Strategi pengembangan bisnis perbankan d

BAB 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Perkembangan di dunia perbankan yang sangat pesat serta tingkat kompleksitas yang
tinggi dapat berpengaruh terhadap performa suatu bank. Kompleksitas usaha perbankan
yang tinggi dapat meningkatkan risiko yang dihadapi oleh bank-bank yang ada di Indonesia.
Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan
masyarakat sehingga tingkat kesehatan bank perlu dipelihara. Pemeliharaan kesehatan bank
antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank dapat memenuhi
kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu-waktu.
Kesiapan memenuhi kewajiban setiap saat ini, menjadi semakin penting artinya mengingat
peranan bank sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Di
samping faktor likuiditas, keberhasilan usaha bank juga ditentukan oleh kesanggupan para
pengelola dalam menjaga rahasia keuangan nasabah yang dipercayakan kepadanya serta
keamanan atas uang atau asset lainnya yang dititipkan pada bank.
Pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank karena kegiatan utama
bank adalah penghimpunan dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya dengan tujuan
untuk memperoleh pendapatan. Oleh karenanya Bank Indonesia menerapkan aturan tentang
kesehatan bank. 2 Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang

berlaku. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu

1

dalam kondisi sehat sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan
perbankan. Menurut Ponttie Prasnanugraha (2007) menyatakan bahwa “aturan tentang
kesehatan bank yang diterapkan oleh Indonesia mencakup berbagai aspek dalam kegiatan
bank, mulai dari penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana”.
Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor permodalan,
kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap risiko pasar, yang
dikenal dengan CAMEL.
Menurut

sebuah

kajian

yang

diselenggarakan


oleh

Bank

Dunia,

lemahnya

implementasi sistem tata kelola perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah corporate
governance merupakan salah satu faktor penentu parahnya krisis yang terjadi di Asia
Tenggara. Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan,
kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh dewan komisaris dan auditor, serta
kurangnya intensif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui
persaingan yang fair.
Lemahnya penerapan corporate governance menjadi pemicu utama terjadinya
berbagai skandal keuangan. Kasus penipuan, penggelapan, 3 pembobolan dan korupsi yang
dilakukan oleh oknum bank itu sendiri banyak terjadi di perbankan Indonesia. Misalnya saja
dalam kasus Bank Century yang akhirnya pada November 2008 diselamatkan pemerintah,
karena dianggap berpotensi memicu krisis sistemik, menyusul kalah kliring yang dialaminya.

Penyebab lain ambruknya Bank Century adalah penipuan oleh pemilik dan manajemen
dengan menggelapkan uang nasabah. Pengelapannya dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, memanfaatkan produk reksa dana fiktif yang diterbitkan PT Antaboga Delta

2

Sekuritas Indonesia yang dijual terselubung di Bank Century. Kedua, menyalurkan sejumlah
kredit fiktif. Ketiga, menerbitkan letter of Credit ( L/C ) Fiktif. Modusnya yaitu pemilik Bank
Century membuat perusahaan atas nama orang lain untuk kelompok mereka. Lantas mereka
mengajukan permohonan kredit, tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai
mereka dengan mudah mendapatkan kredit. Bahkan ada kredit Rp. 98 Milyar yang cair hanya
dalam 2 (dua ) jam. Jaminan mereka tambahnya hanya surat berharga yang ternyata palsu.
Selain itu Robert Tantular juga menyalahgunakan kewenangan memindah bukukan dan
mencairkan dana deposito valas sebesar Rp. 18 Juta Dollar AS tanpa izin sang pemilik dana,
Budi Sampoerna. Robert juga mengucurkan kredit kepada PT Wibowo wadah Rezeki Rp. 121
Milyar dan PT Accent Investindo Rp. 60 Milyar. Pengucuran dana ini diduga tidak sesuai
prosedur.

