% dipengaruhi oleh faktor–faktor lain diluar model. Untuk uji
signifikansi parameter secara keseluruhan diketahui bahwa nilai F-statistik sebesar
6.314652dengan nilai probabilitas F-statistik signifikan pada tingkat signifikansi 1%.
Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama perubahan semua variabel
independen dalam model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
nilai variabel dependen. Artinya baahwa variable perumbuhan Aset,
kredit/pembiayaan dan Return on Equity berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional.
Tabel 1
Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang
Variables
Constant
GASET**
GCR**
ROE**

Coefficient

t-Statistic

Prob.

3.796168
0.288504
0.161353
-1.102111

2.651356
4.033298
2.503311
-2.225038

0.0130
0.0216
0.0102
0.0343

Adjusted R-squared
F-statistic***
Prob(F-statistic)

0.912865
6.314652
0.000000

Catatan:***Signifikan pada α = 1%, **Signifikan pada α = 5%, *Signifikan
pada α = 10%
Sumber : Data diolah, Eviews 7
3.1.2. Model 2
Hasil estimasi model dinamis ECM jangka pendek ditunjukkan pada tabel
2. Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang di
sesuaikan (Adjusted R2) sebesar 0.940241 artinya bahwa kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan perubahan nilai variabel independen sebesar
94,02%. Untuk uji signifikansi parameter secara keseluruhan diketahui bahwa
nilai F-statistik sebesar 41.76070 dengan nilai probabilitas F-statistik signifikan
13

pada tingkat signifikansi 1%. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama
perubahan semua variabel independen dalam model mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan nilai variabel dependen. Artinya seluruh varibel
independen dalam jangka pendek juga berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional.
Tabel 2
Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek
Variables
Constant
ΔGASET**
ΔGCR***
ΔROE**

Coefficient

0.079706
0.020692
0.425609
1.328052
ECT
-1.328941
Adjusted R-squared
F-statistic***
Prob(F-statistic)

t-Statistic

Prob.

3.311177
6.181077
4.428859
2.005906
-6.466525
0.940241
41.76070
0.000000

0.7581
0.0517
0.0001
0.0150
0.0000

Catatan:***Signifikan pada α = 1%, **Signifikan pada α = 5%,
*Signifikan pada α = 10%
Sumber : Data diolah,Eviews 7
3.2. Model Pengembangan UMKM dengan Menggunakan LKMS Pasca UU
Desa No.6 Tahun 2014 untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Desa
Berdasarkan pada analisa kuantitatif tersebut di atas, penelitian ini
menyimpulkan bahwa LKMS memiliki pengaruh yang signifikan dalam
pengembangan ekonomi. Oleh karena itu, dengan ada UU Desa maka diperlukan
model pengembangan UMKM dengan berbasis ekonomi syariah yakni LKMS.
Model pengembangan UMKM ini berawal dari dana APBN yang ditransfer ke desa.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada pemerintahan yang
akan datang, setiap desa diperkirakan akan mendapat uang transfer dari APBN
sebesar 1,4 milyar. Dana tersebut harus lah dimanfaatkan secara efektif, salah
satunya dengan cara mengalokasikannya ke usaha yang produktif. Penyaluran uang
desa ke LKMS dipandang akan berdampak positif dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Karena, UMKM yang kekurangan modal akan terbantu dalam menjalankan
usahanya yang pada akhirnya akan menggerakan roda perekonomian.
Mekanisme dalam penyaluran dana tersebut yaitu melalui LKMS. LKMS
yang dimaksud adalah KJKS, UJKS, dan BMT. Yang pada akhirnya dana tersebut
disalurkan oleh LKMS kepada UMKM dengan akad musyarokah atau mudharabah.
Berikut skema dari mekanisme tersebut:

