Materi Perpajakan 2 | Dwi Martani
Perpajakan di Indonesia
1
Agenda
1.Overview Pajak
2.
Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan
3. BP2TB, Meterai, Pajak Daerah
PBB,
4.
Pengantar Manajemen Pajak
2
REVIEW
Sistem Pajak dan Pajak Penghasilan
3
Definisi Pajak
• Dipungut berdasarkan undang-undang
• Tidak menunjukkan adanya kontraprestasi
• Dipungut negara baik pemerintah pusat
dan daerah
• Diperuntukkan pengeluaran pemerintah
public investment
• Mempunyai tujuan lain reguler
4
Fungsi Pajak
• Budgetair sumber
penerimaan utama
• Reguler PPnBM
Minimun keras, PPh
pengusahan kecil
lebih rendah,
Redistribus
i
Demokrasi
5
Pajak dalam APBN 2017
6
Tax Ratio
7
Komponen Penerimaan Pajak
8
Komponen Penerimaan Pajak
9
Azas pajak
• EQUALITY Pajak
adil dan merata
– Adil secara
vertikal
– Adik horisontal
CONVINIENCE tidak
menyulitkan, Pay as
you earn,
ex:withholding
system
ECONOMY
efisien ex:self
assesment
CERTAINTY tidak
sewenang-wenang,
berdasarkan undangundang yang
dilaksanakan
Adam Smith
dalam An Inquiri
into the nature
and cause of the
wealth of nations
10
Azas Pemungutan
Azas Menurut Falsafah Hukum
•
Teori Asuransi (melindungi)
•
Teori Kepentingan
•
Teori daya pikul
•
Teori Bakti
•
Teori azas daya beli
Azas ekonomi
Negara perekonomian meningkat.
Pajak tidak menghambat ekonomi
Azas yuridis
Hukum pajak harus
memberikan jaminan hukum
UU
Azas untuk memungut
Azas tempat tinggal
Azas kebangsaan
Azas sumber
11
HUKUM PAJAK
Kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak
12
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
HUKUM PAJAK MATERIAL
mengatur tentang obyek pajak,
subyek pajak, besar pajak yang
dikenakan timbul dan hapusnya
utang pajak dan hubungan hukum
antara pemerintah dan WP
• UU Pajak Penghasilan
• UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
• UU Bea Meterai
• UU Pajak dan Retribusi Daerah
• UU Pajak Bumi dan Bangunan
HUKUM PAJAK FORMAL
tata cara untuk mewujudkan hukum
material menjadi kenyataan
• UU Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan,
• UU Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa,
• UU Pengadilan Pajak
13
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
c
Pemeriksa
an
c
WAJIB
PAJAKPendaftara
Penetapa
n (SKP)
n (NPWPNPPKP)
Pembukua
n/
Pencatata
n
Keberatan
Pembayar
an (SSP)
Banding
Pelaporan
(SPT)
FISKU
S
Kasasi
BPP
MA
14
Jenis Pajak
Pajak
Golongan
Sifat
Pajak
Subyektif
Pajak
Langsung
pajak tdk
langsung
Lemb.
Pemungutny
a
Pajak
Obyektif
Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
15
Perlawanan Pajak
• PASIF
• Struktur Ekonomi
• Sistem
Pemungutan
• Moral dan
Intelektual
penduduk
• AKTIF
• Tax Avoidance
• Tax Evasion
16
CARA(STELSEL) PEMUNGUTAN PAJAK
Stelsel
Fiktif PPh ps 25
Riil PPh ps 21, 23
Campuran PPh ps 29
Pembayaran Angsuran PPh 25 (fiktif)
Pemotongan pajak oleh pihak lain (PPh 21, 22, 23, 24)
Penghitungan
kembali
PPh ps 29
17
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem pemungutan
Official assessment SKP, PBB
Self assessment PPh tahunan
Withholding system PPh 21, 23,
18
Konsep Pajak Penghasilan
19
Sistematika
1.
Subjek Pajak
2.
Objek Pajak
3.
Cara Menghitung Pajak
4.
Pelunasan Pajak
5.
Fasilitas Perpajakan
20
20
Pajak Perusahaan
Dipotong
PPh 23 atas
penghasilan jasa
Bada
n
Penghasilan
Beban yang dapat dikurangkan
Memotong
PPh 21
atas gaji
PPN atas
penyerahan
barang/jasa
PBB
Meterai
BPHTB
Pajak Daerah
Penghasilan kena pajak
X tarif pajak
Lapor
KPP
Pajak terutang 1thn fiskal
Kredit pajak
• Angsuran pajak (PPh25)
• Dipotong pihak lain (22,23)
• Pajak luar negeri (24)
Pajak kurang/lebih bayar (29/28
Setor
Kas negara
21
PAJAK dalam Perusahaan
Pajak atas Penghasilan Perusahaan
– Dibayar langsung oleh perusahaan :
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23)
– Laporan laba rugi akan mempengaruhi jumlah beban pajak dan di Neraca utang
pajak / pajak dibayar dimuka
Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax)
– Pajak atas penghasilan yang diterima pihak lain (21, 23, 26)
– PPN pajak atas penyerahan barang / jasa kena pajak
– Tidak muncul dalam laporan laba rugi, tetapi di Neraca sebagai utang atau pajak
dibayar dimuka
Pajak Lainnya
– PBB, pajak daerah, PPnBM beban
– Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
– Pajak Daerah
– Bea Materai
22
22
PAJAK untuk Individu
Individu SPTnya berbeda
– Bekerja dari satu pemberi kerja
– Bekerja lebih dari satu pemberi kerja
– Pemilik usaha
Pajak atas Individu
– Dibayar langsung oleh individu:
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (PPh21, PPh23, PPh22, PPh24, tidak final,
final, )
Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax) Pph 21,
PPh final
– Orang pribadi yang mempekerjakan pihak lain
– PPN untuk individu yang menjalankan usaha
Pajak Lainnya
–
–
–
–
PBB, pajak daerah, PPnBM beban
Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
Pajak Daerah
Bea Materai
23
23
Perbedaan Pajak dan Akuntansi -1
PSAK
UndangUndang
AKUNTANSI
PAJAK
PERBEDAAN
Perman
en
Penelitian:
Book tax Gap
Eff Tax Rate
Tempore
r
Pajak Tangguhan:
Aktiva/utang
Beban/Pendapata
n
24
24
Subyek dan Obyek Pajak
k penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek paja
tas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.
• PPh dapat dikenakan atas bagian
tahun pajak jika kewajiban subjektif
mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim.
Jika tahun buku tidak sama, dapat
menggunakan tahun buku asalkan
berdurasi 12 bulan.
25
25
Dasar Hukum
Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun
2008
Tentang
Perubahan Keempat atas
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan & Keputusan Menkeu (PMK & KMK)
Peraturan, Keputusan, dan Surat Edaran Dirjen Paja
(PER, KEP, dan SE DJP)
26
26
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)
Orang Pribadi (OP)
Warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, bersifat
menggantikan yang berhak.
Badan
Bentuk usaha tetap (BUT),
merupakan subyek pajak yang
perlakuan pajaknya dipersamakan
dengan subyek pajak badan.
27
27
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)
Dalam Negeri
Luar Negeri
28
28
Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 Ayat (3)
Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
Pembentukannya berdasarkan peraturan
perundangan.
Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
Pembukuannya
oleh aparat
pengawasan
Warisan diperiksa
yang belum
terbagi:
fungsional
negara.
Menggantikan
yang berhak.
29
29
Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4)
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia/ berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam 12 bulan.
Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
Menjalankan usaha
atau kegiatan melalui
BUT di Indonesia.
Menerima atau
memperoleh
penghasilan dari
Indonesia bukan dari
menjalankan usaha
30
atau kegiatan melalui 30
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)
Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
Orang pribadi sebagai
subjek pajak LN
Badan sebagai
subjek pajak LN
Untuk menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia.
31
31
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)
a. Tempat kedudukan
manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan
penjualan;
i. Pertambangan dan
penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja
pertambangan minyak
dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan,
m.Pemberian jasa, sepanjang
dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua
belas) bulan;
n. Orang atau badan selaku
agen yang kedudukannya
tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari
perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia
yang menerima premi
asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia; dan
32
32
p. Komputer, agen
elektronik,
Tempat Tinggal / Kedudukan WP
Pasal 2 Ayat (6)
Tempat Tinggal
Orang Pribadi
Tempat Kedudukan
Badan
Ditetapkan oleh Dirjen
Pajak
Menurut keadaan yang sebenarnya.
33
33
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (1)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Subjek Pajak Dalam Negeri
Orang
Pribadi
Mulai:
- Saat
dilahirkan.
- Saat berada
atau
berniat
tinggal di
Indonesia.
Berakhir:
Badan
Warisan yang
belum terbagi
Mulai:
Saat didirikan/
berkedudukan
di Indonesia.
Mulai:
Saat timbulnya
warisan.
Berakhir:
Saat dibubarkan
atau tidak lagi
berkedudukan
di Indonesia.
Berakhir:
Saat warisan
selesai
34
dibagikan.
34
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (2)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi
Badan
Mulai:
Saat
menerima/memperoleh
penghasilan dari
Indonesia.
Berakhir:
Saat tidak lagi menerima/
memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
Mulai:
Saat melakukan usaha/
kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
Berakhir:
Saat tidak lagi
menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
35
35
Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6)
Kewajiban pajak subjektif
orang pribadi yang
berada atau bertempat
tinggal di Indonesia
Hanya meliputi sebagian
dari tahun pajak
gian tahun pajak tersebut menggantikan tahun paja
36
36
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3
a. Kantor perwakilan negara asing;
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan/ yang
bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan
syarat :
Bukan warga negara Indonesia; dan
Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut;
serta
Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan
Menkeu, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
37
37
memperoleh
penghasilan
dari
Indonesia
selain
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)
Merupakan setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib
pajak.
Dengan nama dan dalam bentuk
apapun
38
38
Klasifikasi Umum Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja
dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
dan sebagainya.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Penghasilan dari modal berupa harga gerak
ataupun tidak gerak, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa dan keuntungan penjualan harga
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang
dan hadiah.
39
39
Ketentuan Khusus atas Penghasilan
Semua penghasilan
tahun pajak.
digabungkan dalam satu
Jika menderita kerugian dikompensasikan
dengan penghasilan lain kecuali kerugian dari
luar negeri.
Untuk penghasilan dikenakan final atau
dikecualikan dari objek pajak tidak boleh
digabungkan.
