PENENTUAN KADAR AIR DAN ABU DALAM BISKUI

PENENTUAN KADAR AIR DAN ABU DALAM BISKUIT
DENGAN METODE GRAVIMETRI
26 Maret 2014

Disusun oleh :
Nina Afria Damayanti
1112016200034
Kelompok 3 :
1. Eka Noviana Nindy A
2. Eka Yuli Kartika
3. Mashfufatul Ilma
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK
Biscuit adalah produk makanan yang dibuat dari bahan dasar terigu yang dipanggang hingga
kadar air kurang dari 5%. Menurut SNI (1992), biscuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung

terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biscuit
merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relative ringan,
akibat adanya proses pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan analisis gravimetric dalam
menentukan kadar air dan abu dalam biscuit rasa duren serta untuk mengetahui kadar air dan abu yang
terkandung dalam biscuit rasa duren. Analisis gravimetric merupakan salah satu divisi dari kimia analitik.
Tahap pengukuran analisis gravimetric adalah penimbangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar
air pada biscuit rasa duren mencapai 5,18% dan kadar abu pada biscuit yang sama adalah 13%. Biscuit
rasa duren ini memiliki kandungan kimia yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

PENDAHULUAN
Biscuit adalah satu dari beberapa makanan ringan yang cukup diminati oleh berbagai kalangan.
Biskuit memiliki berbagai varian warna, bentuk dan juga rasa. Hal inilah yang menjadi daya tarik
tersendiri dari biscuit. Keawetan biscuit dipengaruhi oleh kandungan air dan berbagai zat kimia
didalamnya.
kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen.
Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan. Karena air dapat
mempengaruhi penampakan, keadaan tekstur, dan citarasa dari bahan pangan. Kadar air dalam bahan
pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, digliserida serta

ptigliserida yang terkandung dalam bahan makanan yang dinyatakan dalam gram per seratus bahan
makanan. Sedangkan kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organic.
Penentuan kadar abu berkaitan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan,
kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Bahan makanan dibakar pada suhu yang tinggi
dan menjadi abu. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang
terdapat dalam bahan makanan/pangan. Sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. (PERSAGI,
2009: 107 - 108).

Menurut Manley (2000), biscuit merupakan pangan praktis karena dapat dimakan kapan saja dan
dengan pengemasan yang baik, biscuit memiliki daya simpan yang relative panjang. Biscuit dapat
dipandang sebagai media yang baik salah satu jenis pangan yang dapat memenuhi kebutuhan khusus
manusia.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kadar air dan abu yang dimiliki oleh biscuit rasa
duren. Apakah dengan kadar air dan kadar abu yang dimiliki, biscuit rasa duren baik dikonsumsi atau
tidak. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kadar air dan abu biskuit rasa duren adalah analisis
gravimetric.
Analisis gravimetric merupakan salah satu divisi dari kimia analitik. Tahap pengukuran analisis
gravimetric adalah penimbangan. Dalam berbagai prosedur gravimetric yang melibatkan pengendapan,
seorang analis akhirnya harus mengubah zat yang dipisahkan menjadi suatu bentuk yang cocok untuk
penimbangan. Zat yang ditimbang tersebut harus murni, stabil dan berkomposisi tertentu agar hasil

analisisnya akurat. Bahkan jika kopresipitas telah diminimalisasi, tetap ada masalah penghilangan secara
tuntas air dan berbagai elektrolit yang ditambahkan ke air pencuci. Sebagian endapan ditimbang dalam
bentuk kimia yang sama seperti waktu mereka mengendap. Lainnya mengalami perubahan kimia selama
pembakaran, dan rekasi-reaksi ini harus terus berjalan sempurna untuk hasil yang tepat. (Day dan
Underwood, 2002).

METODOLOGI PENELITIAN
1. Alat dan Bahan
a.

Biscuit

b.

Cawan porselen

c.

Lumpang dan mortar


d.

Oven

e.

Neraca analitik

f.

Cawan krus

g.

Furnace

h.

Kaca arloji


i.

