ILMU DAN BAHASA paling berjasa di. pdf

ILMU DAN BAHASA
Parlindungan Pardede
parlpard2010@gmail.com
Universitas Kristen Indonesia

Abstrak
Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena bahasa
merupakan sarana utama pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Makalah ini
membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa

sebagai

landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu,
karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu, dan upaya-upaya yang
dapat

dilakukan

untuk

mengembangkan


bahasa

sebagai

pendukung

pengembangan ilmu, dan peran Pusat Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia
sebagai bahasa yang mendukung pengembangan ilmu.

Pendahuluan
Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa
berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap
penelitian ilmiah tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa,
matematika (sarana berpikir deduktif) dan statistika (sarana berpikir induktif)
sebagai sarana berpikir (Sarwono, 2006: 13). Upaya-upaya penyebarluasan ilmu
juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. Setiap
forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai sarana utama. Aktivitas-aktivitas

yang diarahkan untuk memahami, mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsepkonsep ilmu tidak dapat diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana.

Makalah ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan
bahasa

sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam

pengembangan ilmu, karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu,
dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai
pendukung pengembangan ilmu. Pembahasan diawali dengan memaparkan
hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan pembahasan
tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti hubungan
bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi. Setelah itu,
pembahasan dilanjutkan dengan mengupas karakteristik bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu dan diakhiri dengan gambaran singkat tentang gebrakan
Pusat Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
mendukung pengembangan ilmu.

Hakikat Ilmu
Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) merupakan dua bidang yang
berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman,
pikiran, perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi

dengan orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk
pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Pengertian ini
selaras dengan penjelasan Suriasumantri (1990: 293) bahwa ―... knowledge ...
merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu

2

seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi...―. Menurut
Hornby (1994: 760), Ilmu (science) merupakan pengetahuan yang disusun secara
teratur (sitematis), khususnya pengetahuan yang diperoleh melalui observasi, dan
pengujian fakta. Selaras dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring
(2008) mendefinisikan ilmu sebagai ―pengetahuan tentang suatu bidang yg
disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.‖ Secara lebih terperinci,
Allot (1989) membatasi ilmu sebagai: ―A branch of study which is concerned with
either a connected body of demonstrated truths or with observed facts
systematically classified and more or less colligated by being brought under
general laws and which includes trustworthy methods for the discovery of new
truth within its own domain...‖
Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan di atas juga didukung oleh Sandjaja

dan Heriyanto (2006: 5-6) dengan mengatakan bahwa pengetahuan (ordinary
knowledge) merupakan sesuatu yang diketahui ‗langsung dari pengalaman,
berdasarkan panca indera, dan olahanakalbudi yang spontan. Pengetahuan
mencakup segala sesuatu yang dilihat, didengar, dikecap, dicium, diraba, dan
hadir dalamkesadaran kita. Pengetahuan seperti ini biasanya bersifat spontan,
subjektif atau intuitif. Sedangkan ilmu (pengetahuan ilmiah) merupakan
pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang telah disusun secara metodis,
sitematis, dan koheren. Ilmu diperoleh dari berbagai upaya yang dilakukan untuk
menyelidiki dan mengembangkan pemahaman manusia tentang dunia fisik dan
fenomena yang berlangsung di dalamnya. Melalui metode-metode ilmiah yang

3

dirancang secara sistematis, para ilmuwan menggunakan bukti-bukti fisik yang
teramati tentang gejala-gejala alam untu mengumpulkan data, dan menganalisis
data tersebut untuk menjelaskan fenomena dimaksud. Metode-metode tersebut
mencakup observasi, eksperimen, maupun pengamatan berperan serta. Dengan
demikian, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian.
Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa ilmu merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang

dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode
penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan
dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren.
Berdasarkan definisi ini,dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki empat ciri:
diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode tertentu dan langkahlangkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentu dari kenyataan, dan
disusun secara koheren.

