Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori

2.1.1. Struktur Modal
Salah satu tugas pokok seorang manajer keuangan perusahaan adalah
mengambil keputusan pembelanjaan. Struktur modal merupakan bauran atau
proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh
utang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa (Horne dan Wachowicz,
2007:232). Menurut Weston dan Copeland, capital structure or capitalization of
the firm is the permanent financing represented by long term debt, preferred stock
and shareholder s equity. Sedangkan Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mengatakan
capital structure (struktur modal) adalah komposisi saham biasa, saham preferen,
dan berbagai kelas seperti itu, laba yang ditahan, dan utang jangka panjang yang
dipertahankan oleh kesatuan usaha dalam mendanai aktiva (Fahmi, 2014:175).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa struktur modal (capital structure) berkaitan
dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan
perbandingan utang dengan modal sendiri. Keputusan struktur modal yang
berkaitan dengan pemilihan sumber pendanaan perusahaan yang berasal internal
maupun eksternal perusahaan akan menentukan nilai perusahaan. Pendanaan

internal perusahaan berupa laba ditahan, sementara pendanaan eksternal
perusahaan berasal dari kreditor dan pemilik perusahaan. Setiap sumber
pendanaan eksternal perusahaan, baik melalui utang maupun ekuitas mengandung
biaya, yang disebut biaya modal. Biaya modal adalah biaya riil yang harus

13

Universitas Sumatera Utara

dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan modal. Seorang manajer diharapkan
mampu menentukan komposisi yang tepat antara utang dan ekuitas untuk
membentuk struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal merupakan
struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan dan karenanya
memaksimalkan nilai perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2007:237). Menurut
Riyanto (2001: 294) struktur modal yang optimal dapat didasarkan pada aturan
struktur finansial konservatif yang vertikal yaitu menghendaki agar perusahaan,
dalam keadaan bagaimanapun jangan mempunyai jumlah utang yang lebih besar
daripada jumlah modal sendiri, atau dengan kata lain Debt Ratio tidak melebihi
50%, sehingga modal yang dijamin (utang) tidak lebih besar dari modal yang
menjadi jaminannya (modal sendiri).

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan
tingkat pengembalian. Penggunaan utang yang lebih besar akan meningkatkan
resiko perusahaan dan menyebabkan tingkat pengembalian atas ekuitas akan lebih
tinggi. Resiko yang lebih tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi
ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkan harga saham
tersebut. Oleh karena itu, struktur modal yang optimal pada suatu perusahaan
harus mencapai suatu keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehingga
dapat memaksimalkan harga saham (Brigham dan Houston, 2006:7).
Teori struktur modal menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan jangka
panjang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan, dan
harga pasar saham perusahaan. Jika kebijakan pembelanjaan perusahaan dapat
mempengaruhi ketiga faktor tersebut, maka kombinasi utang jangka panjang dan

14

Universitas Sumatera Utara

modal sendiri dapat memaksimalkan nilai perusahaan atau meminimalkan biaya
modal perusahaan atau memaksimalkan harga pasar saham perusahaan.
Empat faktor utama yang mempengaruhi keputusan struktur modal adalah

(Brigham dan Houston, 2006:7) :
1. Resiko bisnis, atau resiko inheren dengan operasi resiko jika perusahaan tidak
mempergunakan utang. Semakin tinggi resiko bisnis perusahaan maka
semakin rendah rasio utang optimalnya.
2. Posisi perpajakan perusahaan. Salah satu alasan utama menggunakan utang
adalah bunganya yang dapat menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan
mengurangi biaya utama efektif. Akan tetapi, jika sebagian besar laba
perusahaan telah dilindungi dari pajak karena perlindungan penyusutan pajak,
bunga dari utang yang masih beredar saat ini, atau karena kerugian pajak yang
dibawa ke tahun berikutnya, maka tarif pajaknya akan rendah, sehingga
tambahan utang mungkin tidak akan begitu menguntungkan dibandingkan jika
perusahaan memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi.
3. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk memperoleh modal dengan
persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk. Oleh sebab itu, baik
potensi kebutuhan dana akan di masa depan maupun konsekuensi dari
kekurangan dana akan mempengaruhi sasaran struktur modal. Semakin tinggi
kemungkinan kebutuhan modal di masa mendatang dan semakin buruk
konsekuensi dari kekurangan dana, maka neraca perusahaan harus semakin
kuat.