Robert


Tantular

juga

melanggar

Letter

Of

Commitmen

dfengan

tidak

mengembalikan surat – surat berharga Bank Century di luar negri dan menambah modal
Bank. Contoh kasus lainnya terjadi pada Citibank tahun pada tahun 2011. Dalam kasus
tersebut dana 4 nasabah yang berniali triliunan dibobol oleh Inong Malinda yang merupakan
pegawai dari Citibank. Imbasnya kepada bank-bank lain adalah kepercayaan nasabah yang

sedikit pudar. Nasabah mulai bertanya-tanya tentang keamanan dana mereka. Terjadinya
berbagai kasus perbankan yang banyak terjadi di Indonesia membuat banyak pihak yang
mulai berpikir bahwa penerapan corporate governance menjadi suatu kebutuhan di dunia
bisnis sebagai barometer akuntabilitas dari suatu perusahaan.
Penerapan good corporate governance ini dinilai dapat memperbaiki citra perbankan
yang sempat buruk, melindungi kepentingan stakeholders serta meningkatkan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan etika-etika umum pada industri

3

perbankan dalam rangka mencitrakan sistem perbankan yang sehat. Corporate governance
lebih condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja,
pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham, dan
stakeholders, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar analisis dalam mengkaji corporate
governance di suatu negara dengan memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam
pengambilan keputusan yang sistematis yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran
yang lebih akurat mengenai kinerja perusahaan dan bagaimana korelasi antar kebijakan
tentang buruh dan kinerja perusahaan. Selain itu penerapan good corporate governance di
dalam perbankan diharapkan dapat berpengaruh terhadap kinerja perbankan, dikarenakan
penerapan corporate governance ini dapat meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi

risiko akibat tindakan pengelolaan yang cenderung 5 menguntungkan diri sendiri.
Perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan lebih efisien dan daya
saingnya meningkat.
Riset The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang dikutip oleh Joni
Emirzon (2007:208) menemukan bahwa “alasan utama perusahaan menerapkan good
corporate governance (GCG) adalah kepatuhan terhadap peraturan”. Perusahaan meyakini
bahwa implementasi good corporate governance (GCG) merupakan bentuk lain penegakan
etika bisnis dan etika kerja yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan
implementasi

good

corporate

governance

berhubungan

dengan


peningkatan

citra

perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan good corporate governance, akan mengalami
perbaikan citra, dan peningkatan nilai perusahaan.

4

GCG mengandung lima prinsip utama, yaitu keterbukaan (transparancy), akuntabilitas
(accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency) serta
kewajaran (fairness). Prinsip tersebut diciptakan utuk dapat melindungi kepentingan semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Pada dasarnya isu tentang corporate governance dilatarbelakangi oleh agency theory
yang menyatakan permasalahan agency muncul ketika pengelolaan suatu perusahaan
terpisah dari kepemilikannya. Pemilik sebagai pemasok modal perusahaan mendelegasikan
wewenangnya atas pengelolaan perusahaan kepada professional managers. Akibatnya,
kewenangan untuk menggunakan sumber daya yang dimliki perusahaan sepenuhnya ada di
tangan eksekutif. Hal itu menimbulkan kemungkinan terjadinya manajemen tidak 6 bertindak
yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of

interest). Manajer dengan informasi yang dimilikinya bisa bertindak hanya untuk
menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemilik karena manajer
memiliki informasi perusahaan yang tidak dimiliki pemilik. Hal ini akan mempengaruhi kinerja
perusahaan dan menghilangkan kepercayaan investor terhadap pengembalian (return) atas
investasi yang telah mereka tanam pada perusahaan tersebut.
Maka

untuk

mengatasi

permasalahan

agency,

pihak

perbankan

melakukan


pembenahan terhadap sistem tata kelola perusahaan. Untuk mencapai good corporate
governance dibutuhkan suatu mekanisme cara kerja secara tersistem untuk memantau
terhadap seluruh kebijakan yang diambil. Menurut Zaenal Arifin (2005) “mekanisme corporate
governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak
yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan kontrol pengawasan terhadap