14

Gambar 7. Pola Linkage Program melalui LKMS
Dana dari APBN

BANK

Linkage
Program

Desa

LKMS

BPRS

KJKS

UJKS

BMT

Mudharabah

Musyarakah

UMKM

Adapum mekanisme UMKM dalam mendapatkan modal diawali dengan
pengajuan dana yang harus mendapat persetujuan kepala desa, kemudian UMKM
tersebut akan dianalisis kelayakan pembiayaannya, yang selanjutnya akan mendapat
persetujuan dari pihak LKMS. Kemudian akan dilaksanakan akad antara LKMS dan
UMKM. Akad tersebut berupa dua pilihan yaitu musyarakah dan mudharabah. Akad
musyarakah diperuntukan bagi UMKM yang membutuhkan sebagian dana saja. Adapun
akad mudharabah diperuntukan bagi UMKM yang sama sekali tidak memiliki modal.
Penjelasan terkait mekanisme tersebut dapat dilihat dalam model berikut ini:

15

Gambar 8. Mekanisme UMKM dalam Memperoleh Dana dari LKMS

UMKM

LKMS

Persetujuan
kepala desa

Akad
Pembiayaan

Musyarakah

Persetujuan
pembiayaan

Pengajuan dana
modal

Analisis
kelayakan

Mudharabah

Akad musyarokah dapat dijadikan pilihan bagi UMKM yang kekurangan modal
atau hanya butuh sebagian modal untuk mengembangkan usahanya. Dalam aplikasinya,
UMKM tersebut tidak hanya sebagai pengelola usaha saja namun juga sebagai sohibul
mal atau pemilik modal kedua. Adapun LKMS merupakan sohibul mal pertama.
Setelah akad berlangsung antara LKMS dan UMKM, maka UMKM akan
mendapatkan dana untuk menghasilkan suatu produk usaha. Produk usaha tersebut akan
semakin diminati konsumen jika mendapat bantuan dari pemerintah dalam pemasarnnya
di pasar internasional atau pasar nasioanl. Bantuan tersebut dapat berupa kerja sama
yang dilakukan antara pihak desa dan pihak pemerintah pusat dalam pendistribusian
produk yang dihasilkan UMKM. Kerjasama dalam pendistribusian dapat berupa tarif
pajak yang rendah khusus UMKM atau pencegahan terhadap produk asing yang
berusaha menyaingi produk UMKM dalam negeri.
Dengan upaya seperti itu, maka para pengusaha UMKM akan terjamin dalam
penghasilannya. Ketika usaha tersebut telah berkembang maka akan menyerap lebih
banyak tenaga kerja, dan secara otomatis pendapatan per kapita akan meningkat yang
menandakan bahwa kesejahteraan masyarakat telah tercapai. Selain itu, dampak lain
dari terserapnya tenaga kerja adalah, berkurangnya angka pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Beban pemerintah dalam mengurangi kemiskinan akan semakin kecil dan
dana yang dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan dapat disalurkan dalam
usaha yang lebih produktif. Pada akhirnya semua lapisan masyarakat akan terjamin dan

16

sejahtera. Pengembangan UMKM jelas mampu menggerakan roda perekonomian dan
mampu menciptakan multiplier effect, sehingga tingkat perekonomian Indonesia akan
terus meningkat.
Setelah UMKM tersebut memasarkan produknya dengan bekerja sama dengan
pemerintah, tentu akan terjadi suatu pendapatan UMKM yang dapat dikatakan untung
atau rugi. Dalam konsep musyarokah, keuntungan dan kerugian tersebut akan samasama dibagi dua antara UMKM dengan LKMS sesuai nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Hal ini digambarkan dalam skema berikut:
Gambar 9. Model Akad Musyarokah
Akad
(perjanjian)
1.
Pemilik Modal 2 dan pengelola
(UMKM)

Pemilik Modal 1
(LKMS)

2.
3.

Musyarakah
(bagi hasil)

Produk usaha
4.

Pasar nternasionalPasar Nasional

Pemerintah
5.

