Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat
2.1.1

Pengertian
Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas juga merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang: (a) memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; (b) mampu menjangkau
pelayanan kesehatan bermutu; (c) hidup dalam lingkungan sehat; dan (d) memiliki
derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat.
2.1.2

Fungsi Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya

kecamatan sehat.

Dalam

melaksanakan tugas,

11
Universitas Sumatera Utara

12


Puskesmas menyelenggarakan fungsi: (a) penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan (b) penyelenggaraan Upaya
Kesehatan Perorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi nya Puskesmas berwenang untuk:
(a) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu; (b) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; (c) menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:
(a) pelayanan promosi kesehatan; (b) pelayanan kesehatan lingkungan; (c)
pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; (d) pelayanan gizi; dan
(e) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap
puskesmas

untuk


mendukung

pencapaian

standar

pelayanan

minimal

kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya
yang sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan
potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

13


Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk :
(a) rawat jalan; (b) pelayanan gawat darurat; (c) pelayanan satu hari (one day
care); (d) home care; dan (e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
2.1.3

Pelayanan Puskesmas
Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan dan

puskesmas rawat inap.
a. Pelayanan rawat jalan
Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani
pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh
prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan
merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas.
b. Pelayanan rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan
dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10
tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang

melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau
dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak
lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang
bersangkutan di rumah pasien.

Universitas Sumatera Utara

14

Sumber : Panduan Praktis Pelayanan BPJS Kesehatan

Gambar 2.1

Universitas Sumatera Utara

15

2.1.4 Konsep Gatekeeper
Konsep Gatekeeper menurut Panduan Praktis Gate Keeper Concept
Faskes BPJS Kesehatan


adalah konsep sistem pelayanan kesehatan dimana

fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya dan memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medik. Puskesmas sebagai
gatekeeper berfungsi sebagai kontak pertama pasien, penapis rujukan serta
kendali mutu dan biaya.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berfungsi optimal sebagai
gatekeeper biasanya akan memberikan iuran kualitas kesehatan yang lebih baik
kepada peserta, akan mengurangi beban negara dalam pembiayaan kesehatan
karena mampu menurunkan angka kesakitan dan mengurangi kunjungan ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan serta terdistribusi lebih besar dibandingkan
dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan lebih tinggi.
Puskesmas sebagai salah satu FKTP memiliki kewajiban untuk menjadi
gatekeeper terlebih lagi dalam era BPJS Kesehatan. Agar dapat mewujudkan
tujuan-tujuan sebagai berikut : (1) Mengoptimalkan peran fasilitas kesehatan
tingkat pertama dalam sistem pelayanan kesehatan (2) Mengoptimalkan fungsi
fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar

kompetensinya (3) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di fasiltias
kesehatan tingkat lanjutan dengan melakukan penapisan pelayanan yang perlu
dirujuk sehingga mengurangi beban kerja rumah sakit (4) Menata sistem rujukan

Universitas Sumatera Utara

16

(5) Meningkatkan kepuasan peserta dengan memberikan pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
Puskesmas memiliki empat fungsi pokok sebagai gatekeeper yaitu :
1. Kontak pertama pelayanan (First Contact)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama yang
dikunjungi peserta setiap kali mendapat masalah kesehatan.
2. Pelayanan berkelanjutan (Continuity)
Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan peserta dapat berlangsung
secara berkelanjutan/kontinyu sehingga penanganan penyakit dapat berjalan
optimal.
3. Pelayanan paripurna (Comprehensiveness)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan yang komprehensif

terutama untuk pelayanan promotif dan preventif.
4. Koordinasi pelayanan (Coordination)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama melakukan koordinasi pelayanan dengan
penyelenggara kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
peserta sesuai kebutuhannya (Gatekeeper Concept BPJS Kesehatan).
Menurut penelitian Suhartati (2015) dapat diketahui bahwa pemahaman
Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas Merdeka sebagai gatekeeper sudah cukup baik
dimana puskesmas sebagai kontak pertama dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, puskesmas sebagai pemberi pelayanan berkelanjutan dengan melakukan
control ulang pada pasien, puskesmas sebagai pelayanan yang paripurna
memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan

Universitas Sumatera Utara

17

puskesmas sebagai koordinasi pelayanan dengan melakukan koordinasi antar
FKTP, FKTL maupun dinkes. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ali (2014) bahwa pemahaman petugas puskesmas sebagi pintu
masuk atau penapis rujukan (gatekeeper) di kota Ternate cukup baik.


