Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Perubahan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, waktu dan tempat, populasi
dan sampel, pengambilan sampel, ukuran sampel, instrumen, pengumpulan data,
analisa data, validitas, reliabilitas, pilot study dan pertimbangan etik.
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain
quasi-experiment melalui pendekatan one group pretest posttest design (Campbell
& Cronbach, 2002). Penelitian dilakukan pada satu kelompok subyek yang
dilakukan perlakuan untuk mengidentifikasi efek sebelum dan sesudah (Fraenkel
& Wallen, 2008). Pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan diukur sebelum
dan sesudah kegiatan supervisi. Perubahan iklim organisasi perawat pelaksana
diukur sebelum dan sesudah kegiatan supervisi.
Penelitian yang menggunakan pretest berdasarkan ketentuan, yaitu:
1) Memperoleh dua kelompok yang setara, 2) Memperkenalkan variabel
independen dan 3) Menilai pengaruh variabel independen dengan menggunakan
posttest untuk mengukur variabel dependen (Fraenkel & Wallen, 2008).
Penelitian quasi-experiment ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh
pelatihan supervisi kepala ruangan terhadap perubahan iklim organisasi perawat
pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.


Universitas Sumatera Utara

Pretest
O1

Posttest
X

O2

Skema 3.1. Desain Penelitian
Keterangan:
O1

: Observasi pertama supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan supervisi

O2

: Observasi kedua supervisi kepala ruangan setelah pelatihan supervisi


O1

: Observasi pertama iklim organisasi sebelum pelatihan supervisi

O2

: Observasi kedua iklim organisasi setelah pelatihan supervisi

X

: Intervensi atau pelatihan supervisi

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSU IPI Medan. Pelaksanaan penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2015. Peneliti ingin mengetahui
secara empiris pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan terhadap perubahan
iklim organisasi perawat pelaksana di RSU IPI Medan.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala ruangan sebanyak 13 orang

dan perawat pelaksana sebanyak 129 orang di RSU IPI Medan.
3.3.1. Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel untuk kepala ruangan dengan menggunakan
semua populasi sebagai sampel penelitian ini. Teknik pengambilan sampel untuk
perawat pelaksana dengan menggunakan purposive sampling. Purposive sampling
atau judgmental sampling menggunakan pengetahuan peneliti tentang populasi
yang akan dipilih sebagai anggota sampel (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Peneliti memutuskan dengan sengaja untuk memilih orang-orang yang
ditetapkan menjadi jenis populasi atau pengetahuan secara khusus mengenai
masalah yang dibahas (Polit & Beck, 2012). Peneliti mengambil sampel perawat
pelaksana dengan menetapkan kriteria inklusi dari confounding variabel.
Confounding variabel merupakan variabel yang dapat dikontrol maupun
tidak dapat dikontrol dalam penelitian, dapat berupa variabel lingkungan dan
tempat penelitian, seperti: usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan
(Burns & Grove, 2001). Confounding variabel yang mempengaruhi hasil
penelitian ini adalah variabel lingkungan. Lingkungan penelitian ini adalah RSU
IPI Medan yang memiliki cukup banyak tenaga perawat dan jumlah kunjungan

pasien yang banyak setiap hari. Confounding variable yang tidak dapat dikontrol
dari kepala ruangan adalah usia dan lama bekerja.
Pengambilan sampel untuk perawat pelaksana dengan kriteria inklusi:
1) Rentang usia 21-45 tahun, 2) Masa kerja lebih dari 1 tahun sebagai perawat
pelaksana, 3) Pendidikan DIII keperawatan, dan 4) Perawat pelaksana yang
bekerja di ruang rawat inap.
3.3.2. Ukuran sampel
Jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan
power analysis. Power analysis digunakan untuk memastikan signifikan hasil
studi. Ada tiga komponen untuk menghitung sampel size yang diinginkan yaitu:
dengan menggunakan significance criterion, alfa (α), sample size (N), population
effect size, gamma (γ), power (1-β) (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini mengukur dua variabel yaitu pengaruh pelatihan supervisi
kepala ruangan dan iklim organisasi perawat pelaksana. Sampel untuk kepala
ruangan menggunakan semua populasi sebagai sampel yaitu sebanyak 13 orang.
Ketika tidak ada penelitian sebelumnya yang relevan, peneliti menggunakan
ketentuan berdasarkan efek kecil, menengah, atau efek yang besar. Studi

keperawatan memiliki efek sederhana (kecil-menengah) (Polit & Beck, 2012).
Penelitian ini menggunakan alfa level (α) = .05, medium effect size (γ) = .50 dan
power (1-β) = .80. Maka sampel penelitian untuk perawat pelaksana dengan tabel
power analysis berjumlah 64 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Tahap persiapan
Tahap

pengumpulan

data

yang

dilakukan

dalam

penelitian


ini

menggunakan wawancara, observasi dan kuesioner. Tahap prosedur pengumpulan
data dilakukan setelah peneliti mendapat surat izin penelitian yang diperoleh dari
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan dan selanjutnya menyampaikan surat ijin tersebut ke rumah sakit
yang diteliti.
3.4.2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dimulai setelah mendapat persetujuan dari rumah sakit
maka peneliti bertemu dengan Direktur rumah sakit, Wakil Direktur rumah sakit,
Kepala Bidang Keperawatan, dan Kepala Instalasi Rawat Inap untuk meminta izin
melakukan penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan kontrak dengan kepala
ruangan dan perawat pelaksana yang menjadi responden.

Universitas Sumatera Utara

Tahap pretest yaitu tahap sebelum dilakukan treatment, dimana peneliti
mengkaji pemahaman kepala ruangan tentang supervisi dengan beberapa langkah.
Langkah pertama dengan melakukan wawancara kepada kepala ruangan.
Pertanyaan dalam wawancara meliputi: 1) Apakah perlu dilakukan supervisi di

rumah sakit?, 2) Apakah pelaksanaan supervisi di rumah sakit terlaksana dengan
baik?, 3) Bagaimana supervisi yang terjadi di ruangan?, 4) Apakah tujuan
pelaksanaan supervisi?, dan 5) Apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
pelaksanaan supervisi?.
Langkah kedua yaitu penilaian budaya. Hal ini berguna dalam membangun
pengetahuan dasar tentang supervisi dan sejauh mana kepala ruangan tertarik
dalam melakukan supervisi. Langkah ketiga yaitu mendapatkan dukungan dari
pihak rumah sakit yang akan memfasilitasi pelaksanaan supervisi. Selanjutnya
peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan cara mengisi kuesioner penelitian. Responden diharapkan dapat
mengisi kuesioner secara objektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Peneliti melakukan penyebaran kuesioner Self-Assessment Questionnaire
untuk kepala ruangan, Manchester Clinical Supervision Scale dan Organizational
Climate Questionnaire untuk perawat pelaksana yang dilaksanakan selama satu
minggu. Peneliti memberikan penjelasan bila kuesioner yang diberikan tidak jelas
dan responden memberikan respon yang baik.
Tahap treatment yaitu tahap perlakuan. Tahap ini dilakukan setelah
mendapat dukungan dari pihak rumah sakit. Dukungan yang peneliti dapatkan
berasal dari Direktur, Wakil Direktur rumah sakit, Kepala Bidang Keperawatan,


