Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu untuk melihat manajemen
pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik
Medan Tahun 2016. Menggunakan desain (cross sectional) yaitu jenis penelitian
yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen
dan variabel dependen diukur dalam waktu yang bersamaan dan sesaat. Dimana
peneliti melakukan observasi pada saat perawat merawat pasien di ruang rawat inap.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan
Sumatera Utara Tahun 2016.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan April 2016.

3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap rindu

A berjumlah 150 orang dan ruang rawat inap rindu B berjumlah 200 orang di Rumah
Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat
inap rindu A dan rindu B berjumlah 350 orang. Sehingga besar sampel ditentukan
dengan rumus:

=

=

= 96 orang (Untuk ruang Rindu A dan Rindu B).

Keterangan :
n

: Besar sample


p

: proporsi infeksi nosokomial

q

: 1-p

Zα : Tingkat kemaknaan (1.96)
d

: Tingkat ketepatan 10%

Untuk teknik pengambilan sample maka menggunakan teknik simple random
sampling dengan cara pengambilan sample sedemikian rupa sehingga setiap individu
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sample.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner dan

observasi langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan SOP pemasangan infus

Universitas Sumatera Utara

kepada perawat yang memberikan tindakan keperawatan kepada pasien secara
langsung.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
3.4.3. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel/Sub
variabel
Independen
Umur

Jenis Kelamin

Masa Kerja


Pendidikan
Pengetahuan

Sikap

Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala
Ukur

Usia individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun.
Merupakan
perbedaan
anatar perempuan dengan
laki-laki secara biologis
sejak seseorang lahir.

Waktu bekerja seorang
perawat selama bekerja di
rumah sakit
Tamatan terakhir sekolah
seorang perawat
Kemampuan perawat dalam
hal
pemahaman
dalam
pengendalian
infeksi
nosokomial.

Nominal

Lembar
observasi,
1=ya
0=tidak


1.Baik, jika Ordinal
skor > 5
2.Kurang,
jika skor ≤ 5

Reaksi atau respon dari
perawat dalam pengendalian
infeksi nosokomial di rumah
sakit

Lembar
observasi,
1 = ya
0 = tidak

1.Mendukun Ordinal
g, jika skor
>5
2.Tidak
Mendukung,

jika skor ≤ 5

Nominal

Nominal

Nominal

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 (Lanjutan)
Variabel/Sub
variabel
Dependen
SOP
Pemasangan
Infus

Definisi Operasional


Alat Ukur Hasil Ukur

Prosedur
atau
cara
melakukan
pemasangan
infus pada pasien di rumah
sakit

Lembar
observasi,
1 = ya
0 = tidak

Skala
Ukur

1.Ya,
jika Ordinal

skor > 34
2.Tidak, jika
skor ≤ 11

3.5. Aspek Pengukuran
3.5.1. Aspek Pengukuran Pengetahuan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari responden diukur dengan
menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pilihan
jawaban Baik skornya adalah 1 dan pada pilihan jawaban Kurang skornya adalah 0.
Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 10 pertanyaan, maka didapat total
skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran SOP
pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan rumus Sudjana (2010).

P

R
BK

P = Skor tertinggi –skor terendah
Keterangan:

P

= Panjang Kelas

R

= Rentang

BK = Banyak Kategori

Universitas Sumatera Utara

Dari rumus tersebut diketahui skor tertinggi 30 dan skor terendah 0 dan banyak
kategori adalah 2 sehingga diperoleh :

10  0
2
P5
P


Tabel 3.2 Persentase Penilaian Pengetahuan
Skor Jawaban
>5
≤5
a.

Persentase
≥50%
5 (≥ 50% dari total
skor).

b.

Tindakan Kurang, bila responden memperoleh skor jawaban ≤5 (< 50% dari total
skor)

3.5.2. Aspek Pengukuran Sikap
Untuk mengetahui ukuran penilaian sikap dari responden diukur dengan
menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pilihan
jawaban mendukung skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban tidak mendukung
skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 10 pertanyaan,
maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh
maka ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan rumus Sudjana
(2010).

P

R
BK

P = Skor tertinggi –skor terendah

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
P

= Panjang Kelas

R

= Rentang

BK = Banyak Kategori
Dari rumus tersebut diketahui skor tertinggi 30 dan skor terendah 0 dan banyak
kategori adalah 2 sehingga diperoleh :

10  0
2
P5
P

Tabel 3.3 Persentase Penilaian Sikap
Skor Jawaban
>5
≤5
a.

Persentase
≥50%
5 (≥ 50% dari
total skor).

b.

Tindakan tidak mendukung, bila responden memperoleh skor jawaban ≤5 (< 50%
dari total skor).

3.5.3. Aspek Pengukuran SOP Pemasangan Infus
Aspek pengukuran yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi
langsung dan wawancara dengan pihak terkait yaitu perawat rumah sakit sehingga
dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dengan adanya
pengawasan yang berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui ukuran SOP pemasangan infus dari responden diukur
dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan lembar observasi. Untuk
pilihan jawaban baik skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban kurang skornya
adalah 0. Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 30 pertanyaan, maka
didapat total skor tertinggi 30 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka
ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan :
Tabel 3.4 Persentase Penilaian SOP Pemasangan Infus
Skor Jawaban
>34
≤11
a.