6
.
Untung / Rugi

Kemudian pilihan akad yang kedua adalah Mudharabah. Akad ini dipilih oleh
UMKM yang tidak memiliki modal sama sekali. Mekanisme pembiayaannya adalah

17

dana dari desa dikelola oleh LKMS kemudian disalurkan kepada UMKM yang
mengajukan permodalan sepenuhnya dari LKMS. UMKM hanya berperan
menggulirkan dana dalam bentuk usaha mikro, tidak ikut memberikan modal atas
usahanya tersebut. Lalu keduanya bersepakat untuk membagi nisbah dari profit yang
dihasilkan dari usaha tersebut. Bisa 40 dan 60 atau 30 dan 70 tergantung kesepakatan
dari kedua belah pihak. Sebelum membagi profit yang sesuai dengan nisbah, modal
awal yang diberikan oleh LKMS harus dikembalikan terlebih dahulu oleh UMKM
tersebut kepada LKMS. Berikut skema yang menggambarkan mekanisme di atas:
Gambar 10. Model Akad Mudharabah
1

DESA
2
Perjanjian Bagi Hasil

2
2

UMKM
(Mudharib)

Keahlian

3
Akad
Mudharabah

LKMS

Modal
100%

(Shohibul Mal)

4
Proyek Usaha
6
Nisbah
X%

Pembagian Keuntungan

Rugi

Nisbah

5
MODAL

Pengembalian
Modal Pokok

4. Simpulan
UU Desa No. 6 tahun 2014 tentang pembangunan desa memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan, yang direalisasikan oleh pemerintah baru dengan rencana
mengalokasikan dana kurang lebih 1,4 milyar per desa pada tiap tahunnya. Adapun dana
tersebut nantinya diharapkan menjadi stimulus bagi desa untuk maju dan berkembang,
18

sehingga dapat mandiri dan sejahtera. Oleh karena itu, ekonomi Islam harus
memanfaatkan peluang ini untuk melebarkan sayapnya sampai ke daerah pedesaan.
Karena dana tersebut dipandang akan memberikan dampak positif terhadap
produktifitas masyarakat desa jika disalurkan melalui UMKM dengan perantara LKMS.
Selain karena sistem yang dipakai adalah akad-akad yang syari’ah, LKMS juga mudah
diakses oleh semua masyarakat dengan agunan yang rendah serta administrasi yang
lebih sederhana.
Hasil analisis dengan metode Error Correction Model Engle-Granger
menyimpulkan bahwa dampak lembaga keuangan mikro terhadap perekonomian di
Indonesia sangat signifikan baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Sealin itu, pengembangan UMKM dengan menggunakan LKMS dapat disalurkan
melalui akad musyarokah dan mudhorobah dengan beberapa ketentuan yang telah
dipaparkan. Model tersebut dipandang dapat menjadi alternatif bagi UMKM yang
memerlukan modal dalam usahanya. Jika semua desa di Indonesia mengaplikatifkan
model tersebut, maka akan berpengaruh besar terhadap peningkatan perekonomian
Indonesia. Karena dengan UMKM memiliki modal, maka jumlah pekerja akan
meningkat dan kesejahteraan masyarakat desa akan terjamin.