2.1.5

Ketersedian Tenaga Kesehatan
Sumber daya manusia di puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan

tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan
jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Tenaga kesehatan di puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes No. 75
Tahun 2014).
Jenis tenaga kesehatan di puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;

b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;

Universitas Sumatera Utara

18

e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
Tenaga non kesehatan di puskesmas harus dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional
lain di Puskesmas.
Menurut penelitian Gulo (2015) diketahui bahwa ketersediaan sumber
daya manusia terhadap pelayanan kesehatan seperti dokter gigi, tenaga analis,
tenaga kefarmasian tidak terpenuhi di Puskesmas Botombawo. Ketersediaan ini
menyebabkan proses pelayanan pemeriksaan penunjang yang mendukung

penegakkan diagnosa dokter tidak berjalan sesuai dengan prosedurnya dan
terpaksa dirujuk sehingga menyebabkan terhadap peningkatan rujukan puskesmas
Setiap puskesmas terdapat 21–51 orang tenaga namun hanya 6 (enam)
puskesmas yang memiliki dokter tetap. Jenis tenaga kesehatan terbanyak di
masing-masing 8 (delapan) puskesmas adalah bidan dan tenaga perawat kesehatan
sedangkan asisten apoteker, laborat dan ahli gizi masih kurang jumlahnya.
Sebanyak 53,9% tenaga kesehatan mendapatkan tugas tambahan selain tupoksi
dan menurut 56,6% tenaga kesehatan bahwa tugas tambahan tersebut dapat
mengganggu tupoksi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di puskesmas
(Handayani, 2010).

Universitas Sumatera Utara

19

Pelayanan paramedis (perawat/bidan) sangat dibutuhkan dalam membantu
pekerjaan dokter pada suatu fasilitas kesehatan. Hal tersebut didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sitti (2012) mengenai faktor yang berhubungan
dengan mutu pelayanan di Puskesmas Pamboang Kabupaten Majene Tahun 2012,
menunjukkan bahwa sebanyak 14,3% pasien merasa pelayanan di puskesmas
cukup tepat, namun mutu pelayanan yang diberikan kurang baik. Hal tersebut
disebabkan karena dokter yang ada di puskesmas hanya satu dokter, sehingga
apabila dokter ke luar kota maka yang menggantikan adalah perawat (Sitti, 2012).
Sedangkan hasil penelitian Suhartati (2015) bahwa ketersediaan dokter
pada kedua puskesmas selalu ada di puskesmas dan apabila dokter yang bertugas
tidak datang dapat digantikan dengan dokter lain sedangkan dari hasil pengamatan
selama empat hari tiga minggu berturut-turut di Puskesmas 5 Ilir ketersediaan
dokter belum baik karena ada satu dokter sering tidak masuk dikarenakan masih
dalam tugas pendidikan S2 sehingga pelkes hanya di cover oleh 1 dokter. Adapun
dokter yang telat datang ke puskesmas sehingga ketika pasien datang ke
puskesmas dan meminta rujukan yang memberikan pelayanan serta rujukan
tersebut adalah perawat. Ketersediaan dokter dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien sangatlah penting karena merupakan salah satu tugas
pokok dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.
2.1.6

Ketersediaan Sarana dan Fasilitas Kesehatan

Sarana dan fasilitas yang ada di pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor
penting dalam mendukung terselenggaranya pelayanan yang berkualitas bagi
masyarakat. Peralatan kesehatan di puskesmas harus sesuai dengan Kemenkes