5

keputusan tersebut”. Pengawasan merupakan bagian integral dari proses manajemen.
Mengawasi berarti melihat dan memperhatikan apakah yang dilaksanakan (kenyataan)
sesuai dengan yang seharusnya dilaksanakan (rencana). Mekanisme dalam pengawasan
corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan eksternal mechanism.
Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan
struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi,
komposisi dewan komisaris, komite audit dan pertemuan dengan board of 7 director. Menurut
Iskandar dan Chamlao yang dikutip Hexana Sri Lastanti (2004) “External mechanism adalah
cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti
pengendalian perusahaan dengan mekanisme pasar”. Dalam hal ini kepemilikan institusional
merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi (badan). “Tingkat kepemilikan

institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak
investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer” (Utami dan
Rahmawati, 2009). Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak
terafiliasi dengan Direksi, anggota Dewan Komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata
demi kepentingan perusahaan. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip good corporate
governance (GCG), saat ini keberadaan Komisaris Independen sangat diperlukan pada
jajaran Dewan Komisaris suatu perseroan. Fungsi Dewan Komisaris adalah pengawasan,
yang wajib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan perseroan. Tujuan utama
adanya Komisaris Independen dalam jajaran Dewan Komisaris pada dasarnya adalah
sebagai penyeimbang pengawasan dan penyeimbang persetujuan atau keputusan yang

6

diperlukan. Menurut FCGI (2002) menyatakan bahwa “komite audit adalah suatu komite yang
berpandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan 8 penjelasannya, sistem
pengawasan internal serta auditor independen”. Komite audit tersebut dibentuk oleh dewan
komisaris. Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan
Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut

terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan
kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Laporan keuangan
merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi oleh eksternal auditor. Dalam
pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan
penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor. Tugas komite audit juga erat
kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan
terhadap peraturan. Maka dalam penelitian ini akan dianalisis mekanisme untuk
mengendalikan perusahaan dengan struktur dan proses internal, yaitu: kepemilikan
institusional, proporsi dewan Komisaris Independen dan keberadaan komite audit.

7

BAB II
PAPARAN KONSEP
2.1 Definisi Bank (menurut UU No.10 Tahun1998)
Badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan
taraf hidup masyarakat.
2.1.1 Pengelompokan Bank Umum
1) Aspek Fungsi
a. Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik Negara yang tugas
pokoknya membantu pemerintah, contoh : Bank Indonesia
b. Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal dari simpanan pihak
ketiga, serta pemberian kredit jangka pendek dalam penyaluran dana, contoh : BNI, BRI,
dll
c. Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya berasal dari
penerimaan simpanan deposito serta commercial paper, contoh : Bank Jatim, Bank DKI,
dll.
d. Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya adalah
melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka program
pemerintah memajukan pembangunan desa.
e. BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur penghimpun dana
masyarakat maupun menyalurkan dana nya di sektor pertanian dan pedesaan.

8

2) Status Kepemilikan
a. Bank Milik Negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan Negara
yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah UU tersendiri, contoh : BNI, BRI, BTN
b. Bank Milik Swasta Nasional, adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk
perseroan terbatas, di mana seluruh sahamnya dimiliki oleh WNI dan/ atau badan-badan
hukum di Indonesia, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Danamon.
c. Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah
ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank nasional
yang sudah ada di Indonesia. Bank asing ini hanya diperkenankan menjalankan
operasinya di lima kota besar di Indonesia, contoh : Citibank, HSBC.
d. Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan peraturan
daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah kota dan
pemerintah kabupaten, di wilayah yang bersangkutan, dan modalnya merupakan harta
kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan, contoh : Bank Jatim.
e. Bank Campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan
pihak swasta nasional, contoh : Bank UOB Buana, ANZ Panin Bank.
3) Kegiatan Operasional
a. Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang diberikan oleh
Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing dan lalu lintas devisa serta
hubungan koresponden dengan bank asing di luar negeri, contoh : BCA, Bank Mega,
Bank Bukopin.

