Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Agency Theory
Teori yang mendasari penulisan rencana penelitian ini adalah teori agensi.
Berdasarkan teori agensi yang mengadopsi pendapat Jensen & Meckling (1976),
Hendriksen (2005) dan Scott (2003) dijelaskan bahwa hubungan rakyat dengan
pemerintah dapat dikatakan sebagai hubungan keagenan yaitu hubungan yang
timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh rakyat sebagai principal yang
menggunakan pemerintah sebagai agent untuk menyediakan jasa yang menjadi
kepentingan rakyat. Untuk mengawasi perilaku pemerintah serta menyelaraskan
tujuan

rakyat

dan


pemerintah,

rakyat

mewajibkan

pemerintah

untuk

mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada
pemerintah melalui mekanisme pelaporan keuangan secara periodik. Dari laporan
keuangan yang merupakan tanggungjawab pemerintah, rakyat melalui legislatif
dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja pemerintah, sejauh mana
pemerintah telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Mardiasmo (2004) bahwa akuntabilitas publik merupakan suatu
kewajiban

pihak


pemegang

amanah

(agent)

untuk

memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak untuk meminta pertangungjawaban
tersebut.

11

Universitas Sumatera Utara

12


Masalah keagenan muncul ketika eksekutif cenderung memaksimalkan
self interestnya yang dimulai dari proses penganggaran, pembuatan keputusan,
sampai dengan menyajikan laporan keuangan yang sewajar-wajarnya untuk
memperlihatkan bahwa kinerja mereka selama ini telah baik, serta untuk
mengamankan posisinya di mata legislatif dan rakyat. Teori keagenan juga
menyatakan bahwa agen bersikap oportunis dan cenderung tidak menyukai resiko.
Tanggungjawab yang ditunjukkan pemerintah daerah sebagai pihak eksekutif
tidak hanya berupa penyajian laporan keuangan yang lengkap dan wajar, tetapi
juga bagaimana mereka mampu membuka akses untuk para pengguna laporan
keuangan. Pemerintah daerah sebagai agen akan menghindari resiko berupa
ketidakpercayaan stakeholders terhadap kinerja mereka. Oleh karena itu,
pemerintah daerah akan berusaha untuk menunjukkan bahwa kinerja mereka
selama ini baik dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan daerah (Safitri, 2009)
2.1.2. Performance Appraisal
Penilaian kerja karyawan atau dikenal dengan istilah Performance
appraisal, menurut pendapat Megginson, sebagaimana dikutip Mangkunegara,
(2000) adalah “suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah
seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan”.
Penilaian pegawai merupakan evaluasi sistimatis dari pekerjaan pegawai dan

potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian merupakan proses penaksiran atau
penentuan nilai, kualitas, atau status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian
kinerja pegawai yang dilakukan pimpinan perusahaan secara sistimatis
berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pemimpin perusahaan yang

Universitas Sumatera Utara

13

menilai kinerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung dan atasan tidak
langsung. Selain itu kepala bagian personalia juga mempunyai hak untuk
memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data
yang ada di bagian personalia.
2.1.3. Kinerja SKPD
Kinerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai
oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu
periode tertentu. Kinerja (performance) merupakan kuantitas dan kualitas
pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. Mulyadi
(1999) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral dan etika. Dalam sektor publik khususnya sektor
pemerintahan, kinerja dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh pegawai
pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu
periode. Kinerja merupakan gambaran mengenai pencapaian prestasi atau unjuk
kerja dari instansi pemerintah. Hasil kerja instansi ditunjukkan melalui capaian
keluaran dan hasil dari suatu kegiatan atau program, sebagai upaya instansi
pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang telah dijabarkan dari misi atau
tugas dan fungsinya. Pengertian kinerja ini sejalan juga dengan apa yang
dituangkan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2008 tentang
Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Secara lengkap peraturan ini
mendefenisikan kinerja sebagai keluaran atau hasil dari kegiatan/program yang

Universitas Sumatera Utara

14

hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan

kuantitas dan kualitas terukur. Menurut Halim (2007) bahwa kinerja dan
kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan
untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Kinerja
juga berarti prestasi kerja yang mengacu pada suatu hasil yang dicapai atas kerja
atau kegiatan yang telah dilakukan. Dalam konteks pemerintahan, kinerja akan
dinilai sebagai suatu prestasi apabila dalam melaksanakan suatu kegiatan
dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan yang berlaku, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sehingga ukuran kinerja dalam
anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat
mencapai hasil yang maksimal sesuai ukuran kinerja yang ditetapkan.
Menurut pendapat Mardiasmo (2004) bahwa pengukuran kinerja sektor
publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja
sektor publik bertujuan untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah yang
berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja, yang selanjutnya hal ini
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
memberikan pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan
untuk pengalokasian sumberdaya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran
kinerja sektor publik bertujuan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik
dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Pengukuran kinerja sangat penting
untuk menilai akuntabilitas organisasi dan pimpinan dalam menghasilkan

pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan
menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi

Universitas Sumatera Utara

15

kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara
ekonomis, efisien, dan efektif.
Menurut Maryanti (2002) ”Kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait
dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai
kerja tersebut”. Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja adalah hasil dari kegiatan
yang telah dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut kinerja dapat dilihat dan
diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan dengan pengertian prestasi yang
diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintah dapat dilihat dari tingkat
penyelesaian tugas-tugas pengayoman masyarakat. Kimisean dalam Warisno
(2009) menyatakan bahwa dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, ada
beberapa indikator yang biasa dipergunakan yaitu produktvitas, kualitas layanan,
responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Dalam konteks organisasi
pemerintah daerah, pengukuran kinerja SKPD dilakukan untuk menilai seberapa

baik SKPD tersebut melakukan tugas pokok dan fungsi yang dilimpahkan
kepadanya selama periode tertentu.
2.1.4. Perencanaan Anggaran
Perencanaan adalah suatu proses untuk merumuskan program utama yang
akan dilakukan suatu organisasi dalam rangka implementasi strategi serta
memperkirakan jumlah sumber daya yang akan dialokasikan untuk masingmasing program jangka panjang. Perencanaan merupakan penentuan kebijakan
atas

sekumpulan

kegiatan

untuk

selanjutnya

dilaksanakan

dengan


mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan
bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan,
kebijakan, prosedur, penganggaran dan program kerja sehingga terlaksana sesuai

Universitas Sumatera Utara

16

dengan sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan tujuan merupakan langkah
pertama dalam perencanaan. Berikutnya adalah penentuan strategi yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan yang diikuti dengan penyusunan program.
Tahap terakhir dalam perencanaan adalah penyusunan anggaran. Sebagai sebuah
rencana tindakan, anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengendalikan
kegiatan organisasi atau unit organisasi dengan cara membandingkan antara hasil
sesungguhnya yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Halim et all (2004) bahwa Anggaran merupakan rencana kerja
jangka pendek yang dinyatakan secara kuantitatif dan diukur dalam satuan
moneter yang penyusunannya sesuai dengan rencana kerja jangka panjang yang
telah ditetapkan sebelumnya. Anggaran merupakan rencana yang diungkapkan
secara kuantitatif yang biasanya dinyatakan dalam unit moneter. Menurut

Mardiasmo (2004) bahwa definisi anggaran merupakan pernyataan mengenai
estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah proses atau
metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran. Selanjutnya Mulyadi (2000)
menjelaskan bahwa “Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter dan satuan ukuran waktu yang lain,
yang mencakup jangka waktu satu tahun”.
Selanjutnya

Bastian

(2006)

menyatakan

bahwa

anggaran

dapat


diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran
yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode yang akan datang.
Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan daerah masing-masing Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan ketetapan Permendagri No.13

Universitas Sumatera Utara

17

tahun 2006 (diubah menjadi Permendagri No 21 tahun 2011 tentang perubahan
kedua Permendagri No 13 tahun 2006), dikatakan sebagai pengguna anggaran
melakukan tugas antara lain dari proses penyusunan APBD, pelaksanaan dan
penatausahaan belanja, pelaksanaan dan penataan pendapatan, akuntansi dan
pelaporan sampai kepada perubahan APBD. Keluarnya Undang-undang Nomor
17 tahun 2003 yang menetapkan bahwa APBD harus disusun berdasarkan
pendekatan prestasi kerja membuat SKPD sebagai unit yang menggunakan
anggaran dituntut untuk dapat mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
(RKA-SKPD) yang benar-benar baik yaitu sesuai dengan kebutuhan, efektif,
ekonomis dan efisien.
Brownell

dan

Mc.Innes

(2005)

melakukan

penelitian

Budgetary

Participation, Motivation, and Managerial Performance, dimana hasil penelitian
menyatakan bahwa secara langsung partisipasi anggaran memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial dan sebaliknya motivasi kerja
berkorelasi negatif dengan kinerja manajerial. Hasil penelitian Haykal (2007)
menyatakan bahwa secara simultan variabel perencanaan anggaran, penyusunan
anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran berpengaruh signifikan
terhadap kinerja SKPD, sedangkan secara parsial perencanaan anggaran tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD. Selanjutnya menurut hasil
penelitian Nurlaila (2008) bahwa secara parsial pengawasan anggaran
berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial, sedangkan perencanaan
anggaran walaupun berkorelasi signifikan namun kurang berdampak langsung
terhadap peningkatan kinerja manajerial pada SKPD di Kabupaten Aceh Barat.
Berikutnya hasil penelitian Pratama (2011) menyimpulkan bahwa perencanaan