Universitas Sumatera Utara

20

No.118/Menkes/SK/IV/2014

Tentang

Kompedium

Alat

Kesehatan,

serta

memenuhi persyaratan: (a) standar mutu, keamanan, keselamatan; (b) memiliki
izin edar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan (c) diuji dan
dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang
berwenang.
Berdasarkan hasil penelitian Gulo (2015) yang dilaksanakan di Puskesmas
Botombawo didapat kelengkapan sarana dan prasarana puskesmas yang sangat
terbatas sehingga akan mempengaruhi dokter dalam memberikan pelayanan dan
terpaksa memberikan rujukan kepada pasien.
Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Ali (2014) ketersediaan fasilitas
alat kesehatan yang memadai dapat meningkatkan kinerja Puskesmas dalam
melakukan pemeriksaan kepada pasien dan merupakan suatu keharusan untuk
proses rujukan yang dilakukan akibat keterbatasan sarana tersebut, jika fasilitas
dan sarana penunjang kesehatan kurang lengkap maka proses mendiagnosis
pasien akan terganggu dan hal ini menyebabkan petugas kesehatan harus merujuk
pasien kerumah sakit sehingga akan berdampak pada meningkatnya terjadi
rujukan di rumah sakit.
Didukung oleh penelitian Suhartati (2015) bahwa ketersediaan fasilitas
alat kesehatan di Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas Merdeka belum lengkap
sehingga ketika pasien datang ke puskesmas dan ingin mendapatkan pelayanan
kesehatan, puskesmas melakukan rujukan ke fasilitas tingkat lanjutan karena
keterbatasan fasilitas alat kesehatan. Hal inilah yang akan menjadi kendala dalam
pelaksanaan sistem rujukan karena dengan adanya keterbatasan fasilitas alat

Universitas Sumatera Utara

21

kesehatan akan terganggunya proses mendiagnosa pasien dan akan menyebabkan
petugas pasien untuk melakukan rujukan ke rumah sakit sehingga rasio rujukan di
puskesmas tersebut menjadi tinggi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kesumawati (2012) bahwa ketersediaan fasilitas alat
kesehatan mempengaruhi pelaksanaan sistem rujukan.
2.1.7

Ketersediaan Obat-obatan
Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan

Program Jaminan Kesehatan Nasional, pengadaan obat-obatan terutama untuk
obat peserta JKN tidak terpisah dengan obat-obatan lain. Berdasarkan petunjuk
teknis JKN ketersediaan obat di puskesmas harus selalu tersedia, karena dana
kapitasi yang di bayarkan ke pusesmas 20 % di dalamnya sudah termasuk biaya
pembelian obat-obatan sehingga pasien atau peserta program JKN tidak bisa di
bebankan lagi untuk membeli obat. Pelayanan obat untuk peserta JKN di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama di lakukan oleh apoteker.
Pelayanan obat untuk peserta JKN pada fasilitas kesehatan mengacu pada
daftar obat sesuai dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 159/Menkes/Sk/V/2014 Tentang Formularium Nasional dan
harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat. Obat-obatan tersebut diajukan
oleh tiap Puskesmas ke Dinas Kesehatan berdasarkan pola konsumsi dimasingmasing Puskesmas. Penggunaan obat di luar dari Formularium nasional di FKTP
dapat di gunakan apabila sesuai dengan indikasi medis dan sesuai dengan standar
pelayanan kedokteran.

Universitas Sumatera Utara

22

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartati (2015) bahwa
ketersediaan obat-obat yang ada di Puskesmas 5 Ilir belum lengkap sedangkan di
Puskesmas Merdeka ketersediaan obat-obatannya sudah lengkap. Didukung
dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa Puskesmas 5 Ilir tidak
memiliki panduan Formularium Nasional berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 159/Menkes/Sk/V/2014 sedangkan di