Universitas Sumatera Utara

Kepala Instalasi Rawat Inap dan Diklat Keperawatan yang sangat membantu
dalam berinteraksi dengan staf perawat di ruangan. Peneliti juga mendapatkan
penjelasan selama proses konsultasi dengan pihak rumah sakit yaitu
menginformasikan rencana kegiatan yang akan dilakukan, waktu yang digunakan
untuk seminar dan pelatihan, dan peserta yang mengikuti kegiatan.
Peneliti melakukan seminar dan pelatihan supervisi kepada kepala ruangan
di RSU IPI Medan dengan pembicara yang berpengalaman dalam bidang
supervisi. Tahap ini dihadiri oleh Kepala Instalasi Rawat Inap, Diklat
Keperawatan dan seluruh kepala ruangan di ruang rawat inap. Direktur, Wakil
Direktur dan Kepala Bidang Keperawatan tidak dapat hadir karena alasan tertentu.
Materi seminar yang diberikan tentang supervisi dan materi pelatihan tentang
proses supervisi yang didukung dengan format supervisi. Kegiatan ini
berlangsung sangat lancar selama dua jam. Hal ini ditandai dengan antusias
responden memberikan pertanyaan, dan jawaban yang diberikan pembicara sangat
memuaskan. Pihak rumah sakit juga memberikan respon positif.
Selanjutnya tahap implementasi supervisi oleh kepala ruangan di ruang
rawat dilakukan selama dua minggu. Tahap melakukan implementasi supervisi
dilakukan di 13 ruangan rawat inap dengan menggunakan format supervisi yang

telah diberikan. Tahap ini meliputi tahap persiapan, mengidentifikasi dan
mengeksplorasi, menganalisis, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan,
meringkas, dan refleksi dalam praktik.

Universitas Sumatera Utara

Tahap persiapan meliputi: Kepala ruangan dan perawat yang disupervisi
meninjau catatan yang didiskusikan, memahami tujuan, dan menulis catatan.
Tahap

mengidentifikasi

dan

mengeksplorasi

meliputi:

Kepala


ruangan

mengidentifikasi area yang menjadi fokus dan membicarakan isu-isu baru yang
terjadi, dan meninjau kembali isu yang telah didiskusikan.
Tahap menganalisis meliputi: Kepala ruangan menjelaskan, menganalisis,
mempertanyakan, dan mempertimbangkan pilihan. Tahap penentuan tujuan dan
perencanaan tindakan meliputi: Kepala ruangan menentukan tujuan tindakan
dengan memperhatikan standar praktik sesuai teori untuk meningkatkan mutu
pelayanan.
Tahap meringkas meliputi: Kepala ruangan melakukan peninjauan ulang
dan perawat mencatat hasil yang ditemukan. Tahap refleksi dalam praktek
meliputi:

Kepala

ruangan

memberikan

informasi,


dan

menerapkan

keterampilan/pendekatan untuk praktik klinis yang dibutuhkan.
Kendala yang dihadapi di ruangan adalah beberapa kepala ruangan harus
mendapatkan penjelasan yang lebih banyak tentang proses supervisi, adanya
kesibukan perawat yang membuat sebagian proses supervisi berlangsung dengan
waktu yang singkat dengan tahapan yang telah ditentukan, dan beberapa kepala
ruangan hanya mengisi sebagian format supervisi yang diberikan.
Tahapan selanjutnya pada penelitian ini adalah tahap posttest. Tahap
posttest yaitu tahap pengukuran setelah treatment. Tahap ini diperlukan untuk
menilai proses supervisi dan perubahan iklim organisasi. Tahap ini terjadi setelah
diadakan seminar dan pelatihan.

Universitas Sumatera Utara

Tahap posttest ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner supervisi
yaitu: Self-Assessment Questionnaire untuk kepala ruangan, dan Manchester
Clinical Supervision Scale untuk perawat pelaksana. Pengukuran iklim organisasi
menggunakan kuesioner Organizational Climate Questionnaire untuk perawat
pelaksana.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1
Tahap Pelaksanaan
No.

1.
2.

3.
4.
5.
6.

7.

Daftar Kegiatan

Mei
Juni
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
I
II
III
IV
I
II
III
IV

Pretest
Wawancara dan observasi kepada semua
kepala ruangan
Penyebaran kuesioner Self-Assessment
Questionnaire untuk kepala ruangan,
Manchester Clinical Supervision Scale dan
Organizational Climate Questionnaire
untuk perawat pelaksana.
Treatment
Seminar
Pelatihan supervisi
Implementasi supervisi di ruang rawat
Posttest
Penyebaran kuesioner Self-Assessment
Questionnaire, dan Organizational
Climate Questionnaire.
Observasi
implementasi
supervisi
menggunakan
kuesioner
Manchester
Clinical Supervision Scale.

56
Universitas Sumatera Utara

3.5.

Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.2
Variabel dan Definisi Operasional
Definisi
Variabel
Operasional
Independen
Supervisi
Pelatihan
Proses yang
supervisi
meliputi tugas
untuk membantu
praktisi
menggunakan
kesempatan
merefleksikan
supervisi klinis
atau membantu
pembentukan
para supervisor
klinis.

Supervisi
kepala ruangan
dari persepsi
perawat
pelaksana

Menetapkan
pengawasan,
pemberian
bimbingan dan
umpan balik
mengenai
masalah-masalah
pribadi, dan
profesional yang
meliputi
pengembangan
pengetahuan dan
keterampilan oleh
kepala ruangan.

Indikator

Alat Ukur

Skala

Pelatihan supervisi:
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
manajemen
supervisi
3. Keterampilan
intervensi
supervisi
4. Kapasitas atau
kualitas
5. Komitmen
untuk
berkembang
6. Kelompok
supervisor
7. Supervisor
organisasi
senior

Kuesioner Selfassessment
questionnaire
37 pernyataan
menggunakan
skala likert.
Kebutuhan
belajar (tidak
tahu = 1, dan
tahu tapi tidak
mampu = 2),
kompeten
(kadang-kadang
= 3, mampu
melakukan = 4),
dan ahli (dapat
melakukan = 5)

Interval

Model supervisi
meliputi:
1. Normatif
2. Formatif
3. Restoratif

Kuesioner
Interval
Manchester
Clinical
Supervision Scale
(MCSS)
26 pernyataan
menggunakan
skala likert
(Sangat tidak
setuju = 0,
tidak setuju = 1,
tidak tahu = 2,
setuju = 3,
sangat setuju = 4)

Universitas Sumatera Utara

Sambungan Tabel 3.2
Definisi
Operasional

Variabel
Dependen
Iklim
Organisasi
Iklim
organisasi dari
persepsi
perawat
pelaksana

Persepsi staf dari
kebijakan, praktik
dan tujuan
pencapaian. Iklim
merefleksi hal
yang dilakukan
dan cara
melakukan dalam
unit spesifik atau
organisasi.