Universitas Sumatera Utara

18

anggaran dan partisipasi anggaran, secara parsial dan simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja manajerial di pemerintahan Kabupaten Langkat
dengan variable pemoderasi berupa pengawasan anggaran yang memperkuat
variable perencanaan dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial.
2.1.5. Pelaporan Anggaran
Pelaporan anggaran/laporan keuangan adalah informasi keuangan yang
disusun oleh suatu entitas yang menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan bagi kepentingan pihak
internal maupun eksternal dari entitas tersebut. Laporan keuangan juga
menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban
manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Menurut Halim
(2007) bahwa laporan keuangan adalah informasi keuangan yang disusun oleh
suatu entitas bagi kepentingan pihak internal maupun eksternal dari entitas
tersebut.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 Tentang Pedoman
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa
sistem Akuntansi Keuangan adalah sistem akuntansi yang menghasilkan laporan
keuangan pokok untuk tujuan umum (general purpose). Tujuan laporan keuangan
adalah:
a.

Akuntabilitas; mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b.

Manajemen; membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan suatu BLU dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi

Universitas Sumatera Utara

19

perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh penerimaan,
pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk kepentingan
stakeholders.
c.

Transparansi; memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban BLU
dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Sesuai

dengan

Undang-Undang

Nomor

1

Tahun

2004

tentang

Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2) yang menyatakan bahwa Kepala SKPD
selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi dan transaksi
keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan
belanja yang berada dalam tanggung jawabnya. Menurut Rooney (2007) indikator
pelaporan adalah :
1.

Adanya kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang memadai
untuk fungsi akuntansi dan keuangan

2.

Sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah terintegrasi

3.

Seluruh laporan keuangan pemerintah daerah dicatat secara akurat dan tepat
waktu

4.

Terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen yang dapat diandalkan
Menurut hasil penelitian Haykal (2007) bahwa pengujian secara simultan,

variabel pelaporan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
SKPD, sedangkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa pelaporan
anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD. Selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

20

hasil penelitian Asmarani (2013) menyimpulkan bahwa perencanaan anggaran,
dan pelaporan anggaran secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja Kepala SKPD.
2.1.6. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah salah satu metode sikap kerja karena perilaku
terhadap pekerjaan berkaitan dengan ada tidaknya keterikatan dan keterlibatan
seseorang terhadap organisasi. Darma (2005) mendefinisikan komitmen organisasi
merupakan tingkat kekuatan identifikasi individu, dan keterikatan individu kepada
organisasi yang memiliki tiga karakteristik. Yang pertama yaitu memiliki
kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan perusahaan.
Selanjutnya yang kedua adalah kemauan yang kuat untuk berusaha atau bekerja
keras untuk organisasi. Dan yang ketiga adalah keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi. Yang dimaksud dengan identifikasi adalah pemahaman atau
penghayatan terhadap tujuan organisasi. Selanjutnya yang dimaksud dengan
keterikatan adalah perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa
pekerjaan sangat menyenangkan. Menurut Simanjuntak (2005) bahwa komitmen
adalah kesanggupan untuk bertanggungjawab terhadap hal-hal yang dipercayakan
kepada seseorang, komitmen tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakat,
kepintaran atau talenta. Dengan adanya komitmen yang kuat akan memungkinkan
seseorang bisa mengeluarkan sumber daya fisik, mental dan spiritual tambahan
yang bisa diperoleh, dan sebaliknya tanpa adanya komitmen maka pekerjaanpekerjaan besar akan sulit terlaksana.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda
berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Yuwono (2005) merumuskan

Universitas Sumatera Utara

21

tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan
memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya.
Komponen-komponen tersebut adalah:
1.

Komitmen afektif (affective commitment), yaitu yang berkaitan dengan
keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi
karena keinginannya sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to.
Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai
organisasi.

2.

Komitmen kontinuan (continuance commitment), yaitu suatu komitmen yang
didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar
untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap
pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan
(need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit
analysis.

3.

Komitmen Normative (normative commitment), yaitu komitmen yang
didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan
individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan
karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan
dalam organisasi (ought to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai
moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.
Perwujudan tingkah laku pada karyawan yang memiliki komitmen

organisasi dengan dasar afektif akan berbeda dengan karyawan yang memiliki
komitmen organisasi dengan dasar continuance. Karyawan yang ingin menetap
dalam organisasi karena keinginannya sendiri (afektif), memiliki keinginan

Universitas Sumatera Utara

22

menggunakan usaha agar sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan yang
memiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance cenderung menghindari
kerugian financial sehingga usaha yang dilakukan untuk organisasi kurang
maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil
dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang
dimiliki karyawan. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada
karyawan untuk memberikan balasan atas apa yang diterimanya dari organisasi.
Menurut hasil penelitian Warisno (2009) bahwa komitmen organisasi
secara simultan berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja SKPD,
sedangkan secara parsial komitmen organisasi tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja SKPD. Hasil penelitian Maswani (2010) menyatakan
bahwa secara simultan kualitas SDM, motivasi dan komitmen organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja, sedangkan secara parsial komitmen
organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Selanjutnya hasil
penelitian Ilhima (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasi secara simultan
tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kinerja SKPD.
2.1.7. Kualitas SDM
Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting
sehingga sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu
memberikan kontribusi secara optimal demi upaya pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Azhar (2007) bahwa ”Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga
utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan
misi serta tujuan dari organisasi tersebut”. Matindas (2003) menyatakan bahwa
Sumber Daya Manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

23

organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Sebagai
kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana
tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya
dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.
Sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia
yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina, digali serta dikembangkan
untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. Jika
pengeluaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ditingkatkan,
nilai produktifitas dari sumber daya manusia tersebut akan menghasilkan nilai
balik (rate of return) yang positif. Tinggi rendahnya kualitas sumber daya
manusia sangat ditentukan dengan adanya unsur kreatifitas dan produktifitas yang
direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja baik secara perorangan atau
kelompok.
Menurut Nasution (2003) bahwa manusia sebagai asset yang akan
mengelola sumber daya yang ada dalam organisasi memerlukan manusia yang
baik kualitasnya. Sumber daya manusia jika ditinjau dari segi kualitasnya
memiliki dua kemampuan, yaitu: 1) Hard Skill, merupakan kemampuan akademik
yang dimiliki seseorang. 2) Soft Skill merupakan kemampuan menyesuaikan
dengan lingkungan terutama dalam dunia kerja/organisasi. Kedua kemampuan
diatas diperlukan bagi sumber daya manusia dalam menggerakkan dan
mengembangkan organisasi. Agar kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan
nantinya akan memenuhi standard kebutuhan maka setiap tahapan proses harus
direncanakan dan dikendalikan sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah
ditetapkan sesuai kebutuhan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

24

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus
memiliki kualitas sumber daya manusia yang didukung dengan latar belakang
pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai
pengalaman di bidang keuangan karena permasalahannya adalah untuk
menerapkan akuntansi double entry berbasis akrual diperlukan sumber daya
manusia (SDM) yang memahami logika/sistem akuntansi secara baik. Aparatur
pemda yang menangani masalah keuangan tidak cukup hanya menguasai
penatausahaan anggaran melainkan juga harus memahami karakteristik transaksi
yang terjadi dan pengaruhnya terhadap rekening-rekening dalam laporan
keuangan pemda. Kegagalan SDM pemda dalam memahami dan menerapkan
logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat
dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
Menurut hasil penelitian Warisno (2009) bahwa kualitas SDM secara
simultan maupun parsial mempunyai pengaruh positif secara signifikan terhadap
kinerja SKPD. Hasil penelitian Maswani (2010) menyatakan bahwa secara
simultan dan parsial kualitas SDM berpengaruh signifikan terhadap kinerja Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Aceh Tengah.
Sedangkan hasil penelitian Ilhima (2013) menyatakan bahwa secara simultan
kualitas SDM tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kinerja SKPD,
akan tetapi secara parsial kualitas SDM berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kinerja SKPD.
2.1.8. Komunikasi
Komunikasi organisasi adalah suatu proses dinamik yang berfungsi
sebagai alat utama bagi sukses atau tidaknya orgnaisasi dalam hubungannya