19

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafi’i. 2008. Bank Syariah dari Praktek dan Teori. Jakarta : Gema Insani
Arifin, Johan. 2013 “Hubungan Hukum Kemitraan dalam Linkage Program Perbankan
Syari’ah”. Cet. II
Astutik dkk. 2012 “..................................................”
Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa tahun penerbitan
Bank Indonesia beberapa tahun penerbitan
Farooq, Muhammad dan Mufti Muhammad Mushtaq Ahmed. 2013. “Musharakah
Financing: Experience of Pakistani Banks”. World Applied Sciences Journal,
Vol. 21, No. 2, 181-189.
Hussen, Muhammedamin. 2013. “Loan Provision by Micro Financing Institutions for
Poverty Reduction and Its Linkages with Local Economic Development
Strategies in Ethiopia”. European Journal of Business and Management, Vol.5,
No.28, 32-43.
Kementrian UMKM., Situs Resmi www.KementrianUMKM.go.id
Kumara, Rian. 2011 “Analisis Uji Beda Kinerja BPR yang Mengikuti Linkage Program
dengan BPR yang Tidak Mengikuti Linkage Program”
Nugroho, Muhammad Rudi dan Siti Rokhaniyah. 2012 “Joint Community Model
sebagai Upaya Optimalisasi Fungsi Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal Ikatan
Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI). Cet. I
Nurawami, Shofia., 2013 “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Konstribusi Kredit
terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga setelah menjadi Kreditur”
Jurnal Studi Kasus BMT Muamalat. Damodar N. Gujarati, “Basic
Econometrics” fourth edition McGraw-Hill,. New York
Pristiyanto, Bintoro H. Mochamad, dkk., 2013 “Strategi Pengembangan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah dalam Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjungsari,
Sumedang.”
Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika dan Analisis Runtut waktu Terapan Dengan Eviews .
Yogyakarta: Andi Offset
Saad, Norma Md. 2012. “Microfinance and Prospect for Islamic Microfinance Products:
The Case of Amanah Ikhtiar Malaysia”. Advances in Asian Social Science,
Vol.1, No.1, 27-33.
Widarjono, Agus. 2013. Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Keempat.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
20

LAMPIRAN DATA
OBS
2006Q1
2006Q2
2006Q3
2006Q4
2007Q1
2007Q2
2007Q3
2007Q4
2008Q1
2008Q2
2008Q3
2008Q4
2009Q1
2009Q2
2009Q3
2009Q4
2010Q1
2010Q2
2010Q3
2010Q4
2011Q1
2011Q2
2011Q3
2011Q4
2012Q1
2012Q2
2012Q3
2012Q4
2013Q1
2013Q2
2013Q3
2013Q4
2014Q1

PDB
1,13
1,75
3,19
2,25
3,25
2,00
3,10
3,16
4,68
7,00
4,83
0,82
0,24
2,58
1,62
1,91
1,68
2,75
1,69
2,11
2,30
1,32
2,45
0,93
1,24
0,94
0,16
0,37
1,00
0,63
3,47
1,80
0,45

Kredit
15.415
16.154
16.916
16.948
17.925
19.169
20.434
20.540
21.607
23.877
25.701
25.472
25.336
26.388
27.436
28.001
29.482
31.495
32.834
33.844
35.669
38.089
39.665
41.100
43.557
46.637
48.500
49.818
52.633
56.248
58.218
59.176
62.055

ROE
0,83
1,57
2,93
2,21
2,52
2,58
2,62
2,39
3,53
3,58
3,42
2,61
3,43
3,42
3,14
3,08
3,91
3,95
3,46
3,16
3,92
3,83
3,57
3,32
3,71
3,89
3,71
3,46
3,77
3,8
3,62
3,44
3,42

Aset
19.978
20.939
22.085
23.045
23.627
24.753
26.080
27.741
28.693
30.317
31.900
32.533
32.681
33.765
35.221
37.554
39.039
40.725
42.832
45.742
47.627
49.580
52.300
55.799
57.211
60.034
63.385
67.397
68.645
71.901
74.440
77.376
78.838

GCR
5,193
4,794
4,717
0,189
5,765
6,94
6,599
0,519
5,195
10,506
7,639
-0,891
-0,534
4,152
3,972
2,059
5,289
6,828
4,251
3,076
5,392
6,785
4,138
3,618
5,978
7,071
3,995
2,718
5,651
6,868
3,502
1,646
4,865

GASET
-2,035
4,81
5,473
4,347
2,525
4,766
5,361
6,369
3,432
5,66
5,221
1,984
0,455
3,317
4,312
6,624
3,954
4,319
5,174
6,794
4,121
4,101
5,486
6,69
2,531
4,934
5,582
6,33
1,852
4,743
3,531
3,944
1,889

21

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

MOTIVASI BERTINDAK KRIMINAL PADA REMAJA(STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BLITAR)

3 92 22

MODEL KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 2 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK WIYATA KARYA NATAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

10 119 78

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62