Hakikat Bahasa
Bahasa adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan
berpikir. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia.
Bahasa membuat manusia mampu mendominasi mahluk lain dimuka bumi, baik
yang berada di darat, laut, maupun udara.
Berbagai definisi tentang bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek
terpenting: fungsional dan formal. Aspek fungsional merujuk pada fungsi bahasa
yang begitu penting dalam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media

4

yang dimiliki bersama dan digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat,
gagasan dan perasaan. Aspek formal merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata

bahasa) yang digunakan untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu katakata menjadi kalimat yang bermakna. Aspek formal menurut Miller (1974: 8),
meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Kedua aspek ini terungkap
dengan jelas dalam definisi The Random House Dictionary of the English
Language (dalam Brown, 1987: 4), yang menyatakan bahasa sebagai ―… any set
or system of linguistic symbols as used in a more or less uniform fashion by a
number of people who are thus enabled to communicate intelligibly with one
another.‖ Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (2008) mendefinisikan bahasa
sebagai ―sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.‖ Hal
yang sama juga mendapat penekanan dalam definisi yang diutarakan oleh
Wardaugh (1972: 3): ―Language is a system of arbitrary vocal symbols used for
human communication.‖, definisi yang diajukan Pusch (1979: 3): ―Language is
the systematic, structured verbal and, in most cases, written code used for
communication among a group of people.‖ maupun definisi Nielsen dan Nielsen
(1979: 3) yang mengatakan bahwa bahasa adalah: ―… a hierarchical system of
arbitrary symbols related to each other by rules and used by humans for
communication and socialization.‖
Sistem (tata bahasa) setiap bahasa biasanya dibangun secara hirarkis oleh
lima unsur yang: fonem, morfem, sintaksis, dan semantik. Fonem merupakan
unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari


5

satu kata. Sebagai contoh, kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena
perbedaan pada fonem /r/ dan /s/. Kata tadi dan tari memiliki arti yang berbeda
karena perbedaan pada fonem /d/ dan /r/. Morfem merupakan unsur terkecil dari
pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa
Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua
morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan
morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. Sintaksis merupakan
proses penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang
berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau
subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya
pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja
selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa
Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua
dalam suatu kalimat. Semantik merupakan bidang yang mempelajari arti dan
makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.
Makna atau pesan yang disampaikan dalam komunikasi tidak hanya
disalurkan melalui keempat unsur bahasa di atas, tetapi juga melalui unsur-unsur

komunikai non-verbal. Dalam komunikasi, unsur-unsur verbal yang disusun oleh
fonem, morfem, sintaksis, dan semantik membentuk ‗the-what‘ yang diucapkan,
sedangkan unsur paralanguage membentuk ‗the-how‘. Unsur komunikasi nonverbal terdiri dari paralanguage dan bahasa tubuh (body language). Unsur
paralanguage mencakup intonasi, tempo, ritme, dan penekanan (accentuation),
sedangkan unsur bahasa tubuh, antara lain terdiri dari ekpresi wajah, tatapan mata,

6

gerak-gerik tubuh, cara duduk, berdiri, pakaian dan lain-lain. Pentingnya
memahami unsur paralanguage dalam komunikasi dapat dilihat, misalnya, dalam
pengucapan kata ―Bagus‖, dengan intonasi yang berbeda. Dengan intonasi yang
tepat, kata itu bisadigunakan untuk mengungkapkan pujian atau, sebaliknya,
ejekan. Contoh yang lain dapat dilihat pada perubahan makna hanya karena
penggunaan intonasi yang berbeda dalam dua kalimat berikut (Nisen and Nielsen,
1979).

Woman, without her man, is nothing.
Woman, without her, man is nothing.