15

Universitas Sumatera Utara

4. Konservatisme atau keagresifan manajemen. Beberapa manajer yang agresif
menyebabkan beberapa perusahaan cenderung menggunakan utang sebagai
usaha untuk mendorong keuntungan. Faktor ini tidak memiliki pengaruh pada
struktur modal optimal yang sebenarnya atau memaksimalkan nilai.
Struktur modal dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER), yaitu
mengukur proporsi dana yang bersumber dari utang untuk membiayai aktiva
perusahaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini
digunakan untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk
jaminan utang (Kasmir, 2013). DER yang semakin tinggi menunjukkan
penggunaan utang oleh perusahaan semakin besar, sehingga resiko yang dihadapi
perusahaan pun meningkat. Sebaliknya, DER yang rendah menunjukkan
penggunaan utang perusahaan semakin rendah pula karena perusahaan cenderung
menggunakan dana internalnya untuk membiayai kegiatan operasionalnya.
Dengan demikian, resiko keuangan yang dihadapi perusahaan pun akan menurun.
Struktur modal memiliki beberapa teori dan berikut ini merupakan

penjelasan dari masing-masing teori.
2.1.1.1. The Irrelevance of Capital Structure (The Modigliani-Miller Theory)
Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor
Fraco Modigliani dan Merton Miller menerbitkan salah satu artikel keuangan
paling berpengaruh yang pernah ditulis. MM membuktikan dengan sekumpulan
asumsi yang sangat membatasi bahwa nilai sebuah perusahaan tidak terpengaruh
oleh struktur modalnya. Atau dengan kata lain, hasil yang diperoleh MM
16

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa bagaimana cara sebuah perusahaan akan mendanai
operasinya tidak akan berarti apa-apa, sehingga struktur modal adalah suatu hal
yang tidak relevan. Akan tetapi, studi MM didasarkan pada beberapa asumsi yang
tidak realistis, termasuk hal-hal berikut ini :
1. Tidak ada biaya pialang
2. Tidak ada pajak
3. Tidak ada biaya kebangkrutan
4. Investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan
5. Semua investor memiliki informasi yang sama dengan manajemen tentang

peluang-peluang investasi perusahaan di masa depan
6. EBIT tidak terpengaruh oleh penggunaan utang
Meskipun beberapa asumsi di atas merupakan suatu hal yang tidak
realistis, hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan
menunjukkan kondisi-kondisi dimana struktur modal tersebut tidak relevan, MM
juga telah memberikan kepada kita petunjuk mengenai hal-hal yang dibutuhkan
agar struktur modal menjadi relevan dan selanjutnya mempengaruhi nilai
perusahaan. Hasil karya MM menandai awal penelitian struktur modal modern
(Brigham dan Houston, 2006:33).
Penelitian MM pada 1963 yang berjudul Corporate Income Taxes and the
Cost of Capital : A Correction
perusahaan.

Peraturan

melonggarkan asumsi tidak adanya pajak

perpajakan

memperbolehkan


perusahaan

untuk

mengurangkan pembayaran bunga sebagai suatu beban, akan tetapi pembayaran
dividen kepada pemegang saham tidak dapat menjadi pengurang pajak. Perlakuan

17

Universitas Sumatera Utara

yang berbeda ini akan mengarah pada terjadinya suatu situasi dimana perusahaan
didanai 100 persen oleh utang (Brigham dan Houston, 2006:34). Hasil irrelevansi
MM juga tergantung pada asumsi bahwa perusahaan tidak akan bangkrut,
sehingga tidak akan ada biaya kebangkrutan. Namun, kenyataannya kebangkrutan
terjadi dan harganya mahal. Masalah-masalah yang berhubungan dengan
kebangkrutan kemungkinan besar akan timbul ketika sebuah perusahaan
memasukkan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya
kebangkrutan menahan perusahaan mendorong penggunaan utangnya hingga ke

tingkat yang berlebihan (Brigham dan Houston, 2006:35-36). Perusahaanperusahaan yang keuntungannya tidak stabil akan menghadapi kemungkinan
kebangkrutan yang besar. Oleh sebab itu, sebaiknya penggunaan utang bukan
menjadi prioritas utama.
2.1.1.2. Trade-Off Theory
Menurut Brigham dan Houston (2006), teori trade-off mengemukakan
bahwa perusahaan diharuskan mempertimbangkan resiko kebangkrutan antara
pembiayaan menggunakan utang dengan pembiayaan melalui penerbitan saham.
Perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan
keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah
biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization dan biaya keagenan
(agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Model ini merupakan penjabaran dari dalil Modigliani-Miller mengenai
irrelevance capital structure hipothesys. MM berpendapat bahwa dalam keadaan
18

