IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAM

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN SERTA PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PETANI PEMULIA TANAMAN

Benih varietas unggul bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas suatu usaha tani,
baik usaha tani kecil maupun usaha tani besar, dan berlaku bagi semua komoditi pertanian.
Dewasa ini kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan benih varietas unggul bermutu oleh
kalangan petani, besar dan kecil, ternyata pada umumnya masih rendah untuk semua komoditi
pertanian. Perkecualian terdapat, antara lain pada usaha pertanian swasta tanaman hortikultura
dan perkebunan besar milik pemerintah. Rendahnya tingkat penggunaan benih varietas unggul
bermutu untuk segala macam komoditi pertanian sesungguhnya membuka peluang bagi industri
perbenihan dalam negeri, baik yang masih dalam taraf penangkar, maupun industri benih yang
sudah mampu membuat varietas unggul baru sendiri. Industri perbenihan yang dimaksud adalah
industri benih yang mampu membuat varietas-varietas unggul bermutu berbagai komoditi
pertanian yang sesuai dengan kondisi ekosistem tempat tumbuh dan memanfaatkan
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman plasma nutfah dalam
setiap jenis, baik yang masih potensi maupun yang nyata. Industri perbenihan nasional tidak
akan tumbuh dan berkembang apabila tidak terdapat jaminan perlindungan terhadap produk
varietas unggul baru yang mereka hasilkan. Jaminan yang merupakan hak khusus yang eksklusif
untuk mengeksploitasi varietas unggul baru yang dibuatnya, dikenal pula sebagai hak
Perlindungan Varietas Tanaman atau juga dikenal sebagai Hak Pemulia Tanaman (Plant
Breeder’s Right).1

Mengingat pentingnya keberadaan pemulia tanaman ini, pemerintah Indonesia
mengeluarkan berbagai instrument yang mengatur terkait pemulia tanaman yaitu UndangUndang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2006 Tentang Pengesahan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And
Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian).
1

Achmad Baihaki, http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/13/manfaat-danimplementasi-uu-no-29-th-2000-tentang-pvt-dalam-pembangunan-industri-perbenihan/
Diakses 5 Mei 2013

1

2

Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman bertujuan untuk meningkatkan serta memperluas

keanekaragaman tanaman agar mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia,
meningkatkan taraf hidup petani, serta diharapkan mampu mendorong perluasan dan pemerataan
kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.3 Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman
bertujuan untuk mendorong para peneliti di bidang pemuliaan tanaman meningkatkan hasil

penelitiannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia yang
memiliki daya saing tinggi di pasar global.4 Sedangkan Undang-Undang Tentang Pengesahan
International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai
Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian) bertujuan untuk menjaga
keanekaragaman sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian. 5 Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
(PVT), dan mulai diimplementasikan sejak tahun 2004. Namun demikian masih banyak
pertanyaan tak terjawab seperti, apakah UU PVT menyediakan kesempatan bagi petani dan
masyarakat lokal untuk mendapatkan hak atas ‘varietas dan pengetahuan tradisional” yang telah
dikembangkan seperti ‘hak pemulia tanaman’ yang diakomodasi dalam UU PVT, serta atas
pemegang hak PVT perusahaan besar, apakah hak-hak petani bisa terlindungi.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana implementasi perlindungan varietas tanaman di indonesia ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi petani Pemulia Tanaman di Indonesia ?

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2

Ira Puspita Sari Wahyuni, Jurnal Ilmiah “ Upaya Perlindungan Hukum Terhadap HakHak Petani Pemulia Tanaman Di Indonesia” Universitas Brawijaya ,Fakultas Hukum , Malang,
2013, Hlm.2

3
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman
4
Lindsey, Tim, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006,
Hlm. 231
5
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 4 Tentang Pengesahan International Treaty On
Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya
Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian)

2

Implementasi Perlindungan Varietas Tanaman Di Indonesia
Usaha mengembangkan pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian dengan membangun
usaha agribisnis yang berkelanjutan perlu memperhatikan keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komparatif sebagai upaya meningkatkan daya saing, berbasis sumber daya lokal agar
mampu bersaing di pasaran internasional .6