40
40
Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (1)
a. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam UU Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
41
41
Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (1)
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk:
i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
iii.Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apa pun;
iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
42
derajat dan badan keagamaan, pendidikan,
sosial 42
Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (1)
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah
dibebankan
sebagai
biaya
dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi
kepada
pemegang
polis,
dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j. Penerimaan
atau
perolehan
pembayaran
berkala;
43
43
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang - Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
44
44
Pajak Final
Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika
penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan
dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak
lain yang ditentukan.
Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di
akhir tahun, penghasilan yang dikenakan pajak
final bukan sebagai penambah penghasilan dan
pajak final tidak dapat menjadi kredit pajak.
Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran
tersebut
45
45
Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2)
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
46
46
Pertimbangan Pengenaan
Kesederhanaan Pemotongan
Pengurangan Beban Administratif
Pemerataan Pengenaan Pajak
Dorongan Pengembangan Investasi
dan Tabungan
Perkembangan Ekonomi dan Moneter
47
47
Peraturan Pelaksana Pajak Final
Penghasilan dari transaksi penjualan saham di
bursa efek.
14 Tahun
1997
Penghasilan PP
dariNo.
bunga
deposito
dan tabungan
serta diskonto SBI.
PPdari
No. hadiah
131 Tahun
2000PP No. 132
Penghasilan
undian.
Tahun 2000
Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau
bangunan.
PP No. 5 Tahun
2002
Penghasilan
dari pengalihan
hak atas
tanah
dan/ atau bangunan.
No. 71bunga/
Tahun diskonto
2008
PenghasilanPP
berupa
obligasi
yang dijual di bursa efek.
PP No.
16 jasa
tahun
2009
Penghasilan dari
usaha
konstruksi.
PP No. 40
Tahun 2009
Penghasilan dari UMKM. PP No. 46 Tahun 2013
48
48
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)
a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima
oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan,
sosial
49
49
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)
c. Warisan;
d. Harta,
termasuk
setoran
tunai,
sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan
pajak secara final atau WP dengan Norma
Penghitungan Khusus (deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa,
50
50
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik
negara dan badan usaha milik
daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah
modal yang
disetor;
51
51
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh
dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia, dengan
syarat
52
52
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan
atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling
lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa
lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan53 Peraturan
53
Objek Pajak BUT
Pasal 5 Ayat (1)
Penghasilan dari:
- Usaha/ kegiatan BUT.
- Harta yang dimiliki/ dikuasai BUT.
- Usaha atau kegiatan.
Penghasilan kantor pusat dari: - Penjualan barang-barang.
- Pemberian jasa.
Dilakukan di Indonesia dan sejenis
dengan yang dilakukan BUT.
Penghasilan sebagaimana tersebut
Sepanjang ada hubungan efektif
dalam Pasal 26, yang diterima
atau
antara
BUT dengan harta/ kegiatan ya
diperoleh kantor pusat:
memberikan penghasilan.
54
54
Deductible Expenses atas Penghasilan BUT
Pasal 5 Ayat (2)
liputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pus
Sehubungan dengan:
a atau kegiatan;
Penghasilan sebagaimana tersebut
ualan barang;
Pasal 26, selama terdapat hubun
berian jasa;
efektif antara BUT dengan harta/ ke
sejenis dengan yang dijalankan
yang
BUTmemberikan penghasilan
di Indonesia.
55
55
Penentuan Laba BUT
Pasal 5 Ayat (3)
Biaya administrasi kantor pusat yang boleh
dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan
usaha atau kegiatan BUT, berdasar besaran yang
ditentukan oleh Dirjen Pajak.
Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh
dibebankan sebagai biaya meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan
jasa lainnya.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan
Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai
usaha perbankan.
penghasilan BUT meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya.
56
56
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
Biaya 3M bersifat dapat dikurangkan (deductible)
atas penghasilan bruto :
a. Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
meliputi:
i. Biaya pembelian bahan baku;
ii. Biaya tenaga kerja;
iii. Bunga, sewa, dan royalti;
iv. Biaya perjalanan;
v. Biaya pengolahan limbah;
vi. Premi asuransi;
vii. Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK;
viii.Biaya administrasi
ix. Pajak selain PPh.
b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi;
57
57
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
e. Kerugian dari selisih kurs;
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih,
dengan syarat:
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba
rugi komersial;
Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah
diserahkan kepada Ditjen Pajak;
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN
atau BUPLN;
Ada perjanjian tertulis mengenai
penghapusan
piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan
58
debitur;
58
Ketentuan Khusus Atas Biaya 3M
Biaya 3M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya
yang dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan
sebagai objek pajak.
Biaya 3M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang
dikenai pajak final atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, tidak dapat dibebankan.
Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan
biaya 3M yang dapat dibebankan atau tidak, dapat
ditetapkan berdasar metode pro rata berdasar proporsi
penghasilan
59
59
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 Ayat (2)
Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai
dengan 5 tahun.
Atas penanaman modal di bidang – bidang usaha
tertentu atau di daerah – daerah tertentu,
kompensasi kerugian dapat diberikan hingga paling
lama 10 tahun.
60
60
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3)
No.
Elemen
PTKP*(2016 dst)
1
WP Sendiri
Rp 54.000.000,00
2
Status Kawin
Rp 4.500.000,00
3
Tanggungan, per orang, dengan
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
Rp 4.500.000,00
4
PTKP bagi istri yang penghasilannnya
digabung.
Rp 54.000.000,00
gungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda da
is keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak t
atau anak angkat.
nerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun paj
atau awal bagian tahun pajak
61
61
Penghasilan Wanita Bersuami
Pasal 8 Ayat (1)
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang
telah kawin dianggap sebagai penghasilan
atau kerugian suaminya.
Ketentuan di atas berlaku, kecuali jika:
1. Penghasilan tersebut semata – mata
berasal dari satu pemberi kerja dan telah
dipotong PPh Pasal 21; dan
2. Pekerjaan istri tersebut tidak ada
hubungannya
dengan
usaha
atau
pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya.
62
62
Pemisahan Pajak Suami - Istri
Pasal 8 Ayat (2), dan (3)
Jika suami – istri
hidup berpisah:
Jika suami – istri
mengadakan
perjanjian
pemisahan harta
dan penghasilan
secara
Jika tertulis.
istri
menghendaki
memenuhi
kewajiban
perpajakannya
Penghitungan PKP dan
pengenaan pajaknya
dilakukan sendiri –
sendiri.
Penghitungan pajaknya
berdasar kepada
pembagian prorata atas
penghasilan netto suami
– istri yang digabung.
63
63
Penghasilan Anak yang belum Dewasa
Pasal 8 Ayat (4)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh anak yang
belum dewasa digabungkan dengan penghasilan
orang tuanya.
Mekanisme penggabungan berlaku umum tanpa
mempertimbangkan dari manapun sumber
penghasilan anak tersebut.
Batasan usia dan syarat anak yang belum dewasa
adalah anak berusia 18 tahun dan belum pernah
menikah
64
64
Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1)
Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non
deductible) atas penghasilan bruto, meliputi:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, anggota atau
anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang
ditetapkan KMK;
Cadangan untuk usaha asuransi;
Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS;
Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS;
Cadangan
biaya
reklamasi
untuk
usaha
65
65
Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1)
d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar
oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan
berkaitan
dengan
pelaksanaan
pekerjaan
sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah
yang
melebihi
kewajaran
yang
dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa;
66
66
Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1)
i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungan;
j. Gaji
anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang
perpajakan.
67
67
Ketentuan Khusus Atas Natura
Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tertentu adalah imbalan yang terkait dengan:
Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya.
Pelayanan kesehatan.
Pendidikan.
Peribadatan.
Pengangkutan.
Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan terbang
layang.
Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di
antaranya dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan, atau
penginapan bagi kru pelayaran atau penerbangan.
68
68
Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas
Atas penghasilan – penghasilan yang dikategorikan
sebagai bukan objek pajak bagi pihak yang menerima
penghasilan bersangkutan, maka pada umumnya biaya
– biaya dari pihak yang melakukan pengeluaran terkait
penghasilan tersebut, akan ditetapkan sebagai biaya
yang tidak dapat dikurangkan (non deductible).
Non
Deductibl
e
Expense
Pihak
Melakukan
Pengeluaran
Bukan
Objek
Pajak
69
Pihak
Menerima
Penghasilan 69
Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (1)
Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1)
Bantuan atau sumbangan, selain sumbangan
keagamaan yang bersifat wajib, serta
sumbangan bencana alam, litbang, sosial,
pendidikan, dan olahraga yang ditetapkan PP.
Warisan
Imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan, selain yang diberikan oleh bukan
WP, WP dikenai pajak final, atau WP
menggunakan Norma Penghitungan Khusus.
70
70
Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (2)
Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1)
Premi dan polis asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan
beasiswa bagi WP orang pribadi.
Iuran dana pensiun yang dibayarkan
oleh perusahaan.
Bagian laba yang diterima anggota
persekutuan yang tidak terdiri atas
saham.
71
71
Pengukuran Aset
1.
Pengukuran
Aset (Slide 5)
72
72
Penghitungan Penghasilan Netto
Pasal 14, dan 15
Ketentuan Umum
Wajib Pajak yang
memiliki peredaran
bruto kurang dari Rp
4.800.000.000,00 per
tahun dan
memberitahukan
kepada
Dirjen
Pajak
di
Wajib
Pajak
yang
tidak
3dapat
bulandihitung
pertama
periode pajak.
penghasilan
nettonya
berdasar ketentuan
Pasal 16 Ayat (1) dan
Subjek pajak melakukan
pembukuan dan
menghitung penghasilan
netto berdasar hasil
Subjekpembukuan.
pajak melakukan
pencatatan dan
menghitung penghasilan
netto berdasar
persentase Norma
Penghitungan
Subjek pajak melakukan
Penghasilan Netto
pembukuan dan
(NPPN).
menghitung penghasilan
netto berdasar
73
persentase Norma 73
Penerapan NPPN di Luar Ketentuan
Pasal 14 Ayat (5)
WP wajib pembukuan
atau pencatatan
namun tidak bersedia
memperlihatkan
pencatatan atau bukti
pendukungnya.
WP tidak atau tidak
sepenuhnya
menyelenggarakan
pembukuan atau
pencatatan.
Peredaran bruto
ditentukan berdasar cara
yang ditetapkan PMK dan
penghasilan netto
dihitung berdasar NPPN.
74
74
Peraturan Pelaksana
Norma Penghitungan Khusus
Perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi.
KMK No. 628/ KMK.04/ 1991
Kantor perwakilan dagang WP luar negeri.
KMK No. 433/ KMK.04/ 1994
Perusahaan berinvestasi dengan pola Bangun,
Guna, Serah (BOT).
KMK No. 248/ KMK.04/ 1995
Perusahaan pelayaran dalam negeri.
KMK No. 416/ KMK.04/ 1996
Perusahaan pelayaran dan/ atau penerbangan
luar negeri.