Universitas Sumatera Utara

pasar sempurna maka nilai perusahaan dengan menggunakan utang sama dengan
perusahaan yang tidak menggunakan utang. Tetapi mereka merevisi kembali hasil

temuan mereka dengan mengatakan bahwa adanya pajak maka utang akan
menjadi relevan. Hal ini disebabkan bunga utang yang dibayarkan akan
mengurangi tingkat penghasilan yang terkena pajak, sehingga perusahaan akan
mampu meningkatkan nilainya dengan menggunakan utang (Nurita, 2012).
Trade off Model memang tidak dapat digunakan untuk menentukan modal
yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan. Tetapi melalui model ini
memberikan tiga masukan penting yaitu (Atmaja, dalam Nurita, 2012) :
1. Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih
besar tanpa harus terbebani oleh expected cost of financial distress sehingga
diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan utang lebih besar.
2. Perusahaan dengan tangible assets dan marketable assets seperti real estate
seharusnya dapat menggunakan utang lebih besar daripada perusahaan yang
memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal
ini disebabkan karena intangible assets lebih mudah kehilangan nilai apabila
terjadi financial distress dibanding standard assets dan tangible assets.
3. Perusahaan di negara dengan pajak tinggi seharusnya memuat utang yang
lebih tinggi dalam struktur modal daripada perusahaan yang membayar pajak
pada tingkat yang lebih rendah karena bunga yang dibayar diakui pemerintah
sehingga mengurangi pajak penghasilan.


19

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3. Pecking Order Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Myers dan Maljuf pada 1984.
Teori ini mendasarkan diri pada informasi asimetrik, yakni suatu situasi dimana
manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) tentang prospek perusahaan
daripada investor (Brigham dan Houston, 2006:38). Teori ini menyatakan bahwa
manajer lebih menyukai internal financing, yakni pendanaan yang berasal dari
hasil operasi perusahaan, yaitu laba ditahan.
Menurut Husnan (2006:288), jika perusahaan membutuhkan pendanaan
eksternal, manajer cenderung memilih surat berharga yang paling aman, seperti
penerbitan utang (obligasi) dibandingkan dengan penerbitan ekuitas (saham). Hal
ini dikarenakan kemungkinan true value yang lebih tinggi atau lebih rendah dari
harga di bursa mencerminkan ketidakpastian yang dihadapi para pemodal.
Meskipun demikian tidaklah berarti perusahaan akan selalu menerbitkan obligasi
dan bukan saham baru apabila perusahaan membutuhkan pendanaan eksternal.
Alasannya adalah asimetrik informasi yang tidak terlalu penting dan terdapat
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pilihan struktur modal.

Perusahaan dapat menumpuk kas untuk menghindari pendanaan dari luar
perusahaan. Hal ini dilakukan karena dana internal memungkinkan perusahaan
tidak perlu membuka diri terhadap pemodal asing. Pecking order theory
menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki keuntungan yang besar justru
memiliki utang dan resiko yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan
tidak memerlukan dana eksternal.

20

Universitas Sumatera Utara

Secara ringkas Pecking order theory pendanaan perusahaan menyatakan
sebagai berikut (Brealy, Myers, and Allen, 2006, Corporate Finance, pp.492-493)
(Husnan, 2006:288):
1. Dalam pecking order theory, tidak ada satu target debt to equity ratio karena
ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda, yaitu internal (laba
ditahan) dan eksternal (penerbitan saham).
2. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan (laba ditahan, depresiasi)
lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan (utang,
penerbitan saham).
3. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan
sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan menerbitkan
obligasi

terlebih

dahulu,

kemudian

diikuti

dengan

sekuritas

yang

berkarakteritik opsi (seperti obligasi konversi), baru kemudian bila masih
belum mencukupi saham baru diterbitkan.
4. Kebijakan dividen yang ketat dimana pihak manajemen akan menetapkan
jumlah pembayaran dividen dan target divident payout ratio yang konstan dan
dalam periode tertentu jumlah tersebut tidak akan berubah, baik perusahaan
dalam keadaan rugi maupun untung.
5. Dalam mengantisipasi kekurangan atau kelebihan dari persediaan arus kas
dengan adanya kebijakan dividen dan fluktuasi dari tingkat keuntungan.
2.1.1.4. Signaling Theory

Menurut Brigham dan Houston (2006), signaling theory merupakan suatu

tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk

21

Universitas Sumatera Utara

kepada para investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap
prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan
akan mencoba untuk menghindari penjualan saham dan lebih memilih
mendapatkan modal baru dengan cara-cara yang lain, termasuk menggunakan
utang di luar sasaran struktur modal yang normal. Bagi perusahaan dengan
prospek yang tidak menguntungkan akan menjual saham, artinya menarik
investor-investor baru untuk berbagi kerugian yang mereka alami. Hal ini
dikarenakan pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu
isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan suram.
Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari
biasanya, maka harga saham perusahaan tersebut akan menurun dan kemudian
dapat menekan harga saham meskipun prospek perusahaan cerah.
2.1.2. Profitabilitas
Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan
yang dilakukan oleh perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:107). Rasio
profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
mencari keuntungan (Kasmir, 2010:115). Profitabilitas pada penelitian ini
diproksi dengan Return On Asset (ROA). Menurut Sudana (2011:22), ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk
menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk
mengevaluasi efektifitas dan efisiensi manajemen dalam mengelola seluruh aktiva
perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin efisien penggunaan aktiva