9

b. Bank Nondevisa, adalah bank yang operasionalnya hanya melaksanakan transaksi di
dalam negeri, tidak melakukan transaksi valuta asing, dan tidak melakukan hubungan
dengan bank asing di luar negeri.
4) Penciptaan Uang Giral
a. Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak sekedar
menghimpun dan menyalurkan dana nya, tetapi juga melaksanakan semua transaksi
yang berhubungan langsung dengan kas.
b. Bank

Sekunder,

adalah

bank

yang

kegiatan

operasionalnya

hanya

sekedar

melaksanakan transaksi kas secara langsung.
5)

Sistem Organisasi

a. Unit Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya mempunyai satu
kantor saja dan melayani masyarakat di sekitar wilayah itu. Contoh : BPR baik
konvensional maupun syariah.
b. Branch Banking Syistem, adalah bank yang kegiatan operasionalnya di beberapa wilayah
dan memiliki beberapa kantor cabang, di mana sistem organisasi, keuangan, dan sumber
daya manusia terkait dengan kantor pusat. Contoh : Bank Danamon, Bank Mega, Bank
BCA.
2.2 Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan. Misalnya adalah :
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan
dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila

10

dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan
disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut,
dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank.
b. Agent of development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan sektor riil tidak dapat
dipisahkan. Sektor riil tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak
bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat
diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian sektor riil. Kegiatan bank tersebut dapat
mendorong masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan
konsumsi barang dan jasa. Dan kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak
lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of Service
Bank memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa
yang ditawarkan bank ini erat kaitanya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara
umum. Berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank,
dan penyelesaian tagihan.
2.2.1 Arsitektur Perbankan Indonesia
Pada awal januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi mengumumkan
implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) di mana salah satu program API adalah
mempersyaratkan modal minimum bagi bank umum (termasuk BPD) menjadi Rp.100 miliar
selambat-lambatnya pada tahun 2011.

11

Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan
Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri
perbankan untuk rentang waktu 5 sampai 10 tahun ke depan.
Visi API adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.
Sistem perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yang kuat sehingga akan
mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang pada akhirnya akan mampu
memperkuat permodalan melalui pemupukan laba ditahan. Selanjutnya perbankan nasional
yang beroperasi secara efisien akan mampu meningkatkan daya saingnya sehingga tidak
hanya mampu bersaing di pasar domestik tetapi justru diharapkan produk dan jasa
perbankan yang ditawarkan bank nasional mampu bersaing di pasar Internasional. Oleh
karenanya, dalam 10-15 tahun ke depan, API menginginkan adanya 2 sampai 3 bank dengan
skala bank internasional, 3 sampai 5 bank nasional, 30 sampai 50 bank yang kegiatan
usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu, dan BPR serta bank dengan kegiatan usaha
terbatas.
2.2.2 Enam Pilar API
Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di atas maka
ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu :
1.

Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan

2.

masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar internasional.

12

3.

Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta

memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4.
Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal
5.

perbankan nasional.
Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan

yang sehat.
6.
Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
2.2.3 Tantangan ke Depan
1. Kapasitas Pertumbuhan Kredit Perbankan yang Masih Rendah
Kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa
pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional tidak
memperbaiki kondisi permodalannya.
2. Struktur Perbankan yang Belum Optimal
Belum optimalnya struktur permodalan di Indonesia ditandai dengan terkonsentrasinya
struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% asset perbankan
Indonesia).
3. Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Perbankan yang Dinilai oleh
Masyarakat Masih Kurang
Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan ditandai dengan seringnya
terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap kredit dan tingginya
suku bunga kredit serta masih banyak praktik penyediaan jasa keuangan yang informal.
4. Pengawasan Bank yang Masih perlu Ditingkatkan
Disebabkan oleh masih terdapatnya beberapa prinsip prudensial yang belum
ditetapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih perlu ditingkatkan, kemampuan