Puskesmas Merdeka memiliki panduan Formularium Nasional.
Lebih lanjut hasil penelitian Gulo (2015)

di Puskemas Botombawo

kebutuhan obat di puskesmas sebenarnya masih belum terpenuhi. Puskesmas
melakukan proses perencanaan dengan mengajukan Lembar Permintaan dan
Lembar Pemakaian Obat (LPLPO) kepada Bidang Yankes di Dinas Kesehatan
Kabupaten Nias, kemudian pihak Dinas kesehatan melakukan verifikasi LPLPO
dari puskesmas tersebut tetapi selama ini yang sering ditemui kendalanya
perencanaan yang disampaikan oleh puskesmas terkadang tidak sesuai dengan
permintaan obat oleh puskesmas sehingga pihak puskesmas dalam melakukan
pelayanan kadang terkendala.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali (2014),
ketersediaan obat- obatan dan bahan habis pakai yang digunakan dokter dalam
memberikan terapi kepada pasien peserta di fasilitas pelayanan Kesehatan Rawat
Jalan Tingkat Pertama program Jaminan Kesehatatan Nasional di Kota Ternate
dalam kategori cukup baik namun masih ada kendala keterlambatan serta sering
terjadi kekosongan stok obat, sehingga sangat mempengaruhi pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat yang menjadi terhambat.

Universitas Sumatera Utara

23

2.2

Sistem Rujukan

2.2.1

Pengertian
Dalam Peraturan Permenkes RI No. 001 Tahun 2012, Sistem Rujukan

adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan
kesehatan. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan
kesehatan yang berjenjang.
2.2.2 Jenis Rujukan
Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah
ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

24

pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
2.2.3 Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Berjenjang
Menurut Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan Sistem
rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang :
1.

Sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.

Universitas Sumatera Utara

25

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat; kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
b. Bencana; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;

untuk kasus yang sudah

ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi

pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali

dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

26

pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
5.

Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa : (1) Pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan (2) Pengiriman spesimen untuk
pemeriksaan penunjang;
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

Pelayanan kesehatan sub
spesialistik oleh dokter
sub spesialis di Faskes
tingkat lanjutan

TINGKAT
KETIGA
Kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis &
rencana terapi, merupakan
pelayanan berulang dan
hanya tersedia di faskes
primer

Pelayanan kesehatan
spesialistik oleh dokter
sub spesialis di Faskes
tingkat lanjutan

TINGKAT KEDUA

TINGKAT PERTAMA

Pelayanan kesehatan
dasar oleh Faskes
tingkat Pertama

Sumber : Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan
Gambar 2.2

Universitas Sumatera Utara

27

2.2.4

Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk.

Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata
tidak mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang
terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan
rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
i. Prosedur standar merujuk pasien
a. Prosedur Klinis
1. Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik
2. Menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
3. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
4. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
5. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis
yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien
6. Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD

Universitas Sumatera Utara

28

tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan
kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
b. Prosedur Administratif
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2. Membuat catatan rekam medis pasien
3. Memberi informed consent (persetujuan / penolakan informed rujukan)
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2, lembar pertama dikirim ke
tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua
disimpan sebagai arsip. Mencatat identitas pasien pada buku registrasi
rujukan pasien.
5. Menyiapkan

sarana

transportasi

dan

sedapat

mungkin

menjalin

komunikasi dengan tempat rujukan.
6. Pengiriman

pasien

sebaiknya

dilaksanakan

setelah

diselesaikan

administrasi yang bersangkutan
ii. Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien
a. Prosedur Klinis
1. Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan.
2. Setelah stabil, meneruskan pasien keruang perawatan elektif untuk
perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yang lebih
mampu untuk dirujuk lanjut.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.

Universitas Sumatera Utara

29

b. Prosedur Administrative
1. Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien yang telah
diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien
2. Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda terima
pasien sesuai aturan masing masing sarana.
3. Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada kartu
catatan medis dan diteruskan ke tepat perawatan selanjutnya sesuai kondisi
pasien.
4. Membuat inform consent
5. Segera membrikan informasi tentang keputusan tindakan / perawatan yang
akan dilakukan kepada petugas atau keluarga pasien yang mengantar
6. Apabila tidak sanggup menangani merujuk ke RSU yang lebih mampu
dengan mebuat surat rujukan rangkap 2.
7. Mencatat indentitas pasien
iii. Prosedur Standar Memberi Rujukan Balik Pasien
a. Prosedur Klinis
1. Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien wajib
mengembalikan pasien ke RS / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim
setelah dilakukan proses antara lain:
a.