KMK No. 417/ KMK.04/ 1996
Perusahaan penerbangan dalam negeri.
KMK No. 475/ KMK.04/ 1996
Perusahaan maklon mainan anak – anak.
KMK No. 543/ KMK.03/ 2002
75
75
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16
Wajib pajak orang
pribadi dalam negeri.
Wajib pajak badan
dalam negeri, serta
WP BUT.
Wajib Pajak yang
menggunakan NPPN.
Wajib Pajak yang
terutang pajak dalam
bagian tahun pajak.
Penghasilan, dikurangi
biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi
Penghasilan,
PTKP.dikurangi
biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi
kompensasi kerugian.
Penghasilan dikalikan
dengan NPPN, dikurangi
PTKP untuk WP orang
pribadi.netto
Penghasilan
disetahunkan
76
76
Tarif Pajak
Pasal 17 Ayat (1)
No.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
1
0 s/d Rp 50.000.00,00
5%
2
Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp
250.000.000,00
15%
3
Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp
500.000.000,00
25%
4
Di atas Rp 500.000.000,00
30%
Tarif pajak progresif berlaku bagi WP orang pribadi.
k bagi WP badan adalah 28% untuk penghasilan sebelum ta
dan 25% untuk penghasilan setelah tahun 2010.
77
77
Ketentuan Khusus Atas Tarif Pajak
Tarifpajaktertinggidapatditurunkanmenjadi
25%,
diaturdengan PP.
Tarifbagi
WP
badandapatberlaku
5%
lebihrendah, jikamemenuhipersyaratan minimal
40% sahamnyadiperdagangkan di bursa efek di
Indonesia danpersyaratanlain sesuaiketentuan
PP.
NilaiPenghasilanKenaPajakdibulatkankebawahm
enujuribuanterdekat.
Bagianpajakterutangbagi
WP
yang
terutangdalambagiantahunpajakadalah:
Ataskurunwaktusatubulanpenuhdiasumsikansetara
dengan 30 hari.
78
78
Perbandingan Utang dan Modal;
Serta Saat Diperolehnya Dividen
Pasal 18 Ayat (1), dn (2)
Menkeu berwenang
menetapkan:
Saat diperolehnya dividen oleh
Besarnya perbandingan antara utang
WP DN atas penyertaan modal pada
dan modal untuk keperluan
badan usaha di luar negeri yang tidak
penghitungan pajak
menjual sahamnya di bursa efek.
Syarat:
Besarnya penyertaan modal
WP DN, secara sendiri atau
bersama – sama dengan WP
DN lain, paling rendah 50 %
dari jumlah saham yang
disetor.
79
79
Pengertian Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (4)
Hubungan penyertaan modal langsung
atau tidak langsung paling rendah 25 %
oleh satu WP pada satu atau lebih WP
lain; termasuk hubungan antar WP yang
modalnya menjadi objek penyertaan.
Hubungan penguasaan satu WP pada
satu atau lebih WP lain; termasuk
hubungan antar WP yang dikuasai.
Hubungan keluarga sedarah semenda
dalam garis keturunan lurus dan/ atau ke
samping satu derajat.
80
80
Ketentuan Khusus Atas Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (3), dan (3a)
Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali
besarnya
penghasilan
dan
pengurangan
penghasilan, serta menentukan utang sebagai
modal untuk menghitung PKP atas pihak yang
memiliki hubungan istimewa.
Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian
dengan wajib pajak dan bekerjasama dengan
pihak otoritas pajak negara lain untuk
menentukan harga harga transaksi antara pihak
– pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
81
81
Cara Pelunasan Pajak
Pasal 20
Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui
Pembayaran oleh wajib pajak sendiri.
(PPh Pasal 25)
Pemotongan atau pemungutan oleh
pihak lain.
(PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26)
Merupakan pelunasan pajak
yang boleh dikreditkan
terhadap PPh yang terutang
untuk tahun pajak berjalan,
kecuali untuk pembayaran PPh
yang bersifat
final.
82
82
Hyperlink
1. Pasal 21 dan 26 (Slide 3A)
PPh
2. 22, 23, 24, 26, dan Final (Slide 3B)
PPh Pasal
83
83
Kredit Pajak WP dalam Negeri dan BUT
Pasal 28 Ayat (1), dan (2)
Kredit PPh 21
Pemotongan PPh dari pekerjaan, jasa atau
kegiatan.
Kredit
PPh 22
Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor
atau kegiatan
di bidang lain.
Kreditusaha
PPh 23
Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti,
sewa, hadiah
Kredit dan
PPh penghargaan.
24
Pajak yang atas penghasilan dari luar negeri
yang
boleh
dikreditkan.
Kredit
PPh
25
Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak
sendiri.
Kredit PPh
26 Ayat (5)
Pemotongan pajak atas penghasilan WP LN yang
beralih berupa
menjadibunga,
WP DN.
Sanksi administrasi
denda dan
kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda
tidak boleh dikreditkan. 84
84
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29
Status pajak terutang di akhir tahun dapat berupa:
Pajak kurang bayar.
Ketika beban pajak terutang melebihi
total kredit pajak.
Pajak lebih bayar.
Ketika beban pajak terutang kurang
dari total kredit pajak.
Wajib dilunasi selambat –
lambatnya tanggal 25 bulan
ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum SPT tahunan
disampaikan.
Akan dikembalikan/
direstitusikan, setelah
dilakukan pemeriksaan serta
diperhitungkan dengan sanksi
dan kewajiban
pajak lain.
85
85
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31A
Wajib pajak yang
melakukan
penanaman modal di
bidang – bidang usaha
tertentu.
Wajib pajak yang
melakukan
penanaman modal di
daerah – daerah
Berdasar penetapan PP
dapat memperoleh
fasilitas berupa:
a. Pengurangan
penghasilan
paling
tinggi 30% dari jumlah
penanaman
modal
yang dilakukan.
b. Penyusutan
dan
amortisasi
yang
dipercepat (tarif dua
kali lebih tinggi).
c. Kompensasi kerugian
yang lebih
lama,
86
86
Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan
PP No. 52 Tahun 2011
Fasilitas dalam bentuk pengurangan penghasilan sebesar 30%
dari penanaman modal diberikan secara bertahap dalam jangka
6 tahun, dengan besaran pengurangan 5% dari penaman modal
di setiap tahunnya.
Fasilitas dalam bentuk perpanjangan masa kompensasi kerugian
diberikan jika kegiatan memenuhi persyaratan berikut:
Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan
kawasan berikat.
Mempekerjakan minimal 500 tenaga kerja Indonesia selama
5 tahun berturut - turut.
Penanaman modal memerlukan investasi untuk infrastruktur
ekonomi dan sosial minimal Rp 10.000.000.000,00.
Mengeluarkan biaya litbang di dalam negeri minimal 5% dari
investasi dalam jangka 5 tahun.
Menggunakan minimal 70% bahan baku atau komponen
produksi dalam negeri sejak tahun ke – 4.
Untuk setiap satu persyaratan yang dipenuhi, perusahaan berhak
atas satu tahun perpanjangan masa kompensasi.
87
87
Perimbangan Penerimaan Pajak
Pasal 31C
Penerimaan atas PPh orang pribadi dan
PPh 21 yang dipotong oleh pemberi kerja.
80%
20%
Untuk Pemerintah Pusat
Untuk Pemerintah Daerah
88
88
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31E
Wajib pajak badan
yang memiliki nilai
peredaran bruto
kurang dari Rp
50.000.000.000,00
Memperoleh
pengurangan tarif
sebesar 50% dari tarif
Pasal 17 (tarif flat 25%).
untuk bagian Penghasilan
Kena Pajak dari
Berlaku untuk bagian
Penghasilan Kena Pajak
dari bagian penghasilan
bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00.
89
89
PPN & PPnBM
90
Agenda
1. Konsep
Umum PPN
2. PKP dan DPP
3. Administrasi PPN
4. Diskusi kasus
91
Pengertian Umum
PPN adalah Pajak atas
Konsumsi Barang atau jasa
Di Dalam Daerah
Pabean
OLEH
Orang Pribadi
Badan
92
Karakteristik PPN
Pajak Tidak
Langsung
Non kumulatif
Konsumsi
Dalam Negeri
Pajak Obyektif
KARAKTERISTI
K
Indirect
Substraction
Method
Multi stage
Consumption
type VAT
93
CIRI PPN
• Pengenaan PPN dilaksanakan
Sistem FAKTUR
• Setiap terjadinya Penyerahan
BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur
Pajak
Faktur Pajak
Perupakan Bukti
Pungutan PPN
Faktur Pajak
Bagi Penjual
merupakan bukti
PAJAK
KELUARAN
Faktur Pajak
Bagi Pembeli
merupakan bukti
PAJAK
KELUARAN
94
OBYEK PPN
Impor BKP
Penyerahan BKP
Pemanfaatan
BKP di daerah
pabean
Ekspor BKP
berwujud
Penyerahan JKP
OBYEK PPN
Pemanfaatan
JKP
Ekspor JKP
Ekspor BKP tidak
berwujud
Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak
95
Objek Pajak Pertambahan Nilai
• Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
• Impor Barang Kena Pajak;
• Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
• Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
96
Objek Pajak Pertambahan Nilai
• Ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak
• Ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;
• Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak.
97
Daerah Pabean
Wilayah RI yand didalamnya berlaku
ketentuan Kepabeanan
(UU No 10/1995)
1
Darat
dan
2
Perairan
3
Tempat tertentu di
zona Ekonomi
Eksklusif
4
Landas Kontinen
Ruang udara
di atasnya
98
BARANG
BARANG ADALAH
BARANG
BERWUJUD
BARANG
BERGERAK
BARANG TIDAK
BERGERAKLandas
Kontinen
BARANG
TIDAK
BERWUJUD
CONTOH :
• HAK ATAS
MEREK DAGANG
• HAK PATEN
• HAK CIPTA
99
PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK (BKP)
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
ADALAH :SETIAP KEGIATAN
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
YANG DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKAN
UU PPN
100
Penyerahan Barang Kena Pajak
• Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena
suatu perjanjian
• Pengalihan BKP karena perjanjian sewa beli dan
leasing
• Pengalihan BKP kepada pedagang perantara atau
melalui juru lelang
• Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma
PT. A perusahaan penghasil topi. Dalam rangka ulang tahun
memberikan kepada seluruh karyawan dan keluarganya topi
hasil produksi perusahaan sebanyak 10.000 unit. Harga jual
topi 100ribu, harga pokok produksi 60ribu.
PT. C perusahaan penghasil susu formula. Dalam rangka
kegiatan CSR perusahaan, memberikan kepada rumah yatim
susu formula sebanyak 5.000pack.
Harga jual per pack
60ribu, harga pokok 40ribu.