Indikator

Iklim organisasi
meliputi dimensi:
1. Struktur
2. Standar
3. Tanggung
jawab
4. Pengakuan
5. Dukungan
6. Komitmen

Alat Ukur

Skala

Kuesioner
Interval
Organization
Climate
Questionnaire
(OCQ) 24
pernyataan
menggunakan
skala likert
(Sangat tidak
setuju = 1,
cenderung tidak
setuju = 2,
cenderung
setuju = 3,
sangat setuju = 4)

3.6. Metode Pengukuran
3.6.1. Prosedur penggunaan instrumen
Instrumen terbagi atas data demografi, kuesioner supervisi, dan kuesioner
iklim organisasi. Instrumen data demografi meliputi: usia, jenis kelamin, agama
dan lama kerja. Instrumen yang digunakan untuk mengukur supervisi kepala
ruangan adalah Self-Assessment Questionnaire yang dikembangkan oleh Hawkins
dan Shohet (2006). Instrumen Self-Assessment Questionnaire terdiri dari 37 item
pernyataan

meliputi:

pengetahuan,

keterampilan

manajemen

supervisi,

keterampilan intervensi supervisi, kapasitas atau kualitas, komitmen untuk
berkembang, kelompok supervisor, dan supervisor senior organisasi. Instrumen
ini menggunakan skala Likert yaitu: Kebutuhan belajar (tidak tahu = 1, dan tahu
tapi tidak mampu = 2), kompeten (kadang-kadang = 3, mampu melakukan = 4),

Universitas Sumatera Utara

dan ahli (dapat melakukan = 5). Instrumen ini diberikan kepada kepala ruangan
sebelum dan setelah pelatihan supervisi.
Instrumen yang juga digunakan untuk mengukur supervisi kepala ruangan
adalah Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dikembangkan oleh
Winstanley (2000). Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale terdiri dari
26 pernyataan dalam enam faktor yang termasuk dalam tiga komponen model
Proctor (normatif, formatif, dan restoratif) dari supervisi klinis, model yang sering
digunakan pada profesi keperawatan. Instrumen ini menggunakan skala Likert
yaitu: Sangat tidak setuju = 0, tidak setuju = 1, tidak tahu = 2, setuju = 3, sangat
setuju = 4. Instrumen ini diberikan kepada perawat pelaksana sebelum dan setelah
pelatihan supervisi bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi
kepala ruangan.
Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) diperoleh
langsung dari peneliti dan artikel jurnal yang telah dipublikasi oleh Winstanley
dan White (2011) dalam “Journal of Nursing Measurement dengan judul The
MCSS-26©: Revision of the Manchester Clinical Supervision Scale Using the
Rasch Measurement Model”. Instrumen ini digunakan oleh Dawson, Phillips, dan
Leggat (2012) dalam penelitian yang berjudul “Effective clinical supervision for
regional allied health professionals-the supervisee’s perspective”.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur iklim organisasi adalah
Organization Climate Questionnaire (OCQ) dikembangkan oleh Stringer (2002).
Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) sering digunakan untuk
mengukur iklim organisasi perawat pelaksana yang terjadi di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) terdiri dari 24 item
pernyataan yang mengukur perasaan perawat terhadap lingkungan kerja melalui
enam dimensi yaitu: struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan
komitmen. Instrumen ini menggunakan skala Likert yaitu: Sangat tidak setuju = 1,
cenderung tidak setuju = 2, cenderung setuju = 3, dan sangat setuju = 4. Instrumen
ini diberikan kepada perawat pelaksana sebelum dan setelah pelatihan supervisi.
Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) merupakan revisi
yang kesekian kalinya dari Litwin and Stringer Organizational Climate
Questionnaire (LSOCQ) yang dipublikasikan oleh Litwin dan Stringer (1968).
Peneliti mendapatkan instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) dari
buku Leadership and organizational climate yang telah dipublikasi oleh Stringer
(2002). Instrumen ini digunakan oleh Kosasih (2002) dalam penelitian yang
berjudul “Hubungan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat unit
rawat inap rumah sakit ‘X’ Medan”. Jannah (2011) juga menggunakan instrumen
ini dalam penelitian yang berjudul “Hubungan struktur empowerment dengan
iklim organisasi perawat pelaksana di RSU Depok Jawa Barat tahun 2011”.
3.6.2. Translation instrumen
Kuesioner yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data yaitu:
data demografi, supervisi klinis dan iklim organisasi. Instrumen untuk mengukur
supervisi kepala ruangan adalah instrumen Self-assessment questionnaire terdiri
dari 37 item pernyataan meliputi: pengetahuan, keterampilan manajemen
supervisi, keterampilan intervensi supervisi, kapasitas atau kualitas, komitmen
untuk berkembang, kelompok supervisor, dan supervisor senior organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) terdiri dari 26
item pernyataan meliputi: enam faktor yang termasuk dalam tiga komponen
model Proctor (normatif, formatif, dan restoratif) dari supervisi klinis. Instrumen
Organization Climate Questionnaire (OCQ) terdiri dari: 24 item pernyataan yang
mengukur perasaan perawat terhadap lingkungan kerja melalui enam dimensi
yaitu: struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen.
Proses penerjemahan kuesioner asing dalam penelitian ini dilakukan
secara teknis meliputi: tahap awal dilakukan oleh peneliti, lalu terjemahan
diperiksa oleh seorang penerjemah (translator) yang telah mempunyai keahlian
dan pengalaman dalam bidang pendidikan bahasa Inggris. Setelah kuesioner
diperiksa dan direvisi, peneliti melakukan diskusi dengan penerjemah tersebut.
Peneliti juga memeriksakan terjemahan dengan pembimbing tesis I dan
pembimbing tesis II, sebagai seorang ahli (expert) yang memahami ilmu
keperawatan dan bahasa Inggris. Selanjutnya, kuesioner yang telah diterjemahkan
tersebut di review kembali oleh ahli (expert) bidang manajemen keperawatan
dengan kemampuan dwibahasa.
3.6.3. Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Tujuan dari Content Validity Index (CVI) adalah
menilai relevansi dari masing-masing item terhadap apa yang akan di ukur oleh
peneliti. Para ahli diberikan pertanyaan dan diminta pendapatnya tentang data
demografi, kuesioner supervisi, dan iklim organisasi. Content Validity Index (CVI)
adalah penilaian/beban maksimum melalui tenaga ahli dari tiap keterkaitan item.