Bahasa tubuh merupakan unsur komunikasi yang sangat kompleks. Gerakgerik tubuh yang mungkin dilakukan seseorang saja bisa mencapai 700,000 jenis,

sehingga mengklasifikasikannya merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu,
untuk tujuan praktis dalamkomunikasi, kita hanya perlu memahami bahasa tubuh
yang lazim digunakan saja (National Literacy Trust, 2008). Sebagai contoh, untuk
menunjuk, orang Amerika menggunakan jari telunjuk,orang Jerman dengan jari
kelingking, orang Jepang dengan seluruh jari, dan sebagian orang di Asia dengan
jari jempol. Dalam budaya Barat, kontak mata langsung yang normal dianggap
positif, sedangkan tatapan yang lama dianggap sebagai ‗undangan seksual‘. Di
budaya Arab, kontak mata yang lama dianggap sebagai tanda keseriusan dan
ketulusan. Sedangkan di Jepang Amerika Latin orang mencegah kontak mata
untuk menunjukkan rasa hormat.

7

Peran Bahasa Dalam Ilmu
Peran bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa
sebagai media berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu,
pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian: (1)
hubungan bahasa dan pikiran dan (2) bahasa sebagai media komunikasi.

(1) Hubungan Bahasa dan Pikiran

Berpikir merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari
hanya oleh orang yang melakukan aktivitas itu. Miller (1983: 172) mengatakan:
―Thinking, by all definitions, is a covert activity, witnessed only by the person in
it.‖ Lebih jauh, Miller mengatakan bahwa tindakan berpikir sering digambarkan
sebagai kegiatan berbicara pada diri sendiri (intrapersonal communication),
mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental. Dengan kemampuan
berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang
tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya. Kemampuan berpikir juga
kadang-kadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tanpa mencoba
berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).
Peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa
sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi
ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami,
menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir,
bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang dibutuhkan

8

untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan.

Setiap kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya, dia tidak
perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Makalah-makalah yang
relevan, yang berfungsi sebagai representasi mental tentang harimau, sudah dapat
membantunya untuk memikirkan hewan itu. Cassirer (dalam Suriasumantri, 1990:
71) mengatakan manusia adalah Animal symbolicum, mahluk yang menggunakan
simbol, yang secara generik mempunyai cakupan lebih luas dari homo sapiens,
mahluk yang berpikir. Tanpa kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan
berpikir secara sistmatis dan teratur tidak dapat dilakukan.
Bahasa memang tidak selalu identik dengan berpikir. Jika seseorang ditanya
apa yang sedang dipikirkannya, dia akan menggambarkan pikirannya melalui
bahasa.meskipun pikirannya tidak berbentuk simbol-simbol linguistik ketika dia
ditanya, dia pasti mengungkapkanpikiran itu dalam bentuk simbol-simbol
linguistik agar proses komunikasi dengan penanya berjalan dengan baik. Namun,
meskipun bahasa tidak identik dengan berpikir, berpikir tidak dapat dilakukan
tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yang dimiliki seseorang akan
menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya. Berbagai filsuf menyatakan
bahwa suku-suku primitif tidak dapat memikirkan hal-hal yang ‗canggih‘ bukan
karena mereka tidak dapat berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidak dapat
memfasilitasi mereka untuk melakukannya (Miller, 1983: 176). Kenyataan ini
terungkap jelas dalam diri mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan
berhasil menyelesaikan studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan
dalam proses pembelajaran. Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam

9

proses ini, tidaklah berlebihan bila Tomasello (1999) menegaskan bahwa bahasa
adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan.
Selaras

dengan itu,

pandangan

berbagai

antropolog budaya

juga

menunjukkan bahwa bahasa juga berperan dalam membentuk, mempengaruhi,
dan membatasi pikiran. Penelitian tentang kemampuan mengingat warna
membuktikan bahwa peserta yang bahasa ibunya memiliki kata untuk warna yang
diujikan

terbukti

lebih

mampu

mengingat

warna-warna

tersebut.

(Wikipedia,2008). Sehubungan dengan itu, Miller (1983: 176) menegaskan:
―language exerts a molding and constraining influence on thought.‖ Variasi
pengungkapan pengalaman melalui bahasa yang berbeda sangat erat hubungannya
dengan variasi pandangan hidup atau kebudayaan dalam masyarakat manusia.
Karena bahasa dipelajari seseorang sejak usia dini, dan bahasa tersebut merupakan
sarana utama baginya untuk mempelajari segala sesuatu, termasuk budaya dan
pandangan hidup, bahasa itu akan mempengaruhi persepsinya tentang realitas.
Sebagai contoh, ungkapan ―Time flies‖, ―El reloj anda‖ (waktu berjalan, bahasa
Spanyol) dan ―Waktu berjalan‖ bisa dihubungkan dengan perbedaan antara
persepsi orang Amerika, orang Spanyol dan orang Indonesia tentang waktu.
Orang Amerika selalu bergegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,
sedangkan orang Spanyol dan orang Indonesia cenderung memandang hidup lebih
santai (Rahmat, 2005 :274).
Hal ini ditegaskan oleh hasil penelitian Ford dan Peat (1988) yang
mempertanyakan: "Do we speak (have language) because we think, or do we
think because we speak?" Penelitian itu mengungkapkan bahwa pengaruh realitas

10

bahasa seseorang terhadap pikirannya lebih dominan daripada pengaruh
pikirannya terhadap bahasanya. Bahasa tidak hanya berperan sebagai ‗kendaraan‘
yang digunakan untuk menyalurkan informasi tetapi juga sarana untuk
membentuk pikiran. Sebagai ilustrasi, struktur bahasa Inggris yang linier
membuat penutur asli bahasa Inggris selalu berpikir (bahkan bertindak) ―to the
point‖. Hal ini dapat dibandingkan dengan struktur bahasa di Timur yang
cenderung melingkar atau ‗zigjag‘. Secara umum, pemikiran dan tindakan orang
Timur tidak se-―to the point‖ orang Amerika. Penelitian yang dilakukan di
Australia pada sekelompok anak berusia 4-5 tahun dari dua komunitas asli—
Warlpiri dan Anindilyakawa—yang tidak memiliki ungkapan verbal untuk angka
menunjukkan bahwa sanak-anak tersebut dapat mengerjakan (berpikir) beberapa
operasi matematika dasar tanpa menggunakan bahasa. Akan tetapi, mereka
mengakui juga bahwa untuk memikirkan konsep-konsep yang lebih rumit, para
peserta membutuhkan bahasa. Rumus-rumus ilmiah, seperti E=MC2, misalnya
tidak akan bermakna bagi seseorang bila dia tidak mengetahui pengertian dari
Energy (E), Mass (M) dan speed of light (C).

(2) Bahasa Sebagai Media Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu
dapat berkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu desebarluaskan
(dipublikasikan) melalui tindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian
didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau
diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitianulang,

11

penerapan, dan pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk
ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya. Selama dalam proses penelitian, perumusan,
dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peran sentral, karena
segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media.
Dalam

penelitian

dan

komunikasi

ilmiah,

setiap

ilmuwan

perlu

mengembangkan dan memahami bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan
terminologi khusus) yang digunakan dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa
yang mereka pahami bersama, kesalahpahaman akan sulit dihindari dan mereka
tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan ilmu. Ilmuwan yang miskin dengan
kosa kata bisa saja bertindak seperti Billy dalam anekdot berikut.

One day, a teacher was attempting to teach the names of animals to a
class of 5-year-olds. She held up a picture of a deer, and asked one boy,
"Billy, what is this animal?‖ Little Billy looked at the picture with a
disheartened look on his face and responded, "I'm sorry Mrs. Smith, I
don't know." The teacher was not one to give up easily, so she then asked
Billy, "Well, Billy, what does your Mommy call your Daddy?" Little
Billy's face suddenly brightened up, but then a confused look came over
his face, as he asked, "Mrs. Smith, is that really a pig?‖

Karakteristik Bahasa yang Mendukung Pengembangan Ilmu
Berdasarkan paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa bahasa peran
bahasa sebagai media berpikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap
aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan
untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak
menjalani budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu. Rahmat
(2005: 276) menjelaskan konsep-konsep dalam bahasa cenderung manghambat

12

atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada
yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian
lagi sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit
dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana.
Menurut Suriasumantri (1990: 301) dalam kapasitasnya sebagai media
komunikasi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan
(emotif), pesan berkonotasi sikap (afektif), dan pesan berkonotasi pikiran
(penalaran). Secara alami, idak semua bahasa dikembangkan oleh penuturnya
dengan memberikan porsi yang sama terhadap kemampuan menyampaikan ketiga
jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan ilmu pastilah memiliki
bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran.
Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya
sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan
memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak
memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‗menebak‘ pesan yang
disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik. Sehubungan itu, kriteria utama
bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan
kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para
ilmuwan.
Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan
bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir
logis,

termasuk

dalam

menarik

kesimpulan.

13

Ilustrasi

berikut,

yang

menggambarkan pengalaman Willy yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman
terhadap kata ‗ibu‘ dapat menjelaskan kecenderungan ini.
Willy, a six-year-old boy walked up to his father one day and
announced, 'Daddy, I'd like to get married.'
His father replied hesitantly, 'Sure, son, do you have anyone
special in mind?'
'Yes,' answered Willy. 'I want to marry Grandma.'
'Now, wait a minute,' said his father. 'You don't think I'd let you
get married with my mother, do you?'
'Why not?' the boy asked. 'You married mine.'

Dilihat dari sisi kekayaan kosakata yang mendukung pengembangan ilmu,
bahasa Inggris kelihatannya merupakan pilihan utama untuk dijadikan sebagai
‗linguafranca‘ ilmiah bagi ilmuwan di seluruh dunia. Kekayaan kosa kata bahasa
Iinggris terungkap dari survey yang mengungkapkan bahwa bahasa Inggris
memiliki sekitas 450.000 kata (1981); bahasa Prancis dan Rusia masing masing
hanya memiliki sekitar 150.000 kata (1983); pada tahun 1991, bahasa Indonesia
memiliki sekitar 72.000 kata. (Huda, 1999)
Dalam konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris
memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa
Indonesia ditetapkan menjadi prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa
juga memiliki fungsi integratif, atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena
pilihan sudah dibuat, maka bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa
kata yang mendukung pengembangan ilmu.
Dilihat dari sisi ini, kondisi bahasa Indonesia, harus diakui, masih
memprihatinkan. Sebagai contoh, meskipun sebagian orang sudah memberi
pengertian yang berbeda kepada ilmu dan pengetahuan, di Indonesia istilah ilmu

14

pengetahuan masih sering digunakan sebagai sebuah pleonasme (pemakaian lebih
daripada satu perkataan yang sama artinya). Akibatnya, makna istilah ilmu dan
pengetahuan menjadi kabur. Keadaan ini tidak berlangsung hanya di antara
masyarakat awam saja, tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan. Pemberian
nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) merupakan
beberapa contoh penggunaan pleonasme istilah ilmu pengetahuan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Daring (2008) juga masih menggunakan pleonasme ini. Salah
satu istilah yang didaftarkan di bawah kata ilmu dalam kamus itu adalah ‘ilmu
pengetahuan‘ yang didefinisikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yg
disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.‖
Bahkan LIPI, lembaga pemerintah yang dibentuk dan ditugaskan sebagai
penggerak pengembangan ilmu di Indonesia masih menggunakan istilah ilmu
pengetahuan untuk merujuk pada ilmu (science).
Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap terminologi yang digunakan
dalam wacana apapun jelas sangat merugikan, karena misinterpretasi akan timbul.
Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut.
Seorang mahasiswa Rusia yang kurang menguasai pemahaman
lintas budaya disuruh menerjemahkan salah satu ayat dari Bibel: ‖the
spirit is willing but the flesh is weak‖, yang bermakna ―Roh memang
kuat, tetapi tubuh lemah.‖ Sang mahasiswa menterjemahkan ayat itu ke
dalam bahasa Rusia dengan makna ‖the vodka is good but the meat is
poor‖.

15

Gebrakan Pusat Bahasa
Untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu, sejak tahun 1975 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional telah mengeluarkan panduan tentang tata cara pembentukan istilah.
Menurut panduan tersebut, bahan istilah Indonesia digali dari tiga sumber utama,
yakni: (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya,dan bahasa Melayu; (2)
bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa
asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab. Adapun teknik yang digunakan
untuk membuat istilah adalah dengan cara memantapkan istilah yang
mengungkapkan kosep hasilgalian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti batik,
banjar, sawer dan pamor; memadankan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia
melalui proses penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan
penyerapan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3-6)
Gebrakan Pusat Bahasa ini tentu saja perlu didukung oleh masyarakat secara
umum,wartawan, dan para ilmuwan serta pandit secara khusus. Masyarakat awam
perlu memahami paling tidak istilah-istilah pokok berbagai bidang ilmu dan
teknologi, terutama yang produk dan hasilnya mereka gunakan. Wartawan sebagai
mediator antara masyarakat dan ilmuwan harus dapat membantu menciptakan
kesepahaman diantara kedua pihak dengan cara memahami dan menggunakan
istilah-istilah yang tepat dalam tulisan jurnalismenya.. Para ilmuwan dan pandit
perlu

meningkatkan

kekayaan

istilah

16

ilmiah

yang

ditekuninya

secara

berkelanjutan agar dapat bersinergi secara lebih efektif dengan ilmuwan lain
dalam rangka pengembangan ilmu.

Refrensi

Allott, Robin. 1989. ―Science (from The Power of Words)‖. Diunduh pada
tanggal 28 September 2008 dari http://www.statcounter.com
Brown, H.Douglas.1987. Principles of Language learning and Teaching. New
Jersey: Prentice Hall, Inc.
Daniel Cressey. 2008. Does language determine thought?. Diunduh pada tanggal 5
November 2008 dari: http://blogs.nature.com/ cgi-bin/mt/mt-tb.cgi/5935
Ford Alan and Peat, F. David. 1988. ―The Role of Language and Science.
Foundation of Physics Vol 18, 1233, (1988).
Huda, Nuril. 1999. ―Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing‖. Makalah dalam
Seminar Politik Bahasa Nasional. Cisarua, Bogor, 9-11 November 1999.
Miller, George A. 1974. Psychology and Communication.Washington D.C.: Voice
of America.
Nilsen, Don L.F. and Nilsen, Alleen Pace.1979. Language Play: An Introduction
to Linguistics. Massachusetts: Newbury House Publishers, Inc.
________ 1983. Communication,Language,and Meaning. New Jersey: Basic
Books, Inc.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
_______ 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional. Diunduh pada tanggal 5 November 2008
dari http://pusatbahasa. diknas.go.id/kbbi/index.php
Pusch, Margaret D. (ed.). 1981. Multicultural Education: Crosscultural Training
Approach. Chicago: Intercultural Network, Inc.
Rahmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.
17

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Quntitatif dan Kualitatif .
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Radford, Tim. 2001. ―Language – the Barrier and the Bridge between Science and
Public.‖ Croatian Medical Journal 42(4):353-355,2001. Diunduh pada
tanggal 16 September 2006 dari tim.radford@guardian.co.uk
Tomasello, M. 1999. The Cultural Origins of Human Cognition. London: Harvard
University press
Wardaugh, Ronald. 1972. Introduction to Linguistics. New York: McGraw-Hill
Book Company.
Wikipedia.2008a. ―Language and thought‖. Diunduh pada tanggal 24 Oktober
2008 dari "http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought"

18