Keunggulan daya saing tersebut dihadapkan pada


tantangan preferensi konsumen perubahan bagi konsumen dan produsen dalam mengevaluasi
barang yang dikonsumsi dan diproduksi .
Saat ini jumlah temuan varietas unggul bermutu masih rendah, akibat usaha teknologi
varietas tanaman masih terbatas pada hasil penelitian lembaga penelitian pemerintah, swasta
belum banyak terlibat. Hal tersebut disebabkan adanya suasana yang tidak kondusif untuk
mendorong terjadinya inovasi, jaminan perlindungan hukum belum memadai, penghargaan pada
inventor varietas tanaman masih rendah, arti dan makna teknologi varitas tanaman dalam
perekonomian masih jauh difahami masyarakat. Melalui perlindungan HAKI yang memadai
dapat mendorong menghasilkan inovasi varietas tanaman unggul bermutu berbagai komoditi
antara lain : komoditi pangan, hortikultura dan perkebunan. Kemampuan agribisnis dalam
merespons perubahan pasar secara efisien tergantung pada industri perbenihan. Oleh karena itu,
tidak mungkin agribisnis mengalami modernisasi dan memiliki daya saing tanpa didukung oleh
kemampuan yang kuat dalam industri perbenihan.
Sunaryati Hartono menyatakan , bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan
telah maju dengan pesat, sehingga permasalahannya tidak hanya tertuju pada produk pangan
yang dapat dijadikan komoditi potensial bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan negara,
tetapi juga pada sumber penghasil pangan itu sendiri dapat direkayasa seperti terciptanya varietas
tanaman yang dapat menghasilkan produk produk unggulan.7
Kemampuan untuk menghasilkan varietas tanaman yang dapat dijadikan bibit unggul sangat
diperlukan, karena varietas tanaman merupakan faktor yang menentukan kualitas hasil pertanian.

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan varietas yang unggul antara lain varietas tanaman
yang digunakan telah berteknologi tinggi, relatif murah, dan tidak mencemari lingkungan.
6

Soekartawi, Membangun Pertanian, PT Raja Grafindo Persada, 1995, Jakarta, hlm. 78

7

C.F.G. Sunaryati Hartono, “ Aspek Globalisasi Perdagangan Internasional dan Regional
yang Berkaitan dan Berpengaruh Pada Masalah Pangan dan Pertanian di Indonesia”, Majalah
Hukum Nasional, Volume 2, BPHN, Jakarta, 1977, hlm. 26.

3

Melalui penggunaan varietas tanaman yang unggul diharapkan proses produksi menjadi lebih
efisien, lebih produktif dan menghasilkan bahan pangan yang bermutu tinggi.8
Ketentuan hukum di Indonesia yang memberikan perlindungan terhadap varietas tanaman,
pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP). Dalam UUP Tahun 1989 Pasal 7 huruf
c dikatakan bahwa semua varietas tanaman dapat dimintakan hak patennya, kecuali untuk
komoditi tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Selanjutnya UUP mengalami

amandemen menjadi UUP Tahun 1997, dimana dalam UUP Tahun 1997 ketentuan pengecualian
permohonan paten terhadap varietas tanaman dihapuskan sehingga semua jenis varietas tanaman
dapat dimintakan hak paten tanpa kecuali. UUP Tahun 1997 mengalami perubahan menjadi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP Tahun 2001). Pada Pasal 7 huruf d
diatur bahwa varietas tanaman sebagai makhluk hidup merupakan invensi yang tidak diberikan
paten. Invensi merupakan ide dari inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses .9
Perubahan-perubahan aturan perlindungan hak paten yang diberikan terhadap varietas tanaman
dilakukan berdasarkan pada pertimbangan bahwa, untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi
rakyat diperlukan upaya penelitian dan pengembangan kearah invensi teknologi yang dapat
menghasilkan bahan pangan dalam jumlah, ragam, dan kualitas yang sebanyak-banyaknya.
Namun ketentuan perlindungan varietas tanaman berdasarkan UU Paten belum dapat sepenuhnya
memenuhi harapan para pihak pemulia untuk mendapat perlindungan hukum terhadap hasil
invensinya.
Perlindungan terhadap varietas tanaman dengan menggunakan hak paten tidak dapat terus
dilakukan, dengan alasan :

8


Sarifudin Karama, Fenomena Hasil Pelepasan Varietas, Kesiapan Industri Perbenihan
dan Dampaknya Pada
Konservasi Plasma Nutfah Oleh Para Petani, Simposium Nasional Pengelolaan Plasma Nutfah
dan Pemulihan
Tanaman, Bogor 22-23 Agustus 2000, hlm. 2.
9

Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Lembaran Negara RI
Nomor 109 Tahun
2001, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4130 Tahun 2001, Pasal 1 Bagian 2

4

1. Pemegang paten akan memiliki kewenangan secara prinsip untuk melarang penggunaan
kembali benih yang telah ditanam oleh petani, dengan konsekuensi akan muncul biaya
tinggi bagi petani dan dominasi perusahaan benih besar akan semakin kuat
2. Pemuliaan yang berdasarkan pada perlindungan varietas tanaman akan tersingkir, yakni
ketika perlindungan paten tidak mendukung jenis invensi yang dihasilkan oleh petani
tradisional tidak dimintakan paten dan digunakan secara bebas diantara kelompok petani
tersebut

3. Pemberian paten memiliki sifat akan adanya hak monopoli pada benih dan/atau tanaman
yang menjadi objek produksi serta perdagangan benuh yang penting.
4. Pemberian paten akan mendukung standarisasi yang lebih tinggi serta memperkuat
kecenderungan ke arah budidaya tunggal sehingga akan mengikis keanekaragaman
hayati.
5. Pemberian paten juga mendukung bertambahnya kecenderungan monopoli pada
pemilikan tanah dan industri benih, yang memungkinkan petani kecil dan pemulis
tradisional merasakan dampak terburuk. 10
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung kegiatan pemuliaan tanaman dan memberikan situasi
kondusif bagi perkembangan industri perbenihan nasional, maka pada tanggal 20 Desember
Tahun 2000 telah disahkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman (UU PVT).
Perlindungan varietas tanaman (PVT) yang merupakan “sui generis” dari paten merupakan
perlindungan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman yang
mengandung unsur Baru, Unik, Seragam, Stabil (BUSS). Dengan adanya Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, maka keberadaan pemulia yang
melakukan pemuliaan akan terlindungi, yang menghasilkan varietas tanaman yang memenuhi
ketentuan UU PVT tersebut dapat memperoleh hak PVT dan mendapatkan manfaat ekonomi dari
hasil pemuliaannya itu.11 Perlindungan terhadap hak atas varietas baru tanaman untuk menikmati
manfaat ekonomi atas varietas temuannya merupakan salah satu wujud dari penghargaan dan

pengakuan atas keberhasilan pemulia dalam menemukan atau mengembangkan varietas tanaman
10

Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian dan Hak Paten, Bandung, Tahun 1994,
hlm.52.
11

www.bphn.go.id/datadocumentspkj-2011-15
Diakses 5 Mei 2013

5

baru. Perlindungan ini tidak terdapat di dalam perundang-undangan sebelum berlakunya UU
PVT. Hak ekonomi ini merupakan bentuk penghargaan yang diatur dalam UU PVT yang
diberikan kepada pemulia yang telah melakukan kegiatan pemuliaan, dan hak PVT ini bersifat
eksklusif. UU PVT yang memberikan perlindungan hukum bagi pemulia untuk menikmati
manfaat ekonomi dan hak-hak lainnya yang dimiliki pemulia, diharapkan dapat mendorong
kreativitas di bidang pemuliaan tanaman, sehingga dapat dihasilkan berbagai penemuan varietas
unggul bermutu yang mendukung industri perbenihan modern.
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman dan UU PVT adalah perlindungan terhadap hak ekonomi yang dimiliki oleh pemulia.
Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman tidak memberikan
perlindungan terhadap hak ekonomi yang dimiliki pemulia, tetapi memberikan perlindungan
terhadap hak moral pemulia. Sedangkan UU PVT disusun sebagai usaha untuk memberikan
perlindungan hukum atas kekayaan intelektual pemulia dalam menghasilkan varietas tanaman,
termasuk di dalamnya hak pemulia untuk menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak lainnya.
PVT diberikan kepada varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil
dan diberi nama. Suatu varietas dianggap baru apabila saat penerimaan permohonan hak PVT,
bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan atau
sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan diluar negeri
tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
Kriteria dianggap unik bila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain
yang keberadaannya telah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT. 12
Dalam UU PVT diberikan suatu hak khusus yang dimaksudkan untuk menegaskan pengakuan
atas adanya hak yang dimiliki oleh pemilik/pemegang hak, yaitu hak untuk melarang atau
memberi ijin penggunaan secara komersial dari hak pemulia tersebut. Hak yang di maksud
adalah Hak Perlindungan Varietas Tanaman (Hak PVT).
Dalam Hal ini Undang-undang memberikan hak eksklusif kepada seorang pemulia yang
menghasilkan satu varietas unggul bermutu untuk mengeksploitasi temuannya tersebut, akan
mendorong para pemulia atau kelembagaan industri benih yang mempekerjakan pemulia, untuk

berinvestasi dalam kegiatan pemuliaan dan akan berkontribusi besar terhadap pengembangan
pertanian. Latar belakang pemikiran tersebut merupakan inti landasan mengapa suatu varietas
12

Krisnani setyowati.et.al, Hak Kekayaan Intelektual dan tantangan implementasinya di
Perguruan tinggi, Kantor Hak Kekayaan Intelektual Institut Pertanian Bogor, 2005, Hlm.64

6

unggul bermutu yang baru harus diberi perlindungan berupa Hak PVT sebagaimana diatur dalam
UU RI No. 29 Th. 2000 Tentang PVT, dengan tujuan utama adalah mengembangkan dan
membangun industri perbenihan nasional guna mengantisipasi era globalisasi (persaingan
terbuka), masalah pangan nasional, kependudukan, ketenagakerjaan dan pendapatan masyarakat
secara luas, serta pemanfaatan kekayaan sumber daya hayati nasional. 13 Teori Robert M.
Sherwood adalah Economic Growth Stimulus Theory. Teori ini mengakui bahwa perlindungan
atas HAKI adalah merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi, berupa keseluruhan tujuan
dibangunnya suatu sistem perlindungan atas HAKI yang efektif.14
Dalam penerapan dan pelaksanaannya ternyata terbukti bahwa Pemuliaan masih sangat
sedikit, terutama yang dilakukan oleh petani-petani. Meskipun Undang-undang memberikan hak
eksklusif kepada seorang pemulia yang menghasilkan satu varietas unggul bermutu untuk
mengeksploitasi temuannya tersebut.
Salah satu contoh pelaksanaan dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) bekerja sama
dengan PT.Unilever Indonesia telah berhasil menemukan varietas unggul kedelai hitam yang
disebut Malika. Dan pihak UGM tidak mengajukan permohonan pendaftaran hak perlindungan
varietas tanaman, dan berdasarkan SK Menteri Pertanian no.78/Kpts/SR.120/2/2007 pada
tanggal 7 Februari 2007 Malika dilepas sebagai Varietas unggul nasional. Dan hasil penelitian
pula menunjukkan bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta belum ada petani/ peneliti yang
mendaftarkan hak PVT. Akan tetapi Pemerintah Kota dan Kabupaten di DIY telah mendaftarkan
varietas local masing-masing 9 (Sembilan) Varietas local.15 Disini terlihat bahwa masing sangat
jarang sekali petani maupun yang mendaftarkan Hak PVT nya. Hal ini sangat mengkhawatirkan
bagi hak-hak kaum petani yang dalam ilmu pengetahuannya tentang penemuan dan
pengembangan akan varietas suatu tanaman masih tergolong sangat rendah. Hal ini bukan tidak
13

Achmad Baihaki, http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/13/manfaat-danimplementasi-uu-no-29-th-2000-tentang-pvt-dalam-pembangunan-industri-perbenihan/
Diakses 5 Mei 2013
14
Sherwood Robert M., Intellectual Property and Economic Development: Westview
Special Studies in Science,Technology and Public Agency, Westview Press Inc, San Fransisco,
1990., dikutip dari Nina Nurani, artikel “Paten Sebagai Alternatif Perlindungan Hukum Bagi
Inventor Teknologi Varietas Tanaman Meningkatkan Daya Saing Agribsinis Mendukung
Pembangunan Ekonomi”, Hlm.7
15

Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, Hlm.490 dari
www.mimbar.hukum.ugm.ac.id
Diakses 5 Mei 2013

7

mungkin menjadi ajang kesempatan bagi perussahaan-perusahaan yang memiliki modal besar
dan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tinggi untuk andil sangat besar didalam mengambil
kesempatan ini, yang pada akhirnya para petani local hanya menjadi alat untuk penjualan produk
unggulannya tersebut.
Perlindungan Hukum Bagi Petani Pemulia Tanaman
Konsistensi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman
dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Petani Pemulia Tanaman.
Pada ketentuan yang terdapat dalam pasal 9 ayat (3) berbunyi sebagai berikut:
Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin.
Ketentuan ini mewajibkan perorangan dan badan usaha dalam mencari dan mengumpulkan
plasma nutfah harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pemerintah. Maka ketentuan ini juga
berlaku bagi petani pemulia tanaman yang masuk dalam kategori perorangan. Dengan demikian
badan hukum dan perorangan harus melewati cara yang sama dalam melakukan pencarian dan
pengumpulan plasma nutfah yakni harus memperoleh ijin dari menteri.
Pasal selanjutnya adalah pasal 12 yang berbunyi:
(1) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu
dilepas oleh Pemerintah.
(2) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dilarang diedarkan.
(3) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelepasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan di atas juga memberikan aturan yang sama bagi perorangan dan badan usaha apabila
ingin melakukan pelepasan terhadap hasil pemuliaan tanaman. begitu pula pada pasal 14 yang
berbunyi:
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dilakukan oleh Pemerintah dan
dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin.
8

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
lebih lanjut oleh Pemerintah.16
Pemberlakukan aturan yang sama terhadap badan hukum dan perorangan. Hal ini tentu
menimbulkan ketidakadilan bagi petani pemulia tanaman di Indonesia yang memiliki
kemampuan yang berbeda dengan badan hukum baik dari segi sumber daya manusia dan materiil
mengingat proses yang harus dilakukan rumit dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka
dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang
Sistem Budidaya Tanaman masih belum konsisten memberikan perlindungan hukum bagi hakhak petani pemulia tanaman di Indonesia.17
Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian sejumlah pasal UU No.
12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman melalui pengujian materiil dengan memberi
tafsir konstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan inkonstitusional bersyarat
terhadap kata “perseorangan” dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman tidak
termasuk petani kecil. Artinya, petani kecil dibebaskan mengembangkan varietas unggul tanpa
harus mendapat izin pemerintah.
“Kata ‘perseorangan’ dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil,”
Sehingga redaksional Pasal 9 ayat (3) berubah menjadi berbunyi, “Kegiatan pencarian dan
pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh
perorangan atau badan hukum berdasarkan izin kecuali untuk perorangan petani kecil.”
Demikian pula Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,
dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. Sehingga redaksional Pasal 12 ayat (1)
berubah menjadi berbunyil, “Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum
diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan
petani kecil dalam negeri.”
16

Ira Puspita Sari Wahyuni, Jurnal Ilmiah,..Op.Cit, Hlm.6

17

Ibid.hlm.7

9

kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah oleh badan hukum harus berdasarkan izin.
Hal ini bisa menimbulkan kerugian serius bagi petani. Misalnya mengumpulkan plasma nutfah
ternyata setelah diedarkan, tanpa izin dan tanpa dilepas oleh Pemerintah, hasilnya tidak baik atau
kurang atau malahan tanpa hasil. Tetapi, bagi perorangan petani kecil yang sehari-hari kehidupan
mereka di sektor pertanian tidak mungkin akan berbuat sesuatu yang merugikan diri mereka
sendiri. “Sebagai petani kecil warga negara Indonesia, Pemerintah yang berkewajiban
memajukan kesejahteraan umum, harus membimbing dengan melakukan pendampingan kepada
mereka, bukan malahan mempersulit mereka dengan keharusan mendapatkan izin. 18
Konsistensi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Petani Pemulia
Tanaman.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
ini yang dimaksud dengan:
1.

Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan

khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya
dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman;
2.

Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada

pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri
varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakannya selama waktu tertentu;
3.

Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari

suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan
dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan;
18

Ringkasan Permohonan Perkara Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang
“Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman”

10

4.

Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan

penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan
varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
5.

Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan

pemuliaan tanaman.
Undang-Undang ini memfasilitasi perkembangan bioteknologi modern yang memproduksi
varietas yang baru melalui rekayasa genetika. Namun, UU ini kurang memberikan perlindungan
terhadap varietas tradisional yang telah dikembangkan oleh petani, karena sangat sulit bagi
petani dengan varietas tradisionalnya untuk memenuhi kriteria seragam dan stabil sebagaimana
disyaratkan oleh UU PVT. Dalam kaitannya dengan hak-hak pemulia dan hak-hak petani, UU
PVT memberikan perlakuan yang tidak sama antara hak-hak pemulia dan hak-hak petani, dan
mempromosikan perlindungan yang kurang seimbang antara kepentingan umum dan
kepentingan pemegang hak PVT. Hal ini disebabkan karena UU PVT ini dibuat untuk
melindungi hak-hak pemulia, peneliti dan pemulia tanaman yang komersial, dan bukan untuk
melindungi hak-hak petani.19
Hak-hak petani di Indoensia tidak tercantum dalam UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (SBT). Kedua peraturan perundang-undangan itu hanya melindungi hak-hak pemulia
varietas tanaman atau pembenih yang biasanya merupakan perusahaan benih. Selain itu kedua
UU tersebut (UU PVT, SBT) bersama UU Paten tidak menguntungkan petani karena memang
tidak dirancang untuk menguntungkan dan melindungi petani. UU itu hanya dirancang untuk
melindungi peneliti, industri pertanian dan bioteknologi sebagai bagian dari perjanjian ekonomi
global, WTO.20 Undang-undang ini bisa sangat membahayakan petani karena mengekang
kreativitas petani untuk menemukan atau proses pemulian varietas tanaman, sehingga dapat juga

19

http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg22720.html

20

Agus Sardjono sebagai Ahli Hukum dari Universitas Indonesia (UI) dalam acara Dialog
Petani tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang diselenggarakan Aliansi Petani
Indonesia (API), Third World Network (TWN) dan UNDP di Jakarta, dikutip dari
http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg22720.html

11

mengakibatkan terhalanginya akses orang atau individu/kelompok petani terhadap pemenuhan
hak atas pangan.21
Didalam Undang-Undang PVT tersebut terlihat pemberian perlindungan kepada pemulia
tanaman secara umum tanpa memberikan perlindungan khusus kepada petani. Perlindungan yang
diberikan berupa hak eksklusif yang sifatnya individual atas varietas baru yang telah terdaftar.
Perlindungan mengenai Hak Petani (Farmer’s Rights) di dalam UU PVT sangatlah minim. Hal
ini dapat dilihat dengan hanya terdapatnya satu ketentuan terkait dengan hak istimewa petani
(farmer’s privilage) yang diatur dalam UU PVT. Ketentuan yang mengatur mengenai hak
istimewa petani terdapat Dalam pasal 7 disebutkan bahwa “Varietas lokal milik masyarakat
dikuasai oleh Negara”. Ketentuan ini berarti varietas lokal yakni varietas yang telah ada dan
dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat dikuasai oleh
negara10. Dengan ketentuan ini maka petani dapat menggunakan varietas tersebut tanpa perlu
membayar karena varietas itu pada dasarnya menjadi milik petani yang penguasaannya
dilakukan oleh negara. Dan kedua ada pada Pasal 10 ayat 1 (a) UU PVT tentang hal-hal yang
tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak PVT. Ketentuan Pasal 10 Ayat 1 (a) UU PVT
tersebut berbunyi: “Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT apabila: “
a. Penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang tidak untuk tujuan
komersial.
Dalam penjelasan Pasal 10 Ayat 1(a) UU PVT ini disebutkan bahwa:
“Yang di maksud dengan tidak untuk tujuan komersial adalah kegiatan perorangan terutama para
petani kecil untuk keperluan sendiri dan tidak termasuk kegiatan kegiatan menyebarluaskan
untuk keperluan kelompoknya. Hal ini perlu ditegaskan agar pangsa pasar bagi varietas yang
memiliki PVT tadi tetap terjaga dan kepentingan pemegang hak PVT tidak dirugikan.”
Ketentuan mengenai hak istimewa petani (farmer’s privilage) dalam ketentuan Pasal 10 Ayat 1(a)
UU PVT ini, bertujuan untuk melindungi hak petani kecil untuk menyimpan sebagian hasil
panen (benih) dari varietas tanaman yang dilindungi untuk digunakan kembali pada musim
tanam berikutnya. Namun kategori “petani kecil” yang memperoleh hak istimewa petani
(farmer’s previlage) ini tidak terdapat pengaturannya dalam UU PVT Tidak terdapatnya definisi
dari “petani kecil” yang dapat memperoleh hak istimewa petani (farmer’s previlage) dapat
21

Gunawan, et.al, Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Panduan Aksi Hukum,
Working Paper IHCS-API Desember 2009, Hlm.5

12

menciptakan multitafsir dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya. Tanpa adanya
ketentuan yang mengatur mengenai kategori petani yang dapat memperoleh hak istimewa petani
(farmer’s previlage), maka petani akan sangat rentan terhadap dakwaan melakukan propagasi
yang dilarang undang-undang maupun sertifikasi liar. Selain mengenai definisi dari “petani
kecil”. Istilah “tidak untuk tujuan komersial” dan “untuk keperluan sendiri” yang digunakan
dalam penjelasan Pasal 10 Ayat 1(a) UU PVT juga dapat ditafsirkan sebagai pembatasan
terhadap kegiatan petani untuk menjual atau mengkomersialkan hasil akhir varietas tanaman
yang dilindungi (yang juga merupakan hasil panen) dari tanaman yang ditanamnya sendiri.
Pasal 6 ayat (3) huruf h yang menyatakan bahwa,

“Hak untuk menggunakan varietas

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi kegiatan: h. mencadangkan untuk
keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c, d, e, f, dan g.”
Bahwa dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf h yang mana hak untuk mencadangkan untuk
menjual atau memperdagangkan, dan manawarkan yang merupakan hak Pemulia Tanaman
dengan kata lain pihak selain Pemulia Tanaman yang tanpa seijin Pemulia Tanaman, berdasarkan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (3) Huruf H, tidak diperkenankan untuk
mencadangkan untuk keperluan-keperluan yang terdapat dalam butir a-g Pasal 6 ayat (3)
bertentangan dengan praktik-praktik tradisonal petani yang cenderung bercorak kegotongroyongan. Pembatasan hak petani dalam pemulian benih jelas tidak sesuai dengan Pasal 28 C
(1) UUD 1945, dimana,

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.” 22
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kaitan perlindungan hukum dengan hak asasi manusia juga tersirat dalam UUD 1945 (Hasil
Amandemen) Pasal 28 D Ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”. Sedangkan Pasal 28 I Ayat (2) menyatakan : “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan

22

Gunawan, et.al, Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Panduan Aksi
Hukum…,Op.Cit Hlm.7

13

yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman memang
memberikan hak eksklusif kepada seorang pemulia yang menghasilkan satu varietas unggul
bermutu

untuk

mengeksploitasi

temuannya

tersebut,

yang

secara

ekonomis

sangat

menguntungkan bagi pihak pemulia varietas tersebut. Namun disisi lain Undang-Undang
Perlindungan Varietas Tanaman hanya memberikan sedikit perlindungan terhadap petani pemulia
tanaman melalui keberadaan pasal 7 dan pasal 10. Namun perlindungan tersebut sifatnya implisit
dan terdapat beberapa persyaratan dibaliknya sehingga belum mampu mengakomodasi hak-hak
petani pemulia tanaman di Indonesia.
Pada dasarnya, pengetahuan tradisional dapat dilindungi dengan perundangundangan sistem
sui generis atau mandiri di luar HKI, sebab melihat karakteristik yang berbeda antara HKI dan
pengetahuan tradisional, maka akan sulit perlindungan pengetahuan tradisional dimasukkan
dalam perundang-undangan HKI. Perlindungan bagi pengetahuan tradisional yang paling
memungkinkan dilakukan pemerintah Indonesia sekarang adalah dengan memperkuat database
atas pengetahuan tradisional yang ada di Indonesia. Hal ini digunakan sebagai dasar bahwa
pengetahuan tradisional tersebut memang menjadi milik Indonesia sehingga ketika ada pihak lain
yang mengklaim Indonesia sudah mempunyai dasar yang kuat untuk menolak.
pemerintah juga perlu membentuk regulasi yang isinya memberi perlindungan atas
pengembangan benih yang dilakukan petani. Pasalnya, setiap daerah punya benih yang khas dan
petani membudidayakannya untuk memenuhi kebutuhan benih. Atas dasar itu petani di daerah
tergolong mampu memenuhi kebutuhan akan benih. Untuk menjaga kondisi itu ia mengusulkan
agar subsidi pemerintah untuk petani diarahkan pada pengembangan dan membudidayakan benih
tanaman lokal. pemerintah harus merevisi bermacam kebijakan lama yang berkaitan dengan
sistem pembenihan. Misalnya, selama ini pemerintah mengucurkan subsidi benih. Namun
bantuan itu mengakibatkan petani kecil tidak punya kesempatan menciptakan dan mengedarkan
benih. Mengacu hal tersebut pemerintah dituntut untuk melibatkan petani dalam pemuliaan
benih. pemuliaan benih yang dilakukan, petani mampu menghasilkan ribuan varietas untuk satu
jenis tanaman. Seperti padi, petani mampu menghasilkan sampai 6 ribu varietas, sedangkan
perusahaan yang memproduksi benih hanya bisa menciptakan varietas yang jumlahnya sedikit. 23
23

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52149b04e83d6/pemerintah-harusperbaiki-regulasi-pembenihan-tanaman

14

pemuliaan benih yang dilakukan petani bersinggungan dengan kedaulatan pangan. Oleh karena
itu, pembudidayaan benih yang dilakukan petani dapat menjawab persoalan ketahanan pangan
yang dihadapi Indonesia. Namun ia mengingatkan masalah ketahanan pangan berkaitan dengan
sebuah proses yang panjang. Mulai dari produksi sampai distribusi.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Baihaki, http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/13/manfaat-dan-implementasi-uuno-29-th-2000- tentang-pvt-dalam-pembangunan-industri-perbenihan/
Diakses 5 Mei 2013
Ira Puspita Sari Wahyuni, Jurnal Ilmiah “ Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak
Petani Pemulia Tanaman Di Indonesia” Universitas Brawijaya ,Fakultas Hukum ,
Malang, 2013
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman
Lindsey, Tim, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 4 Tentang Pengesahan International Treaty On Plant
Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya
Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian)
Soekartawi, Membangun Pertanian, PT Raja Grafindo Persada, 1995, Jakarta
C.F.G. Sunaryati Hartono, “ Aspek Globalisasi Perdagangan Internasional dan Regional yang
Berkaitan dan Berpengaruh Pada Masalah Pangan dan Pertanian di Indonesia”, Majalah
Hukum Nasional, Volume 2, BPHN, Jakarta, 1977
Sarifudin Karama, Fenomena Hasil Pelepasan Varietas, Kesiapan Industri Perbenihan dan
Dampaknya Pada Konservasi Plasma Nutfah Oleh Para Petani, Simposium Nasional
Pengelolaan Plasma Nutfah dan Pemulihan Tanaman, Bogor 22-23 Agustus 2000

15

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian dan Hak Paten, Bandung, Tahun 1994
www.bphn.go.id/datadocumentspkj-2011-15
Diakses 5 Mei 2013
Krisnani setyowati.et.al, Hak Kekayaan Intelektual dan tantangan implementasinya di Perguruan
tinggi, Kantor Hak Kekayaan Intelektual Institut Pertanian Bogor, 2005
Gunawan, et.al, Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Panduan Aksi Hukum, Working Paper
IHCS-API Desember 2009
Sherwood Robert M., Intellectual Property and Economic Development: Westview Special
Studies in Science,Technology and Public Agency, Westview Press Inc, San Fransisco,
1990., dikutip dari Nina Nurani, artikel “Paten Sebagai Alternatif Perlindungan Hukum
Bagi Inventor Teknologi Varietas Tanaman Meningkatkan Daya Saing Agribsinis
Mendukung Pembangunan Ekonomi”
Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, dari www.mimbar.hukum.ugm.ac.id
Diakses 5 Mei 2013
Ringkasan Permohonan Perkara Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang “Hak-hak Petani
Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman”
http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg22720.html
Diakses 6 september 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52149b04e83d6/pemerintah-harus-perbaiki-regulasipembenihan-tanaman
Diakses 6 september 2013

16