13

SDM pengawasan yang belum optimal, dan pelaksanaan law-enforcement pengawasan yang
belum efektif.
5. Kapabilitas Perbankan yang Masih Lemah
Hal ini ditandai dengan kurangnya corporate governance dan core banking skills pada
sebagian besar perbankan sehingga diperlukan perbaikan yang cukup mendasar pada dua
hal tersebut.
6. Profitabilitas dan Efisiensi Operasional Bank yang Tidak Suistainbel
Faktor tidak suistainbel-nya profitabiltas dan efisiensi karena lemahnya struktur aset
produktif bank-bank dan sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang
fluktuasi serta rendahnya rasio aset per nasabah.
7. Perlindungan Nasabah yang Perlu Ditingkatkan
Perlindungan terhadap nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh
terhadap sebagian masyarakat kita.
8. Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan
jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga resiko-resiko yang muncul menjadi
lebih besar dan bervariasi.
2.2.4 Program Kegiatan Api
1. Program penguatan struktur perbankan nasional
Hal ini dilakukan dengan cara memperkuat permodalan bank, memperkuat daya saing BPR,
meningkatkan akses kredit.
2. Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan

14

Dalam tahap ini memformalkan proses indikasi dalam membuat kebijakan perbankan dan
juga implementasi secara bertahap 25 basel core principles for effective banking supervision.
3. Program Peningkatan Fungsi Pengawasan
Dalam tahap ini meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas, melakukan konsilidasi
sektor

perbankan

Bank

Indonesia,

meningkatkan

kompetensi

pemeriksa

bank,

mengembangkan sistem pengawasan berbasis resiko, meningkatkan efektivitas enforcement.
4. Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan
Dalam tahap ini meningkatkan good corporate governance, meningkatkan kualitas
manajemen resiko perbankan, meningkatkan kemampuan operasional bank.
5. Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
Dalam tahap ini mengembangkan biro kredit, mengoptimalkan penggunaan badan
pemeringkat kredit.
6. Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
Dalam tahap ini menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah, membentuk lembaga
mediasi independen, menyusun transparansi informasi produk, mempromosikan edukasi
untuk konsumen.

Bab III

15

PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Perbankan di Indonesia
3.1.1 Situasi perbankan Indonesia praderegulasi
Pada periode tahun 1974-1982 perekonomian Indonesia berkembang cukup baik
karena ditopang oleh ekspor migas yang cukup tinggi. Tingginya harga minyak pada saat itu
memengaruhi penerimaan dalam negeri sehingga dana pembangunan cukup tersedia untuk
menunjang kegiatan investasi. Pada saat itu masyarakat yang belum menemukan sasaran
investasi yang tepat menyimpan dana nya di bank sehingga terjadi kelebihan likuiditas yang
cukup besar. Di samping itu juga Bank Indonesia (central bank) menyediakan kredit likuiditas
dengan syarat yang mudah dan lunak untuk membiayai pengembangan sektor yang
potensial.
3.1.2 Situasi perbankan Indonesia pascarederegulasi
Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat
beberapa tahun terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh adanya serangkaian langkah deregulasi
di bidang perbankan. Ada beberapa deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang
secara kronologis dapat dikemukakan sesuai urutan waktu pengumuman kebijaksanaan
deregulasi.
b. kebijaksanaan pemerintah tanggal 1 Juni 1983
Kebijaksanaan

ini

bertujuanuntuk

menggairahkan

pengerahan

dana

masyarakat.

Kebijaksanaan tersebut antara lain berisi penghapusan sistem pagu kredit dan mengurangi
kredit likuiditas, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat suku bunga deposito maupun suku
bunga pinjaman, dan kebijaksanaan moneter dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
penyediaan fasilitas diskonto.

16

c. Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Latar belakang kebijaksanaan ini dilandasi oleh kebijaksanaan 1 Juni 1983 yang ternyata
mendapat penghimpunan dana untuk investasi swasta. Selanjutnya pihak swasta
berpartisipasi lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan
iklim yang memungkinkan bank-bank beroperasi lebih efisien dan perluasan jaringan kantor
bank.
d. Kebijaksanaan Pemerintah 25 Maret 1989
Kebijaksanaan