Spatula

j.

Tang krus

2. Prosedur Kerja
-

Haluskan 1 buah biscuit menggunakan lumpang dan mortar

-

Panaskan cawan porselen yang akan digunakan dalam oven dengan suhu 1050C selama 5
menit

-


Dinginkan cawan porselen yang telah dipanaskan, dengan desikator selama 15 menit

-

Keluarkan cawan porselen dalam desikator, lalu timbang menggunakan neraca analitik

-

Ambil 1,5 – 2 gr biscuit yang telah dihaluskan

-

Letakkan di dalam cawan porselen yang telah diukur

-

Catat berapa massa cawan porselen kosong dan cawan poselen + sampel

-


Panaskan cawan porselen yang sudah berisi sampel ke dalam oven selama 1,5 jam dengan
suhu 105

-

Keluarkan cawan poselen dari dalam oven, dinginkan dalam desikator

-

Timbang berapa berat cawan porselen tersebut dengan neraca analitik

-

Masukan cawan porselen yang berisi sampel tersebut ke dalam oven dengan suhu yang sama
selama 30 menit

-

Dinginkan kembali sampel tersebut dalam desikator, kemudian timbang dengan
menggunakan neraca analitik


-

Lakukan langkah tersebut hingga berat cawan porselen + sampel tersebut konstan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Biskuit yang digunakan adalah biscuit rasa duren. Di bungkus biscuit tersebut tidak tertera nilai
gizi, hanya ingredient saja. Dengan alas an tersebut, praktikan menetapkan nilai gizi SNI oleh pemerintah
sebagai acuan atau pembanding untuk hasil penelitian kadar air dan abu pada biscuit praktikan.
Praktikum ini menggunakan teknik atau metode gravimetric. Metode Gravimetrik adalah suatu
metode analisis yang didasarkan pada pengukuran berat yang melibatkan pembentukan, isolasi dan
pengukuran berat suatu endapan. Kinerja Gravimetri diantaranya adalah relative lambat, memerlukan
sedikit peralatan (neraca dan oven), tidak memerlukan kalibrasi (hasil didasarkan pada berat molekul),
akurasi 1-2 bagian per seribu, sensitivitas analit > 1%, selektivitas tidak terlalu spesifik. (Widiarto,
2009:1).
Dalam melakukan praktikum ini, praktikan menerapkan metode gravimetric tersebut seperti
menggunakan oven dan neraca yang sangat vital perannya untuk dapat memeroleh suatu data yang
diperlukan praktikan. Metode gravimetric ini memerlukan waktu yang cukup lama. Oven dalam

praktikum ini digunakan sebagai alat yang digunakan untuk pengeringan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pengeringan diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, luas permukaan,
penguapan air, tekanan atmosfer, dan juga lama pengeringan. (Estiasih dan Ahmad, 2009:101-105).
Untuk menemukan berapa kadar air dan abu yang terkandung dalam biscuit rasa duren ini,
praktikan harus menghaluskan biscuit tersebut menggunakan lumpang dan mortar. Praktikan
menggunakan sampel sebanyak 1,9603 g. Sampel tersebut dimasukan ke dalam cawan porselen yang
sudah dipanaskan dengan oven dan didinginkan dengan desikator serta ditimbang dengan neraca. Berat
cawan porselen tersebut 57,0860 g. Setelah cawan berisi sampel beratnya menjadi 59,0463 g, keringkan
sampel dalam oven pada suhu 1050C selama 1,5 jam. Kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang.
Lakukan langkah tersebut hingga berat konstan tercapai. Pengurangan berat merupakan banyaknya air
dalam bahan. (Sayangbati, 1996: 3).
Berat kaca arloji kosong

6,0893 g

Berat kaca arloji + sampel

8,0496 g

Berat Sampel


1,9603 g

Berat porselen kosong

57,0860 g

Berat poselen + sampel

59,0463 g

Berat pemanasan 1

58,9330 g

Berat pemanasan 2

58,9317 g

Berat Sampel


= (Massa gelas arloji + sampel) – massa gelas arloji kosong
= 8,0496 g – 6,0893 g
= 1,9603 g