Universitas Sumatera Utara

25

dengan lingkungan tugas. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu
communis yang berarti bersama. Menurut Rogers (1995) dalam Suranto (2005)
menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang didalamnya terdapat suatu
gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan merubah
perilakunya. Menurut Arep dan Tanjung (2004) bahwa komunikasi adalah
informasi yang mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam
pengelolaan keuangan daerah di suatu SKPD, komunikasi yang baik dan lancar
antara Pengguna Anggaran dengan bawahannya atau sebaliknya sangat
dibutuhkan dalam menyamakan persepsi untuk menyusun, merumuskan dan
melaksanakan dengan baik rencana kerja yang ingin dicapai oleh SKPD. Suatu ide
atau gagasan yang baik dari seorang pimpinan ataupun bawahan menjadi tidak
berarti apabila tidak dinyatakan dan dikomunikasikan dengan baik. Seorang
pimpinan tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan membuat komitmen
atau keputusan, tetapi harus mampu menterjemahkan gagasan, prakarsa, inisiatif,
kreatifitas, pendapat, saran, perintah dan yang lainnya melalui komunikasi yang
baik. Suranto (2005) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik maka
seluruh komponen dalam SKPD dapat secara sistematis bekerja dalam satu arah
yang sama untuk meningkatkan produktifitas instansi. Kemahiran berkomunikasi
bagi seorang pimpinan dapat memperkecil bahkan menghilangkan konflik antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi (Effendi, 1989). Sebuah
organisasi akan berjalan dengan baik apabila terjalin komunikasi yang baik antara
pimpinan dan bawahan serta antara semua elemen organisasi. Kesalahpahaman
yang terjadi dalam SKPD yang disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik akan
menimbulkan dampak negatif yang akan berakibat buruk bagi kinerja SKPD. Oleh

Universitas Sumatera Utara

26

karena itu komunikasi yang baik dan lancar harus ditumbuhkembangkan dalam
instansi pemerintah yang dapat dilakukan dengan cara melibatkan seluruh
pegawai/anggota instansi dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu keputusan
dan hal-hal yang penting dalam suatu instansi.
Menurut hasil penelitian Warisno (2009) bahwa komunikasi secara
simultan maupun parsial mempunyai pengaruh positif secara signifikan terhadap
kinerja SKPD. Selanjutnya hasil penelitian Wahyuni (2009) menyatakan bahwa
komunikasi berpengaruh langsung terhadap kinerja. Sedangkan hasil penelitian
Ilhima (2013) menyatakan bahwa secara simultan maupun parsial bahwa
komunikasi tidak mempunyai pengaruh yang nyata dan signifikan terhadap
kinerja SKPD.
2.1.9. Pengawasan Inspektorat
Pengawasan atas penyelenggaran Pemerintah Daerah adalah proses
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara
efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan.
Menurut Mulyadi (2000) menyatakan bahwa Pengawasan Internal meliputi
struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk
menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
mendorong efisiensi serta mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), pasal 11 dinyatakan bahwa peran auditor
internal (APIP) yang efektif sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan
yang memadai (quality assurance) atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan
efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi

Universitas Sumatera Utara

27

pemerintah, memberikan peringatan dini (early warning) dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah,

dan

memelihara

serta

meningkatkan

kualitas

tata

kelola

penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Dari uraian tersebut bahwa
kegiatan pengawasan internal mencakup kegiatan quality assurance (pemberian
kepastian/jaminan), early warning (peringatan dini) dan consulting services
(memberika masukan yang berguna) yang independen dan obyektif untuk dapat
memberikan nilai tambah dan meningkatkan kinerja organisasi. APIP merupakan
komponen lingkungan pengendalian penting yang menjamin efektivitas
pengendalian intern, tata kelola, dan manajemen risiko. Peran APIP bukan lagi
sebagai audit murni tetapi lebih bersifat partnership (kemitraan) melalui kegiatan
quality assurance dan consulting services dalam rangka mengawal pengelolaan
keuangan daerah agar berjalan lebih akuntabel, sejak dari perencanaan,
penganggaran,

pelaksanaan,

penatausahaan,

sampai

pertanggungjawaban.

Pengawasan tidak saja diperlukan pada tahap pelaksanaan dan evaluasi,
tetapi juga pada tahap perencanaan (Mardiasmo, 2001). Walaupun APIP tidak
dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun APIP harus
menggunakan kemahiran jabatannya dengan seksama sehingga diharapkan
mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran
yang bermanfaat kepada Instansi Pemerintah untuk mencegah terjadinya
kecurangan. Namun pencegahan saja tidaklah memadai, APIP harus memahami
bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang
timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat digeneralisir terhadap semua
kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri,

Universitas Sumatera Utara

28

sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik
terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam suatu institusi.
Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Pemerintahan Daerah
pasal (24), dinyatakan

bahwa pengawasan terhadap urusan pemerintahan di

daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sesuai
dengan fungsi dan kewenangannya dalam hal ini dilakukan oleh Inspektorat
Daerah Kabupaten/ Kota yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
urusan pemerintahan di daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Sesuai pasal 12
Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
disebutkan bahwa kegiatan pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kota. Selanjutnya secara secara teknis peran dan fungsi Inspektorat
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.
Mengacu pada peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Samosir telah
membentuk lembaga perangkat daerah dengan Peraturan Daerah No. 23 Tahun
2008 Tanggal 12 Agustus 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Samosir, dan mengatur tentang Tugas Pokok dan
Fungsi Inspektorat sesuai dengan Peraturan Bupati Samosir Nomor 7 Tahun 2008
Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing jabatan pada
Inspektorat Kabupaten Samosir.

Universitas Sumatera Utara

29

Soesono (2009) menyatakan dengan adanya pengawasan internal maka
seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang
memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah
ditetapkan secara efisien dan efektif untuk kepentingan pimpinan dalam rangka
mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
Hasil penelitian Bangun (2009) menyatakan bahwa Pengawasan Internal
tidak dapat memoderasi partisipasi dalam penyusunan anggaran, kejelasan sasaran
anggaran dan struktur desentralisasi terhadap kinerja manajerial SKPD.
Sedangkan hasil penelitian Pratama (2011) menyatakan bahwa variabel
pemoderasi pengawasan anggaran menunjukkan hasil yang positif signifikan
terhadap kinerja SKPD, yang artinya bahwa pengawasan anggaran merupakan
variabel yang memperkuat variabel perencanaan anggaran dan partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial.
2.2.

Review Penelitian Terdahulu
Haykal (2007) melakukan penelitian tentang Analisis Peran dan Fungsi

Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengelolaan keuangan daerah serta
pengaruhnya terhadap kinerja (Studi Kasus pada Pemkab Aceh Timur),
menunjukkan bahwa dalam pengujian secara simultan, perencanaan anggaran,
penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran berpengaruh
signifikan terhadap kinerja SKPD pada Pemkab Aceh Timur, sedangkan
pengujian secara parsial dapat diketahui hanya variabel penyusunan anggaran
yang secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja SKPD.

Universitas Sumatera Utara

30

Berikutnya hasil penelitian Warisno (2009) menunjukkan bahwa kualitas
SDM, komunikasi, sarana pendukung, dan komitmen organisasi secara simultan
berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja SKPD. Secara parsial hanya
kualitas SDM dan komunikasi yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap
kinerja SKPD, sedangkan variabel sarana pendukung dan komitmen organisasi
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja SKPD.
Bangun (2009) dalam penelitiannya tentang Studi Kasus pada Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang, menunjukkan bahwa secara simultan partisipasi dalam
penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur desentralisasi
mempunyai pengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD. Dan secara parsial
partisipasi dalam penyusunan anggaran dan struktur desentralisasi berpengaruh
cukup signifikan, sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh
terhadap kinerja manajerial SKPD serta Pengawasan Internal tidak dapat
memoderasi partisipasi dalam penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran
dan struktur desentralisasi terhadap kinerja manajerial SKPD.
Berikutnya Pratama (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh
perencanaan dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada SKPD
Kabupaten Langkat dengan pengawasan anggaran sebagai variabel moderating,
menyimpulkan bahwa perencanaan anggaran dan partisipasi anggaran, secara
parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial di
pemerintahan

Kabupaten

Langkat

dengan

variabel

pemoderasi

berupa

pengawasan anggaran yang memperkuat variabel perencanaan dan partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial.

Universitas Sumatera Utara

31

Selanjutnya Asmarani (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh
perencanaan anggaran, pengelolaan kas, dan pelaporan terhadap kinerja Kepala
SKPD (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Pematang Siantar). Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa perencanaan anggaran, pelaporan dan pengelolaan kas
secara simultan berpengaruh terhadap kinerja kepala SKPD, sedangkan
pengelolaan kas tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Kepala SKPD.
Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu
No
1
1

2

3

Nama
Peneliti,
Tahun
2
Asmarani,
2013

Nurlaila,
2008

Haykal,
2007

Judul Penelitian

Variabel yang
digunakan

3

4

Hasil yang diperoleh
5

Pengaruh
Perencanaan
Anggaran,
Pengelolaan Kas, dan
Pelaporan
terhadap
Kinerja Kepala SKPD
(Studi Kasus pada
Pemerintah
Kota
Pematang Siantar)

Dependen :
- Kinerja
SKPD (Y)