Universitas Sumatera Utara

Tenaga ahli diminta untuk mengevaluasi item individu pada pengukuran yang
baru seperti halnya keseluruhan instrumen. Dua hal yang penting dalam
mengevaluasi adalah apakah item individu relevan dan sesuai dalam keterkaitan,
dan apakah item yang diambil bersama-sama cukup mengukur semua dimensi
yang dibangun (Polit & Beck, 2012).
Suatu prosedur umumnya mempunyai tenaga ahli yang menilai materi
pada empat skala poin keterkaitan. Ada beberapa variasi label dari 4 poin, tetapi
skala yang paling sering digunakan sebagai berikut: 1 = tidak relevan, 2 = agak
relevan, 3 = cukup relevan, 4 = sangat relevan. Kemudian, untuk masing-masing
item, item CVI dihitung sebanyak jumlah tenaga ahli yang memberi
penilaian/beban maksimum 3 atau 4, dibagi dengan banyaknya tenaga ahli yang
merupakan proporsi yang menyetujui keterkaitan. Sebagai contoh, suatu item
dinilai “sungguh” atau “sangat” relevan oleh 4 dari 5 penilai yang akan membuat
suatu I-CVI .80, yang mana dipertimbangkan suatu nilai dapat diterima (Polit &
Beck, 2012).
Expert terdiri tiga orang lulusan S2 Administrasi Keperawatan. Expert
menerima kuesioner supervisi dan iklim organisasi untuk dilakukan penilaian.
Penilaian masing-masing instrumen terdiri dari empat kategori: kategori 1
relevance (relevan) terdiri dari: 1 = item tidak relevan, 2 = item perlu banyak
revisi, 3 = item relevan tetapi perlu sedikit revisi, 4 = item sudah relevan. Kategori
2 clarity (kejelasan) terdiri dari: 1 = item tidak jelas, 2 = item perlu banyak revisi
agar jelas, 3 = item jelas tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item sudah jelas.
Kategori 3 simplicity (kesederhanaan) terdiri dari 1= item tidak sederhana,

Universitas Sumatera Utara

2 = item perlu banyak revisi agar sederhana, 3 = item sederhana tetapi perlu
sedikit revisi, dan 4 = item sudah sederhana. Kategori 4 ambiguity (ambiguitas)
terdiri dari: 1 = item sangat ambigu, 2 = item perlu beberapa revisi, 3 = tidak
ambigu tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item mempunyai makna yang jelas.
Instrumen supervisi yaitu: Self-Assessment Questionnaire terdiri dari 37 item
pernyataan, dan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) terdiri dari 26
item pernyataan Instrumen iklim organisasi yaitu: Organization Climate
Questionnaire (OCQ) terdiri dari 24 item pernyataan.
Hasil Content Validity Index (CVI) expert pertama dari instrumen supervisi
kepala ruangan menggunakan Self-Assessment Questionnaire = 1,00. Tiga puluh
tujuh item pernyataan yang dinilai diperoleh 37 item relevan (nilai 3 dan 4). CVI
supervisi menggunakan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) = 1,00.
Dua puluh enam item pernyataan yang dinilai diperoleh 26 item relevan (nilai 3
dan 4). CVI iklim organisasi menggunakan Organization Climate Questionnaire
(OCQ) = 1,00. Dua puluh empat item pernyataan yang dinilai diperoleh 24 item
relevan (nilai 3 dan 4).
Hasil Content Validity Index (CVI) expert kedua dari instrumen supervisi
kepala ruangan menggunakan Self-Assessment Questionnaire = 0,97. Tiga puluh
tujuh item pernyataan dinilai, diperoleh 36 item relevan (nilai 3 dan 4) dan 1 item
dinyatakan tidak relevan (nilai 1 dan 2) yaitu: item 5. CVI supervisi menggunakan
Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) = 1,00. Dua puluh enam item
pernyataan yang dinilai diperoleh 26 item relevan (nilai 3 dan 4). CVI iklim
organisasi menggunakan Organization Climate Questionnaire (OCQ) = 1,00.

Universitas Sumatera Utara

Dua puluh empat item pernyataan yang dinilai diperoleh 24 item relevan (nilai 3
dan 4).
Hasil Content Validity Index (CVI) expert ketiga dari instrumen supervisi
kepala ruangan yang menggunakan Self-Assessment Questionnaire = 0,84. Tiga
puluh tujuh item pernyataan yang dinilai diperoleh hasil 30 item dinyatakan
relevan (3 atau 4) dan 7 item dinyatakan tidak relevan (nilai 1 dan 2) yaitu: item
14, 15, 16, 17, 19, 22, dan 35. CVI supervisi menggunakan Manchester Clinical
Supervision Scale (MCSS) = 1,00. Dua puluh enam item pernyataan yang dinilai
diperoleh hasil 26 item dinyatakan relevan (nilai 3 dan 4). CVI iklim organisasi
menggunakan Organization Climate Questionnaire (OCQ) = 1,00. Dua puluh
empat item pernyataan yang dinilai diperoleh hasil 24 item dinyatakan relevan
(nilai 3 dan 4).
Berdasarkan penilaian ke 3 expert tersebut dapat disimpulkan bahwa para
ahli memahami konsep supervisi dan iklim organisasi. Hasil yang didapatkan dari
ketiga Expert diperoleh hasil CVI supervisi kepala ruangan menggunakan SelfAssessment Questionnaire = 0,94. CVI supervisi menggunakan Manchester
Clinical Supervision Scale (MCSS) = 1,00. CVI iklim organisasi menggunakan
Organization Climate Questionnaire (OCQ) = 1,00. Dua puluh sembilan item
pernyataan supervisi kepala ruangan dinyatakan relevan (nilai 3 dan 4) dan 8 item
pernyataan (no. 5, 14, 15, 16, 17, 19, 22, 35) dinyatakan tidak relevan (nilai 1 dan
2), dua puluh enam item pernyataan supervisi dinyatakan relevan (nilai 3 dan 4),
dan dua puluh empat item pernyataan iklim organisasi dinyatakan relevan (nilai 3
dan 4). Selanjutnya peneliti dapat melaksanakan pilot study.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.3
Hasil Content Validity Index Revisi Supervisi Kepala Ruangan di Rumah Sakit
Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan
Variabel
Pernyataan sebelum revisi
Pernyataan setelah revisi
Supervisi
5. Saya dapat menjelaskan
5. Saya dapat menjelaskan
kepala ruangan
kepada yang disupervisi
kepada perawat yang
tujuan supervisi.
disupervisi tentang tujuan
supervisi.
14. Saya dapat berfokus pada 14. Saya dapat berfokus pada
supervisi klien, tindakan
kondisi klien, tindakan
supervisi, hubungan
perawat yang disupervisi,
supervise/ klien,
hubungan perawat yang
pengalihan sikap, dan
disupervisi dengan klien,
konteks yang lebih luas.
pengalihan sikap,
hubungan supervisi, dan
konteks yang lebih luas.
15. Saya dapat bekerja sendiri. 15. Saya dapat bekerja secara
mandiri.
16. Saya dapat menambah
16. Saya dapat menambah
pengalaman sendiri.
pengalaman.
17. Saya dapat
17. Saya dapat
mengembangkan
mengembangkan
keterampilan diri pada
keterampilan supervisi
supervisi.
saya.
19. Saya memiliki otoritas,
19. Saya memiliki otoritas,
kehadiran dan dapat
kehadiran dan dapat
mempengaruhi.
mempengaruhi bawahan.
22. Saya sadar dan mampu
22. Saya menyadari dan
beradaptasi dengan
mampu beradaptasi
perbedaan individu
dengan perbedaan
seperti: jenis kelamin,
individu seperti: jenis
usia, budaya dan etnis,
kelamin, usia, latar
latar belakang, kelas,
belakang budaya dan
orientasi seksual,
etnis, kelas sosial,
kepribadian, dan pelatihan
kepribadian, dan pelatihan
profesional.
profesional.
35. Saya mendasari
35. Saya dapat mendasari
terbentuknya tim atau
terbentuknya tim atau
budaya organisasi.
budaya organisasi.