101
Penyerahan Barang Kena Pajak
• Barang Kena Pajak berupa persediaan
dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan
• Penyerahan BKP dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan penyerahan antar
cabang
• Penyerahan BKP secara konsinyasi
102
Penyerahan - Perjanjian
• Penyerahan Barang Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung
dari Pengusaha Kena Pajak kepada
pihak yang membutuhkan Barang
Kena Pajak
103
Pemakaian untuk Tujuan Produktif
• Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif belum merupakan penyerahan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
104
Bukan Penyerahan Barang Kena
Pajak
• Penyerahan Barang Kena Pajak kepada
makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Dagang
• Penyerahan Barang Kena Pajak untuk
jaminan utang-piutang;
• Penyerahan Barang Kena Pajak dari
pusat ke cabang atau antar cabang
dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan pemusatan tempat pajak
terutang;
105
Bukan Penyerahan Barang Kena
Pajak
• Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan,peleburan,pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan
syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak;
• Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
106
JASA
SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN
SUATU PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM ,YANG
MENYEBABKAN
•
•
•
•
SUATU BARANG
FASILITAS
KEMUDAHAN
HAK
TERSEDIA UNTUK DIPAKAI
TERMASUK
JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN
BARANG KARENA PESANAN ATAU
PERMINTAANDGN BAHAN & ATAS PETUNJUK DARI
PEMESANTERMASUK
107
JASA KENA PAJAK (JKP)
SETIAP KEGIATAN
PELAYANAN
BERDASARKAN
SUATUPERIKATAN
/PERBUATAN HUKUM YG
MENYEBABKANSUATU
BARANG
/FASILITAS/KEMUDAHAN
/HAK TERSEDIAUNTUK
DIPAKAI
TERMASUK JASA YG
DILAKUKAN UNTUK
MENGHASILKAN
BARANGKARENA
PESANAN ATAU
PERMINTAAN DGN BAHAN
DAN/ATAU PETUNJUK
DARI PEMESAN
YANG DIKENAKAN
PAJAK
BERDASARKAN UU
PPN
108
JASA KENA PAJAK (JKP)
SETIAP KEGIATAN
PEMBERIAN JASA KENA
PAJAK
TERMASUK
PEMAKAIA
N SENDIRI
JKP
PEMBERIA
N CUMACUMA
OLEH PKP
109
PEMANFAATAN JKP DAN BKP
PEMANFAATAN JKP DAN BKP TIDAK
BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN
•
•
SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN JKP DARI
LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH
PABEAN
SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN BKP TIDAK
BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN
KARENA SUATU PERJANJIAN DI DALAM
DAERAH PABEAN.
110
IMPORT, EXPOR DAN PERDAGANGAN
IMPOR
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
EXPOR
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
PERDAGANGA
N
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
111
Non Barang Kena Pajak
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya;
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering;
4. Emas batangan, dan surat berharga.
112
Non Jasa Kena Pajak
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan
perangko;
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa di bidang keagamaan;
7. Jasa di bidang pendidikan;
8. Jasa kesenian dan hiburan
113
Non Jasa Kena Pajak
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
jasa angkutan umum di darat dan di air serta
jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri;
jasa tenaga kerja;
jasa perhotelan;
jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
jasa penyediaan tempat parkir;
jasa telepon umum dengan menggunakan
uang logam
jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
jasa boga atau katering
114
BADAN
SEKUMPULAN ORANG DAN
ATAU MODAL YANG
MERUPAKAN KESATUAN
BAIK YANG MELAKUKAN USAHA MAUPUN
YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA
•
•
•
•
•
MELIPUTI :
PERSEROAN TERBATAS;
PERSEROAN KOMANDITER;
PERSEROAN LAINNYA;
BUMN / BUMD;
FIRMA, KONGSI; KOPERASI; DANA
PENSIUN; PERSEKUTUAN; PERKUMPULAN;
YAYASAN; ORGANISASI MASSA;
ORGANISASI SOSPOL DAN SEJENISNYA;
LEMBAGA; BUT DAN BENTUK BADAN
LAINNYA.
115
PENGUSAHA
ORANG PRIBADI
BADAN
DALAM KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAANNYA
•
•
•
•
•
•
MENGHASILKAN BARANG;
MENGIMPOR BARANG;
MENGEKSPOR BARANG;
MELAKUKAN USAHA
PERDAGANGAN;
MELAKUKAN USAHA JASA;MEMANFAATKAN BARANG TIDAK
BERWUJUD / JASA DARI LUAR
DAERAH PABEAN.
116
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
PENGUSAHA
YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN BPK/JKP
YANG DIKENAKAN PAJAK
BERDASARKAN UU PPN
TIDAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL,
KECUALIPENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH
UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
117
Pengusaha Kena Pajak
• Pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, dan wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang terutang.
• Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
118
MENGHASILKAN
1
MENJADI
BARANG
BARU
KEGIATAN MENGOLAH
MELALUI PROSES
MENGUBAH BENTUK ATAU
SIFAT SUATU BARANG DARI
BENTUK ASLINYA
MENJADI
DAYA GUNA
BARU
2
KEGIATAN MENGOLAH SUMBER DAYA
ALAM
3
MENYURUH ORANG PRIBADI ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN TERSEBUT
HURUF 1 DAN 2 DI ATAS
BADAN
PADA
119
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
HARGA JUAL
PENGGANTIAN
NILAI IMPOR
NILAI EKSPOR
YANG DIPAKAI
SEBAGAI
DASAR UNTUK
MENGHITUNG
PAJAK YANG
TERUTANG
NILAI LAIN YANG
DITETAPKAN MENKEU
120
HARGA JUAL
NILAI BERUPA
UANG
TERMASUK
SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL
KARENA
PENYERAHAN BPKP
TIDAK
TERMASUK
PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&
POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN
DALAM FAKTUR PAJAK
121
PENGGANTIAN
NILAI BERUPA
UANG
TERMASUK
SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI
JASA
KARENA
PENYERAHAN JKP
TIDAK
TERMASUK
PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&
POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN
DLMFAKTUR PAJAK
122
NILAI IMPOR
NILAI BERUPA
UANG
YANG MENJADI DASAR
PENGHITUNGANBEA MASUK DITAMBAH
PUNGUTAN LAINNYA YG DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKANKETENTUAN DLM
PERUNDANG-UNDANGANKEPABEANAN
UNTUK IMPOR BPKB
TIDAK
TERMASU
K
PAJAK YANG DIPUNGUT MENURUT
UU
123
HARGA JUAL
• Nilai berupa uang
• Termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual
Barang Kena Pajak.
• Tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang tercantum dalam faktur
pajak.
Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur
harga jual, antara lain : pengangkutan, asuransi, bantuan
teknik, pemeliharaan, dan garansi.
124
PENGGANTIAN
• Nilai berupa uang
• Termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha
karena penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
• Tidak termasuk PPN dan potongan harga
yang tercantum dalam faktur pajak.
125
NILAI IMPOR
• Nilai berupa uang yang menjadi Dasar
penghitungan bea masuk
• Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai
Undang-Undang Pabean.
• Tidak termasuk PPN/PPn BM.
• Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea
Masuk
PPN = 10% x Nilai Impor
126
NILAI EKSPOR
• Nilai berupa uang
• Termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir,
yaitu, nilai yang tercantum dalam
dokumen PEB (Pemberitahuan
Ekspor Barang yang telah difiat
muat oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai).
• PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor
127
DPP Nilai Lain
• Jenis-jenis nilai lain :
– Harga jual atau penggantian setelah
dikurangi laba kotor
– Perkiraan harga jual rata-rata
– Harga pasar wajar
– Persentase tertentu dari harga jual,
tagihan atau imbalan-Harga faktual yang
dianggap wajar
128
DPP Nilai Lain
• Pemakaian Sendiri :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga
jual atau Penggantian dikurangi laba
bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan.
• Pemberian Cuma-Cuma :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga
Jual atau Penggantian dikurangi laba
bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan
129
DPP Nilai Lain
• Penyerahan BKP dan/atau JKP dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan/atau JKP antar
cabang DPP = Harga Jual atau
penggantian dikurangi laba kotor
PPN = 10% x Harga Jual atau
penggantian dikurangi laba kotor
130
DPP atas Transaksi dengan
Valuta Asing
• Apabila harga jual atau penggantian
menggunakan valuta asing, Dasar Pengenaan
Pajak-nya dihitung dengan :
– Nilai konversi menurut Keputusan Menteri Keuangan
(Kurs KMK) yang berlaku pada saat pembuatan
Faktur Pajak (per tanggal Faktur Pajak).
– Dalam hal penyerahan kepada Pemungut PPN
(WAPU), menggunakan nilai konversi menurut KMK
yang berlaku pada saat pembayaran atas harga jual
BKP/JKP yang bersangkutan (Lihat ; Pemungut PPN)
– Kurs menurut KMK tersebut di atas diumumkan
secara periodik (setiap pekan sekali) yang berlaku
untuk masa satu pekan
131
DPP atas penyerahan BKP yang
tergolong mewah
• Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh PKP yang menghasilkan BKP yang
Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan
Pajak tidak termasuk PPN dan PPnBM
• Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh PKP selain Pengusaha yang
menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah atau impor, Dasar Pengenaan Pajak
termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang
Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut.
132
Tarif PPN
Sebesar 10%
Kecuali untuk ekspor yang dikenakan tarif
0%
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak.
133
Jenis Pemungut PPN
Sejak tanggal 1 Januari 2004, Pemungut
PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari (
563/KMK.03/2003) :
• Bendaharawan Pemerintah baik Pusat
maupun Daerah, yang dananya dari
APBN/APBD.
• Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
• Badan Usaha Milik Negara dan Milik
Daerah
134
Pemungut PPN
•
•
•
•
PPN yang terutang atas transaksi penyerahan
BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual.
Pembeli BKP/JKP wajib membayar kepada PKP
Penjual sebesar harga jual ditambah PPN (10%).
Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus
Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang
atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut
oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas
negara oleh Pemungut PPN tersebut.
Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual
sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%)
disetor langsung ke kas negara.
135
Jenis Pemungut PPN
• Dalam hal harga jual atau penggantian
telah termasuk PPN, maka PPN yang
terutang atas penyerahan BKP/JKP
tersebut dihitung dengan formula :
10/110 x harga jual atau penggantian.
136
Faktur Pajak
• Faktur Pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak.
137
FAKTUR PAJAK STANDAR
• Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan
tentang :
– Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
– Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang
Kena Pajak atau Penerima JasaKena Pajak;
– Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian,
dan potongan harga;
– Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
– Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
– Kode, Nom
1
Agenda
1.Overview Pajak
2.
Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan
3. BP2TB, Meterai, Pajak Daerah
PBB,
4.
Pengantar Manajemen Pajak
2
REVIEW
Sistem Pajak dan Pajak Penghasilan
3
Definisi Pajak
• Dipungut berdasarkan undang-undang
• Tidak menunjukkan adanya kontraprestasi
• Dipungut negara baik pemerintah pusat
dan daerah
• Diperuntukkan pengeluaran pemerintah
public investment
• Mempunyai tujuan lain reguler
4
Fungsi Pajak
• Budgetair sumber
penerimaan utama
• Reguler PPnBM
Minimun keras, PPh
pengusahan kecil
lebih rendah,
Redistribus
i
Demokrasi
5
Pajak dalam APBN 2017
6
Tax Ratio
7
Komponen Penerimaan Pajak
8
Komponen Penerimaan Pajak
9
Azas pajak
• EQUALITY Pajak
adil dan merata
– Adil secara
vertikal
– Adik horisontal
CONVINIENCE tidak
menyulitkan, Pay as
you earn,
ex:withholding
system
ECONOMY
efisien ex:self
assesment
CERTAINTY tidak
sewenang-wenang,
berdasarkan undangundang yang
dilaksanakan
Adam Smith
dalam An Inquiri
into the nature
and cause of the
wealth of nations
10
Azas Pemungutan
Azas Menurut Falsafah Hukum
•
Teori Asuransi (melindungi)
•
Teori Kepentingan
•
Teori daya pikul
•
Teori Bakti
•
Teori azas daya beli
Azas ekonomi
Negara perekonomian meningkat.
Pajak tidak menghambat ekonomi
Azas yuridis
Hukum pajak harus
memberikan jaminan hukum
UU
Azas untuk memungut
Azas tempat tinggal
Azas kebangsaan
Azas sumber
11
HUKUM PAJAK
Kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak
12
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
HUKUM PAJAK MATERIAL
mengatur tentang obyek pajak,
subyek pajak, besar pajak yang
dikenakan timbul dan hapusnya
utang pajak dan hubungan hukum
antara pemerintah dan WP
• UU Pajak Penghasilan
• UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
• UU Bea Meterai
• UU Pajak dan Retribusi Daerah
• UU Pajak Bumi dan Bangunan
HUKUM PAJAK FORMAL
tata cara untuk mewujudkan hukum
material menjadi kenyataan
• UU Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan,
• UU Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa,
• UU Pengadilan Pajak
13
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
c
Pemeriksa
an
c
WAJIB
PAJAKPendaftara
Penetapa
n (SKP)
n (NPWPNPPKP)
Pembukua
n/
Pencatata
n
Keberatan
Pembayar
an (SSP)
Banding
Pelaporan
(SPT)
FISKU
S
Kasasi
BPP
MA
14
Jenis Pajak
Pajak
Golongan
Sifat
Pajak
Subyektif
Pajak
Langsung
pajak tdk
langsung
Lemb.
Pemungutny
a
Pajak
Obyektif
Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
15
Perlawanan Pajak
• PASIF
• Struktur Ekonomi
• Sistem
Pemungutan
• Moral dan
Intelektual
penduduk
• AKTIF
• Tax Avoidance
• Tax Evasion
16
CARA(STELSEL) PEMUNGUTAN PAJAK
Stelsel
Fiktif PPh ps 25
Riil PPh ps 21, 23
Campuran PPh ps 29
Pembayaran Angsuran PPh 25 (fiktif)
Pemotongan pajak oleh pihak lain (PPh 21, 22, 23, 24)
Penghitungan
kembali
PPh ps 29
17
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem pemungutan
Official assessment SKP, PBB
Self assessment PPh tahunan
Withholding system PPh 21, 23,
18
Konsep Pajak Penghasilan
19
Sistematika
1.
Subjek Pajak
2.
Objek Pajak
3.
Cara Menghitung Pajak
4.
Pelunasan Pajak
5.
Fasilitas Perpajakan
20
20
Pajak Perusahaan
Dipotong
PPh 23 atas
penghasilan jasa
Bada
n
Penghasilan
Beban yang dapat dikurangkan
Memotong
PPh 21
atas gaji
PPN atas
penyerahan
barang/jasa
PBB
Meterai
BPHTB
Pajak Daerah
Penghasilan kena pajak
X tarif pajak
Lapor
KPP
Pajak terutang 1thn fiskal
Kredit pajak
• Angsuran pajak (PPh25)
• Dipotong pihak lain (22,23)
• Pajak luar negeri (24)
Pajak kurang/lebih bayar (29/28
Setor
Kas negara
21
PAJAK dalam Perusahaan
Pajak atas Penghasilan Perusahaan
– Dibayar langsung oleh perusahaan :
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23)
– Laporan laba rugi akan mempengaruhi jumlah beban pajak dan di Neraca utang
pajak / pajak dibayar dimuka
Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax)
– Pajak atas penghasilan yang diterima pihak lain (21, 23, 26)
– PPN pajak atas penyerahan barang / jasa kena pajak
– Tidak muncul dalam laporan laba rugi, tetapi di Neraca sebagai utang atau pajak
dibayar dimuka
Pajak Lainnya
– PBB, pajak daerah, PPnBM beban
– Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
– Pajak Daerah
– Bea Materai
22
22
PAJAK untuk Individu
Individu SPTnya berbeda
– Bekerja dari satu pemberi kerja
– Bekerja lebih dari satu pemberi kerja
– Pemilik usaha
Pajak atas Individu
– Dibayar langsung oleh individu:
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (PPh21, PPh23, PPh22, PPh24, tidak final,
final, )
Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax) Pph 21,
PPh final
– Orang pribadi yang mempekerjakan pihak lain
– PPN untuk individu yang menjalankan usaha
Pajak Lainnya
–
–
–
–
PBB, pajak daerah, PPnBM beban
Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
Pajak Daerah
Bea Materai
23
23
Perbedaan Pajak dan Akuntansi -1
PSAK
UndangUndang
AKUNTANSI
PAJAK
PERBEDAAN
Perman
en
Penelitian:
Book tax Gap
Eff Tax Rate
Tempore
r
Pajak Tangguhan:
Aktiva/utang
Beban/Pendapata
n
24
24
Subyek dan Obyek Pajak
k penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek paja
tas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.
• PPh dapat dikenakan atas bagian
tahun pajak jika kewajiban subjektif
mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim.
Jika tahun buku tidak sama, dapat
menggunakan tahun buku asalkan
berdurasi 12 bulan.
25
25
Dasar Hukum
Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun
2008
Tentang
Perubahan Keempat atas
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan & Keputusan Menkeu (PMK & KMK)
Peraturan, Keputusan, dan Surat Edaran Dirjen Paja
(PER, KEP, dan SE DJP)
26
26
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)
Orang Pribadi (OP)
Warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, bersifat
menggantikan yang berhak.
Badan
Bentuk usaha tetap (BUT),
merupakan subyek pajak yang
perlakuan pajaknya dipersamakan
dengan subyek pajak badan.
27
27
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)
Dalam Negeri
Luar Negeri
28
28
Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 Ayat (3)
Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183
hari dalam 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
Pembentukannya berdasarkan peraturan
perundangan.
Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
Pembukuannya
oleh aparat
pengawasan
Warisan diperiksa
yang belum
terbagi:
fungsional
negara.
Menggantikan
yang berhak.
29
29
Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4)
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia/ berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam 12 bulan.
Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
Menjalankan usaha
atau kegiatan melalui
BUT di Indonesia.
Menerima atau
memperoleh
penghasilan dari
Indonesia bukan dari
menjalankan usaha
30
atau kegiatan melalui 30
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)
Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
Orang pribadi sebagai
subjek pajak LN
Badan sebagai
subjek pajak LN
Untuk menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia.
31
31
Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)
a. Tempat kedudukan
manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan
penjualan;
i. Pertambangan dan
penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja
pertambangan minyak
dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan,
m.Pemberian jasa, sepanjang
dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua
belas) bulan;
n. Orang atau badan selaku
agen yang kedudukannya
tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari
perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia
yang menerima premi
asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia; dan
32
32
p. Komputer, agen
elektronik,
Tempat Tinggal / Kedudukan WP
Pasal 2 Ayat (6)
Tempat Tinggal
Orang Pribadi
Tempat Kedudukan
Badan
Ditetapkan oleh Dirjen
Pajak
Menurut keadaan yang sebenarnya.
33
33
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (1)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Subjek Pajak Dalam Negeri
Orang
Pribadi
Mulai:
- Saat
dilahirkan.
- Saat berada
atau
berniat
tinggal di
Indonesia.
Berakhir:
Badan
Warisan yang
belum terbagi
Mulai:
Saat didirikan/
berkedudukan
di Indonesia.
Mulai:
Saat timbulnya
warisan.
Berakhir:
Saat dibubarkan
atau tidak lagi
berkedudukan
di Indonesia.
Berakhir:
Saat warisan
selesai
34
dibagikan.
34
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (2)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi
Badan
Mulai:
Saat
menerima/memperoleh
penghasilan dari
Indonesia.
Berakhir:
Saat tidak lagi menerima/
memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
Mulai:
Saat melakukan usaha/
kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
Berakhir:
Saat tidak lagi
menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
35
35
Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6)
Kewajiban pajak subjektif
orang pribadi yang
berada atau bertempat
tinggal di Indonesia
Hanya meliputi sebagian
dari tahun pajak
gian tahun pajak tersebut menggantikan tahun paja
36
36
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3
a. Kantor perwakilan negara asing;
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan/ yang
bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan
syarat :
Bukan warga negara Indonesia; dan
Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut;
serta
Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan
Menkeu, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
37
37
memperoleh
penghasilan
dari
Indonesia
selain
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)
Merupakan setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib
pajak.
Dengan nama dan dalam bentuk
apapun
38
38
Klasifikasi Umum Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja
dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
dan sebagainya.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Penghasilan dari modal berupa harga gerak
ataupun tidak gerak, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa dan keuntungan penjualan harga
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang
dan hadiah.
39
39
Ketentuan Khusus atas Penghasilan
Semua penghasilan
tahun pajak.
digabungkan dalam satu
Jika menderita kerugian dikompensasikan
dengan penghasilan lain kecuali kerugian dari
luar negeri.
Untuk penghasilan dikenakan final atau
dikecualikan dari objek pajak tidak boleh
digabungkan.
40
40
Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (1)
a. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam UU Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
41
41
Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (1)
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk:
i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
iii.Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apa pun;
iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
42
derajat dan badan keagamaan, pendidikan,
sosial 42
Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (1)
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah
dibebankan
sebagai
biaya
dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi
kepada
pemegang
polis,
dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j. Penerimaan
atau
perolehan
pembayaran
berkala;
43
43
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang - Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
44
44
Pajak Final
Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika
penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan
dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak
lain yang ditentukan.
Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di
akhir tahun, penghasilan yang dikenakan pajak
final bukan sebagai penambah penghasilan dan
pajak final tidak dapat menjadi kredit pajak.
Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran
tersebut
45
45
Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2)
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
46
46
Pertimbangan Pengenaan
Kesederhanaan Pemotongan
Pengurangan Beban Administratif
Pemerataan Pengenaan Pajak
Dorongan Pengembangan Investasi
dan Tabungan
Perkembangan Ekonomi dan Moneter
47
47
Peraturan Pelaksana Pajak Final
Penghasilan dari transaksi penjualan saham di
bursa efek.
14 Tahun
1997
Penghasilan PP
dariNo.
bunga
deposito
dan tabungan
serta diskonto SBI.
PPdari
No. hadiah
131 Tahun
2000PP No. 132
Penghasilan
undian.
Tahun 2000
Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau
bangunan.
PP No. 5 Tahun
2002
Penghasilan
dari pengalihan
hak atas
tanah
dan/ atau bangunan.
No. 71bunga/
Tahun diskonto
2008
PenghasilanPP
berupa
obligasi
yang dijual di bursa efek.
PP No.
16 jasa
tahun
2009
Penghasilan dari
usaha
konstruksi.
PP No. 40
Tahun 2009
Penghasilan dari UMKM. PP No. 46 Tahun 2013
48
48
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)
a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima
oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan,
sosial
49
49
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)
c. Warisan;
d. Harta,
termasuk
setoran
tunai,
sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan
pajak secara final atau WP dengan Norma
Penghitungan Khusus (deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa,
50
50
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik
negara dan badan usaha milik
daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah
modal yang
disetor;
51
51
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh
dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia, dengan
syarat
52
52
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan
atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling
lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa
lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan53 Peraturan
53
Objek Pajak BUT
Pasal 5 Ayat (1)
Penghasilan dari:
- Usaha/ kegiatan BUT.
- Harta yang dimiliki/ dikuasai BUT.
- Usaha atau kegiatan.
Penghasilan kantor pusat dari: - Penjualan barang-barang.
- Pemberian jasa.
Dilakukan di Indonesia dan sejenis
dengan yang dilakukan BUT.
Penghasilan sebagaimana tersebut
Sepanjang ada hubungan efektif
dalam Pasal 26, yang diterima
atau
antara
BUT dengan harta/ kegiatan ya
diperoleh kantor pusat:
memberikan penghasilan.
54
54
Deductible Expenses atas Penghasilan BUT
Pasal 5 Ayat (2)
liputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pus
Sehubungan dengan:
a atau kegiatan;
Penghasilan sebagaimana tersebut
ualan barang;
Pasal 26, selama terdapat hubun
berian jasa;
efektif antara BUT dengan harta/ ke
sejenis dengan yang dijalankan
yang
BUTmemberikan penghasilan
di Indonesia.
55
55
Penentuan Laba BUT
Pasal 5 Ayat (3)
Biaya administrasi kantor pusat yang boleh
dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan
usaha atau kegiatan BUT, berdasar besaran yang
ditentukan oleh Dirjen Pajak.
Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh
dibebankan sebagai biaya meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan
jasa lainnya.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan
Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai
usaha perbankan.
penghasilan BUT meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, dan hak lainnya.
56
56
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
Biaya 3M bersifat dapat dikurangkan (deductible)
atas penghasilan bruto :
a. Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
meliputi:
i. Biaya pembelian bahan baku;
ii. Biaya tenaga kerja;
iii. Bunga, sewa, dan royalti;
iv. Biaya perjalanan;
v. Biaya pengolahan limbah;
vi. Premi asuransi;
vii. Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK;
viii.Biaya administrasi
ix. Pajak selain PPh.
b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi;
57
57
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
e. Kerugian dari selisih kurs;
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih,
dengan syarat:
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba
rugi komersial;
Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah
diserahkan kepada Ditjen Pajak;
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN
atau BUPLN;
Ada perjanjian tertulis mengenai
penghapusan
piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan
58
debitur;
58
Ketentuan Khusus Atas Biaya 3M
Biaya 3M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya
yang dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan
sebagai objek pajak.
Biaya 3M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang
dikenai pajak final atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, tidak dapat dibebankan.
Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan
biaya 3M yang dapat dibebankan atau tidak, dapat
ditetapkan berdasar metode pro rata berdasar proporsi
penghasilan
59
59
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 Ayat (2)
Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai
dengan 5 tahun.
Atas penanaman modal di bidang – bidang usaha
tertentu atau di daerah – daerah tertentu,
kompensasi kerugian dapat diberikan hingga paling
lama 10 tahun.
60
60
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3)
No.
Elemen
PTKP*(2016 dst)
1
WP Sendiri
Rp 54.000.000,00
2
Status Kawin
Rp 4.500.000,00
3
Tanggungan, per orang, dengan
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
Rp 4.500.000,00
4
PTKP bagi istri yang penghasilannnya
digabung.
Rp 54.000.000,00
gungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda da
is keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak t
atau anak angkat.
nerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun paj
atau awal bagian tahun pajak
61
61
Penghasilan Wanita Bersuami
Pasal 8 Ayat (1)
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang
telah kawin dianggap sebagai penghasilan
atau kerugian suaminya.
Ketentuan di atas berlaku, kecuali jika:
1. Penghasilan tersebut semata – mata
berasal dari satu pemberi kerja dan telah
dipotong PPh Pasal 21; dan
2. Pekerjaan istri tersebut tidak ada
hubungannya
dengan
usaha
atau
pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya.
62
62
Pemisahan Pajak Suami - Istri
Pasal 8 Ayat (2), dan (3)
Jika suami – istri
hidup berpisah:
Jika suami – istri
mengadakan
perjanjian
pemisahan harta
dan penghasilan
secara
Jika tertulis.
istri
menghendaki
memenuhi
kewajiban
perpajakannya
Penghitungan PKP dan
pengenaan pajaknya
dilakukan sendiri –
sendiri.
Penghitungan pajaknya
berdasar kepada
pembagian prorata atas
penghasilan netto suami
– istri yang digabung.
63
63
Penghasilan Anak yang belum Dewasa
Pasal 8 Ayat (4)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh anak yang
belum dewasa digabungkan dengan penghasilan
orang tuanya.
Mekanisme penggabungan berlaku umum tanpa
mempertimbangkan dari manapun sumber
penghasilan anak tersebut.
Batasan usia dan syarat anak yang belum dewasa
adalah anak berusia 18 tahun dan belum pernah
menikah
64
64
Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1)
Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non
deductible) atas penghasilan bruto, meliputi:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, anggota atau
anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang
ditetapkan KMK;
Cadangan untuk usaha asuransi;
Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS;
Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS;
Cadangan
biaya
reklamasi
untuk
usaha
65
65
Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1)
d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar
oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan
berkaitan
dengan
pelaksanaan
pekerjaan
sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah
yang
melebihi
kewajaran
yang
dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa;
66
66
Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1)
i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungan;
j. Gaji
anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang
perpajakan.
67
67
Ketentuan Khusus Atas Natura
Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tertentu adalah imbalan yang terkait dengan:
Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya.
Pelayanan kesehatan.
Pendidikan.
Peribadatan.
Pengangkutan.
Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan terbang
layang.
Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di
antaranya dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan, atau
penginapan bagi kru pelayaran atau penerbangan.
68
68
Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas
Atas penghasilan – penghasilan yang dikategorikan
sebagai bukan objek pajak bagi pihak yang menerima
penghasilan bersangkutan, maka pada umumnya biaya
– biaya dari pihak yang melakukan pengeluaran terkait
penghasilan tersebut, akan ditetapkan sebagai biaya
yang tidak dapat dikurangkan (non deductible).
Non
Deductibl
e
Expense
Pihak
Melakukan
Pengeluaran
Bukan
Objek
Pajak
69
Pihak
Menerima
Penghasilan 69
Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (1)
Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1)
Bantuan atau sumbangan, selain sumbangan
keagamaan yang bersifat wajib, serta
sumbangan bencana alam, litbang, sosial,
pendidikan, dan olahraga yang ditetapkan PP.
Warisan
Imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan, selain yang diberikan oleh bukan
WP, WP dikenai pajak final, atau WP
menggunakan Norma Penghitungan Khusus.
70
70
Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (2)
Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1)
Premi dan polis asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan
beasiswa bagi WP orang pribadi.
Iuran dana pensiun yang dibayarkan
oleh perusahaan.
Bagian laba yang diterima anggota
persekutuan yang tidak terdiri atas
saham.
71
71
Pengukuran Aset
1.
Pengukuran
Aset (Slide 5)
72
72
Penghitungan Penghasilan Netto
Pasal 14, dan 15
Ketentuan Umum
Wajib Pajak yang
memiliki peredaran
bruto kurang dari Rp
4.800.000.000,00 per
tahun dan
memberitahukan
kepada
Dirjen
Pajak
di
Wajib
Pajak
yang
tidak
3dapat
bulandihitung
pertama
periode pajak.
penghasilan
nettonya
berdasar ketentuan
Pasal 16 Ayat (1) dan
Subjek pajak melakukan
pembukuan dan
menghitung penghasilan
netto berdasar hasil
Subjekpembukuan.
pajak melakukan
pencatatan dan
menghitung penghasilan
netto berdasar
persentase Norma
Penghitungan
Subjek pajak melakukan
Penghasilan Netto
pembukuan dan
(NPPN).
menghitung penghasilan
netto berdasar
73
persentase Norma 73
Penerapan NPPN di Luar Ketentuan
Pasal 14 Ayat (5)
WP wajib pembukuan
atau pencatatan
namun tidak bersedia
memperlihatkan
pencatatan atau bukti
pendukungnya.
WP tidak atau tidak
sepenuhnya
menyelenggarakan
pembukuan atau
pencatatan.
Peredaran bruto
ditentukan berdasar cara
yang ditetapkan PMK dan
penghasilan netto
dihitung berdasar NPPN.
74
74
Peraturan Pelaksana
Norma Penghitungan Khusus
Perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi.
KMK No. 628/ KMK.04/ 1991
Kantor perwakilan dagang WP luar negeri.
KMK No. 433/ KMK.04/ 1994
Perusahaan berinvestasi dengan pola Bangun,
Guna, Serah (BOT).
KMK No. 248/ KMK.04/ 1995
Perusahaan pelayaran dalam negeri.
KMK No. 416/ KMK.04/ 1996
Perusahaan pelayaran dan/ atau penerbangan
luar negeri.
KMK No. 417/ KMK.04/ 1996
Perusahaan penerbangan dalam negeri.