Pengaruh perencanaan
dan
Pengawasan
anggaran
terhadap
kinerja
manajerial
pada
SKPD
Kabupaten
Aceh
Barat

Dependen :
- Kinerja Manajerial
SKPD (Y)

Analisis Peran dan
Fungsi Satuan Kerja
Perangkat
Daerah
dalam
pengelolaan
keuangan daerah serta
pengaruhnya terhadap
kinerja (Studi Kasus
pada Pemkab Aceh
Timur)

Dependen :
- Kinerja SKPD (Y)

Kepala

Independen :
- Perencanaan
Anggaran (X1)
- Pengelolaan
Kas
(X2)
- Pelaporan (X3)

Independen :
- Perencanaan
Anggaran (X1)
- Pengawasan
Anggaran (X2)

Independen :
- Perencanaan
Anggaran (X1)
- Penyusunan
Anggaran (X2)
- Pelaksanaan
Anggaran (X3)
- Pelaporan Anggaran
(X4)

Perencanaan
anggaran,
pelaporan dan pengelolaan kas
secara simultan berpengaruh
terhadap kinerjakepala SKPD,
sedangkan Pengelolaan kas tidak
berpengaruh
secara
parsial
terhadap kinerja Kepala SKPD.

Pengawasan
anggaran
memberikan pengaruh yang
signifikan dan dominan dalam
membentuk kinerja manajerial.
Sementara
perencanaan
anggaran walaupun berkorelasi
signifikan
namun
kurang
berdampak langsung terhadap
peningkatan kinerja manajerial
aparat pemerintahan Kabupaten
Aceh Barat.

Perencanaan
anggaran,
penyusunan
anggaran,
pelaksanaan
anggaran
dan
pelaporan anggaran berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
SKPD pada Pemkab Aceh
Timur, sedangkan pengujian
secara parsial dapat diketahui
hanya variabel penyusunan
anggaran yang secara signifikan
berpengaruh terhadap kinerja
SKPD. Variabel perencanaan
anggaran, pelaksanaan anggaran
dan pelaporan anggaran tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja SKPD.

Universitas Sumatera Utara

32

Lanjutan
1
4

5

2
Warisno,
2009

Ilmiha,
2013

3

4

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Kinerja Satuan Kerja
Perangkat
Daerah
(SKPD)
di
Lingkungan
Pemerintah Provinsi
Jambi

Dependen :
- Kinerja SKPD (Y)

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
(SKPD)
dengan
Motivasi
Kerja
sebagai
variabel
moderating
di
Lingkungan
Pemerintah
Kabupaten Asahan

Dependen :
- Kinerja SKPD (Y)

Independen :
- Kualitas SDM (X1)
- Komunikasi (X2)
- Sarana Pendukung
(X3)
- Komitmen
Organisasi (X4)

Independen :
- Kualitas SDM (X1)
- Komunikasi (X2)
- Sarana Pendukung
(X3)
- Komitmen
Organisasi (X4)
Moderating :
- Motivasi Kerja (Z)

6

7

Ernita,
2010

Maswani,
2010

Pengaruh partisipasi
penganggaran
dan
komunikasi organisasi
terhadap
kinerja
manajerial SKPD pada
pemerintah Kabupaten
Gayo Lues dengan
budaya paternalistik
sebagai
variabel
moderating

Dependen :
- Kinerja Manajerial
(Y)

Pengaruh
Kualitas
Sumber
Daya
Manusia,
Motivasi
Kerja, dan Komitmen
Organisasi
terhadap
Kinerja
Dinas
Pengelolaan Keuangan
dan Kekayaan Daerah
Kabupaten
Aceh
Tengah

Dependen :
- Kinerja
Dinas
Pengelolaan
keuangan
dan
Kekayaan
Daerah
Aceh Tengah (Y)

Independen :
- Partisipasi
penganggaran (X1)
- Budaya Organisasi
(X2)
- Komunikasi (X3)

Independen :
- Kualitas
Sumber
Daya Manusia (X1)
- Motivasi Kerja (X2)
- Komitmen
Organisasi (X3)

5
Kualitas SDM, Komunikasi,
Sarana
Pendukung,
dan
Komitmen Organisasi secara
simultan berpengaruh positif
secara
signifikan
terhadap
Kinerja SKPD. Secara parsial
hanya Kualitas SDM dan
Komunikasi yang berpengaruh
positif
secara
signifikan
terhadap
Kinerja
SKPD,
sedangkan variabel sarana
pendukung dan
komitmen
organisasi tidak mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap Kinerja SKPD.