Universitas Sumatera Utara

3.6.4. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indikator yang penting dari mutu instrumen.
Pengukuran

yang

tidak

dipercaya

mengurangi

kekuatan

statistika

dan

mempengaruhi kebenaran kesimpulan. Jika data tidak mendukung sebuah
hipotesis, kemungkinan instrumen tidak reliabel, sehingga tidak memerlukan
hubungan yang diharapkan tidak keluar. Kelompok tingkat yang dibandingkan
berkisar 0,70 mungkin adekuat (khususnya untuk subskala), tetapi nilai dari 0,80
atau yang lebih besar sangat diinginkan. Koefisien reliabilitas ukuran
menggunakan pengambilan keputusan individu ideal seharusnya 0,90 atau lebih
baik. Internal consistency menggunakan Cronbach’s alpha (Polit & Beck, 2012).
Pilot study penelitian dilakukan pada sekelompok kepala ruangan dan
perawat pelaksana. Menurut Polit dan Beck (2012) menyatakan pilot study dapat
digunakan sebagai versi skala kecil atau uji coba dalam merancang untuk menguji
metode yang digunakan dalam penelitian yang lebih luas dan lebih teliti. Pilot
study berguna untuk mengetahui instrumen tersebut cukup handal atau tidak,
komunikatif, dan dapat dipahami.
Hasil CVI instrumen yang sudah valid diuji coba (pilot study) untuk
mengetahui kehandalan instrumen, menilai pemahaman dan persepsi responden
tentang instrumen. Uji instrumen ini dilakukan di Rumah Sakit Royal Prima. Uji
coba instrumen supervisi kepala ruangan Self-Assessment Questionnaire pada 10
orang kepala ruangan. Uji coba instrumen supervisi Manchester Clinical
Supervision Scale (MCSS) dan Organization Climate Questionnaire (OCQ) pada
30 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Royal Prima Medan.

Universitas Sumatera Utara

Hasil data demografi yang diperoleh 10 orang kepala ruangan pada dua
rumah sakit tersebut adalah usia dewasa dini (21-35 tahun) sebanyak 8 orang
(80%), dan dewasa madya (35-45 tahun) sebanyak 2 orang (20%). Berdasarkan
jenis kelamin, laki-laki sebanyak 2 orang (20%) dan perempuan sebanyak 8 orang
(80%). Berdasarkan agama, Islam sebanyak 6 orang (60%), dan Protestan
sebanyak 4 orang (40%). Lama bekerja diperoleh hasil advanced beginner (1-2
tahun) sebanyak 6 orang (60%), proficient/cakap (3-5 tahun) sebanyak 3 orang
(30%), expert/ahli (> 5 tahun) sebanyak 1 orang (10%).
Hasil data demografi yang diperoleh 30 orang perawat pelaksana di salah
satu rumah sakit swasta adalah usia dewasa dini (21-35 tahun) sebanyak 28 orang
(93,3%), dan usia dewasa madya (35-45 tahun) sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 1 orang (3,3%) dan perempuan
sebanyak 29 orang (96,7%). Berdasarkan agama, Islam sebanyak 12 orang (40%),
Katolik sebanyak 5 orang (16,7%) dan Protestan sebanyak 13 orang (43,3%).
Lama kerja diperoleh hasil advanced beginner (1-2 tahun) sebanyak 19 orang
(63,3%), competen/kompeten (2-3 tahun) sebanyak 5 orang (16,7%), proficient/
cakap (3-5 tahun) sebanyak 2 orang (6,7%), expert/ahli (> 5 tahun) sebanyak 4
orang (13,3%).
Pilot study yang dilakukan menggunakan instrumen supervisi kepala
ruangan Self-Assessment Questionnaire dengan nilai Cronbach’s alpha = 0,99.
Koreksi per item pada 37 pernyataan didapat nilai Cronbach’s alpha: pengetahuan
(4 item) = 0,78, keterampilan manajemen supervisi (6 item) = 0,81, keterampilan
intervensi supervisi (7 item) = 0,91, kapasitas atau kualitas (7 item) = 0,89,

Universitas Sumatera Utara

komitmen untuk pengembangan (4 item) = 0,93, supervisor kelompok (3 item) =
0,96, dan supervisor senior organisasi (6 item) = 0,98. Instrumen supervisi kepala
ruangan yang tidak reliabel dikeluarkan yaitu: item 14 dan 22 dengan nilai
corrected item-total correlation pada item 14 = 0,20, dan 22 = 0,17. Instrumen
supervisi kepala ruangan yang dipergunakan sebanyak 35 item dengan didukung
hasil CVI yang menyatakan item 14 dan 22 tidak relevan (nilai 1 dan 2).
Pilot study yang telah dilakukan menggunakan instrumen supervisi kepala
ruangan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dengan nilai Cronbach’s
alpha: 0,93. Koreksi per item pada 26 item pernyataan menunjukkan reliabel
(> 0,70), maka semua item dapat digunakan.
Pilot study yang telah dilakukan menggunakan instrumen iklim organisasi
Organization Climate Questionnaire (OCQ) dengan nilai Cronbach’s alpha: 0,88.
Koreksi per item pada 24 pernyataan didapat item yang tidak reliabel yaitu: item
2, 10, dan 15 dengan nilai corrected item-total correlation pada item 2 = 0,10,
10 = 0,26 dan 15 = 0,26.
Tabel 3.4
Hasil Pilot Study Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Royal
Prima Medan (n= 10)
Standar Item
Item
Cronbach’s Alpha
Supervisi kepala ruangan
0,99
Pengetahuan
1, 2, 3, 4
0,78
Keterampilan manajemen
5, 6, 7, 8, 9,10
0,81
supervisi
Keterampilan intervensi
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17
0,91
supervisi
Kapasitas atau kualitas
18, 19, 20, 21, 22, 23, 24
0,89
Komitmen untuk
25, 26, 27, 28
0,93
pengembangan
Supervisor kelompok
29, 30, 31
0,96
Supervisor senior organisasi 32, 33, 34, 35, 36, 37
0,98