KMK No. 475/ KMK.04/ 1996
Perusahaan maklon mainan anak – anak.
KMK No. 543/ KMK.03/ 2002
75
75
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16
Wajib pajak orang
pribadi dalam negeri.
Wajib pajak badan
dalam negeri, serta
WP BUT.
Wajib Pajak yang
menggunakan NPPN.
Wajib Pajak yang
terutang pajak dalam
bagian tahun pajak.
Penghasilan, dikurangi
biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi
Penghasilan,
PTKP.dikurangi
biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi
kompensasi kerugian.
Penghasilan dikalikan
dengan NPPN, dikurangi
PTKP untuk WP orang
pribadi.netto
Penghasilan
disetahunkan
76
76
Tarif Pajak
Pasal 17 Ayat (1)
No.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
1
0 s/d Rp 50.000.00,00
5%
2
Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp
250.000.000,00
15%
3
Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp
500.000.000,00
25%
4
Di atas Rp 500.000.000,00
30%
Tarif pajak progresif berlaku bagi WP orang pribadi.
k bagi WP badan adalah 28% untuk penghasilan sebelum ta
dan 25% untuk penghasilan setelah tahun 2010.
77
77
Ketentuan Khusus Atas Tarif Pajak
Tarifpajaktertinggidapatditurunkanmenjadi
25%,
diaturdengan PP.
Tarifbagi
WP
badandapatberlaku
5%
lebihrendah, jikamemenuhipersyaratan minimal
40% sahamnyadiperdagangkan di bursa efek di
Indonesia danpersyaratanlain sesuaiketentuan
PP.
NilaiPenghasilanKenaPajakdibulatkankebawahm
enujuribuanterdekat.
Bagianpajakterutangbagi
WP
yang
terutangdalambagiantahunpajakadalah:
Ataskurunwaktusatubulanpenuhdiasumsikansetara
dengan 30 hari.
78
78
Perbandingan Utang dan Modal;
Serta Saat Diperolehnya Dividen
Pasal 18 Ayat (1), dn (2)
Menkeu berwenang
menetapkan:
Saat diperolehnya dividen oleh
Besarnya perbandingan antara utang
WP DN atas penyertaan modal pada
dan modal untuk keperluan
badan usaha di luar negeri yang tidak
penghitungan pajak
menjual sahamnya di bursa efek.
Syarat:
Besarnya penyertaan modal
WP DN, secara sendiri atau
bersama – sama dengan WP
DN lain, paling rendah 50 %
dari jumlah saham yang
disetor.
79
79
Pengertian Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (4)
Hubungan penyertaan modal langsung
atau tidak langsung paling rendah 25 %
oleh satu WP pada satu atau lebih WP
lain; termasuk hubungan antar WP yang
modalnya menjadi objek penyertaan.
Hubungan penguasaan satu WP pada
satu atau lebih WP lain; termasuk
hubungan antar WP yang dikuasai.
Hubungan keluarga sedarah semenda
dalam garis keturunan lurus dan/ atau ke
samping satu derajat.
80
80
Ketentuan Khusus Atas Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (3), dan (3a)
Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali
besarnya
penghasilan
dan
pengurangan
penghasilan, serta menentukan utang sebagai
modal untuk menghitung PKP atas pihak yang
memiliki hubungan istimewa.
Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian
dengan wajib pajak dan bekerjasama dengan
pihak otoritas pajak negara lain untuk
menentukan harga harga transaksi antara pihak
– pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
81
81
Cara Pelunasan Pajak
Pasal 20
Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui
Pembayaran oleh wajib pajak sendiri.
(PPh Pasal 25)
Pemotongan atau pemungutan oleh
pihak lain.
(PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26)
Merupakan pelunasan pajak
yang boleh dikreditkan
terhadap PPh yang terutang
untuk tahun pajak berjalan,
kecuali untuk pembayaran PPh
yang bersifat
final.
82
82
Hyperlink
1. Pasal 21 dan 26 (Slide 3A)
PPh
2. 22, 23, 24, 26, dan Final (Slide 3B)
PPh Pasal
83
83
Kredit Pajak WP dalam Negeri dan BUT
Pasal 28 Ayat (1), dan (2)
Kredit PPh 21
Pemotongan PPh dari pekerjaan, jasa atau
kegiatan.
Kredit
PPh 22
Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor
atau kegiatan
di bidang lain.
Kreditusaha
PPh 23
Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti,
sewa, hadiah
Kredit dan
PPh penghargaan.
24
Pajak yang atas penghasilan dari luar negeri
yang
boleh
dikreditkan.
Kredit
PPh
25
Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak
sendiri.
Kredit PPh
26 Ayat (5)
Pemotongan pajak atas penghasilan WP LN yang
beralih berupa
menjadibunga,
WP DN.
Sanksi administrasi
denda dan
kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda
tidak boleh dikreditkan. 84
84
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29
Status pajak terutang di akhir tahun dapat berupa:
Pajak kurang bayar.
Ketika beban pajak terutang melebihi
total kredit pajak.
Pajak lebih bayar.
Ketika beban pajak terutang kurang
dari total kredit pajak.
Wajib dilunasi selambat –
lambatnya tanggal 25 bulan
ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum SPT tahunan
disampaikan.
Akan dikembalikan/
direstitusikan, setelah
dilakukan pemeriksaan serta
diperhitungkan dengan sanksi
dan kewajiban
pajak lain.
85
85
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31A
Wajib pajak yang
melakukan
penanaman modal di
bidang – bidang usaha
tertentu.
Wajib pajak yang
melakukan
penanaman modal di
daerah – daerah
Berdasar penetapan PP
dapat memperoleh
fasilitas berupa:
a. Pengurangan
penghasilan
paling
tinggi 30% dari jumlah
penanaman
modal
yang dilakukan.
b. Penyusutan
dan
amortisasi
yang
dipercepat (tarif dua
kali lebih tinggi).
c. Kompensasi kerugian
yang lebih
lama,
86
86
Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan
PP No. 52 Tahun 2011
Fasilitas dalam bentuk pengurangan penghasilan sebesar 30%
dari penanaman modal diberikan secara bertahap dalam jangka
6 tahun, dengan besaran pengurangan 5% dari penaman modal
di setiap tahunnya.
Fasilitas dalam bentuk perpanjangan masa kompensasi kerugian
diberikan jika kegiatan memenuhi persyaratan berikut:
Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan
kawasan berikat.
Mempekerjakan minimal 500 tenaga kerja Indonesia selama
5 tahun berturut - turut.
Penanaman modal memerlukan investasi untuk infrastruktur
ekonomi dan sosial minimal Rp 10.000.000.000,00.
Mengeluarkan biaya litbang di dalam negeri minimal 5% dari
investasi dalam jangka 5 tahun.
Menggunakan minimal 70% bahan baku atau komponen
produksi dalam negeri sejak tahun ke – 4.
Untuk setiap satu persyaratan yang dipenuhi, perusahaan berhak
atas satu tahun perpanjangan masa kompensasi.
87
87
Perimbangan Penerimaan Pajak
Pasal 31C
Penerimaan atas PPh orang pribadi dan
PPh 21 yang dipotong oleh pemberi kerja.
80%
20%
Untuk Pemerintah Pusat
Untuk Pemerintah Daerah
88
88
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31E
Wajib pajak badan
yang memiliki nilai
peredaran bruto
kurang dari Rp
50.000.000.000,00
Memperoleh
pengurangan tarif
sebesar 50% dari tarif
Pasal 17 (tarif flat 25%).
untuk bagian Penghasilan
Kena Pajak dari
Berlaku untuk bagian
Penghasilan Kena Pajak
dari bagian penghasilan
bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00.
89
89
PPN & PPnBM
90
Agenda
1. Konsep
Umum PPN
2. PKP dan DPP
3. Administrasi PPN
4. Diskusi kasus
91
Pengertian Umum
PPN adalah Pajak atas
Konsumsi Barang atau jasa
Di Dalam Daerah
Pabean
OLEH
Orang Pribadi
Badan
92
Karakteristik PPN
Pajak Tidak
Langsung
Non kumulatif
Konsumsi
Dalam Negeri
Pajak Obyektif
KARAKTERISTI
K
Indirect
Substraction
Method
Multi stage
Consumption
type VAT
93
CIRI PPN
• Pengenaan PPN dilaksanakan
Sistem FAKTUR
• Setiap terjadinya Penyerahan
BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur
Pajak
Faktur Pajak
Perupakan Bukti
Pungutan PPN
Faktur Pajak
Bagi Penjual
merupakan bukti
PAJAK
KELUARAN
Faktur Pajak
Bagi Pembeli
merupakan bukti
PAJAK
KELUARAN
94
OBYEK PPN
Impor BKP
Penyerahan BKP
Pemanfaatan
BKP di daerah
pabean
Ekspor BKP
berwujud
Penyerahan JKP
OBYEK PPN
Pemanfaatan
JKP
Ekspor JKP
Ekspor BKP tidak
berwujud
Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak
95
Objek Pajak Pertambahan Nilai
• Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
• Impor Barang Kena Pajak;
• Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
• Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
96
Objek Pajak Pertambahan Nilai
• Ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak
• Ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;
• Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak.
97
Daerah Pabean
Wilayah RI yand didalamnya berlaku
ketentuan Kepabeanan
(UU No 10/1995)
1
Darat
dan
2
Perairan
3
Tempat tertentu di
zona Ekonomi
Eksklusif
4
Landas Kontinen
Ruang udara
di atasnya
98
BARANG
BARANG ADALAH
BARANG
BERWUJUD
BARANG
BERGERAK
BARANG TIDAK
BERGERAKLandas
Kontinen
BARANG
TIDAK
BERWUJUD
CONTOH :
• HAK ATAS
MEREK DAGANG
• HAK PATEN
• HAK CIPTA
99
PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK (BKP)
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
ADALAH :SETIAP KEGIATAN
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
YANG DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKAN
UU PPN
100
Penyerahan Barang Kena Pajak
• Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena
suatu perjanjian
• Pengalihan BKP karena perjanjian sewa beli dan
leasing
• Pengalihan BKP kepada pedagang perantara atau
melalui juru lelang
• Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma
PT. A perusahaan penghasil topi. Dalam rangka ulang tahun
memberikan kepada seluruh karyawan dan keluarganya topi
hasil produksi perusahaan sebanyak 10.000 unit. Harga jual
topi 100ribu, harga pokok produksi 60ribu.
PT. C perusahaan penghasil susu formula. Dalam rangka
kegiatan CSR perusahaan, memberikan kepada rumah yatim
susu formula sebanyak 5.000pack.
Harga jual per pack
60ribu, harga pokok 40ribu.
