legal opinion HUKUM DAN HAM.docx

Nama
: ARMELIA OKTAVIANI RAHMAWATI
NIM
: 8111416338
Rombel
: 006
Dosen Pengampu
: Ridwan Arifn
Mata Kuliah
: Hukum dan HAM
LEGAL OPINION KASUS PEMUKULAN SISWA SMAN 6 SEMARANG
Dengan Hormat,
Merujuk pada pertemuan kami dengan Guru Ekstrakurikuler Basket yang
berinisial G tanggal 27 Februari 2017, Saya ARMELIA OKTAVIANI RAHMAWATI
menyampaikan Legal Opinion sebagai berikut :
Dengan ini saya, Armelia Oktaviani Rahmawati memberikan pendapat hukum
(Legal Opinion) kepada guru ekstrakurikuler SMAN 6 Semarang.
1. Pendahuluan
Kasus pemukulan merupakan kasus yang menyangkut kekerasan fsik
yang dilakukan oleh seorang guru ekstrakurikuler basket. Dalam kasus ini
guru berinisial S langsung di pecat oleh pihak sekolah. Kasusnya sempat

dilaporkan ke polrestabes, namun akhirnya diselesaikan secara mediasi.
Peristiwa yang terjadi pada siswa S terjadi pada 2 agustus 2017 sore
pada saat ekstrakurikuler basket di SMAN 6 Semarang oleh guru
ekstrakurikulernya G. Pada saat itu S berperilaku tidak mencerminkan rasa
hormat terhadap gurunya G dan G guru ekstrakurilernya juga bersalah
karena apapun yang terjadi mestinya tidak boleh memukul. Setelah
kejadian tersebut guru ekstrakurikuler basket G telah diberhentikan dan
tidak melatih di SMAN 6 Semarang Sejak 7 Agustus 2017. Saat mediasi,
kedua belah pihak mengakuinya. Setiap kejadian pasti ada sebab dan
akibatnya.permasalahan tersebut sudah selesai dan koran s sudah mulai
sekolah. Tapi pada kamis 24 agustus 2017 pelatih basket tersebut datang
menyaksikan lomba basket karena sudah tidak ada hubungan kerja. Korban
S dari hari kamis lalu hingga saat ini tidak pernah berangkat sekolah tanpa
alasan. Saat orang tua S dipanggil ke dinas, orang tua korban manyatakan
korban trauma sekolah SMAN 6 Semarang karena di bully oleh temantemannya. DH orang tua S tampak tegang selama mediasi perkara
pemukulan putranya, S oleh guru ekstrakurikuler basket SMAN 6 Semarang
berinisial G di kantor sekretaris dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi
jawa tengah pada selasa 29 agustus 2017. Sesekali DH menghela nafas
untuk menahan emosinya. Pihak SMAN 6 Semarang merespon cepat kasus
pemukulan yang menimpa anak didknya, sang pelatih basket berinisial G,

yang melakukan pemukulan terhadap siswa berinisial S, langsung di pecat
oleh pihak sekolah. Kasusnya sempat dilaporkan ke polrestabes, namun
akhirnya diselesaikan secara mediasi. Kini orang tua menyatakan anaknya
mengalami trauma dan meminta pindah sekolah.
2. Analisis Aturan Hukum
Dasar hukum:
1

1.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

3.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak;
4.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
a. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut
“penganiayaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap
tubuh manusia ini dutujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas
tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau
bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena
luka yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.
Penganiayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia dimuat arti sebagai
berikut “perilaku yang sewenang-wenang”. Pengertian tersebut adanya
pengertian dalam arti luas, yakni termasuk yang menyangkut “perasaan”
atau
“batiniah”.
Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya
yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa undangundang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan
“penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan

“penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak
(penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula
dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”.
R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang
dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan
“merusak kesehatan”:
1. “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga
basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
2. “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng,
dan sebagainya.
3. “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lainlain.
4. “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat,
dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.
b. Jenis Tindak Pidana Penganiayaan
Dalam KUHP tindak pidana penganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu sebagai berikut :