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.5
Hasil Pilot Study Supervisi Perawat Pelaksana dan Iklim Organisasi di Rumah
Sakit Royal Prima Medan (n = 30)
Standar Item
Item
Cronbach’s Alpha
Supervisi kepala ruangan
0,93
Iklim organisasi

0,98

3.7. Metode Analisis Data
Analisa data dilakukan menggunakan analisa univariat dan bivariat.
Tujuan beberapa studi deskriptif menguraikan frekuensi kejadian perilaku atau
kondisi, dibandingkan mempelajari hubungan (Polit & Beck, 2012). Analisa
univariat adalah analisa yang digunakan untuk variabel - variabel secara deskriptif
sesuai dengan jenis data. Analisa ini meliputi data demografi (usia, jenis kelamin,
agama, dan lama bekerja).
Analisa bivariat dilakukan setelah diketahui karakteristik masing-masing
variabel sehingga diteruskan analisa lebih lanjut. Data variabel penelitian ini
adalah numerik dengan satu kelompok berpasangan (1 kelompok intervensi).
Perumusan hipotesis sebagai berikut:
H 0 : µ x1 = µ x2
H A : µ x1 ≠ µ x2
dimana x 1 = Pengukuran supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan supervisi
x 2 = Pengukuran supervisi kepala ruangan setelah pelatihan supervisi
H 0 : µ x1 = µ x2
H A : µ x1 ≠ µ x2
dimana x 1 = Pengukuran iklim organisasi sebelum pelatihan supervisi
x 2 = Pengukuran iklim organisasi setelah pelatihan supervisi

Universitas Sumatera Utara

Uji statistik dengan menggunakan taraf signifikansi 5%, maka kriteria
pengujian sebagai berikut: 1) Jika signifikansi > 0,05, maka H 0 diterima, dan 2)
Jika signifikansi < 0,05, maka H 0 ditolak.
Tahap pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik
nonparametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank Test. Uji statistik nonparametrik
digunakan bila distribusi yang dihasilkan tidak normal atau sampel yang kecil
(Polit & Beck, 2012). Plichta dan Garzon (2009) menyatakan uji Wilcoxon secara
berpasangan dapat digunakan ketika: 1) Ada dua pengukuran menyangkut
karakteristik (yaitu: salah satu dari pretest dan satu pengukuran posttest pada
orang yang sama atau satu pengukuran kasus dan pengukuran kontrol), 2) Skala
pengukuran dari karakteristik adalah ordinal, interval, atau rasio, dan 3) Jumlah
sampel total berisi sedikitnya lima pasang pengukuran.
3.8. Pertimbangan Etik
Peneliti dalam melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan supervise
kepala ruangan terhadap perubahan iklim organisasi perawat pelaksana dengan
memperhatikan

pertimbangan-pertimbangan

etika

penelitian,

antara

lain:

1) Ethical clearence oleh komite etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan,
2) Pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti setelah mendapat izin dan
rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari
RSU IPI Medan, 3) Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada seluruh
responden, yang akan ditanda tangani sebagai bukti kesediaannya menjadi
responden (Informed consent), 4) Sebelum menyerahkan lembar persetujuan,
peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden,

Universitas Sumatera Utara

5) Anonymity, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner dan
hanya memberikan inisial dan kode saja, dan 6) Confidentiality, semua informasi
yang diberikan oleh responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, data-data
yang tidak terpakai disimpan oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan pada
bulan Mei sampai Juni 2015. Hasil penelitian menjelaskan: 1) Deskripsi lokasi
penelitian, dan 2) Hasil penelitian.
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota
Medan yaitu Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
4.1.1. Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan
Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan merupakan
rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1983. Rumah Sakit Umum Imelda
Pekerja Indonesia (IPI) Medan berada di Jalan Bilal No. 24 Kelurahan Pulo
Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur. Rumah sakit yang terletak di lokasi
strategis di kota Medan telah memiliki fasilitas penunjang pelayanan kesehatan
yang lengkap dan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas
sebanyak 380 orang.
Sebagai

bukti

kepercayaan

dari

publik,

pemerintah

juga

telah

meningkatkan kelas Rumah Sakit Imelda menjadi kelas B Non Pendidikan dengan
kode rumah sakit 1275622. Rumah Sakit Imelda juga telah lulus akreditasi dari
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dengan nomor dan tanggal izin usaha:
No.YM.02.043.5.5504/Tanggal 3 Desember 1983. Pemilik Perusahaan adalah
Dr. H. Raja Imran Ritonga, M.Sc dan Dr. Rosa Dalima.

Universitas Sumatera Utara

4.1.2. Visi dan misi Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan
Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan mempunyai
visi yaitu “Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia menjadi rumah sakit
rujukan dan pendidikan dengan standar Joint Committee International (JCI) tahun
2020”. Visi tersebut diwujudkan melalui misi rumah sakit.
Misi rumah sakit yaitu: 1) Memberikan pelayanan kesehatan mengacu
pada standar medik yang dikeluarkan oleh persatuan profesi masing-masing
keahlian di Indonesia yang terus disempurnakan oleh rumah sakit sesuai kondisi
dan berorientasi kepada pelayanan bermutu, 2) Memberikan pelayanan dengan
mengutamakan kebutuhan pasien dan keluarga, 3) Memberikan pelayanan dengan
mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, 4) Mengembangkan budaya
komunikasi, informasi dan edukasi serta melibatkan pasien dan keluarga dalam
pelayanan,

5)