22

Universitas Sumatera Utara

perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan
laba yang lebih besar, dan sebaliknya.
2.1.3. Likuiditas
Menurut Riyanto (2001), likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi atau
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
Brigham dan Houston (2010:38) menjelaskan bahwa likuiditas yang tinggi
menunjukkan bahwa terdapat aktiva lancar terutama arus kas bebas yang besar.
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek (Sudana, 2011:21). Salah satu
rasio likuiditas adalah current ratio. Current ratio merupakan rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan menbayar kewajiban jangka pendek atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir, 2010:111).
Artinya, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan membayar utang lancar
ditentukan oleh jumlah aktiva lancar yang tersedia. Semakin besar rasio ini
menunjukkan bahwa perusahaan semakin likuid. Rasio ini dapat dikatakan
sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu
perusahaan (Kasmir, 2010:111).
2.1.4. Struktur Aktiva
Aktiva dapat diklasifikasikan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva
lancar merupakan harta atau kekayaan yang segera dapat diuangkan pada saat
dibutuhkan dan paling lama satu tahun. Aktiva tetap merupakan harta atau

23

Universitas Sumatera Utara

kekayaan perusahaan yang digunakan dalam jangka panjang yaitu lebih dari satu
tahun (Kasmir, 2010:76-77).
Menurut Brigham dan Weston (2005:175), struktur aktiva adalah
perimbangan atau perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva. Menurut
Riyanto (2001:298) pada umumnya perusahaan industri menanamkan modalnya
dalam aktiva tetap, sehingga mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal
permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan modal asing sebagai pelengkap.
Weston dan Copeland (1992:175) menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai aktiva tetap jangka panjang lebih besar, maka perusahaan tersebut
akan banyak menggunakan utang jangka panjang dengan harapan aktiva tersebut
dapat digunakan untuk menutup tagihannya. Perusahaan dengan aktiva yang besar
akan mendorong kreditor untuk memberikan pinjaman karena risiko gagal bayar
yang dihadapi kreditor tidak terlalu besar. Sebaliknya, perusahaan yang sebagian
besar aktiva yang dimilikinya berupa piutang dan persediaan barang yang nilainya
sangat tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas masing-masing
perusahaan tidak begitu bergantung pada pembiayaan utang jangka panjang dan
lebih bergantung pada pembiayaan utang jangka pendek. Pemilihan jenis aktiva
oleh suatu perusahaan akan mempengaruhi struktur modal perusahaan tersebut.
2.1.5. Growth Opportunity
Growth opportunity (peluang pertumbuhan) adalah kesempatan yang
dimiliki perusahaan untuk dapat berkembang dan mencakup kesempatan untuk
melakukan investasi di masa mendatang (Brigham & Weston, 2005 : 457).
Perusahaan dengan tingkat peluang pertumbuhan yang tinggi berarti kesempatan
24

Universitas Sumatera Utara

bagi perusahaan untuk bertumbuh juga semakin tinggi yang berakibat pada
semakin besarnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi dan
pertumbuhannya di masa mendatang. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur
melalui total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
2.1.6. Non Debt Tax Shield
Mackie-Mason (1990) dalam Natasari (2014) membagi non debt tax shield
menjadi dua kelompok yaitu: (a) tax loss carry forward yaitu fasilitas berupa
kerugian yang dapat dikompensasikan terhadap laba paling lama lima tahun
kedepan dan (b) investment tax credit berupa fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah yang meliputi pengurangan beban pajak, penundaan pajak, dan
pembebasan pajak. Investment tax credit sebagai proksi untuk non debt tax shield
pada umumnya diberikan kepada perusahaan yang memiliki tangible asset yang
besar sehingga dapat digunakan sebagai collateral bagi pengambilan hutang.
Non debt tax shield sebagai penentu struktur modal terhadap laba rugi suatu
perusahaan selain dari utang. Menurut Bradley et al., (dalam Krisnanda dan
Wiksuana, 2015), non debt tax shield berupa depresiasi aktiva tetap. Depresiasi
merupakan pendorong pengurangan utang bagi perusahaan sehingga terjadi
penghematan pajak. Depresiasi yang semakin besar menyebabkan penghematan
pajak penghasilan juga semakin besar. Dengan demikian, non debt tax shield
diukur dengan rasio depresiasi terhadap total aktiva yang menggambarkan
manfaat pajak sebagai substitusi interest tax shield. Non debt tax shield yang
semakin tinggi pada suatu perusahaan menunjukkan komposisi utang yang