2

1. Tindak Pidana Penganiayaan Biasa Penganiayaan biasa yang dapat juga

disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap
ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang
bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. Mengamati
Pasal 351 KUHP maka ada 4 (empat) jenis penganiayaan biasa, yakni:

Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat
maupun kematian dan dihukum dengan dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebayakbanyaknya tiga ratus rupiah. (ayat 1)

Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun (ayat 2)

Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun (ayat 3)

Penganiayaan berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)
Unsur-unsur penganiayaan biasa, yakni:




atau


Adanya kesengajaan
Adanya perbuatan
Adanya akibat perbuatan (yang dituju), rasa sakit pada tubuh, dan
luka pada tubuh.
Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya

3. Tindak Pidana Penganiayaan Ringan Hal ini diatur dalam Pasal 352 KUHP.
Menurut Pasal ini, penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan
maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah
apabila tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak
menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau
pekerjaan. Hukuman ini bias ditambah dengan sepertiga bagi orang yang
melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja
padanya
atau
yang
ada

dibawah
perintah.
Penganiayaan tersebut dalam Pasal 352 (1) KUHP yaitu suatu
penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau menjadikan terhalang
untuk
melakukan
jabatan
atau
pekerjaan
sehari-hari.
Unsur-unsur penganiayaan ringan, yakni:
a) Bukan berupa penganiayaan biasa
b) Bukan penganiayaan yang dilakukan

Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya

Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena
menjalankan tugasanya yang sah

Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau

kesehatan untuk dimakan atau diminum
c) Tidak menimbulkan penyakit
pekerjaan
jabatan

atau

halangan
dan

untuk

menjalankan
pencaharian

3. Tindak Pidana Penganiayaan Berencana Menurut Mr.M.H Tirtaadmidjaja,
3

mengutarakan arti direncanakan lebih dahulu yaitu bahwa ada suatu
jangka waktu betapapun pendeknya untuk mempertimbangkan dan

memikirkan
dengan
tenang”.
Untuk perencanaan ini, tidak perlu ada tenggang waktu lama antara waktu
merencanakan dan waktu melakukan perbuatan penganiayaan berat atau
pembunuhan. Sebaliknya meskipun ada tenggang waktu itu yang tidak
begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih dahulu
secara tenang. Ini semua bergantung kepada keadaan konkrit dari setiap
peristiwa. Menurut Pasal 353 KUHP ada 3 macam penganiayanan
berencana , yaitu:

Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau
kematian dan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 4
(empat) tahun.

Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat dan dihukum
denhan hukuman selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

Penganiayaan berencana yang berakibat kematian dan dihukum
dengan hukuman selama-lamanya 9 (Sembilan) tahun.

Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu
sebelum perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifkasikan menjadi
penganiayaan berencana jika memenuhi syarat-syarat:
a) Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak dilakukan dalam
suasana batin yang tenang.
b) Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk berbuat
sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu yang cukup
sehingga dapat digunakan olehnya untuk berpikir, antara lain:


tepat


Resiko apa yang akan ditanggung.
Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat yang
untuk melaksanakannya.
Bagaimana cara menghilangkan jejak.

c) Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan dilakukan
dengan suasana hati yang tenang.

4. Tindak Pidana Penganiayaan Berat Tindak pidana ini diatur dalam Pasal
354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat disebut juga menjadikan berat pada
tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh orang yang
menganiayanya.
Unsur-unsur penganiayaan berat, antara lain: Kesalahan (kesengajaan),
Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya (tubuh orang lain),
Akibatnya
(luka
berat)
Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini
harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya, (misalnya menusuk
dengan pisau), maupun terhadap akibatnya yakni luka berat. Istilah luka
berat menurut Pasal 90 KUHP berarti sebagai berikut:

4


Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi
dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut.

Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau
pekerjaan pencaharian

Didak dapat lagi memakai salah satu panca indra

Mendapat cacat besar

Lumpuh (kelumpuhan)

Akal (tenaga faham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
Penganiayaan berat ada 2 (dua) bentuk, yaitu:



Penganiayaan berat biasa (ayat 1)
Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2)

5. Tindak Pidana Penganiayaan Berat Berencana Penganiyaan berat
berencana, dimuat dalam pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah
sebagai berikut :

Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih
dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Bila kita lihat penjelasan yang telah ada diatas tentang kejahatan yang
berupa penganiayaan berencana, dan penganiayaan berat, maka
penganiayaan berat berencana ini merupakan bentuk gabungan antara
penganiayaan berat (354 ayat 1) dengan penganiyaan berencana (pasal
353 ayat 1), dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam
penganiayaan berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi
secara serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka
harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur
penganiayaan berencana.
Dalam kasus di atas dapat di golongkan sebagai kasus guru ekstrakurikuler
yang berinisial G tersebut telah melakukan penganiayaan ringan kepada
muridnya yang berinisial S. Hal ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Menurut
Pasal ini, penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan maksimum
hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah apabila tidak
masuk dalam rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak menyebabkan sakit
atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Hukuman ini
bias ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan penganiayaan
ringan ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah
perintah. Penganiayaan tersebut dalam Pasal 352 (1) KUHP yaitu suatu
penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau menjadikan terhalang
untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari. Unsur-unsur
penganiayaan ringan, yakni:
a) Bukan berupa penganiayaan biasa
b) Bukan penganiayaan yang dilakukan
5


Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya

Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena
menjalankan tugasanya yang sah

Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum
c) Tidak menimbulkan penyakit
pekerjaan jabatan dan pencaharian

atau

halangan

untuk

menjalankan

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
Dan ayat ke 2 yang berbunyi: Perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Dalam BAB III mengenai Hak Dan Kewajiban Anak yang disebutkan Pasal 13
yang berbunyi:
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala
bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku
dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14 yang berbunyi: Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang
tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi
anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15 yang berbunyi:
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16 yang berbunyi:
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum.
6

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17 yang berbunyi:
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang
dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18 yang berbunyi: Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
4. Uji Syarat
Dari kasus pemukulan yang dilakukan oleh guru ektrakurikuler berinisial G
kepada murid yang berinisial yang berinisial S yaitu jika memenuhi unsurunsur seperti Unsur-unsur penganiayaan biasa, yakni:



atau

Adanya kesengajaan
Adanya perbuatan
Adanya akibat perbuatan (yang dituju), rasa sakit pada tubuh, dan
luka pada tubuh.

Fakta tersebut termasuk ke dalam syarat kumulatif terjadinya
penganiayaan. Jika syarat tersebut terpenuhi maka bisa disebut melakukan
penganiayaan.
5. Kesimpulan
Dari fakta di atas maka kasus pemukulan yang dilakukan oleh guru
ektrskurikuler yang berinisial G terhadap muridnya yang berinisial S maka
bisa di sebut penganiayaan karena memenuhi unsur di atas.
Demikian Legal Opinion ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Semarang, 27 Februari 2017
Hormat Kami,
Konsultan Hukum
ARMELIA OKTAVIANI RAHMAWATI
DAFTAR RUJUKAN

7

Gunadi, Ismu. Jonaedi Efendi dan Fift Fitri Lutfaningsih. 2011. Cepat & Mudah
Memahami Hukum Pidana (Jilid 2). Jakarta: Prestasi pustaka.
Hamzah, Andi. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Renika Cipta.
Jateng, Tribun. 2017. Anak Saya Trauma Berat. Semarang: Simpang Lima Blitz.
(30 Agustus 2017).
Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Renika Cipta.
Prodjodikoro, Wirjono. 1989. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung;
Eresco.
Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 2000, No. 165.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 109. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Roesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Umum Dan Delik-Delik Khusus.
Bandung: Karya Nusantara.
Tirtaamidjaja. 1995. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.

8