Mengembangkan

budaya

akademik

yang

mengutamakan

peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit, dan
6) Mengembangkan budaya komunikasi dan kerjasama tim yang komprehensif.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Data demografi kepala ruangan dan perawat pelaksana
Peneliti membagikan kuisioner kepada kepala ruangan dan perawat
pelaksana di RSU IPI Medan sebanyak 13 orang dan perawat pelaksana sebanyak
64 orang.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Kepala Ruangan di Rumah
Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 13)
Data Demografi
Frekuensi
Persen
Usia
Dewasa dini
21-35 tahun
11
84,60
Dewasa madya 35-45 tahun
1
7,70
Dewasa akhir 45-60 tahun
1
7,70
Jenis kelamin
Laki-laki
2
15,40
Perempuan
11
84,60
Agama
Islam
10
76,90
Protestan
3
23,10
Lama Bekerja Kepala Ruangan
Advanced beginner (1-2 tahun)
1
7,70
Proficient/cakap (3-5 tahun)
7
53,80
Expert/ahli (> 5 tahun)
5
38,50
Berdasarkan data demografi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan diperoleh data responden berusia dewasa
dini (21-35 tahun) sebanyak 11 orang (84,6%), dewasa madya (35-45 tahun)
sebanyak 1 orang (7,7%) dan dewasa akhir (45-60 tahun) sebanyak 1 orang
(7,7%). Profesi sebagai kepala ruangan di rumah sakit swasta di kota Medan
umumnya memiliki usia dalam rentang dewasa dini, dikarenakan masa dewasa
dini selalu dianggap sebagai penyesuaian diri terhadap kehidupan dan harapan
sosial baru. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 2 orang (15,4%) dan
perempuan sebanyak 11 orang (84,6%). Profesi perawat umumnya perempuan,
disebabkan pekerjaan itu membutuhkan perasaan yang lembut, penuh kesabaran
dan kasih sayang. Berdasarkan agama, Islam sebanyak 10 orang (76,9%), dan
Protestan sebanyak 3 orang (23,1%). Berdasarkan lama bekerja, advanced
beginner (1-2 tahun) sebanyak 1 orang (7,7%) proficient/cakap 3-5 tahun,

Universitas Sumatera Utara

sebanyak 7 orang (53,8%) dan expert/ahli > 5 tahun sebanyak 5 orang (38,5%).
Lama bekerja terkait dengan pengalaman, kemampuan, dan keterampilan kepala
ruangan dalam melakukan pekerjaan untuk meningkatkan kinerja dengan lebih
baik.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Perawat Pelaksana
di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 64)
Data Demografi
Frekuensi
Persen
Usia
Dewasa dini
21-35 tahun
63
98,40
Dewasa madya 35-45 tahun
1
1,60
Jenis kelamin
Laki-laki
22
34,40
Perempuan
42
65,60
Agama
Islam
29
45,30
Katolik
4
6,30
Protestan
31
48,40
Lama Bekerja Kepala Ruangan
Advanced beginner (1-2 tahun)
32
50,00
Competen/Kompeten (2-3 tahun)
23
35,90
Proficient/cakap (3-5 tahun)
7
10,90
Expert/ahli (> 5 tahun)
2
3,10
Berdasarkan data demografi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan diperoleh data responden berusia dewasa
dini (21-35 tahun) sebanyak 63 orang (98,4%), dan dewasa madya (35-45 tahun)
sebanyak 1 orang (1,6%). Profesi sebagai perawat pelaksana umumnya memiliki
usia rentang dewasa dini, dikarenakan masa dewasa dini selalu dianggap sebagai
penyesuaian diri terhadap kehidupan dan harapan sosial baru. Perawat pelaksana
yang digolongkan dalam usia dewasa dini juga memiliki motivasi bekerja yang
tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 22 orang (34,4%),

Universitas Sumatera Utara

dan perempuan sebanyak 42 orang (65,6%). Profesi perawat pelaksana umumnya
didominasi perempuan, disebabkan pekerjaan itu membutuhkan sikap yang
ramah, penuh kesabaran, kasih sayang dan perasaan yang lebih peka terhadap
lingkungan. Berdasarkan agama, Islam sebanyak 29 orang (45,3%), Katolik
sebanyak 4 orang (6,3%) dan Protestan sebanyak 31 orang (48,4%). Berdasarkan
lama bekerja, advanced beginner (1-2 tahun) sebanyak 32 orang (50%),
competen/kompeten (2-3 tahun) sebanyak 23 orang (35,9%) proficient/ cakap 3-5
tahun sebanyak 7 orang (10,9%) dan expert/ahli > 5 tahun sebanyak 2 orang
(3,1%).

Lama bekerja perawat pelaksana dalam tahap advanced beginner

memiliki jumlah yang hampir mendekati dengan competen/kompeten. Hal ini
menunjukkan perawat pelaksana telah mampu melaksanakan tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan job description. Lama bekerja perawat pelaksana terkait
dengan pengalaman kerja, kemampuan pelaksanaan asuhan, dan keterampilan
yang dimiliki perawat pelaksana di ruangan.
4.2.2. Supervisi kepala ruangan
Self-Assessment Questionnaire
Hasil analisa data supervisi kepala ruangan menggunakan instrumen SelfAssessment Questionnaire dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Perbedaan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Setelah Pelatihan Supervisi
Berdasarkan Persepsi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia (IPI) Medan (n = 13)
Std.
Supervisi
p value
n
Mean
Deviation
Sebelum Pelatihan
13
3,96
0,50
0,58
Setelah Pelatihan
13
3,89
0,44

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi kepala ruangan di RSU IPI
Medan sebelum mendapatkan pelatihan supervisi didapat rata-rata nilai mean 3,96
dan setelah mendapatkan pelatihan supervisi rata-rata nilai mean 3,89. Standar
deviasi sebelum pelatihan 0,50 dan setelah pelatihan 0,44. Nilai signifikansi p
value = 0,58 (p > 0,05) maka H 0 diterima. Hal ini berarti tidak ada perbedaan
supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi dari persepsi
kepala ruangan di RSU IPI Medan.
Pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum seminar dan pelatihan
supervisi dengan cara pengamatan langsung dan tidak langsung. Pengamatan
langsung dilakukan tanpa menggunakan daftar isian atau format supervisi, tetapi
menggunakan buku catatan. Supervisi yang dilakukan tidak menggunakan standar
operasional prosedur. Supervisi tidak langsung dilakukan oleh kepala bidang
keperawatan dengan mendiskusikan dan membicarakan masalah yang terjadi di
ruang rawat pada pertemuan rapat mingguan.
Pelaksanaan supervisi kepala ruangan setelah seminar dan pelatihan
supervisi dilakukan dengan cara pengamatan langsung menggunakan format
supervisi yang diberikan. Tahap melakukan implementasi supervisi telah
dilakukan pada 13 ruangan rawat inap meliputi: tahap persiapan, tahap
mengidentifikasi dan eksplorasi, tahap menganalisis, tahap menentukan tujuan
dan merencanakan tindakan, tahap meringkas, dan tahap refleksi dalam praktik.
Kepala ruangan berusaha melakukan supervisi dengan baik. Kendala pelaksanaan
kegiatan berhubungan dengan waktu sesi supervisi yang cukup singkat.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan dari hasil penelitian menggunakan instrumen Self-Assessment
Questionnaire didapat bahwa sebelum seminar dan pelatihan supervisi,
pelaksanaan supervisi tidak didukung dengan daftar isian atau format supervisi
dan tidak ada standar operasional prosedur. Kepala ruangan tidak menggunakan
tahapan supervisi tertentu. Sedangkan setelah dilakukan seminar dan pelatihan
supervisi, pelaksanaan supervisi didukung dengan daftar isian atau format
supervisi dan menggunakan tahapan supervisi.
Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS)
Hasil analisa data supervisi kepala ruangan menggunakan instrumen
Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.4
Perbedaan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Setelah Pelatihan Supervisi
Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia (IPI) Medan (n = 64)
Std.
Supervisi
n
Mean
p value
Deviation
Sebelum Pelatihan
64
2,65
0,30
0,01
Setelah Pelatihan
64
2,45
0,64
Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi kepala ruangan di RSU IPI
Medan sebelum mendapatkan pelatihan supervisi didapat rata-rata nilai mean 2,65
dan setelah mendapatkan pelatihan supervisi rata-rata nilai mean 2,45. Standar
deviasi sebelum pelatihan 0,30 dan setelah pelatihan 0,64. Nilai signifikansi p
value = 0,01 (p < 0,05) maka H 0 ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan supervisi
kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi dari persepsi perawat
pelaksana di RSU IPI Medan.