25

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam struktur modal perusahaannya semakin

rendah/sedikit

(Krisnanda dan Wiksuana, 2015).
2.1.7. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
dapat dilihat dari total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan, dan ratarata total aktiva (Seftianne dan Handayani, 2011). Menurut Riyanto (2001: 235),
ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat
dari besarnya ekuitas, total penjualan, dan total aktiva. Ukuran perusahaan pada
penelitian ini didasarkan pada total aktiva perusahaan yang dirumuskan dengan
Log natural dari total aktiva. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya utang
perusahaan cenderung disebabkan oleh ekspansi perusahaan, sehingga perusahaan
akan cenderung menggunakan utang.
Pengelolaan total aktiva yang tepat akan menghasilkan laba yang besar
bagi perusahaan. Semakin besar ukuran suatu perusahaan menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut profitable. Perusahaan yang profitable dinilai mampu
memenuhi kewajiban-kewajibannya. Ukuran perusahaan yang semakin besar juga
menunjukkan bahwa growth opportunity perusahaan tersebut semakin tinggi. Hal
ini dikarenakan laba dan aktiva yang dimiliki perusahaan besar, sehingga
perusahaan memiliki kesempatan besar untuk bertumbuh dan berkembang. Aktiva
yang besar juga akan menguntungkan perusahaan

karena akan memperoleh

manfaat pajak melalui depresiasi aktiva tetapnya.
Riyanto (2001:279) menyebutkan bahwa besarnya suatu perusahaan juga
mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan yang
26

Universitas Sumatera Utara

semakin besar akan cenderung menggunakan utang yang lebih besar pula karena
melakukan ekspansi perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut memiliki aktiva tetap yang besar pula, sehingga dapat
digunakan sebagai jaminan atas utang. Dengan kata lain, perusahaan besar
mempunyai tingkat kredibilitas yang tinggi dibandingkan perusahaan kecil,
sehingga perusahaan besar lebih mudah mendapatkan pinjaman dari kreditor.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Putu Hary Krisnanda dan I Gusti Bagus
Wiksuana (2015) dengan judul

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan

Penjualan, dan Non Debt Tax Shield Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan
Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia . Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Non Debt Tax Shield (NDTS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Struktur Modal. Berbeda halnya dengan Pertumbuhan Penjualan berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap Struktur Modal. Sementara, Ukuran
Perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Struktur Modal.
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Tias Penget Wigati (2014) dengan judul Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel
Moderating . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Return On Asset (ROA),
Current Asset (CR), Struktur Aktiva berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Struktur Modal. Sementara, Growth berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.
Ukuran Perusahaan sebagai variabel moderating memperlemah pengaruh ROA,
CR, Struktur Aktiva, dan Growth terhadap Struktur Modal.
27

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Cristie (2014) dengan judul
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal dengan Ukuran Perusahaan
Sebagai Variabel Moderating . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Growth
Opportunity dan Tangibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur
Modal serta Profitabilitas dan Non Debt Tax Shield (NDTS) berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Struktur Modal. Akan tetapi, Cost of Fiancial Distress
(RISK) tidak berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Adapun variabel
moderating pada penelitian ini, yaitu Ukuran Perusahaan dapat memoderasi
pengaruh Profitabilitas, Tangibility, RISK, Growth Opportunity, dan Non Debt
Tax Shield (NDTS) terhadap Struktur Modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2013) dengan judul Pengaruh
Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Peluang Bertumbuh, dan Profitabilitas
Terhadap Struktur Modal (Studi pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia) . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Struktur Aktiva, Size
dan Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
Sedangkan Growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Michael Dimitri dan Sumani (2013)
dengan judul Analisis Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas, Ukuran, Usia dan
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Struktur Modal . Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Likuiditas, Profitabilitas, Ukuran, dan Usia Perusahaan tidak
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Struktur Modal. Secara parsial,
Likuiditas, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Usia Perusahaan, dan Pertumbuhan
Perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Struktur Modal
28

Universitas Sumatera Utara

pada = 0.05. Berbeda halnya dengan Pertumbuhan Perusahaan yang berpengaruh
signifikan terhadap Struktur Modal pada = 0.01.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramzi E.N Tarazi (2013) dengan judul
Determinants of Capital Structure: Evidence from Thailand Panel Data . Hasil
penelitiannya

menunjukkan

bahwa

Profitabilitas,

Ukuran

Perusahaan,

Pertumbuhan Perusahaan, dan Struktur Aktiva berpengaruh positif terhadap
Struktur Modal. Sedangkan Non Debt Tax Shield berpengaruh negatif terhadap
Struktur Modal. Sementara, Cost of Financial Distress tidak berpengaruh
terhadap Struktur Modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Seftianne dan Ratih Handayani (2011)
dengan judul

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada

Perusahaan Publik Sektor Manufaktur . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Ukuran Perusahaan dan Growth Opportunity berpengaruh negatif signifikan
terhadap Struktur Modal. Kepemilikan Manajerial, dan Struktur Aktiva
berpengaruh negatif dan tidak signifikan berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Struktur Modal. Sementara, Return On Asset (ROA), Current Ratio
(CR), dan Resiko Bisnis terhadap Struktur Modal.
Berikut ini merupakan tabel ringkasan penelitian-penelitian terdahulu.

29

Universitas Sumatera Utara

No
1.

2.

Peneliti, Tahun dan
Judul Penelitian
Putu Hary Krisnanda
dan I Gusti Bagus
Wiksuana, 2015
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan, Pertumbuhan
Penjualan, dan Non-Debt
Tax Shield Terhadap
Struktur Modal Pada
Perusahaan
Telekomunikasi di Bursa
Efek Indonesia

Tias Penget Wigati, 2014
Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Struktur
Modal dengan Ukuran
Perusahaan
Sebagai
Variabel Moderating

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Variabel
Teknik
Penelitian
Analisis
Regresi
Variabel
Linier
independen:
Ukuran
Berganda
Perusahaan,
Pertumbuhan
Penjualan, dan
Non Debt Tax
Shield (NDTS)
Variabel
dependen:
Struktur Modal

Regresi
Variabel
Linier
independen:
Return On Asset Berganda
(ROA), Current
Asset
(CR),
Struktur Aktiva,
dan Growth
Variabel
dependen:
Struktur Modal
Variabel
moderating:
Ukuran
Perusahaan

Hasil Penelitian

a. NDTS
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
b. Pertumbuhan
Penjualan
berpengaruh
positif dan tidak
signifikan
terhadap Struktur
Modal
c. Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan
terhadap Struktur
Modal
a. ROA,
CR,
Struktur
Aktiva
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
b. Growth
berpengaruh
positif dan tidak
signifikan
c. Ukuran
Perusahaan
memperlemah
hubungan ROA,
CR,
Struktur
Aktiva,
dan
Growth terhadap
Struktur Modal

30

Universitas Sumatera Utara

Tabel Lanjutan 2.1 : Penelitian Terdahulu
No
3.

4.

Peneliti, Tahun dan
Judul Penelitian
Yanuar Cristie, 2014
Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Struktur
Modal dengan Ukuran
Perusahaan
Sebagai
Variabel Moderating

Variabel
Teknik
Penelitian
Analisis
Regresi
Variabel
Linier
independen:
Berganda
Profitabilitas,
Tangibility,
Cost
of
Financial
Distress
(RISK), Growth
Opportunity,
dan Non debt
tax
shield
(NDTS)
Variabel
dependen:
Struktur Modal
Variabel
moderating:
Ukuran
Perusahaan

Damayanti, 2013
Pengaruh Struktur Aktiva,
Ukuran
Perusahaan,
Peluang Bertumbuh, dan
Profitabilitas
Terhadap
Struktur Modal (Studi
pada Perusahaan Farmasi
yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia)

Regresi
Variabel
Linier
independen:
Struktur Aktiva, Berganda
Size,
Growth, dan
Profitabilitas
Variabel
dependen:
Struktur Modal

Hasil Penelitian

a. Growth
Opportunity dan
Tangibility
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
b. Profitabilitas dan
NDTS
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
c. RISK
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap Struktur
Modal
d. Ukuran
Perusahaan
memoderasi
pengaruh
Profitabilitas,
Tangibility,
RISK,
Growth
Opportunity, dan
NDTS terhadap
Struktur Modal
a. Struktur Aktiva,
Size
dan
Profitabilitas
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
b. Growth
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap Struktur
Modal
31

Universitas Sumatera Utara

Tabel Lanjutan 2.1 : Penelitian Terdahulu
No
5.

6.

Peneliti, Tahun dan
Judul Penelitian
Michael Dimitri dan
Sumani, 2013
Analisis
Pengaruh
Likuiditas, Profitabilitas,
Ukuran,
Usia
dan
Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Struktur Modal

Variabel
Penelitian
Variabel
independen:
Likuiditas,
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan,
Usia
Perusahaan,
dan
Pertumbuhan
perusahaan
Variabel
dependen:
Struktur
Modal

Teknik
Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Ramzi E.N Tarazi, 2013
Determinants of Capital
Structure: Evidence from
Thailand Panel Data

Multiple
Variabel
Regression
independen:
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan,
Pertumbuhan
Perusahaan,
Struktur
Aktiva,
Cost
of
Financial
Distress, dan
Non Debt Tax
Shield
Variabel
dependen:
Struktur
Modal

Hasil Penelitian

a. Likuiditas,
Profitabilitas,
Ukuran, Usia, dan
Pertumbuhan
Perusahaan
tidak
berpengaruh
signifikan
secara
simultan terhadap
Struktur Modal
b. Likuiditas,
Profitabilitas,
Ukuran perusahaan,
Usia
perusahaan,
dan Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
secara
parsial
terhadap Struktur
Modal
a. Profitabilitas,
Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan
Perusahaan,
Struktur
Aktiva
berpengaruh positif
terhadap Struktur
Modal
b. Non
Debt
Tax
Shield berpengaruh
negatif
dan
sigifikan terhadap
Struktur Modal
c. Cost of Financial
Distress
tidak
berpengaruh
terhadap Struktur
Modal

32

Universitas Sumatera Utara

Tabel Lanjutan 2.1 : Penelitian Terdahulu
No
7.

Peneliti, Tahun dan
Judul Penelitian
Seftianne dan Ratih
Handayani, 2011
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Struktur
Modal pada Perusahaan
Publik Sektor Manufaktur

Variabel
Penelitian
Variabel
independen:
Profitabilitas
(ROA),
Likuiditas
(CR),
Ukuran
Perusahaan,
Resiko Bisnis,
Growth
Opportunity,
Kepemilikan
Manajerial,
Struktur
Aktiva
Variabel
dependen:
Struktur
Modal

Teknik
Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Hasil Penelitian

a. Ukuran Perusahaan
berpengaruh positif
terhadap Struktur
Modal
b. Growth
Opportunity,
Kepemilikan
Manajerial,
dan
Struktur
Aktiva
berpengaruh negatif
terhadap Struktur
Modal
c. ROA, CR, dan
Resiko
Bisnis
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap Struktur
Modal

2.3. Kerangka Konseptual
Struktur modal merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan
karena merupakan indikator penting dalam menentukan sumber pendanaan
perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya.
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
(profit) melalui kegiatan operasionalnya. Tingkat pengembalian yang tinggi akan
memungkinkan perusahaan untuk membiayai pendanaan mereka secara internal,
sehingga

cenderung

memiliki

utang

yang

rendah.

Damayanti

(2013)

mengungkapkan bahwa tingkat profitabilitas dalam perusahaan mempengaruhi
struktur modalnya. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi berarti memiliki laba
ditahan yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber pendanaan internal
perusahaan. Pernyataan ini sejalan dengan pecking order theory yang

33

Universitas Sumatera Utara

mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki profit yang tinggi akan
memiliki utang yang lebih rendah karena perusahaan mengandalkan sumber
pendanaan internalnya terlebih dahulu.
Likuiditas

berkaitan

dengan

kewajibannya secara tepat waktu.

kemampuan

perusahaaan

memenuhi

Rasio likuiditas merupakan rasio yang

menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva lancar perusahaan lainnya dengan
kewajiban lancarnya ( Brigham dan Houston, 2010: 134). Perusahaan dengan
likuiditas yang tinggi cenderung tidak menggunakan pendanaan eksternal melalui
utang karena tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan dana internal yang
dimiliki perusahaan besar, sehingga perusahaan akan menggunakan dana
internalnya terlebih dahulu sebelum menggunakan dana eksternalnya. Semakin
tinggi likuiditas suatu perusahaan, maka utang yang dimilikinya pun semakin
rendah. Hal ini sesuai dengan pecking order theory dimana perusahaan lebih
menyukai internal financing untuk kegiatan operasionalnya.
Menurut Riyanto (2001:298) pada umumnya

perusahaan industri

menanamkan modalnya dalam aktiva tetap, sehingga mengutamakan pemenuhan
modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan modal asing
sebagai pelengkap. Hal ini sesuai dengan struktur finansial konservatif yang
vertikal, sehingga struktur aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Dimitri dan Sumani (2013) mendukung
pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa struktur aktiva berpengaruh
negatif terhadap struktur modal. Di sisi lain, trade off theory mengungkapkan
bahwa adanya korelasi positif antara aktiva tetap dan utang. Perusahaan yang

34

Universitas Sumatera Utara

memiliki aktiva tetap yang tinggi atas total aktiva cenderung menggunakan
leverage yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan dananya. Hal ini
dikarenakan aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atas utang perusahaan
sehingga akan meminimalkan resiko kerugian bagi kreditor jika terjadi likuidasi
perusahaan. Oleh karena itu, besarnya aktiva tetap suatu perusahaan merupakan
salah satu ukuran penting bagi kreditor dalam menyetujui kredit. Hal ini didukung
oleh pernyataan Weston dan Copeland (1992:175) bahwa perusahaan yang
mempunyai aktiva tetap jangka panjang lebih besar, maka perusahaan tersebut
akan banyak menggunakan utang jangka panjang, dengan harapan aktiva tersebut
dapat digunakan untuk menutup tagihannya. Penelitian yang dilakukan oleh
Tarazi (2013) juga mendukung pernyataan tersebut dengan menunjukkan bahwa
struktur aktiva memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal.
Perusahaan dengan tingkat peluang pertumbuhan (growth opportunity)
yang tinggi akan membutuhkan dana yang besar di masa mendatang untuk
membiayai investasi perusahaan dan pertumbuhannya. Oleh sebab itu, perusahaan
akan menggunakan sumber pendanaan eksternal, yakni utang. Perusahaan
memilih menggunakan utang terlebih dahulu dibandingkan dengan ekuitas saham
baru dikarenakan kesenjangan informasi yang tinggi antara investor dan manajer.
Adanya kesenjangan informasi tersebut menyebabkan biaya modal ekuitas saham
lebih besar dibanding biaya modal utang karena dipandang lebih beresiko
dibanding utang, sehingga para investor memberikan isyarat negatif terhadap
prospek perusahaan di masa mendatang (Seftianne dan Handayani, 2011).
Pernyataan ini sesuai dengan signaling theory yang menyatakan bahwa

35

Universitas Sumatera Utara

perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan akan mencoba untuk
menghindari penjualan saham dan lebih memilih mendapatkan modal baru dengan
cara-cara yang lain, termasuk menggunakan utang di luar sasaran struktur modal
yang normal. Selain itu, perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi mempunyai
tingkat kepercayaan yang tinggi pula dari kreditor, sehingga perusahaan lebih
memilih utang sebagai sumber pendanaan eksternalnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Tarazi (2013), dan Damayanti (2013) juga mendukung pernyataan tersebut
dengan menunjukkan bahwa growth opportunity berpengaruh positif terhadap
struktur modal.
Penghematan pajak selain berasal dari bunga sebagai akibat penggunaan
utang juga berasal dari depresiasi. Non debt tax shield yang semakin tinggi pada
suatu perusahaan menunjukkan komposisi utang yang digunakan dalam struktur
modal perusahaannya semakin rendah/sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian
Tarazi (2013) yang menunjukkan bahwa non debt tax shield berpengaruh negatif
terhadap struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Krisnanda dan Wiksuana
(2015) menunjukkan bahwa non debt tax shield berpengaruh positif terhadap
struktur modal, yakni semakin tinggi depresiasi suatu perusahaan, maka semakin
tinggi aktiva tetap yang dimiliki perusahaan, sehingga perusahaan akan lebih
mudah mendapatkan utang dari pihak luar dengan menjaminkan aktiva dari
perusahaan.
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
dapat dilihat dari total aktiva. Ketika target suatu perusahaan yang harus dicapai
semakin besar, maka perusahaan tersebut membutuhkan dana yang semakin besar

36

Universitas Sumatera Utara

juga. Umumnya, perusahaan yang besar memiliki aktiva yang besar, artinya
perusahaan mampu membiayai kegiatan operasionalnya dengan menggunakan
sumber pendanaan internal yang lebih banyak dibandingkan sumber pendanaan
eksternalnya (Cristie, 2012). Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang
lebih menyukai pendanaan internal perusahaan. Di sisi lain, ukuran perusahaan
yang semakin besar juga dapat meningkatkan utang perusahaan. Hal ini
cenderung disebabkan oleh ekspansi perusahaan. Pada umumnya, perusahaan
besar akan lebih mudah untuk memperoleh utang dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Hal ini terkait dengan tingkat kepercayaan kreditor terhadap
perusahaan besar. Perusahaan besar dinilai mempunyai aktiva tetap yang lebih
besar sehingga dapat digunakan sebagai jaminan atas utang. Pernyataan ini sesuai
dengan trade off theory, sehingga perusahaan besar cenderung mempunyai tingkat
leverage yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil. Oleh karena
itu, kebijakan utang dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan, maka semakin besar pula profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva,
peluang pertumbuhan, dan non debt tax shield suatu perusahaan. Besarnya ukuran
perusahaan menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat resiko yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ukuran kecil. Tetapi
besarnya ukuran perusahaan dapat mempermudah perusahaan dalam memperoleh
utang (Wigati, 2012).
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan
hasil penelitian sebelumnya, maka dapat disajikan kerangka konseptual sebagai
berikut.

37

Universitas Sumatera Utara

Profitabilitas (ROA)
(X1)
Likuiditas(CR)
(X2)
Struktur Modal (DER)
(Y)

Struktur Aktiva
(X3)
Growth Opportunity
(X4)
Non Debt Tax Shield
(X5)

Ukuran Perusahaan
(Variabel Moderating)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis
H1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal
H2 : Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal
H3 : Struktur Aktiva berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal
H4 : Growth Opportunity berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal
H5 : Non Debt Tax Shield berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal
H6 : Ukuran Perusahaan memoderasi hubungan antara Profitabilitas, Likuiditas,
Struktur Aktiva, Growth Opportunity, dan Non Debt Tax Shield terhadap
Struktur Modal

38

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

26 137 88

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 7 88

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

5 42 131

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

1 3 10

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

0 2 5

Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating di Bursa Efek Indonesia

0 0 17