101
Penyerahan Barang Kena Pajak
• Barang Kena Pajak berupa persediaan
dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan
• Penyerahan BKP dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan penyerahan antar
cabang
• Penyerahan BKP secara konsinyasi
102
Penyerahan - Perjanjian
• Penyerahan Barang Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung
dari Pengusaha Kena Pajak kepada
pihak yang membutuhkan Barang
Kena Pajak
103
Pemakaian untuk Tujuan Produktif
• Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif belum merupakan penyerahan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
104
Bukan Penyerahan Barang Kena
Pajak
• Penyerahan Barang Kena Pajak kepada
makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Dagang
• Penyerahan Barang Kena Pajak untuk
jaminan utang-piutang;
• Penyerahan Barang Kena Pajak dari
pusat ke cabang atau antar cabang
dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan pemusatan tempat pajak
terutang;
105
Bukan Penyerahan Barang Kena
Pajak
• Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan,peleburan,pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan
syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak;
• Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
106
JASA
SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN
SUATU PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM ,YANG
MENYEBABKAN
•
•
•
•
SUATU BARANG
FASILITAS
KEMUDAHAN
HAK
TERSEDIA UNTUK DIPAKAI
TERMASUK
JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN
BARANG KARENA PESANAN ATAU
PERMINTAANDGN BAHAN & ATAS PETUNJUK DARI
PEMESANTERMASUK
107
JASA KENA PAJAK (JKP)
SETIAP KEGIATAN
PELAYANAN
BERDASARKAN
SUATUPERIKATAN
/PERBUATAN HUKUM YG
MENYEBABKANSUATU
BARANG
/FASILITAS/KEMUDAHAN
/HAK TERSEDIAUNTUK
DIPAKAI
TERMASUK JASA YG
DILAKUKAN UNTUK
MENGHASILKAN
BARANGKARENA
PESANAN ATAU
PERMINTAAN DGN BAHAN
DAN/ATAU PETUNJUK
DARI PEMESAN
YANG DIKENAKAN
PAJAK
BERDASARKAN UU
PPN
108
JASA KENA PAJAK (JKP)
SETIAP KEGIATAN
PEMBERIAN JASA KENA
PAJAK
TERMASUK
PEMAKAIA
N SENDIRI
JKP
PEMBERIA
N CUMACUMA
OLEH PKP
109
PEMANFAATAN JKP DAN BKP
PEMANFAATAN JKP DAN BKP TIDAK
BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN
•
•
SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN JKP DARI
LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH
PABEAN
SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN BKP TIDAK
BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN
KARENA SUATU PERJANJIAN DI DALAM
DAERAH PABEAN.
110
IMPORT, EXPOR DAN PERDAGANGAN
IMPOR
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
EXPOR
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
PERDAGANGA
N
ADALAH SETIAP KEGIATAN
MEMASUKKAN BARANG
DARI LUAR DAERAH
PABEAN KE DLM DAERAH
PABEAN
111
Non Barang Kena Pajak
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya;
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering;
4. Emas batangan, dan surat berharga.
112
Non Jasa Kena Pajak
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan
perangko;
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa di bidang keagamaan;
7. Jasa di bidang pendidikan;
8. Jasa kesenian dan hiburan
113
Non Jasa Kena Pajak
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
jasa angkutan umum di darat dan di air serta
jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri;
jasa tenaga kerja;
jasa perhotelan;
jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
jasa penyediaan tempat parkir;
jasa telepon umum dengan menggunakan
uang logam
jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
jasa boga atau katering
114
BADAN
SEKUMPULAN ORANG DAN
ATAU MODAL YANG
MERUPAKAN KESATUAN
BAIK YANG MELAKUKAN USAHA MAUPUN
YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA
•
•
•
•
•
MELIPUTI :
PERSEROAN TERBATAS;
PERSEROAN KOMANDITER;
PERSEROAN LAINNYA;
BUMN / BUMD;
FIRMA, KONGSI; KOPERASI; DANA
PENSIUN; PERSEKUTUAN; PERKUMPULAN;
YAYASAN; ORGANISASI MASSA;
ORGANISASI SOSPOL DAN SEJENISNYA;
LEMBAGA; BUT DAN BENTUK BADAN
LAINNYA.
115
PENGUSAHA
ORANG PRIBADI
BADAN
DALAM KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAANNYA
•
•
•
•
•
•
MENGHASILKAN BARANG;
MENGIMPOR BARANG;
MENGEKSPOR BARANG;
MELAKUKAN USAHA
PERDAGANGAN;
MELAKUKAN USAHA JASA;MEMANFAATKAN BARANG TIDAK
BERWUJUD / JASA DARI LUAR
DAERAH PABEAN.
116
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
PENGUSAHA
YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN BPK/JKP
YANG DIKENAKAN PAJAK
BERDASARKAN UU PPN
TIDAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL,
KECUALIPENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH
UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
117
Pengusaha Kena Pajak
• Pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, dan wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang terutang.
• Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
118
MENGHASILKAN
1
MENJADI
BARANG
BARU
KEGIATAN MENGOLAH
MELALUI PROSES
MENGUBAH BENTUK ATAU
SIFAT SUATU BARANG DARI
BENTUK ASLINYA
MENJADI
DAYA GUNA
BARU
2
KEGIATAN MENGOLAH SUMBER DAYA
ALAM
3
MENYURUH ORANG PRIBADI ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN TERSEBUT
HURUF 1 DAN 2 DI ATAS
BADAN
PADA
119
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
HARGA JUAL
PENGGANTIAN
NILAI IMPOR
NILAI EKSPOR
YANG DIPAKAI
SEBAGAI
DASAR UNTUK
MENGHITUNG
PAJAK YANG
TERUTANG
NILAI LAIN YANG
DITETAPKAN MENKEU
120
HARGA JUAL
NILAI BERUPA
UANG
TERMASUK
SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL
KARENA
PENYERAHAN BPKP
TIDAK
TERMASUK
PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&
POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN
DALAM FAKTUR PAJAK
121
PENGGANTIAN
NILAI BERUPA
UANG
TERMASUK
SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU
SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI
JASA
KARENA
PENYERAHAN JKP
TIDAK
TERMASUK
PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&
POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN
DLMFAKTUR PAJAK
122
NILAI IMPOR
NILAI BERUPA
UANG
YANG MENJADI DASAR
PENGHITUNGANBEA MASUK DITAMBAH
PUNGUTAN LAINNYA YG DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKANKETENTUAN DLM
PERUNDANG-UNDANGANKEPABEANAN
UNTUK IMPOR BPKB
TIDAK
TERMASU
K
PAJAK YANG DIPUNGUT MENURUT
UU
123
HARGA JUAL
• Nilai berupa uang
• Termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual
Barang Kena Pajak.
• Tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang tercantum dalam faktur
pajak.
Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur
harga jual, antara lain : pengangkutan, asuransi, bantuan
teknik, pemeliharaan, dan garansi.
124
PENGGANTIAN
• Nilai berupa uang
• Termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha
karena penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
• Tidak termasuk PPN dan potongan harga
yang tercantum dalam faktur pajak.
125
NILAI IMPOR
• Nilai berupa uang yang menjadi Dasar
penghitungan bea masuk
• Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai
Undang-Undang Pabean.
• Tidak termasuk PPN/PPn BM.
• Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea
Masuk
PPN = 10% x Nilai Impor
126
NILAI EKSPOR
• Nilai berupa uang
• Termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir,
yaitu, nilai yang tercantum dalam
dokumen PEB (Pemberitahuan
Ekspor Barang yang telah difiat
muat oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai).
• PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor
127
DPP Nilai Lain
• Jenis-jenis nilai lain :
– Harga jual atau penggantian setelah
dikurangi laba kotor
– Perkiraan harga jual rata-rata
– Harga pasar wajar
– Persentase tertentu dari harga jual,
tagihan atau imbalan-Harga faktual yang
dianggap wajar
128
DPP Nilai Lain
• Pemakaian Sendiri :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga
jual atau Penggantian dikurangi laba
bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan.
• Pemberian Cuma-Cuma :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga
Jual atau Penggantian dikurangi laba
bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan
129
DPP Nilai Lain
• Penyerahan BKP dan/atau JKP dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan/atau JKP antar
cabang DPP = Harga Jual atau
penggantian dikurangi laba kotor
PPN = 10% x Harga Jual atau
penggantian dikurangi laba kotor
130
DPP atas Transaksi dengan
Valuta Asing
• Apabila harga jual atau penggantian
menggunakan valuta asing, Dasar Pengenaan
Pajak-nya dihitung dengan :
– Nilai konversi menurut Keputusan Menteri Keuangan
(Kurs KMK) yang berlaku pada saat pembuatan
Faktur Pajak (per tanggal Faktur Pajak).
– Dalam hal penyerahan kepada Pemungut PPN
(WAPU), menggunakan nilai konversi menurut KMK
yang berlaku pada saat pembayaran atas harga jual
BKP/JKP yang bersangkutan (Lihat ; Pemungut PPN)
– Kurs menurut KMK tersebut di atas diumumkan
secara periodik (setiap pekan sekali) yang berlaku
untuk masa satu pekan
131
DPP atas penyerahan BKP yang
tergolong mewah
• Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh PKP yang menghasilkan BKP yang
Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan
Pajak tidak termasuk PPN dan PPnBM
• Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh PKP selain Pengusaha yang
menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah atau impor, Dasar Pengenaan Pajak
termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang
Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut.
132
Tarif PPN
Sebesar 10%
Kecuali untuk ekspor yang dikenakan tarif
0%
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak.
133
Jenis Pemungut PPN
Sejak tanggal 1 Januari 2004, Pemungut
PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari (
563/KMK.03/2003) :
• Bendaharawan Pemerintah baik Pusat
maupun Daerah, yang dananya dari
APBN/APBD.
• Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
• Badan Usaha Milik Negara dan Milik
Daerah
134
Pemungut PPN
•
•
•
•
PPN yang terutang atas transaksi penyerahan
BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual.
Pembeli BKP/JKP wajib membayar kepada PKP
Penjual sebesar harga jual ditambah PPN (10%).
Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus
Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang
atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut
oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas
negara oleh Pemungut PPN tersebut.
Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual
sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%)
disetor langsung ke kas negara.
135
Jenis Pemungut PPN
• Dalam hal harga jual atau penggantian
telah termasuk PPN, maka PPN yang
terutang atas penyerahan BKP/JKP
tersebut dihitung dengan formula :
10/110 x harga jual atau penggantian.
136
Faktur Pajak
• Faktur Pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak.
137
FAKTUR PAJAK STANDAR
• Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan
tentang :
– Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
– Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang
Kena Pajak atau Penerima JasaKena Pajak;
– Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian,
dan potongan harga;
– Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
– Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
– Kode, Nom