Persentase
>75%
34 (>75% dari total
skor).

b.

Tindakan Tidak, bila responden memperoleh skor jawaban ≤11 (< 25% dari total
skor).

3.6. Analisa Data
Data diperoleh melalui dengan menggunakan kuesioner dan dianalisa secara
deskriptif disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil observasi SOP pemasangan infus
yang diperoleh kemudian di analisa dan dibandingkan dengan standar Depkes.

Universitas Sumatera Utara

3.6.1. Analisis Data Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada tiap-tiap variable dan
disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase. Analisis univariat bertujuan untuk
mendapatkan data deskriptif tiap variabel.
3.6.2. Analisis Data Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara variable
dependen dan independen (Hastono, 2007). Pemilihan uji statistik yang digunakan
berdasarkan pada jenis data serta jumlah variabel yang diteliti. Pada penelitian ini
dilakukan uji Chi Square karena variable independen berbentuk data kategorik dan
dependennya kategorik.
Dengan batas kemaknaan (α) yang digunakan adalah 0,05, maka:
1) Apabila nilai p≤0,05, menunjukkan adanya hubungan antara variable dependen
dengan variable independen.
2) Apabila nilai p>0,05, menunjukkan tidak adanya hubungan antara variable
dependen dengan variable independen.
3.6.3. Analisis Data Multivariat
Analisis multivariat adalah analisis yang bertujuan untuk menguji hubungan
satu atau lebih dari dua variabel. Dengan menggunakan teknik analisis dapat
mengetahui pengaruh dari variable independen terhadap variable dependen serta
mengetahui variabel domain yang memengaruhi. Pada penelitian ini analisis

Universitas Sumatera Utara

multivariat yang digunakan adalah uji regresi logistic berganda, dengan derajat
kemaknaan dengan nilai  = 0,05 atau nilai p< 0,05.
Rumus regresi logistik :

P( y ) 

1
e

( y )

Keterangan :
P

: peluang terjadinya efek

e

: bilangan natural

y

: variabel dependent

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1

Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah

sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah DaerahProvinsi
Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah Sakit H.
Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat
jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.Pada
tahun 1990 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit
kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990.
Pada tahun 1991 sebagai Rumah Sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes
No. 502/Menkes/SK/IX/1991 dan Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik juga
sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera
Utara,

Nanggroe

Aceh

Darussalam,

Sumatera

Barat

dan

Riau.

Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran
USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft
Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya
pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan
Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan yang diberikan oleh

Universitas Sumatera Utara

Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU
(Badan Layanan Umum) Penuh. Dan tahun 2008 untuk mewujudkan hal ini perlu
pemberdayaan dan kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional)
sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan penyesuaian organisasi yang didukung
oleh

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

nomor

244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata kerja RSUP H Adam Malik
Medan tanggal 11 Maret 2008.

4.2

Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Karakteristik Perawat dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan Tahun 2015
No
Karakteristik
1. Umur
≤ 39 tahun
> 39tahun
2. Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
3. Masa Kerja
≤ 12 tahun
>12tahun
4. Pendidikan
SPK
DIII Keperawatan
S1 Keperawatan
Total

n

%

93
99

48,4
51,6

182
10

94,8
5,2

105
87

54,7
45,3

5
104
83
192

2,6
54,2
43,2
100,0

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian sebagaimana pada Tabel 4.1 menunjukkan responden yang
mempunyai umur ≤ 39 tahun yaitu 93 orang (48,4 %), > 39tahun yaitu 99 orang
(51,6%).Untuk responden mempunyai jenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang
(5,2%) dan perempuan sebanyak 182 orang (94,8%).Untuk responden memiliki masa
kerja ≤ 12 tahun sebanyak 105 orang (54,7%) danresponden memiliki masa kerja
>12tahun sebanyak 87 orang (45,3%).Untuk responden memiliki latar belakang
pendidikan SPK sebanyak 5 orang (2,6%), D-III Keperawatan sebanyak 104 orang
(54,2%) dan S1 Keperawatan sebanyak 83 orang (43,2%).
4.2.2 Pengetahuan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat dalam Penerapan S.O.P
Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015
No
1.
2.

3.

4.
5.

Pernyataan
Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang
dimaksud dengan flebitis
Flebitis
merupakan
infeksi
nosokomial
yaitu
oleh
mikroorganisme yang dialami oleh
pasien yang diperoleh selama dirawat
di rumah sakit diikuti dengan
manifestasi klinis yang muncul
sekurang-kurangnya 3x24 jam
Tindakan penatalaksanaan infus yang
buruk pasien akan terpapar pada
risiko terkena infeksi nosokomial
berupa flebitis
Bapak/Ibu menggunakan sarung
tangan ketika mencuci alat kesehatan
yang terkontaminasi darah/cairan
Menurut
Bapak/Ibu
pemberian
informasi
dan
rotasi
tempat
penusukan merupakan faktor yang
memengaruhi terjadinya flebitis

n

Baik
%

n

Kurang
%

192

100

0

0,0

180

93,8

12

6,3

192

100

0

0,0

186

96,9

6

3,1

165

85,9

27

14,1

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 (Lanjutan)
No
6.