Kualitas SDM, Komunikasi,
Sarana Pendukung, Komitmen
Organisasi, dan Motivasi Keja
secara
simultan
tidak
berpengaruh nyata terhadap
kinerja SKPD. Secara parsial
kualitas SDM berpengaruh
positif
secara
signifikan
terhadap
kinerja
SKPD.
Motivasi
Kerja
tidak
memoderasi hubungan antara
kualitas SDM, Komunikasi,
Sarana Pendukung, Komitmen
Organisasi dengan Kinerja
SKPD.

Partisipasi penganggaran dan
komunikasi berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial
SKPD di lingkungan pemerintah
Kab. Gayo Lues. Secara parsial
partisipasi
penganggaran
berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja
Manajerial
SKPD,
sedangkan Komunikasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja SKPD.

Hasil pengujian ini membuktikan
bahwa
kualitas
sumber
daya manusia, motivasi kerja dan
komitmen
organisasi
berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan
Daerah secara simultan, namun
secara parsial hanya kualitas
sumber daya manusia saja yang
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja
Dinas
Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

33

Lanjutan
1
8

2

Pratama,
2011

3
Pengaruh perencanaan
dan
partisipasi
anggaran
terhadap
kinerja
manajerial
pada SKPD Kabupaten
Langkat
dengan
pengawasan anggaran
sebagai
variabel
moderating.

4
Dependen :
- Kinerja Manajerial
SKPD (Y)
Independen :
- Perencanaan
Anggaran (X1)
- Partisipasi anggaran
(X2)
Moderating :
- Pengawasan
Anggaran (Z)

9

Bangun,
2009

Pengaruh Partisipasi
dalam
penyusunan
anggaran,
kejelasan
sasaran anggaran, dan
struktur desentralisasi
terhadap
kinerja
manajerial
SKPD
dengan Pengawasan
Internal
sebagai
variabel Pemoderasi
(Studi Kasus Pada
Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang)

Dependen :
- Kinerja Manajerial
SKPD (Y)
Independen :
- Partsisipasi dalam
Penyusunan
Anggaran (X1)
- Kejelasan Sasaran
Anggaran (X2)
- Struktur
Desentralisasi (X3)
Moderating :
- Pengawasan Internal
(Z)

10

Wahyuni,
2009

Pengaruh komunikasi
organisasi
terhadap
kinerja
karyawan
bagian
akuntansi
dengan
komitmen
organisasi dan tekanan
pekerjaan
sebagai
variabel
intervening
(studi empiris pada
perusahaan BUMN di
Provinsi Sumatera

Dependen :
- Kinerja Karyawan
(Y)
Independen :
- Komunikasi
organisasi (X)
Moderating :
- Komitmen
Organisasi (Z1)
- Tekanan Pekerjaan
(Z2)

5
Perencanaan
anggaran
dan
partisipasi anggaran, secara
parsial dan simultan berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
manajerial di pemerintahan
Kabupaten Langkat dengan
variable pemoderasi berupa
pengawasan anggaran yang
memperkuat
variabel
perencanaan dan partisipasi
anggaran
terhadap
kinerja
manajerial.

- Partisipasi dalam penyusunan
anggaran, kejelasan sasaran
anggaran,
dan
struktur
desentralisasi
mempunyai
pengaruh terhadap kinerja
manajerial SKPD.
- Secara parsial partisipasi dalam
penyusunan
anggaran dan
struktur
desentralisasi
berpengaruh cukup signifikan,
sedangkan kejelasan sasaran
anggaran tidak berpengaruh
terhadap kinerja manajerial
SKPD
- Pengawasan Internal tidak
dapat memoderasi Partisipasi
dalam penyusunan anggaran,
kejelasan sasaran anggaran dan
struktur desentralisasi terhadap
kinerja manajerial SKPD.

Komunikasi
organisasi
berpengaruh langsung terhadap
kinerja, dan berpengaruh negatif
terhadap tekanan pekerjaan.
Tekanan
pekerjaan
tidak
berpengaruh terhadap kinerja.
Komunikasi organisasi tidak
berpengaruh terhadap komitmen
organisasi,
dan
komitmen
organisasi tidak berpengaruh
terhadap kinerja. Penelitian ini
tidak menunjukkan komitmen
organisasi dan tekanan pekerjaan
sebagai variabel intervening atas
pengaruh komunikasi organisasi
terhadap kinerja

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan

3 65 110

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 16

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 10

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating Chapter III VI

0 0 38

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 0 5

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pengawasan Inspektorat sebagai Variabel Moderating

0 2 20

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DENGAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN TESIS

0 0 15