Berat porselen + sampel

= 57,0860 g + 1,9603 g
= 59,0463 g

Berat pemanasan sampe rata-rata

=
= 58,93235 g

% kadar air

=

X 100%

=



X 100%

= 5,18%
Pada proses penghitungan kadar abu yang terdapat dalam biscuit rasa duren tersebut alat yang
digunakan berbeda dengan kadar air. Dalam penentuan kadar abu alat yang digunakan bukanlah cawan
porselen melainkan sebuah krus. Sebelum digunakan krus harus dicuci terlebih dahulu dengan alcohol.
Krus tersebut dipanaskan terlebih dahulu menggunakan oven dengan suhu 1050C selama 5 menit lalu
didinginkan dengan desikator selama 10 menit. Setelah itu, timbang berat krus kosong menggunakan
neraca analytic. Sampel biscuit yang ada di dalam cawan dipindahkan ke dalam krus, lalu timbang berat
krus+sampel tersebut dengan neraca analytic. Dalam penentuan kadar abu ini alat yang digunakan
bukalah sebuah oven melainkan sebuah furnace atau tanur. Suhu yang digunakan dalam tanur tersebut
adalah 5450C selama kurang lebih 20 menit. produk yang dihasilkan setelah krus+sampel dibakar dalam
tanur adalah sampel berwarna hitam.
Dalam melakukan uji kadar air dan abu ini alat seperti furnace dan cawan porselen harus terjaga
kesterilannya atau kebersihannya, karena apabila terjadi sentuhan akan mempengaruhi berat alat tersebut.
Berat krus kosong

22.9114 g

Berat krus + sampel

24.8020 g

Berat sampel sebelum dibakar dalam furnace

1.8906 g

Berat krus + sampel setelah dibakar dalam furnace

23.1766 g

Berat sampel setelah dibakar dalam furnace

1.6254 g

Kadar abu

=
=
= 13 %

X 100%
x 100%

sumber: Badan Standarisasi nasional
Nilai kadar abu yang didapat praktikan dari hasil praktikum melebihi batas yang ditetapkan oleh
pemerintah yang tertuang dalam Mutu dan Cara Uji Biskuit Standar Nasional Indonesia. Jelaslah bahwa
hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, suhu. Selain itu, berat sampel setelah di furnace seharusnya
lebih besar dari pada berat sampel sebelum di furnace. Hasil yang didapat oleh praktikan justru
sebaliknya. Nilai

kadar abu

dalam biscuit rasa duren tidak akurat atas kesalahan tersebut yang

diakibatkan oleh faktor suhu dan waktu lamanya pembakaran di dalam furnace. Suhu menurut BSN yang
ditetapkan dalam uji kadar abu dalam furnace adalah 6000C dan dibakar selama 3 jam. Sedangkan
praktikan membakar sampel tersebut pada suhu yang lebih rendah yaitu 5450C selama 20 menit. Produk
yang dihasilkan setelah dibakar oleh praktikan berwarna hitam sedangkan menurut BSN adalah berwarna
putih. (Badan Standarisasi Nasional, 1992: 3)

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum penentuan kadar air dan abu dalam biscuit yang telah dilakukan,
praktikan dapat menyimpulkan bahwa dengan kadar air yang mencapai 5,18% dan kadar abu sekitar 13%
berarti melebihi standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah maka biscuit rasa duren ini tidak baik
dikonsumsi dan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Estiasih, Teti dan Ahmad Kgs. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksar
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga.
Jakarta: Buku Kompas
Underwood, A.L, Day R.A.1996. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Sayangbati, Frisly. 1996. Karakteristik Fisikokimia Biskuit Berbahan Baku Tepung Pisang Groho
(Musa acuminate, sp). Sulawesi Utara : Fakultas Pertania Universitas Sam Ratulangi Press
Widiarto, Sony. 2009. Kimia Analitik. Lampung : Universitas Lampung Press
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia