PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM

MENEKAN ANGKA PERCERAIAN

(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

ACHMAD MUBAROK

  

NIM : 21114003

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

  

MOTTO

“Permudahlah dan jangan mempersulit,

gembirakanlah dan janganlah menakut-nakuti

  

”JUST DO IT”

PERSEMBAHAN

  Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1.

  Bapak dan Ibuku tercinta, karya ini terangkai dari keringat, kasih sayang dan do ’a kalian. Setiap keringat dan kasih sayangmu yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf, setiap do

  ’a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku.

  2. Kakak dan Adikku yang aku sayangi dan ku banggakan, semangat semagat kalian menjadi cambuk dan semangatku pula tuk belajar selalu. Semoga karya ini mampu membuat kalian bangga dan mampu menggantikan peranku sebagai kakak dan adik yang selama ini belum bisa menjadi saudara yang baik bagi kalian karena masih terabai oleh ego dan inginku.

  3. Saudara, sahabat, dan orang yang saya cintai yang tidak bisa saya sebutkan disini, seluruh keluarga besar Ma’had Al-jami’ah IAIN Salatiga dan segenap teman-teman KMW (Keluarga Mahasiswa Wonosobo) di Salatiga.

KATA PENGANTAR

  Segala piji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar sekaligus menyempurnakan akhlak. Berkat limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahnya akhirnya penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PERAN DAN EFEKTIFITAS MEDITOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018

  )” Skripsi ini penulis susun guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum syari’ah pada fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. Dengan berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis menyampaikan banyak terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Syariah.

  3. Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam dan pengasuh Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga.

  4. Bapak Farkhani, M.H. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

  5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

  6. Ketua Pengadilan Agama Salatiga, Hakim, dan beserta seluruh stafnya yang mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan telah memberikan waktu dan ilmunya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian penulis.

  7. Kepada Ibu, Bapak, Kakak, adik dan seluruh saudara penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuan dan do’anya untuk mendukung memenuhi keinginan penulis untuk tetap bersemangat.

  8. Seluruh teman-teman seperjuanganku di Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2014 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini 9. Seluruh keluarga besar Ma’had Al-jami’ah IAIN Salatiga, Direktur, Pengasuh, 10.

  Keluarga Mahasiswa Wonosobo (KMW) di Salatiga.

  11. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua bantuan dan do’a yang diberikan, semoga Allah Swt senantiasa membalas amal baik mereka dengan sebaik-baik balasan atas naungan ridhanya. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis sadar sepenuhnya bahwa karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan karya tulis selanjutnya. Penulis berharap, skripsi ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi generasi penerus, dan semoga karya kecil ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.

  

ABSTRAK

Mubarok, Achmad.

  “PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018 )”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum

  Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Farkhani, M.H. Kata kunci: Peran, Efektivitas, Mediasi

  Mahkamah Agung merevisi atau merubah Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perubahan Perma ini dituangkan dalam Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

  Perubahan Perma mediasi ini merupakan perubahan ketiga. Sebelumnya, aturan proses mediasi diatur Perma No. 2 Tahun 2003 dan Perma No.1 Tahun 2008. Perma No.1 Tahun 2016 diterbitkan karena tingkat keberhasilan Perma No.1 Tahun 2008 belum sesuai harapan. Adapun permasalahan dalam skripsi ini yaitu, bagaimana peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dan menggali prosedur mediasi, faktor penghambat dan pendukung keberhasilan mediasi, serta upaya yang dilakukan mediator dalam meningkatkan keberhasilan mediasi.

  Penelitian ini termasuk dalam jenis empiris. Karena penulis terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data primer melalui penelitian lapangan untuk menganalisa peran dan keefektifan suatu hukum. Penelitian jenis empiris ini terdiri dari penelitian terhadap identifikasi peran dan efektivitas mediasi. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif namun untuk lebih meyakinkan hasil penelitian, maka terdapat data kuantitatif, maka untuk menyusun dan menganalisis data-data penulis menggunakan metode campuran antara kualilatif dan kualitatif.

  Hasil penelitian di Pengadilan Agama Salatiga secara umum sudah menerapkan perubahan ketentuan Prosedur mediasi dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi. Hanya saja terkait batas waktu mediasi 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi tidak diberlakukan secara general 30 (tiga puluh) hari dalam semua perkara, ini dikarenakan disisi lain peradilan menganut asas cepat, sederhana, dan biaya ringan yang tujuan utamanya mengurangi penumpukan perkara di pengadilan. Artinya waktu mediasi di Pengadilan Agama Salatiga sifatnya kondisional. Terkait penerapan atau pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Salatiga sudah sejalan dengan hukum Islam. Dimana para pihak menjadikan seseorang atau pihak ketiga yang disebut hakam sebagai penengah atau juru damai. Kedua, mediasi pasca Perma Nomor 1 tahun 2016 di Pengadilan Agama Salatiga belum begitu efektif. Tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2018 sampai pada bulan Agustus adalah 0%. Sedangkan pada tahun sebelumnya atau tahun 2017 tingkat keberhasilannya 1,3 %, artinya keberhasilan mediasi mengalami penurunan dan tentu saja tingkat keefektivitasanya masih rendah.

  

DAFTAR ISI

LOG

NOTA PEMBIMBING ............................................ Error! Bookmark not defined.

  

PENGESAHAN ........................................................ Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN KEASLIAN .................................. Error! Bookmark not defined.

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 5 E. Penegasan Istilah .................................................................................. 6 F. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 7 G. Metodologi Penelitian .......................................................................... 8

  H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11

  BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Kajian Peran dan Efektivitas .............................................................. 13 B. Kajian Umum tentang Mediasi .......................................................... 17 BAB III: TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Pengadilan Agama Salatiga ................. 32 B. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga .............................. 42 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Mediasi ............... 48 D. Upaya yang dilakukan Hakim Mediator Dalam Mengatasi Masalah Mediasi ............................................................................................... 52 BAB IV: ANALISIS DATA PENELITIAN A. Analisis Peran Dan Efektivitas Mediator Hakim Dalam Menekan Angka Perceraian ............................................................................... 55 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 65 B. Saran ................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak

  diinginkan bagi pasangan menikah dimanapun. Karena pada dasarnya pernikahan adalah sebuah usaha dari pasangan laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis, dalam perceraian menyangkut beberapa aspek, seperti ekonomi maupun sosial. Meskipun diperbolehkan, namun perceraian dianggap sebagai suatu masalah sosial.

  Indonesia merupakan negara dengan angka perceraian yang cukup tinggi, khususnya kasus perceraian di Kota Salatiga yang setiap tahunnya cenderung meningkat, dalam satu hari, pasangan atau salah satu pasangan suami isteri yang mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama Salatiga bisa mencapai angka puluhan. Sementara rata-rata dalam satu hari majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga mengeluarkan 5-8 putusan cerai, dan dari data pengadilan selama tahun 2016 tercatat ada 1.457 perkara, baik perkara permohonan maupun gugatan, sementara pada tahun 2017 terdapat 1.744 perkara dan pada tahun 2018 sampai pada bulan agustus sudah terdapat 1225 perkara dan kemungkinan terus bertambah. penyebab utama perceraian masih didominasi faktor ekonomi. Banyak pasangan yang tidak bisa bertahan lantaran terhimpit masalah ekonomi.

  Banyaknya suami yang tidak bertanggung jawab, tidak bisa memberikan nafkah lahir kepada isteri dan juga faktor kekerasan dalam keluarga juga berdampak pada kasus perceraian. Kemajuan tekonologi yang terus berkembang, juga memiliki korelasi dengan semakin meningkatnya kasus perceraian. banyak pasangan yang mengajukan perceraian lantaran pasangan tingginya angka perceraian, satu di antaranya disebabkan oleh belum terkendalinya warga yang menikah di usia dini

  Melihat fenomena perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, dengan angka pertumbuhan yang meningkat, akan sangat bertentangan dengan prinsip dalam perkawinan yang mengharapakn kehidupan yang rukun dan damai. Meskipun memungkinkan untuk terjadi, perceraian harus dilakukan dihadapan pengadilan berdasarkan atas alasan-alasan serta telah diupayakan untuk didamaikan oleh hakim melalui nasehat-nasehat dalam proses mediasi. Upaya perdamaian dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap pihak yang bersengketa agar tetap menjaga komunikasi dan menata berbagai aspek kehidupan di dunia dengan baik antar sesama manusia (Mujahidin,2012:15). Walaupun dalam prakteknya, upaya perdamaian oleh mediator telah ditempuh, tetapi tetapa saja angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga cukup sulit untuk diturunkan jumlahnya.

  Mediasi perceraian sebagai salah satu penyelesaian sengketa yang hadir untuk meminimalisir efek dari masalah yang hadir dalam sengketa perceraian. maksud dari mediasi ini pun sudah jelas yaitu menghasilkan suatu putusan perdamaian agar tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan para pihak dalam perkara perceraian (Rachmadi,2003:79). Mediator yang dipilih para pihak atau ditentukan majelis hakim mempunyai peran penting agar tercapainya perdamaian antara kedua belah pihak dan bekerja atas dasar

  Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 melihat pentingnya integrasi mediasi dalam sistem peradilan. Bertolak pada pasal 130 HIR/Pasal 145 R.Bg, MA memodifikasikannya ke arah yang lebih bersifat memaksa.

  Berangkat dari pemahaman demikian, maka diterbitkanlah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 01 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai. Tujuan penerbita SEMA adalah pembatasan perkara secara substansif dan prosedural. Sebab apabila peradilan tingkat pertama mampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, akan berakibat berkurangnya jumlah perkara pada tingkat kasasi.

  Belum genap 2 tahun dikeluarkannya SEMA Nomor 01 tahun 2002, MA mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2003 yang berjudul Prosedur Mediasi di Pengadilan. Salah satu alasan PERMA diterbitkan karena SEMA Nomor 01 Tahun 2002 belum lengkap atas alasan SEMA belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan yang secara memaksa tetapi masih bersifat sukarela dan akibatnya SEMA itu tidak mampu mendorong para pihak secara intensif memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.

  Setelah dilakukan evaluasi terhadap prosedur pelaksanaan mediasi di pengadilan sesuai PERMA Nomor 02 Tahun 2003 ternyata ditemukan mendayagunakan mediasi yang dilakukan di Pengadilan, MA merevisi PERMA Nomor 02 Tahun 2003 menjadi PERMA Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun karena PERMA tersebut dirasa belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan mediasi, maka kemudian disahkanlah PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Dengan peraturan yang terus disempurnakan oleh Mahkamah Agung, tentunya sangat diharapkan bagi para hakim meditor untuk bekerja lebih efektif lagi menangani masalah perceraian agar jumlahnya bisa diminimalisir.

  Dalam penelitian ini penyusun menjadikan Pengadilan Agama Kota Salatiga sebagai subjek penelitian dengan alasan Pengadilan Agama Kota Salatiga terletak di daerah yang setiap tahunnya angka perceraian terus mengalami peningkatan, seperti yang telas dijelaskan sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui sejauh mana peran dan fungsi lembaga mediasi (mediator hakim) di Pengadilan Agama Salatiga berperan aktif dalam menekan jumlah angka perceraian.

B. Rumusan Masalah

  Pokok masalah dalam pembahasan skripsi ini terkait dengan “Peran dan Efektivitas Mediator Hakim Dalam Menekan Angka Perceraian Di Pengadilan Agama Kota Salatiga. Dari pokok masalah ini, selanjutnya akan dikembangkan menjadi dua sub masalah, yaitu:

  1. Bagaimana peran dan efektifitas mediator hakim dalam menekan angka

  perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017-2018? 2. Apa faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Salatiga? C.

  Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini untuk mengetahui peran dan upaya dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga;

  1. Untuk mengetahui peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017-2018.

  2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

  penelitian ini diharapkan dapat memberikan maanfaat atau pengaruh terhadap peneliti dan yang hendak diteliti:

1. Secara Teoritis

  Sebagai bahan referensi dan sumbangan pemikiran untuk pembaca yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut tentang peran mediator hakim dalam menekan angka perceraian. Secara praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan ilmu pengetahuan bagi semua pihak, khususnya bagi: a.

  Peneliti Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Hukum

  Keluarga Islam dan sebagai wawasan ilmu pengetahuan yang berguna ketika peneliti sudah berperan aktif dalam masyarakat.

  b.

  Masyarakat Umum sumbangan bagi khazanah keilmuan dan kepustakaan terutama terkait dengan penelitian serupa yaitu upaya hakim mediator dalam menekan angka perceraian di Kota Salatiga.

E. Penegasan Istilah

  1. Hakim adalah seorang yang mempunyai fungsi mengadili serta mengatur administrasi pengadilan.

  2. Mediator adalah pihak ketiga atau fasilitator yang bersifat netral dan

  tidak memihak, yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan para pihak yang bersengketa.

  3. Mediasi adalah proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa antara dua pihak.

4. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri

  dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.

F. Penelitian Terdahulu

  Untuk memperjelas permasalahan yang diangkat, maka diperlukan kajian pustaka untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah ada. Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan karya ilmiah yang berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan, di antaranya:

  Karya ilmiah dari Ainur Rofiq yang memuat tentang hakim mediasi berjudul “Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Yogyakarta Pasca SEMA No. 01 Tahun 2002”, dalam skripsi ini dijelaskan upaya hakim dalam mendamaikan pihak berperkara melalui jalan mediasi, dengan harapan perceraian dapat dihindarkan dan dapat memulihkan kembali tujuan perkawinan.

  Skripsi berjudul “PRAKTIK MEDIASI PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA TEMANGGUNG TAHUN 2009-

  2011)” karya Muhammad Irfa’i yang menjelaskan faktor pendorong untuk terbantunya keberhasialan mediasi antara lain, mediasi jangan dianggap sekedar formalitas tetapi hal yang substansial serta urgen, motivasi adanya penghargaan bagi mediator yang berhasil memediasi, kultur masyarakat yang tetap menganut musyawarah mufakat, penekanan pada tujuan pernikahan pada setiap keluarga, disediakannya ruangan yang kondusif, santai sekaligus memberikan informasi tentang keluarga yang bahagia, rukun, dan tenteram. Skripsi yang ketiga oleh Intan Atiqoh adalah “Efektifitas Mediasi dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Klaten), menjelaskan bahwa proses mediasi yang terjadi cenderung tidak efektif dari tingkat biaya dan yang minim, namun secara kualitatif mediasi dapat mempengaruhi sikap para pihak dalam persidangan setelah dilakukannya mediasi.

  Berdasarkan hasil pembacaan terhadap literatur-literatur tersebut penulis jadikan sebagai rujukan dan kajian pustaka, sebab berhubungan dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis, namun penelitian yang akan dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang ada, selain berbeda tempat, penelitian tersebut masih bersumber pada PERMA No.1 tahun 2008 di mana penulis akan meneliti permasalahan yang menitikberatkan pada bagaimana peran dan upaya hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Kota Salatiga dan cuga factor-faktor penghambat keberhasilan mediasi dengan peraturan yang telah diperbarui yaitu PERMA No.1 tahun 2016 tentang mediasi.

G. Metode Penelitian

  Dalam penulisan Skripsi ini penulis akan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dalam arti data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi-informasi melalui wawancara mendalam (in-depth

  interview) terhadap sejumlah responden dari hakim mediator di lingkungan Pengadilan Agama Salatiga.

2. Pendekatan Penelitian

  Pendekatan empiris adalah usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hokum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat, jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan, dengan menggunakan Teknik penelitian lapangan.

b. Pendekatan Yuridis

  Penyusun menganalisis hasil penelitian dengan dasar PERMA No.1 tahun 2016 tentang mediasi beserta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan PERMA tersebut.

  3. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Kota Salatiga, sebab angka perceraian cukup tinggi sehingga sejauh mana fungsi dari lembaga mediator ini dalam upaya menekan angka perceraian.

  4. Sumber data Karena penelitian ini menggunakan adalah penelitian lapangan, maka data diambil dari berbagai sumber, yaitu: a.

  Sumber data primer Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber. Sumber data utama ini dicatat dan direkam. Narasumber dipilih dan diurutkan sesuai kapasitasnya. Sumber data sekunder

  Sumber data sekunder yaitu data tangan kedua yang merupakan data yang diperoleh dari sumber lain, tidak langsung diperoleh dari subyek penelitiannya, data didapat secara langsung dari bahan-bahan pustaka.

5. Metode Pengumpulan Data a.

  Observasi Mengadakan pengamatan langsung terhadap mekanisme mediasi di

  Pengadilan Agama Salatiga dan sejauh mana perannya dalam upaya menekan jumlah perceraian.

  b.

  Wawancara Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung. Wawancara dalam penelitian ini dengan menggunakan dialog langsung dengan beberapa Hakim mediator di Pengadilan Agama Salatiga c.

  Dokumentasi Penyusun menggunakan beberapa sumber tertulis dalam penelitian ini, yaitu: surat keputusan, putusan-putusan perkara, data, dokumen, dan variabel lain yang berkaitan dengan proses mediasi di Pengadilan Agama Salatiga serta peraturan perundang-undangan terkait proses mediasi.

6. Metode analisis data

  Dalam analisis data penulis akan menggunakan metode deskriptif

  analisis , yaitu suatu metode dalam meneliti suatu subyek, kondisi, sistem

  metode ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, dan juga untuk mengetahui sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Setelah data terkumpul semua maka penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut. Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Karena dengan analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah peneletian.

H. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan Skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab dan tiap bab terdiri atas beberapa sub-bab yang masing-masing saling berkaitan dari awal hingga akhir bab. Adapun Perincian bab yang dimaksud dari penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

  BAB I merupakan pendahuluan yang menjadi landasan pokok untuk mengkaji masalah yang akan diteliti. Landasan pokok tersebut terdiri dari; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II pada bab ini berisi kajian teoritis yang meliputi: kajian mengenai peran dan efektifitas, pengertian hakim, meditor dan mediasi dalam sistem peradilan, dasar hukum mediasi dalam hukum islam dan mediator, prosedur dan tahapan proses mediasi.

  BAB III memaparkan tentang hasil penelitian, gambaran tempat penelitian, prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, hal-hal yang mendukung dan menghambat keberhasilan mediasi kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, serta peran dan upaya yang dilakukan hakim mediator dalam mengatasi problem-problem mediasi dalam menekan angka perceraian.

  BAB IV berisi pembahasan atau analisis terkait dengan temuan data- data yang didapat saat melakukan penelitian di lapangan dari sisi peran dan efektifitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian.

  BAB V merupakan bab terakhir dalam pembahasan Skripsi ini. Bab ini terdiri dari; kesimpulan dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

BAB II KAJIAN PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIASI A. Kajian Peran Dan Efektivitas 1. Peran Istilah “peran” dalam bahasa Inggris disebut the role, berarti

  keterlibatan atau keikutsertaan secara aktif dalam suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok yang diorganisir serta berlandaskan kemampuan dan kemauan yang memadai, turut serta dalam mewujudkan tujuan dengan rasa tanggung jawab yang dijiwai oleh rasa turut memiliki atau kesadaran dalam melaksanakan kegiatan (Rafid, 2009: 39).

  Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa Peranan dapat diartikan juga sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan sadar, yang mengikutsertakan baik jiwa maupun harta bendanya, untuk mendukung terlaksananya suatu kegiatan tertentu baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

  Konsep tentang Peran (role) menurut Komarudin (1994: 768), yaitu sebagai berikut: a.

  Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

  b.

  Pola prilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.

  c.

  Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata. d.

  Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya.

  e.

  Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang merupakan hubungan sebab akibat.

2. Efektivitas

  Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan (Soewarno, 2006: 16).

  Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga atau organisasi dapat tercapai. Hal tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau organisasi dan berguna untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga atau organisasi itu sendiri (Sedarmayanti, 2006: 61).

  Menurut Soerjono Soekanto (2007: 8), efektif tidaknya suatu hukum ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini mempunyai arti netral, tersebut, yaitu: a.

  Faktor hukum itu sendiri (undang-undang) Maksudnya adalah undang-undang dalam arti materil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.

  b.

  Faktor penegak hukum Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencangkup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung dibidang penegakkan hukum.

  c.

  Faktor perilaku masyarakat terhadap penegakan hukum Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penegak hukum adalah kesadaran hukum msyarakat, maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik, sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum. Kalau semua hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan tercapai tujuannya.

  Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan.

  Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

  Menurut Mahmudi (2005: 92), efektivitas merupakan hubungan terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan.

  Efektifitas berfokus pada outcome (hasil), program atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah mengenai hubungan arti efektivitas.

  Hubungan Efektivitas x 100% =

  Sehubungan dengan hal tersebut, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki.

  Berdasarkan pejelasantersebut diatas, maka pengukuran merupakan debgan menggunakan sasaran yang telah tersedia. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya dalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka tidak efektif. Efektivitas merupakan fungsi dari manejemen, dimana dalam sebuah efektivitas diperlukan adanya prosedur, strategi, kebijaksanaan, program dan pedoman. Tercapainya tujuan itu adalah efektif sebab mempunyai efek atau pengaruh yang besar terhadap kepentingan bersama.

B. Kajian Umum Tentang Mediasi 1.

  Pengertian

  a) Hakim

  Hakim berasal dari kata dalam bahasa arab yaitu hakimun yang diambil dari akar kata hakama-yahkumu-hakaman yang artinya memimpin, memerintah, menetapkan, memutuskan. al-hakimu bisa diartikan sebagai hakim pengadilan, bisa juga diartikan sebagai orang yang arif, orang yang bijaksana. Ada juga yang diartikan sebagai orang yang teliti, orang yang tepat, orang yang sempurna (Munawwir, 2000: 289).

  Sedangkan menurut undang-undang Republik Indonesia nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan lingkungan peradilan agama, lingkunganperadilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

  b) Mediator

  Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian, mediator yang dilibatkan dalam proses mediasi baik perorangan maupun dalam bentuk lembaga independen yang bersifat netral yang tidak memihak, karena pemihakan mediator kepada salah satu pihak akan mengancam gagalnya mediasi. Mediator berupaya menemukan kemungkinan alternatif penyelesaian sengketa para pihak (Zaidah, 2010: 29).

  Dalam PERMA No.01 Tahun 2016 menyebutkan bahwa mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

  Mediator yang dimaksud dalam PERMA ini adalah mediator yang menjalankan tugasnya di Pengadilan. Mediator yang bertugas pada Pengadilan dapat saja berasal dari hakim pengadilan atau dari mediator mediasi setelah ada penunjukan dari ketua majelis

  Mediator di Pengadilan Agama adalah hakim yang ditunjuk oleh majelis hakim yang berusaha untuk mendamaikan perkara yang masuk ke Pengadilan Agama. Ketua pengadilan menunjuk mediator hakim yang bukan hakim pemeriksa perkara yang memutus. Pada umumnya perkara yang dimediasi di Pengadilan Agama adalah perkara perceraian, poligami dan perkara kebendaan dengan prosedur yang terdapat pada PERMA No.01 Tahun 2016 yang berlaku untuk Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama, seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat 14, yaitu: “Pengadilan adalah Pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama”.

  c) Mediasi

  Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang bersifat konsensus. Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari bahasa latin yaitu “mediare” yang berarti ditengah “berada ditengah” karena orang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada ditengah orang yang bertikai. Mediator harus bersikap netral dan tidak memihak dalm penyelesaian sengketa, ia harus menjaga kepentngan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa (Abbas, 2009: 2).

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa tiga unsur penting, pertama, mediasi merupakan penyelesaian sengketa yang terjadi antara du pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bersifat sebagai nasehat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.

  Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkrit dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No.01 Tahun 2016, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

  Dari ketentuan Pasal 1 PERMA dapat dipahami bahwa esensi dari mediasi adalah perundingan antara para pihak bersengketa yang dipandu oleh pihak ketiga (mediator). Perundingan akan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dapat mengakhiri persengketaan. Dalam perundingan akan dilakukan negosiasi antara para pihak mengenai kepentingan masing- masing pihak yang dibantu oleh mediator.

2. Dasar Hukum Mediasi a.

  Mediasi dalam Islam Mediasi dalam literatur hukum islam dapat disamakan dengan

  “Tahkim” yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga yang disebut hakam sebagai penengah suatu sengeketa. Tahkim adalah “menjadikan hakim” atau dapat juga diartikan “berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya menyelesaikan persengketaanya mereka (Dahlan, 2001: 720).

  Dasar hukum mediasi sebagai usaha untuk mencapai perdamaian, firman Allah swt. Dalam surah Al-Hujurat: 9

  ۡتَغَب ۢنِإَف ۖاَمُهَنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ْاوُلَت َتۡقٱ َنيِنِم ۡؤُمۡلٱ َنِم ِناَتَفِئٓاَط نِإَو نِإَف َِِّۚللّٱ ِر ۡمَأ ٰٓىَلِإ َءٓيِفَت ٰىَّتَح يِغۡبَت يِتَّلٱ ْاوُلِتَٰقَف ٰىَر ۡخُ ۡلۡٱ ىَلَع اَمُهٰىَد ۡحِإ َنيِطِسۡقُمۡلٱ ُّبِحُي َ َّللّٱ َّنِإ ْۖآوُطِسۡقَأَو ِل ۡدَعۡلٱِب اَمُهَنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ۡتَءٓاَف

  Artinya: “Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antar keduanya. Jika salah salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

  Tafsir ayat ini memerintahkan untuk melakukan perdamaian diantara dua kelompok orang yang beriman. Seruan itu menggunakan lafadz “ashlihu” berasal dari kata “ishlah-shaluha” yang artinya manfaat, tiadanya atau terhentinya kerusakan atau diraihnya manfaat. Ishlah adalah upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Dalam kontek hubungan manusia, nilai- dua pihak retak atau terganggu, akan terjadi kerusakan dan hilang atau berkurangnya kemanfaatan yang dapat diperoleh dari mereka. Sehingga menuntut adannya ishlah, yakni perbaikan agar kembali harmonis sehingga akan menimbulkan kemaslahatan.

  Kata damai dalam bahasa Arab juga dikenal dengan al-Sulhu, yang artinya perdamian, penghentian perselisihan, pengehentian peperangan.

  

Al-Sulhu dikategorikan sebagai salah satu akad yang berisi perjanjian

  antara kedua orang yang berselisih atau mereka yang sedang berperkara untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara keduanya (Shihab, 2012: 71). Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat: 10

  

ۡمُكَّلَعَل َ َّللّٱ ْاوُقَّتٱَو ِۚۡمُكۡيَوَخَأ َنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ٞةَو ۡخِإ َنوُنِم ۡؤُمۡلٱ اَمَّنِإ

َنوُمَح ۡرُت

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” Berdasarkan dua ayat di atas memberikan petunjuk bahwa Alla swt.

  Sangat menganjurkan penyelesaian perkara atau sengketa di antara keluarga atau masyarakat pada umumnya secara damai melalui musyawarah untuk mencari jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak.

  Salah satu kegiatan dalam mediasi adalah pada hakekatnya para pihak melakukan musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan (Wirhanudin,2014:41).

  Qur’an yang menjelaskan tentang anjuran menyelesaikan konflik dengan cara mediasi juga terdapat dalam QS. An- Nisa’: 35.

  

نِإ ٓاَهِلۡهَأ ۡنِّم ا ٗمَكَحَو ۦِهِلۡهَأ ۡنِّم ا ٗمَكَح ْاوُثَعۡبٱَف اَمِهِنۡيَب َقاَقِش ۡمُتۡفِخ ۡنِإَو

ا ٗريِبَخ اًميِل َع َناَك َ َّللّٱ َّنِإ ٓۗٓاَمُهَنۡيَب ُ َّللّٱ ِقِّفَوُي ا ٗحَٰل ۡصِإ ٓاَديِرُي

  Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki- laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

  Juru damai dalam ayat di atas adalah lafadz

  “hakam”, fungsi

  utamanya adalah mendamaiakan. Menurut satu riwayat hakam disini kedudukannya hanya sebagai penengah yang mendamaikan antara suami dan istri yang sedang bertingkai. Hakam tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan bercerai atau tidak, kewenangan tetap berada ditangan pasangan tersebut (Shihab, 2012: 521).

  b.

  Mediasi dalam hukum positif Beberapa landasan yuridis upaya damai pada lembaga peradilan mengenai mediasi untuk penyelesaian perkara perdata di Indonesia, yaitu memiliki dasar hukum sebagai berikut:

  1) Pancasila dan UUD 1945, disiratkan dalam filosofinya bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah dan mufakat.

  2) HIR Pasal 130/Pasal 154 RBg, tentang kewajiban hakim untuk

  3) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor.01 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan

  Lembaga Damai. 4)

  Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

  5) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

  6) Mediasi atau APS Di Luar Pengadilan diatur dalam pasal 6 UU

  Nomor.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

  7) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.01 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

3. Tahapan tugas mediator

  Dalam menjalankan tugas sebagai seorang mediator, mediator juga mempunyai sejumlah tahapan tugas dalam proses mediasi. Mediator memperoleh tugas dan kewengan tersebut dari para pihak dimana mereka “mengizinkan dan setuju” adanya para pihak ketiga dalam pada upaya menjaga mempertahankan dan memastikan bahwa mediasi sudah berjalan sebagaimana mestinya. Pada pasal 14 PERMA Nomor 01 Tahun 2016, dalam menjalankan fungsinya, mediator bertugas: a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak.

  c. menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan.

  d. membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak.

  e. menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus).

  f. menyusun jadwal mediasi bersama para pihak.

  g. mengisi formulir jadwal mediasi.

  h. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian. i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas. j. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:

  1) menelusuri dan menggali kepentingan para pihak. 2) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak dan 3) bekerja sama mencapai penyelesaian. k. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian. l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara. m. menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara. n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

4. Pengangkatan dan syarat mediator

  Pengankatan mediator sangat tergantung pada situasi dimana mediasi dijalankan. Bila mediasi dijalankan oleh lembaga formal seperti pengadilan maupun lembaga penyedia jasa mediasi, maka pengangkatan mediator mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan sedangkan bila mediasi dijalankan oleh mediator yang berasal dari anggota masyarakat, maka pengangkatan mediator tidak mengikat dengan ketentuan aturan formal.

  Prinsip utama untuk pengangkatan mediator adalah harus memenuhi persyaratan kemampuan personal dan persyaratan yang berhubungan dengan masalah sengketa para pihak. Jika persyaratan ini telah di penuhi baru mediator dapat menjalankan mediasi. Akan tetapi jika ini tdak dipenuhi maka akan sangat sulit untuk menjalankan mediasi, di sebabkan posisi yang sangat lemah dan ketidakberdayaannya dalam menerapkan kemampuan personal.