7.
8.

9.

10.

Pernyataan
Kemerahan atau rubbor biasanya
merupakan kejadian pertama yang
ditemukan di daerah yang mengalami
peradangan arteriola yang mensuplai
darah terseebut mengalami pelenaran
sehingga darah yang mengalir ke
mikrosirkulasi lokal lebih banyak
Mengganti tempat atau rotasi kanula
ke lengan kontralateral setiap hari
Perawatan infus bertujuan untuk
mempertahankan
teknik
steril,
mencegah masuknya bakteri ke
dalam
aliran
darah,
pencegahan/meminimalkan
timbulnya infeksi, dan memantau
area
insersi
sehingga
dapat
mengurangi kejadian flebitis
Faktor
pasien
yang
dapat
memengaruhi
angka
flebitis
mencakup usia, jenis kelamin dan
kondisi dasar yaitu diabetes melitus,
infeksi, dan luka bakar
Flebitis
post-infus
merupakan
komplikasi
lain
yang
biasa
dilaporkan oleh pasien dengan terapi
infus

n

Baik
%

n

Kurang
%

182

94,8

10

5,2

120

62,5

72

37,5

186

96,9

6

3,1

149

77,6

43

22,4

165

85,9

27

14,1

Hasil penelitian dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada pertanyaan “Apakah
Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud dengan flebitis” dan pertanyaan “Tindakan
penatalaksanaan infus yang buruk pasien akan terpapar pada risiko terkena infeksi
nosokomial berupa flebitis” didapatkan responden yang jawaban “Baik” sebanyak
100%, dan responden menjawab “Kurang” sebanyak 0%.
Pada pernyataan “Mengganti tempat atau rotasi kanula ke lengan kontralateral
setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis” didapatkan responden yang

Universitas Sumatera Utara

jawaban “Baik” sebanyak 62,5%, dan responden menjawab “Kurang”

sebanyak

37,5%.
Tabel 4.3 DistribusiFrekuensiKategori Pengetahuan Perawat dalam Penerapan
S.O.P Pemasangan Infus Terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap
Rumah SakitUmum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015
Pengetahuan

n
113
79
192

Baik
Kurang
Jumlah

%
58,9
41,1
100,0

Hasil penelitian dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada kategori “
pengetahuan” didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab “Baik”
sebanyak 58,9% dan responden menjawab yang menjawab“Kurang” sebanyak 41,1%.
4.2.3 Sikap
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat dalam Penerapan SOP
Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015
No
1.
2.
3.

4.

Pernyataan
Sebelum dan sesudah melakukan
tindakan, tangan dalam keadaan
bersih
Tidak menggunakan handuk/tisu
jika tangan sedang dalam keadaan
basah
Alat kesehatan yang terkontaminasi
darah/cairan dari tubbuh pasien
langsung
dicuci
dengan
menggunakan sabun
Bapak/Ibu menggunakan sarung
tangan
ketika
mencuci
alat
kesehatan yang terkontaminasi
darah/cairan

Mendukung
n
%

Tidak Mendukung
n
%

191

99,5

1

0,5

101

52,6

91

47,4

167

87,0

25

13,0

185

96,4

7

3,6

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4 (Lanjutan)
No
5.

6.

7.

8.
9.

10.

Pernyataan
Sarung tangan yang Bapak/Ibu
gunakan ketika mencuci alat
kesehatan adalah sarung tangan
yang tidak steril
Kontaminasi infus dapat terjadi
selama
pemasangan
kateter
intravena sebagai akibat dari cara
kerja yang tidak sesuai prosedur
serta pemakaian yang terlalu lama
Perawat pada saat melaksanakan
pemasangan
infus
tidak
melaksanakan tindakan tindakan
aseptik dengan baik dan sesuai
dengan
standar
operasional
prosedur
Bapak/Ibu menggunakan kateter
polyurethane
30%
dalam
pemasangan infus
Pada
anak-anak
Bapak/Ibu
melakukan pemasangan kanula
dapat dilakukan pada lengan,
punggung atau kulit kepala
Tidak menggunakan jarum infus
yang sama untuk pasien yang lain

Mendukung
n
%

Tidak Mendukung
n
%

178

92,7

14

7,3

184

95,8

8

4,2

114

59,4

78

40,6

148

77,1

44

22,9

150

78,1

42

21,9

184

95,8

8

4,2

Hasil penelitian dari Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada pernyataan “Sebelum
dan sesudah melakukan tindakan, tangan dalam keadaan bersih” didapatkan
responden yang jawaban “Mendukung” sebanyak 99,5%, dan responden menjawab
“Tidak Mendukung” sebanyak 0,5%.
Pada pernyataan “Tidak menggunakan handuk/tisu jika tangan sedang dalam
keadaan basah” didapatkan responden yang jawaban “Mendukung” sebanyak 52,6%,
dan responden menjawab “Tidak Mendukung” sebanyak 47,4%.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 DistribusiFrekuensiKategori Sikap Perawat dalam Penerapan S.O.P
Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015
Sikap
Mendukung
Tidak Mendukung
Jumlah

n
115
77
192

%
59,9
40,1
100,0

Hasil penelitian dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada kategori “
Mendukung” didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab sebanyak 59,9%
dan responden menjawab yang menjawab“Tidak Mendukung” sebanyak 40,1%.
4.2.4 S.O.P Pemasangan Infus

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya
Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan Tahun 2015
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Pernyataan
Standar infus
Infus set dengan cairan IV yang
dibutuhkan
Kanul IV
Kapas swab
Bengkok/nierbekken
Tornirquet
Plester+ kaca steril
Gunting perban
Handscoon
Pena dan stiker label
Spalk (untuk pasien anak)
Pengalas
IV kateter/wings (nomor sesuai
kebutuhan)
IV kateter/wings cadangan
Cairan yang dibutuhkan

Ya
n
192

%
100,0

Tidak
n
%
0
0,0

192

100,0

0

0,0

192
192
192
192
192
192
192
192
192
192

100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

192

100,0

0

0,0
0,0

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 (Lanjutan)
No

Pernyataan

16.
17.
18.

Cuci tangan
Berikan salam dan perkenalkan diri
Lakukan konfirmasi identitas pasien
sesuai prosedur
Siapkan pasien dan keluarga
Lanjutkan prosedur apabila pasien
sudah memahami penjelasan yang
diberikan dan pasien sudah siap untuk
dilakukan tindakan
Tentukan lokasi yang akan dipasang
infus
Tusukan infus set ke botol cairan dan
gantung di standar infus. Isi selang
infus set dengan cairan infus dn alirkan
cairan sampai ke ujung selang, klem
selang dan pertahankan taknik steril
Pertahankan teknik akseptik ketika
membuka cairan dan pack infus
Hubungkan cairan ke set infus dengan
menusukkan ujung selang pada bagian
karet botol infus
Isi cairan ke dalam set infus dengan
menekan ruang tetesan sampai terisi
sepertiga ruang tetesan dan buka klem
selang sampai cairan memenuhi selang
dan udara dalam selang keluar
Letakkan pengalas di bawah area yang
akan dilakukan insersi atau penusukan
Pakai sarung tangan
Bersihkan area penusukan dengan
kapas alkohol
Lakukan penusukan vena dengan
meletakkan ibu jari di bawah vena dan
posisi lubang jarum menghadap ke atas
Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik
jarum sampai darah terlihat dikanula,
tangan non dominan menahan ujung
kanua. Masukkan sisa kanula secara
perlahan sampai pangkal
Apabila darah tidak keluar melalui
jarum, penusukan vena gagal atau
bengkak, maka ulangi lagi poin 12-16

19.
20.

21.
22.

23.
24.
25.

26.
27.
28.
29.
30.

31.

n
192
112

Ya
%
100,0
58,3

n
0
80

Tidak
%
0,0
41,7

192

100,0

0

0,0

166

86,5

26

13,5

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 (Lanjutan)
No
32.

33.

34.
35.
36.
37.

38.

39.
40.
41.
42.
43.
44
45.

Pernyataan
pada area yang lain
Setelah mandrin dilepaskan, buang
mandrin ke tempat sampah dan tekan
bagian
atas,
vena
dengan
menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar
Sambungkan dengan ujung selang
yang telah terlebih dahulu dikeluarkan
cairannya dan sambil dibiarkan
menetes sedikit
Lakukan fixsasi IV chat dengan
menggunakan tegaderem/plester atau
kasa steril
Lakukan cuci tangan
Atur tetesan infus sesuai kebutuhan
Tuliskan tanggal dan jam pemasangan
infus serta nama yang melakukan
tindakan pada steker lebel yang
dilengketkan pada plester
Catat pada stiket botol infus: botol
cairan infus keberapa, kecepatan
tetesan, dan jam berapa cairan infus
harus habis
Apabila ada obat tambahan yang
dicampur dalam cairan infus, catat
pada label cairan infus
Rapikan seluruh peralatan yang
digunakan
Perhatikan respon pasien
Sarung tangan dibuka dan cuci tangan
Ucapkan:
terima
kasih
atas
kerjasamanya, semoga cepat sembuh
Dokumentasikan tindakan pada catatan
keperawatan di rekam medis

n

%

n

%

n

%

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192
192

100,0
100,0

0
0

0,0
0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192

100,0

0

0,0

192
192

100,0
100,0

0
0

0,0
0,0

133

69,3

59

30,7

192

100,0

0

0,0

Hasil penelitian dari Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada SOP pemasangan
infus untuk pernyataan “Standar infus, Infus set dengan cairan IV yang dibutuhkan,
Kanula IV, Kapas swab, Bengkok/nierbekken, Tornirquet, Plester + kaca steril,