Sesudah

pemeriksaan

medis,

diobati

dan

dirawat

tetapi

penyembuhan selanjutnya perlu di follow up oleh Rumah Sakit

/

Puskesmas / Polindes Poskesdes pengirim.

Universitas Sumatera Utara

30

b. Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis
tetapi pengobatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan di
Rumah

Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim.

2. Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa kondisi pasien
sudah memungkinkan untuk keluar dari perawatan Rumah Sakit /
Puskesmas tersebut dalam keadaan: (a) sehat atau sembuh; (b) sudah ada
kemajuan klinis dan boleh rawat jalan; (c) belum ada kemajuan klinis dan
harus dirujuk ke tempat lain ;(d) pasien sudah meninggal.
3. Rumah Sakit / Puskesmas yang menerima rujukan pasien harus
memberikan laporan /informasi medis/balasan rujukan kepada Rumah
Sakit / Puskesmas/ Polindes/ Poskesdes pengirim pasien mengenai kondisi
klinis terahir pasien apabila pasien keluar dari Rumah Sakit / Puskesmas.
b. Prosedur Administratif
1. Puskesmas yang merawat pasien berkewajiban memberi surat balasan
rujukan untuk setiap pasien rujukan yang pernah diterimanya kepada
Rumah Sakit/ Puskesmas/Polindes/Poskesdes yang mengirim pasien yang
bersangkutan.
2. Surat balasan rujukan boleh dititip melalui keluarga pasien yang
bersangkutan dan untuk memastikan informasi balik tersebut diterima
petugas kesehatan yang dituju, dianjurkan berkabar lagi melalui sarana
komunikasi yang memungkinkan seperti telepon,handphone, faksimili dan
sebagainya

Universitas Sumatera Utara

31

iv. Prosedur Standar Menerima Rujukan Balik Pasien
a. Prosedur Klinis:
1. Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan pemeriksaan fisik.
2. Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh Rumah Sakit /
Puskesmas yang terakhir merawat pasien tersebut
3. Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat dan
memantau (follow up) kondisi klinis pasien sampai sembuh.
b. Prosedur Administratif:
1. Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat informasi tersebut di buku
register pasien rujukan, kemudian menyimpannya pada rekam medis
pasien yang bersangkutandan memberi tanda tanggal / jam telah ditindak
lanjuti.
2. Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa surat balasan
rujukan telah diterima.

2.3

Jaminan Kesehatan Nasional
Kata “Jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance),

peyakinan (assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security)
kata Jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan
dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko (
Thabrany, 2014).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Berdasarkan UU

Universitas Sumatera Utara

32

No. 40 Tahun 2004, Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory). Seluruh
penduduk di Indonesia wajib menjadi peserta dalam program JKN. Peserta adalah
setiap orang, termasuk orang asing (WNA) yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran (UU No. 24 Tahun 2011) .
Dengan tujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah.
2.3.1

Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1.

Prinsip kegotongroyongan
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu

membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit
atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa

Universitas Sumatera Utara

33

pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial
dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.

Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,
tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
3.

Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan

dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4.

Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan

jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.

Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta

sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai
dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi

Universitas Sumatera Utara

34

peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
6.

Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada

badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7.

Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk

sebesar-besar kepentingan peserta ( PMK No. 28 Tahun 2014).
2.3.2

Kapitasi
Kapitasi merupakan salah satu metode pembayaran fasilitas kesehatan

yang dipilih untuk membayar fasilitas kesehatan primer (FKTP). Dalam Peraturan
Presiden RI No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Milik Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa dana kapitasi adalah besaran
pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah
peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan
kesehatan yang diberikan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan membayar kepada
FKTP dengan sistem pembagian kapitasi. Membayar Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) dengan menggunakan sistem kapitasi berarti PPK dibayar
dimuka (praupaya) per bulan berdasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar,
tidak tergantung berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