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum seminar dan pelatihan
supervisi bahwa perawat pelaksana tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang proses supervisi. Kepala ruangan berusaha bertindak dengan bijaksana,
tidak memihak dalam mengatasi konflik antar perawat. Kepala ruangan membina
komunikasi yang baik.
Pelaksanaan supervisi kepala ruangan setelah seminar dan pelatihan
supervisi bahwa perawat dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan terbina
komunikasi yang efektif dalam di ruang rawat. Kepala ruangan memberi
kesempatan bagi perawat untuk mengkaji diri dan mendapat dukungan dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Berdasarkan dari hasil penelitian dengan menggunakan instrumen
Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) didapat bahwa sebelum seminar
dan pelatihan supervisi, perawat pelaksana tidak mendapatkan pengetahuan
tentang proses supervisi dari kepala ruangan. Sedangkan setelah dilakukan
seminar dan pelatihan supervisi, pelaksanaan supervisi dapat meningkatkan
pengetahuan, motivasi dan tercipta komunikasi yang efektif di ruang rawat.
4.2.3. Iklim organisasi perawat pelaksana
Hasil analisa data iklim organisasi menggunakan instrumen Organization
Climate Questionnaire (OCQ) dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Perbedaan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana Sebelum dan Setelah Pelatihan
Supervisi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 64)
Std.
Iklim Organisasi
n
Mean
p value
Deviation
Sebelum Pelatihan
64
2,69
0,27
0,00
Setelah Pelatihan
64
2,89
0,34

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi perawat pelaksana
di RSU IPI Medan sebelum mendapatkan pelatihan supervisi didapat rata-rata
nilai mean 2,69 dan hasil setelah mendapatkan pelatihan supervisi rata-rata nilai
mean 2,89. Standar deviasi sebelum pelatihan 0,27 dan setelah pelatihan 0,34.
Nilai signifikansi p value = 0,00 (p value < 0,05) maka H 0 ditolak. Hal ini berarti
ada perbedaan iklim organisasi sebelum dan setelah pelatihan supervisi di RSU
IPI Medan.
Kepala ruangan memiliki tanggung jawab terhadap iklim organisasi di
ruang rawat. Sebelum diadakan seminar dan pelatihan supervisi didapat data
perubahan iklim organisasi meliputi: 1) Struktur: memiliki SDM keperawatan,
fasilitas umum dan penunjang, penilaian kinerja tidak optimal, memiliki misi
organisasi, tidak adanya komite keperawatan, dan adanya pengawas keuangan
maupun logistik, 2) Standar: SOP supervisi tidak ada, SAK tidak terlaksana
optimal. Tidak ada format supervisi dalam melakukan supervisi, 3) Tanggung
jawab umum kepala ruangan menyusun penugasan perawatan, dan ada perawat
yang bertugas tidak sesuai dengan job description, 4) Penghargaan diberikan
dengan prestasi kerja yang baik dan hukuman diberikan dengan prestasi kerja
yang buruk, 5) Dukungan terhadap perawat tidak optimal seperti tidak ada
karyawan yang mendapatkan biaya untuk melanjutkan pendidikan. Perawat
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan sesuai kebutuhan
di ruang rawat, dan 6) Komitmen perawat berkurang ditandai dengan
meningkatnya turnover.

Universitas Sumatera Utara

Setelah diadakan seminar dan pelatihan supervisi didapat data perubahan
iklim organisasi meliputi: struktur, standar, tanggung jawab, penghargaan,
dukungan, dan komitmen. Berdasarkan 1) Struktur: perawat mendapatkan
kejelasan peran dan tanggung jawab, 2) Standar: rumah sakit memiliki format
supervisi kepala ruangan sehingga mempermudah pelaksanaan supervisi,
3) Tanggung jawab: kepala ruangan menyusun penugasan perawatan pasien sesuai
dengan job description, 4) Penghargaan (reward): diberikan dengan kenaikan
upah sesuai dengan pengalaman dan mendapatkan hukuman bila melakukan
kesalahan, 5) Dukungan: adanya

perawat yang mendapatkan biaya untuk

pelatihan-pelatihan, dan 6) Komitmen: perawat merasa bangga karena menjadi
bagian dari rumah sakit.
Berdasarkan dari hasil penelitian dengan menggunakan instrumen
Organization Climate Questionnaire (OCQ) didapat bahwa sebelum seminar dan
pelatihan supervisi, SOP supervisi tidak ada, SAK tidak terlaksana optimal. Tidak
ada format supervisi dalam melakukan supervisi, ada perawat yang bertugas tidak
sesuai dengan job description, dukungan terhadap perawat tidak optimal dan
komitmen perawat berkurang ditandai dengan meningkatnya turnover. Sedangkan
sebelum seminar dan pelatihan supervisi, rumah sakit memiliki format supervisi
kepala ruangan, adanya dukungan: adanya perawat yang mendapatkan biaya
untuk pelatihan-pelatihan, dan komitmen: perawat merasa bangga karena menjadi
bagian dari rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

Bab pembahasan ini peneliti membahas tentang: 1) Supervisi kepala
ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi berdasarkan persepsi kepala
ruangan dan persepsi perawat pelaksana di RSU IPI Medan, dan 2) Iklim
organisasi perawat pelaksana sebelum dan setelah pelatihan supervisi kepala
ruangan di RSU IPI Medan.
Sebelum kegiatan seminar dan pelatihan supervisi kepala ruangan, peneliti
melakukan pengkajian supervisi dengan beberapa langkah. Langkah pertama
melalui wawancara dengan kepala ruangan didapat bahwa: 1) Supervisi sangat
diperlukan di rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat, meningkatkan
mutu pelayanan, mengawasi dan memonitor masalah yang terjadi di ruang rawat,
2) Pelaksanaan supervisi di rumah sakit tidak terlaksana dengan optimal, supervisi
yang terjadi di ruangan menggunakan pengamatan langsung dari kepala ruangan
terhadap perawat pelaksana dan supervisi tidak langsung dari kepala bidang
keperawatan terhadap kepala ruangan, 3) Pengamatan yang dilakukan tidak