Universitas Sumatera Utara

Gunting perban,

Handscoon, Pena dan stiker label, Spalk (untuk pasien anak),

Pengalas, IV kateter/wings (nomor sesuai kebutuhan), IV kateter/wings cadangan,
Cairan yang dibutuhkan, Cuci tangan, Lanjutkan prosedur, Tentukan lokasi yang
akan dipasang infus, Tusukan infus set ke botol cairan dan gantung di standar infus,
Pertahankan teknik akseptik ketika membuka cairan dan pack infus, Hubungkan
cairan ke set infus dengan menusukkan ujung selang pada bagian karet botol infus, Isi
cairan ke dalam set infus, Letakkan pengalas di bawah area yang akan dilakukan
insersi atau penusukan, Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol, Lakukan
penusukan vena, Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik jarum sampai darah terlihat
dikanula, Apabila darah tidak keluar melalui jarum, penusukan vena gagal atau
bengkak, maka ulangi lagi poin 12-16 pada area yang lain, Setelah mandrin
dilepaskan, buang mandrin ke tempat sampah, Sambungkan dengan ujung selang
yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya dan sambil dibiarkan menetes
sedikit, Lakukan fixsasi IV chat dengan menggunakan tegaderem/plester atau kasa
steril, Lepaskan sarung tangan, lakukan cuci tangan, atur tetesan infus sesuai
kebutuhan, tuliskan tanggal dan jam pemasangan infus, Catat pada stiket botol infus,
Apabila ada obat tambahan yang dicampur dalam cairan infus, catat pada label cairan
infus, Rapikan seluruh peralatan yang digunakan, Perhatikan respon pasien, Sarung
tangan dibuka dan cuci tangan dan Dokumentasikan tindakan pada catatan
keperawatan di rekam medis” didapatkan responden yang jawaban “Ya” sebanyak
100%, dan responden menjawab “Tidak” sebanyak 0%.

Universitas Sumatera Utara

Pada pernyataan “Ucapkan: terima kasih atas kerjasamanya, semoga cepat
sembuh” didapatkan responden yang jawaban “Ya” sebanyak 69,3% dan responden
menjawab “Tidak” sebanyak 30,7%.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori S.O.P Pemasangan Infus terhadap
Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan Tahun 2015
Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Ya
Tidak
Jumlah

n
131
61
192

%
68,2
31,8
100,0

Hasil penelitian dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada kategori “ S.O.P
Pemasangan Infus” didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab “Ya”
sebanyak 68,2% dan responden menjawab yang menjawab“Tidak” sebanyak 31,8%.
4.3

Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap
Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan
Tabel 4.8 Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap

Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan

Umur
≤ 39 tahun
≥ 39 tahun

Penerapan S.O.P Pemasangan
Infus
Tidak
Ya
n
%
n
%
27
29,0
66
71,0
34
34,3
65
65,7

Dari hasil analisis hubungan antara Umur

Total
n
93
99

%
100,0
100,0

P
0,430

dengan SOP pemasangan infus

diperoleh bahwa responden yang berumur ≤ 39 tahun sebanyak 66 responden (71,0%)

Universitas Sumatera Utara

yang menjawab ya bahwa pemasangan infussesuai dengan SOP, sedangkansebanyak
27 responden (29,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan SOP. Untuk responden
yang berumur >39 tahun sebanyak 65 responden (65,7%) yang menjawab sesuai
penerapan SOP pemasangan infus,sedangkansebanyak 34 responden (34,3%) yang
menjawab tidak sesuai SOP.
Hasil uji statistik didapatkan nilai P= 0,430 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara faktor umur dengan pemasangan infus berdasarkan S.O.P.
4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan

Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan

Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki

Penerapan S.O.P Pemasangan
Infus
Tidak
Ya
n
%
n
%
58
31,9
124
68,1
3
30,0
7
70,0

Total
n
182
10

%
100,0
100,0

P
0,902

Dari hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan
infus diperoleh bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 124
responden (68,1%) yang menjawab sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 58 responden
(31,9%) yang menjawab tidaksesuai S.O.P. Untuk responden yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 7 responden (70,0%) yang menjawab pemasangan infus sesuai
S.O.P, sedangkan sebanyak 3 responden (30,0%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P.

Universitas Sumatera Utara

Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,902 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan penerapanS.O.P pemasangan infus.
4.3.3 Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan
Tabel 4.10 Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan

Masa Kerja
≤ 12 tahun
>12tahun

Penerapan S.O.P Pemasangan
Infus
Tidak
Ya
n
%
n
%
34
32,4
71
67,6
27
31,0
60
76,9

Total
n
105
87

%
100,0
100,0

P
0,84

Dari hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus
diperoleh bahwa responden yang masa kerjanya ≤ 12 tahun sebanyak 71 responden
(67,6%) yang menjawab pemasangan infus sesuai dengan S.O.P, sedangkan sebanyak
34 responden (32,4%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P pemasangan infus.
Untuk responden yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 60 responden (76,9%)
yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 27 responden
(31,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P. Hasil uji statistik didapatkan
nilai P = 0,842 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja
dengan penerapanS.O.P pemasangan infus.

Universitas Sumatera Utara

4.3.4 Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan
Tabel 4.11 Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan

Pendidikan
SPK
D3
Keperawatan
S1
Keperawatan

Penerapan S.O.P Pemasangan
Infus
Tidak
Ya
n
%
n
%
3
60,0
2
40,0
74
71,2
30
28,8
54

65,1

29

34,9

Total
n
5
104

%
100,0
100,0

83

100,0

P
0,622

Dari hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan S.O.P pemasangan
infus diperoleh bahwa responden yang berpendidikan SPK sebanyak 3 responden
(60,0%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 2
responden (40,0%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Responden yang
berpendidikan D3 Keperawatan sebanyak 74 responden (71,2%) yang menjawab
pemasangan infus sesuai S.O.P sedangkan sebanyak 30 responden (28,8%) yang
menjawab tidak sesuai S.O.P. Untuk responden yang berpendidikan S1 Keperawatan
sebanyak 54 responden (65,1%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P,
sedangkan sebanyak 29 responden (34,9%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Hasil
uji statistik didapatkan nilai P = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara SOP pemasangan infus dengan faktorpendidikan.

Universitas Sumatera Utara

4.3.5 Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan
Tabel 4.12 Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus

terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan

Pengetahuan

Penerapan S.O.P Pemasangan
Infus
Baik
Kurang

Total

Baik

n
80

%
70,8

n
33

%
29,2

n
113

%
100,0

Kurang

51

64,6

28

35,4

79

100,0

P
0,361

Dari hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan S.O.P pemasangan
infus diperoleh bahwa responden yang menjawab bahwa pengetahuan berhubungan
baik terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus sebanyak 80 responden (70,8%)
dan yang menjawab pengetahuan kurang berhubungan dengan S.O.P pemasangan
infus sebanyak 51 responden (64,6%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,361
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
penerapan S.O.P pemasangan infus.

Universitas Sumatera Utara

4.3.6 Hubungan Sikap dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap
Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan
Tabel 4.13 Hubungan Sikap dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan

Sikap
Tidak
Mendukung
Mendukung

Penerapan S.O.P
Pemasangan Infus
Kurang
Baik
n
%
n
%
43 55,8 34 44,2

n
77

%
100,0

27

115

100,0

23,5

88

76,5

Total

P
0,003

RP

CI

1,370 95% IK
= 1,096-1,712

Dari hasil analisis hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P pemasangan
infus diperoleh bahwa responden yang mendukung sebanyak 88 responden (76,5%)
dan yang menjawab sikaptidak mendukung dengan S.O.P pemasangan infus
sebanyak 43 responden (55,8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,003 maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P
pemasangan infus. Artinya responden dengan sikap tidak mendukung 1,37 kali
perkiraan

kemungkinannya

menerapkan

S.O.P

pemasangan

infus

kurang

dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Variabel Pengendalian Infeksi Nosokomial terhadap S.O.P
Pemasangan Infus
5.1.1. Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Menurut Elisabeth BH dalam (Nursalam, 2009) usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok
semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih
dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
dari pengalaman dan kematangan jiwa.
Hubungan umur

terhadap S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada

pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa
dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara umur terhadap
penerapan S.O.P pemasangan infus, nilai chi-square adalah 0,624 dan nilai p value
= 0.430 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan
penerapan S.O.P pemasangan infus yang merupakan variabel yang

tidak

berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah
Sakit H.Adam Malik Medan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria
dan Erlin Kurnia tahun 2012 tentangkepatuhan perawat dalam melaksanakan standar
prosedur operasional pemasangan infus terhadap flebitis, dimana hasil penelitian jika

Universitas Sumatera Utara

dilihat dari distribusi variabel usia, hasil penelitian mengenai kepatuhan perawat IGD
dalam melaksanakan S.O.P Pemasangan infus di Rumah Sakit Baptis Kediri yaitu
sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan data bahwa sebagian besar
yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada
S.O.P pemasangan infus (88,2%). Karakteristik perawat yang patuh adalah lebih dari
50% berusia 31 – 35 tahun yaitu 42 kali (61,8%), dan perawat yang tidak patuh pada
S.O.P pemasangan infus yaitu 8 kali tindakan pemasangan infus (11,8%).
Ketidakpatuhan ini dilakukan oleh sebagian besar perawat yang berusia sebagian
besar 21 – 25 tahun yaitu sebanyak 6 kali (75%). Berdasarkan data diatas dapat
diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh
pada S.O.P pemasangan infus.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat
inap Rumah Sakit Adam Malik Medan yang berumur > 39 tahun sebanyak 99 orang
(51,6%) dan perawat yang berumur ≤ 39 tahun sebanyak 93 orang (48,4%).
Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit H.Adam
Malik Medan masih dalam usia produktif. Hasil penelitian mengatakan bahwa besar
risiko terjadinya flebitis yaitu pasien yang berusia > 39 tahun memiliki risiko
menderita flebitislebih besar dibandingkan dengan pasienyang berusia ≤ 39 tahun.
Sebagian besar tindakan dilakukan perawat dengan patuh dalam penerapan
S.O.P pemasangan infus adalah usia mereka. Dari segi usia mereka sudah mempunyai

Universitas Sumatera Utara

tingkat kemampuan, kematangan dan kekuatan sehingga seorang perawat akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur tidak mempunyai hubungan
terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan.
5.1.2. Hubungan Jenis Kelamin dalam PenerapanS.O.P Pemasangan Infus
Jenis kelamin adalah kelas kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies
sebagai suatu sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual
untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu
akibat dari dimosfirme seksual yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan
perempuan.
Hubungan jenis kelamin terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara jenis
kelamin terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus,nilai chi-square adalah 0,015
dan nilai p value = 0.902 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan infus merupakan variabel yang

tidak

berpengaruh terhadap S.O.P pemasangan infus di Unit Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
Penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit H.Adam Malik
Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan berjenis kelamin perempuan sebanyak 182

Universitas Sumatera Utara

orang (94,8%) dan perawat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang
(5,2%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum
pusat H.Adam Malik Medan lebih banyak berjenis kelamin perempuan dari pada lakilaki. Hasil penelitian

mengatakan bahwa pasien perempuan memiliki risiko

menderita flebitis lebih besar dibandingkan dengan pasien laki-laki.
Dengan demikian dapat disimpulkan diatas bahwa jenis kelamin tidak
mempunyai hubungan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat
inap rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
5.1.3. Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Masa kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja pada suatu organisasi,
lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui
karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para
pekerja dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya.
Hubungan masa kerja terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara masa kerja
terhadap S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat diperoleh bahwa
masa kerja memiliki hubungan negatif terhadap S.O.P pemasangan infus dengan nilai
chi-square adalah 0,040dan nilai p value = 0.842 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus merupakan
variabel yang tidak berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama
tahun 2012

tentanghubungan tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan

tindakan pemasangan infus sesuai standart operating procedurediRS Roemani
Muhammadiyah Semarang, dimana hasil penelitian menunjukkan hasil uji korelasi
diperoleh nilai koefisien korelasi =0,704 dengan p-value sebesar (0,238) > 0,05 maka
Ho diterima. Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan
tindakan pemasangan infus sesuai dengan standart operating procedure.
Menurut Robbin S.P (2001), mengatakan didalam beberapa riset yang konsisten
dinyatakan bahwa perilaku masa lalu merupakan peramal yang terbaik bagi perilaku
masa datang. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kalau masa lalu
perawat sudah terbiasa berperilaku sesuai dengan protap maka kemungkinan besar
akan tetap berperilaku sesuai dengan protap pada masa yang akan datang, demikian
juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan dengan masa kerja yang lama yang
diekspresikan dengan pengalaman kerja belum tentu menjamin pelaksanaan protap
pemasangan infus baik apabila dari dulu sudah terbiasa berperilaku tidak sesuai.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja
di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Memiliki masa
kerja yang berbeda. Untuk perawat yang masa kerjanya ≤ 12 tahun sebanyak 105
orang (54,7%) dan perawat yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 87 orang
(45,3%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum
pusat H.Adam Malik Medan memiliki masa kerja yang kurang dari 12 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Tindakan perawat dengan patuh dalam melaksanakan S.O.P pemasangan infus yang
dipengaruhi masa kerja bahwa makin lama masa kerja perawat makin terampil dan
makin berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan sehingga hasil kinerja yang
dilakukan lebih produktif.
Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan
tindakan pemasangan infus sesuai dengan S.O.P. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa masa kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap penerapan S.O.P
pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan.
5.1.4. Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat

mau

melakukan

tindakan-tindakan

(praktik)

untuk

memelihara

(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan
kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses
pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (lost
lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran.

Memang kelemahan dari

pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama karena perubahan perilaku melalui
proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo,
2010).
Menurut Wooddalam (Maulana, 2009) pendidikan adalah sejumlah pengalaman
yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

terkait dengan kesehatan individu, masyarakat dan bangsa. Dari batasan dan
pengertian pendidikan kesehatan tersebut disimpulka bahwa pada dasarnya
pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya yang terencana untuk mengubah
perilaku individu, kelompok, keluarga dan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan membutuhkan pemahaman yang mendalam karena
melibatkan berbagai istilah seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus
dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Menurut WHO tujuan pendidikan
disebut juga mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan
(Maulana, 2009). Menurut taylor dalam (Maulana, 2009) pendidikan kesehatan
mengacu pada setiap gabungan pengalaman belajar yang dipolakan untuk
memudahkan penyesuaian-penyesuaian perilaku secara sukarela yang memperbaiki
kesehatan individu. Pendidikan kesehatan berusaha membantu individu mengontrol
kesehatannya sendiri dengan memengaruhi, memungkinkan dan menguatkan
keputusan atau tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan mereka sendiri. Nilai
pendidikan turun naiak bersama tingkat pengetahuan yang telah diperoleh, dan daya
upaya pendidikan mungkin masih penting pada orang-orang yang tingkat
pengetahuannya masih rendah.
Salah satu faktor

yang memengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat

pendidikan. Notoatmodjo mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang

semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan semakin mudah

seseorang untuk memahami pengetahuan. Hasil penelitian yang dilakukan didapat

Universitas Sumatera Utara

bahwa dari tingkat pendidikan terhadap 192 orang responden, 5 orang (2,6%)
responden, sedangkan dari 104 orang (54,2%) responden yang berpendidikan D3
Keperawatan, dan 83 orang (43,2%) responden berpendidikan S1 Keperawatan.
Hubungan pendidikan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga
tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara
pendidikan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus, nilai chi-square adalah
0,951dan nilai p value = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan SOP pemasangan infus yang merupakan variabel yang
tidak berpengaruh terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria
dan Erlin Kurnia

tahun 2012

tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan

standar prosedur operasional pemasangan infus terhadap flebitis, dimana hasil
penelitian jika dilihat daridistribusi variabel pendidikan, hasil penelitian mengenai
Kepatuhan perawat IGD dalam melaksanakan S.O.P pemasangan infus di Rumah
Sakit Baptis Kediri yaitu sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan
data bahwa sebagian besar yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh
perawat dengan patuh pada S.O.P pemasangan infus (88,2%). sebagian besar
pendidikan diploma III keperawatan yaitu 50 kali (73,5%), paling banyak memiliki
masa kerja >10 tahun yaitu 25 kali (36,8%). Perawat yang tidak patuh pada S.O.P
pemasangan infus yaitu 8 kali tindakan pemasangan infus (11,8%). Ketidakpatuhan