35

Standar tarif kapitasi sebagaimana yang tertulis pada Peraturan BPJS No.2 Tahun
2015 ditetapkan sebagai berikut:
a. puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.3.000,00 (tiga ribu
rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah);
b. rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas
kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai
dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan
c. praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua ribu rupiah).
Setiap Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan harus memenuhi persyaratan:
(a) memiliki perawat; (b) memiliki bidan dan/atau jejaring bidan; (c)memiliki
tenaga administrasi; (d) memenuhi kriteria kredensialing atau rekredensialing; (e)
memberikan pelayanan rawat jalan tingkat pertama sesuai peraturan perundangundangan; (f) memberikan pelayanan obat; (g) memberikan pelayanan
laboratorium tingkat pratama; (h) membuka waktu pelayanan minimal 8 (delapan)
jam setiap hari kerja; dan (i) memberikan pelayanan darurat di luar jam
pelayanan.
Penetapan besaran tarif kapitasi bagi masing-masing FKTP dilakukan oleh
BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan seleksi dan
kredensialing dengan mempertimbangkan:
1. sumber daya manusia;
2. kelengkapan sarana dan prasarana;
3. lingkup pelayanan; dan

Universitas Sumatera Utara

36

4. komitmen pelayanan.
1. Pertimbangan sumber daya manusia meliputi:
a. ketersediaan dokter berdasarkan rasio perbandingan jumlah dokter dengan
jumlah peserta terdaftar; dan
b. ketersediaan dokter gigi, perawat, bidan termasuk jejaring bidan dan tenaga
administrasi.
2. Pertimbangan kelengkapan sarana dan prasarana meliputi :
a. kelengkapan sarana prasarana FKTP yang diperlukan dalam memberikan
pelayanan; dan
b. waktu pelayanan di FKTP.
3. Pertimbangan lingkup pelayanan meliputi:
a. pelayanan rawat jalan tingkat pertama sesuai peraturan perundang-undangan;
b. pelayanan obat; dan
c. pelayanan laboratorium tingkat pratama.
Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara yang telah memenuhi
persyaratan tersebut memperoleh pembayaran dengan besaran tarif kapitasi yang
didasarkan pada jumlah dokter, rasio jumlah dokter dengan jumlah peserta, ada
atau tidaknya dokter gigi, dan waktu pelayanan. Puskesmas atau fasilitas
kesehatan yang setara memperoleh kapitasi sebesar Rp.6.000,00 (enam ribu
rupiah) apabila memiliki dokter paling sedikit 3 (tiga) orang dengan perbandingan
1 (satu) orang dokter berbanding dengan paling banyak 5.000 (lima ribu) Peserta,
memiliki dokter gigi paling sedikit 1 (satu) orang, dan membuka waktu pelayanan
24 (dua puluh empat) jam setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

37

Konsep dasar sistem pembayaran kapitasi dikembangkan dari tiga prinsip
pokok yaitu:
a. Prinsip kemungkinan timbulnya risiko (risk probability)
b. Prinsip membagi risiko (risk sharing)
c. Prinsip pelayanan yang profesional (professionalism)
Tiga prinsip risk probability, risk sharing dan professionalism ini yang
terkadang belum dipahami secara menyeluruh, sehingga dampak negative
pembayaran kapitasi bisa muncul yaitu, faskes akan mengurangi waktu pelayanan
atau mempercepat waktu pelayanan, faskes tidak berusaha memperbaiki kualitas
pelayanan dan faskes akan meningkatkan rujukan ke faskes sekunder atau faskes
tingkat lanjut. Padahal metode pembayaran kapitasi ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan peran pelayanan kesehatan primer sebagai gate keeper
dalam mengendalikan mutu dan mengendalikan biaya pelayanan kesehatan.
Pembayaran kapitasi diharapkan menjadi lebih sederhana, penghasilan faskes
lebih stabil dan merata, pelayanan kesehatan lebih efektif dan efisien, dapat
mencegah kunjungan pasien yang berulang atau berlebihan dengan usaha
promotif preventif (Kuncoro, 2015).
Pembayaran kepada tenaga kesehatan dengan konsep kapitasi juga dapat
menimbulkan ketidakpuasan dari tenaga kesehatan dikarenakan besaran jasa
pelayanan yang diterima oleh tenaga kesehatan berdasarkan pada besaran dana
kapitasi yang diterima oleh puskesmas. Apabila besaran kapitasi yang diterima
oleh puskesmas kecil maka akan berdampak pada besaran jasa pelayanan yang
diterima oleh tenaga kesehatan dikarenakan tenaga kesehatan akan mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