ini

merupakan

penyempurnaan

Pakto

88

yang

berisikan

tentang

penyempurnaan pendirian BPR. Dalam kebijaksanaan baru ini usaha BPR tidak boleh
menerima simpanan dalam bentuk giro, tidak diperkenankan pindah wilayah dan membuka
kantor cabang dan tidak perlu penyesuaian modal bagi BPR baru tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan modal. BPR yang akan meningkatkan usahanya untuk menjadi bank umum harus
mempunyai modal sebesar Rp. 10 miliar.
e. Kebijaksanaan Pemerintah 29 Januari 1990
Latar belakang kebijaksanaan ini untuk mendukung pembangunan yang makin efisien. Untuk
itu perlu disempurnakan aturan tentang Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang
jumlahnya masih relatif tinggi dan menyempurnakan sistem perkreditan.
Kebijaksanaan yang diambil meliputi mengurangi secara bertahap pemberian KLBI, KLBI
diberikan secara terbatas untuk swasembada pangan (KUT), pengembangan koperasi (kredit
koperasi KUD dan anggota koperasi primer), dan peningkatan investasi (pembiayaan
pembangunan) PIR trans, KPR yang diberikan dengan maksimum sebesar Rp. 50 juta dan
jumlah kredit yang disediakan minimum 20% disalurkan untuk usaha kecil dan kegiatan
koperatif yang produktif.

17

f. Paket Kebijakan Pemerintah Februari 1991
Inti kebijaksanaan ini meliputi beberapa aspek penting yang terdiri dari :
1. penyempurnaan persyaratan perizinan, kepemilikan dan kepengurusan bank, yang
meliputi beberapa aspek antara lain pemilik dan pengelola bank harus memenuhi
persyaratan tertentu sesuai dengan fungsinya untuk melindungi kepentingan
masyarakat sehingga kesehatan sebuah bank harus diupayakan secara kontinuitas
sejak berdiri, pembukaan kantor cabang atau perwakilan dan penyertaan bank di luar
negeri, pendirian kantor bank, dan persyaratan pembukaan kantor BPR dan merger.
2. Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudential regulation) yang
meliputi permodalan bank, jaminan pemberian kredit, kredit untuk pembelian saham
dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit, kredit untuk
pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit
(BMPK) atau legal lending limit, dan garansi bank.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia.
1. Memperluas Jaringan
Perbankan Syariah dinilai belum menjangkau secara luas. Dari Desember 2012
hingga September 2013, tidak ada jumlah penambahan Bank Umum Syariah, jumlah Unit
Usaha Syariah malah turun dari 24 UUS pada Desember 2012, menjadi 23 UUS, dan hanya
ada penambahan 2 BPR Syariah. Dari sisi pertumbuhan jaringan kantor, terdapat
pertumbuhan jumlah jaringan kantor sebanyak 246 kantor dengan rincian sebanyak
penambahan 192 kantor BUS, 42 kantor UUS, dan 12 kantor BPRS.

18

2. Revitalisasi Sinergi dengan Bank Induk
Kendala lain yang sering dihadapi oleh perbankan syariah, adalah sinergi dengan bank
induknya. Hal ini khususnya sering dialami oleh Unit Usaha Syariah. Bank Indonesia sebagai
regulator memang juga telah menekankan hal ini. Bentuk sinergi antara Bank Syariah dengan
Bank induknya dapat dilakukan dalam berbagai hal seperti kebijakan untuk terus
melaksanakan cross selling, ataupun penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur
seperti perluasan jaringan kantor ataupun melalui peningkatan jumlah office channeling,
pengembangan infrastruktur teknologi dan kebijakan sumber daya manusia.
3. Pengembangan Produk
Untuk produk perbankan syariah yang selama ini dinilai baru sebatas menjadi follower dari
produk perbankan konvensional, atau dalam kata lain perbankan syariah jangan hanya
mengeluarkan produk versi syariah dari produk perbankan konvensional. Perbankan syariah
harus lebih kreatif dalam mencari celah-celah bisnis supaya bisa bersaing dengan bank
konvensional dan berinovasi menciptakan produk baru serta memanfaatkan momentummomentum khusus untuk pemasaran produk syariah, seperti saat Tahun Baru Islam, bulan
Ramadhan ataupun Idul Adha. Namun tidak hanya untuk kalangan muslim saja, produk
perbankan syariah sebaiknya juga dapat ditujukan untuk nasabah non muslim misalnya.

4. Pembiayaan Yang Lebih Bersifat Produktif
Acap kali kita sering mendengar bahwa sektor riil memiliki ketahanan yang baik
terhadap dinamika gejolak dan guncangan ekonomi. Sayangnya, pelaku usaha di sektor riil

19

ini sering kali tidak mendapatkan akses terhadap perbankan, karena seringkali karena
kebijakan dan peraturan yang ada disuatu bank itu sendiri, menyebabkan pelaku usaha
sektor riil sering di klaim “unbankable”. Industri perbankan sendiri relatif nyaman dengan
sektor konsumtif melalui bermacam produk seperti Kredit Tanpa Agunan, ataupun kartu kredit
yang memang didorong oleh daya konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin meningkat.
Margin keuntungan yang ditawarkan oleh kredit konsumtif yang lebih besar ketimbang kredit
produktif seharusnya tidak menjadi ganjalan bagi perbankan, khususnya perbankan syariah.
Memberikan kredit kepada sektor produktif akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
5. Edukasi dan Komunikasi
Edukasi dan sosialisasi serta komunikasi perbankan syariah perlu ditingkatkan lagi.
Karena masyarakat umumnya relatif belum terlalu memahami mengenai produk perbankan
syariah. Jangan sampai permasalahan seperti sengketa antara perbankan syariah dengan
nasabahnya menyeruak seperti ketika permasalahan gadai emas suatu bank syariah
misalnya terjadi kembali. Bank Indonesia beberapa waktu lalu pernah mengkomunikasikan iB
atau Islamic Banking, melalui berbagai media komunikasi seperti iklan di radio, di media
massa dan online. Setiap Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPR Syariah bahkan
diwajibkan mencantumkan logo iB pada setiap materi komunikasinya.

6. Peningkatan Kompetensi SDM Perbankan Syariah
Upaya

memajukan

perbankan

syariah

disini

perlu

diiringi

dengan

peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip kesyariahan.

20

Masih banyak SDM perbankan syariah yang berasal dari perbankan konvensional. Faktor
SDM di perbankan syariah memang masih menjadi momok dari perbankan syariah, baik dari
sisi kuantitas dan kualitasnya. Kerjasama dengan dunia pendidikan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas SDM Perbankan syariah perlu terus menerus disinergikan. Selain itu
kebijakan mengenai pelatihan, peningkatan kompetensi, pemberian reward perlu diperhatikan
juga oleh Bank Induk.
7. Mendirikan Bank BUMN Syariah
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Jaelani menyatakan Indonesia
perlu memiliki bank BUMN Syariah untuk memacu pertumbuhan ekonomi syariah di negeri
ini. Dengan adanya bank BUMN Syariah, pemerintah dapat menjadikan bank tersebut
sebagai bank persepsi untuk sejumlah program ekonomi nasional.
8. Pengawasan Semua Pihak
Pengawasan terhadap perbankan syariah juga menjadi salah satu hal yang
diperhatikan oleh Bank Indonesia dan kedepan juga nantinya oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pengawasan ini pun sebaiknya turut melibatkan Majelis Ulama Indonesia, dan dunia
akademisi, agar perbankan syariah tetap menjalankan pengelolaannya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.

3.2 Sistem Perbankan di Indonesia
Bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini pada dasarnya dikelompokkan
ke dalam Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan Bank Indonesia

21

berfungsi sebagai bank sentral. Namun demikian, sejalan dengan terjadinya perubahan
dalam sistem keuangan terutama yang terkait dengan kelembagaan perbankan sebagai
dampak dikeluarkannya undang-undang di bidang keuangan dan perbankan.

BAB IV
KESIMPULAN

22

Perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari praderegulasi
sampai pasca deregulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan,
kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasi nya. Lembaga keuangan
dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masingmasing memiliki tugas dan fungsi nya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan
yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan Arsitektur Perbankan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
http://belbellayy.blogspot.com/2014/01/makalah-perkembangan-perbankan.html

23

https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2013/11/28/8-langkah-mengembangkan-perbankansyariah-di-indonesia/
http://www.pradipha.com/2012/07/makalah-perkembangan-perbankan_24.html

24