Universitas Sumatera Utara

ini dilakukan oleh sebagian besar perawat dengan masa kerja selama 0 – 5 tahun,
lebih dari 50% pendidikan diploma III keperawatan. Berdasarkan data diatas dapat
diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh
pada S O. P Pemasangan infus.
Pendidikan sebagian besar perawat yang patuh terhadap S.O.P pemasangan
infus memiliki pendidikan Diploma III Keperawatan sehingga kemungkinan makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah baginya untuk menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Dengan adanya persepsi yang negatif dari kebanyakan pasien yang terpasang
infus, maka pendidikan kesehatan sangat perlu diberikan dengan memberikan
penjelasan langsung kepada setiap pasien yang akan dilakukan penggantian posisi
infus. Pemberian informasi yang adekuat kepada pasien termasuk juga keluarga
pasien akan sangat membantu menimbulkan sikap yang kooperatif sehingga dengan
sikap tersebut dapat membantu pelaksanaan proses pengobatan dan perawatan
menjadi lebih mudah dan diharapkan pula mempercepat proses penyembuhan pasien.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapatbahwa dari tingkat pendidikan
terhadap 192 orang responden, 5 orang (2,6%) responden, sedangkan dari 104 orang
(54,2%) responden yang berpendidikan D3 Keperawatan dan 83 orang (43,2%)
responden berpendidikan S1 Keperawatan. Disini terlihat bahwa pendidikan sangat
berkaitan dengan pemasangan infus pada pasien.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan

berarti

bimbingan

yang

diberikan

seseorang

terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan dperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehinigga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat
memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang untuk sikap berperan serta
dalam pembangunan yang mana makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus pada pasien di unit rawat
inapRumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
5.1.5. Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
Pengetahuan adalahhasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagain besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).
Salah satu faktor

yang berhubungan dengan pengetahuan adalah tingkat

pendidikan. Notoatmodjo mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang

semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan semakin mudah

Universitas Sumatera Utara

seseorang untuk memahami pengetahuan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilihat dari tingkat pendidikan terhadap 103 orang responden, 1 orang
responden berpendidikan SPK memiliki pengetahuan baik, 2 orang responden
berpendidikan S1, 1 orang memiliki tingkat pengetahuan baik dan 1 orang memiliki
tingkat pengetahuan kurang baik. Sedangkan dari 100 orang responden yang
berpendidikan D3, 54 orang memiliki tingkat pengetahuan baik dan 46 orang
memiliki tingkat pengetahuan kurang baik. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang belum tentu semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tdak
didasari oleh pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2010).
Rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Adam Malik
Medan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda terhadap S.O.P pemasangan
infus. Untuk perawat yang mempunyai pengetahuan baik dalam penerapan S.O.P
pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap rumah sakit Adam
Malik Medan sebanyak

113 orang (58,9%) dan perawat yang mempunyai

pengetahuan kurang baik sebanyak 79 orang (41,1%).
Hubungan pengetahuan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara pengetahuan
terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat, nilai chi-

Universitas Sumatera Utara

square adalah 0,835 dan nilai p value = 0,361maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengetahuandengan penerapan S.O.P pemasangan infus yang
merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadapS.O.P pemasangan infus di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wayunah tahun 2012

tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus

dengan kejadian flebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inapdi RSUD
Indramayu, dimana hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan perawat
tentang terapi infus diketahuisebanyak 50.8% memiliki pengetahuantidak baik. Hasil
analisis hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan
kenyamanan pasien diketahui ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan pasien (p=0.0005)
perawat tentang terapi infus dan kejadian flebitis diketahui ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian
plebitis (p=0.0005; OR =9.5). Berdasarkan hasil OR dapat disimpulkan bahwa
perawat yang memiliki pengetahuan tidak baik berpeluang 9.5 kali menyebabkan
flebitis dibanding perawat yang memiliki pengetahuan baik (OR=11.6).
Seorang perawat idealnya harus memiliki dasar pengetahuan tentang berbagai
teori yang berkaitan dengan terapi infus. Hal ini akan memengaruhi dalam
perilakunya, terutama tentang prinsip-prinsip yang berkaitan dengan protokol
pelaksanaan serta implementasi untuk pencegahan komplik

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Rawat Inap di Rumah Sakit St. Alisabeth Medan Tahun 2002-2007

0 54 94

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan Tahun 2000-2004

0 28 94

Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Rawat Inap Di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

0 34 94

Karakteristik Penderita Kanker Hati Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009

3 39 97

Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016

0 0 17

Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016

0 0 2

Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016

0 0 7

Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016

0 3 37

Analisa Karakteristik dan Perilaku Perawat Terhadap Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Dalam Pencegahan Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016

0 2 29

Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang Dilakukan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Chapter III VI

0 0 25