38

jumlah jasa pelayanan yang rendah. Hasil penelitian Wintera & Hendrartini
(2005) menunjukkan bahwa 57,7% dokter puskesmas mempunyai tingkat
kepuasan yang rendah terhadap sistem pembayaran kapitasi. Hasil penelitian
tersebut dipertegas dengan keluhan dari beberapa dokter puskesmas yang
menyatakan tidak puas dengan sistem pembayaran kapitasi, dimana selain karena
jumlahnya kecil, pembayarannya terlambat dan juga tidak tahu jumlah riil peserta
di lapangan.
Suhartati (2015) mengatakan pemahaman pihak Puskesmas 5 Ilir dan
Puskesmas Merdeka masih belum mengetahui tentang pengaruh risiko keuangan
yang dihadapi dokter apabila rasio rujukan melebihi dari standar

BPJS

Kesehatan. Dengan tidak ditegakkannya kebijakan mengenai risiko finansial PPK,
akan menyebabkan banyaknya PPK yang akan melakukan rujukan sehingga PPK
mengurangi jumlah konsumsi pelayanan untuk mendapatkan laba yang memadai
dengan menurunkan mutu pelayanan.
Konsep kapitasi digunakan oleh dokter pelayanan primer karena risiko
yang dihadapi relatif kecil. Akan tetapi kontrak kapitasi ini mempunyai risiko
rujukan yang sangat tinggi karena untuk mengurangi beban yang dihadapi oleh
dokter, dokter cenderung memaksimalkan pendapatannya dengan merujuk pasien
yang mempunyai kondisi penyakit relatif sulit dan memerlukan biaya mahal.
Akibatnya pengendalian biaya dan efisiensi yang diharapkan dari pembayaran
kapitasi tidak tercapai karena meningkatnya pelayanan rujukan di rumah sakit
(Wintera & Hedrartini).

Universitas Sumatera Utara

39

2.4

Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori yang telah ada maka kerangka pikir untuk

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam skema berikut ini :

Level
Analisis
Masyarakat

Puskesmas

Input

Proses

Tenaga Kesehatan,
Obat-obatan,
Fasilitas Sarana
Kesehatan,
Gatekeeper

Pendaftaran, Pemeriksaan,
Mendapatkan Resep Obat,
Pemeriksaan Penunjang
Dasar, Pemeriksaan Lanjutan
Diterbitkan Surat Rujukan

Tenaga Kesehatan,
Obat-obatan,
Fasilitas Sarana
Kesehatan, Dana
Kapitasi,
Gatekeeper

Pendaftaran, Pemeriksaan,
Mendapatkan Resep Obat,
Pemeriksaan Penunjang
Dasar, Pemeriksaan Lanjutan
Diterbitkan Surat Rujukan

Angka
Rujukan
Rawat
Jalan
Tingkat
Pertama di
Puskesmas
Mandala

Gambar 2.3

1. Input/ Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan yaitu man, money,
materials, market, method, machine. Dalam penelitian ini input yang digunakan
yaitu ketersediaan tenaga kesehatan (man), pemahaman tentang dana kapitasi dan
gatekeeper (method), ketersediaan obat-obatan (materials) dan fasilitas sarana
kesehatan (machine).
2. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah proses yang diperlukan seorang
pasien dari awal datang sampai mendapatkan surat rujukan.
3. Output/Keluaran adalah hasil dari suatu pekerjaan , yaitu angka rujukan rawat
jalan tingkat pertama di Puskesmas Mandala.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Wajib Pt. Askes Pada Puskesmas Mibo, Puskesmas Batoh Dan Puskesmas Baiturahman Di Kota Banda Aceh Tahun 2007

2 62 101

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

3 55 124

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

3 59 149

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Puskesmas Siko Dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2014 | Ali | JIKMU 7439 14626 1 SM

0 0 17

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 16

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

0 0 16

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

0 0 2

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

0 0 10

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

0 3 3

Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2016

0 0 26