KETERASINGAN MANUSIA DALAM PEKERJAAN DAN (1)

KETERASINGAN MANUSIA DALAM PEKERJAAN
DAN UPAYA PEMBEBASANNYA MENURUT KARL MARX
(Sebuah Tinjauan Filosofis-Kritis)
ALBERTUS SANGA KELANG
Email : [email protected]
Guru SMP Santo Yosef Duri

Abstraksi
Manusia itu luhur dan bermartabat. Dalam dan melalui pekerjaannya manusia dapat
mengungkapkan kualitas dirinya, mengobyektivasi dirinya, dan mewujudkan sisi sosialnya.
Sayangnya dalam masyarakat kapitalis manusia mengalami keterasingan. Marx, seorang tokoh
yang berupaya menciptakan kondisi hidup yeng lebih baik, berupaya agar manusia dibebaskan
dari keterasingan yang dialaminya. Pembebasan ini adalah dengan jalan penghapusan sistem hak
milik pribadi atas alat-alat produksi dengan jalan revolusi yang manusiawi, tanpa kekerasan.
Dengan begitu terbentuklah masyarakat tanpa kelas. Di dalam masyarakat inilah manusia secara
utuh mewujudkan kualitas-kualitas dirinya.

Kata kunci : Pekerjaan sebagai sarana bagi manusia untuk menjadi dirinya sendiri
Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki pengalaman pahit dalam sejarahnya, salah satunya
terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S/PKI). Pemberangusan terhadap

PKI sebagai dalang pemberontakan ini juga disertai dengan larangan untuk mempelajari
Marxisme-Leninisme,

walaupun

secara

terbatas,

terbuka

kemungkinan

untuk

mempelajarinya, sebagaimana terungkap dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara(MPRS) No. 23 pasal, 3 Tahun 1966, yang berbunyi:
Khususnya mengenai Kegiatan mempelajari secara ilmiah seperti pada
universitas-universitas, faham komunis/Marxisme-Leninisme dalam rangka
mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan

bahwa pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan
untuk pengamanan.
Pemikiran Marx telah dicampurbaurkan dengan Marxisme-Leninisme, bahkan
komunis. Lebih dari itu, pemikiran Marx juga kenyataannya (de facto) dikeluarkan dalam
jangkauan perhatian ilmiah. Ideologi yang membahayakan kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesia ini tidak dihadapi secara

kritis-argumentatif, tetapi ditabukan dan diharamkan. Di sisi lain, sejarah mencatat
pemikiran Marx begitu luas pengaruhnya bahkan menjadi ideologi perjuangan kaum
buruh pada akhir abad ke-19 dan mendasari gerakan pembebasan sosial pada abad ke-20.
Marx adalah seorang tokoh yang berupaya agar manusia terbebaskan dari
pelbagai bentuk alienasi dalam masyarakat. Ia berupaya agar filsafatnya tidak hanya
tinggal pada tataran teoritis semata, tetapi berdayaguna dalam praksis, yakni berguna
untuk menciptakan kondisi-kondisi hidup yang lebih baik. Dengan latar belakang inilah
penulis sendiri tertarik untuk melihat pemikiran Marx ini secara kritis. Satu catatan
penting bahwa mempelajarinya tidak berarti menjadikannya sebagai ideologi.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam membicarakan ajaran Marx lazim dibedakan antara ajaran “Marx muda”
dan “Marx tua”. Pembedaan ini terutama menyangkut gaya berpikir Marx. Dalam tulisan
yang sangat singkat ini, kita akan menyoroti pemikiran Marx muda, yang juga menjadi

dasar gagasan Marx selanjutnya, dan secara lebih spesifik tentang analisisnya mengenai
suatu aspek penting dalam hidup manusia, yakni pemikirannya mengenai pekerjaan
manusia.
Marx dalam bukunya Okononishe-philosophische Manuskripte, (Naskah-naskah
Paris 1844), melihat bahwa dalam sistem masyarakat kapitalis manusia mengalami
keterasingan dalam pekerjaannya, yang adalah unsur hakiki perealisasian dirinya. Ia juga
mendorong diupayakan sebuah jalan keluar yaitu, penghapusan Sistem Hak Milik Pribadi
atas alat-alat produksi, yang menjadi inti Sistem Kapitalis. Jalan keluar itu adalah
revolusi yang “manusiawi” yang dimotori oleh kelas proletar. Pada saat inilah manusia
akan terbebas dari keterasingannya dalam pekerjaan dan hidup bebas dalam masyarakat
tanpa kelas.
Tulisan ini hendak memaparkan bagaimana Marx, berdasarkan analisinya
mengenai sistem yang menindas dalam masyarakat, mendesak sebuah upaya pembebasan
agar tercipta kondisi-kondisi hidup manusia yang lebih baik. Dengan begitu judul tulis ini
adalah: Keterasingan Manusia dalam Pekerjaan dan Upaya Pembebasannya Menurut
Karl Marx.

Karena masalah keterasingan manusia dalam pekerjaan merupakan uraian
filosofis Marx mengenai manusia, maka topik ini termasuk dalam disiplin filsafat
manusia, karena perihal manusia yang bekerja (homo faber) memang merupakan salah

satu wacana filsafat manusia.
Tujuan Penulisan
Adapun tulisan ini dimaksudkan untuk:
1. Menghadapi secara kritis-argumentatif ideologi yang membahayakan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Lebih terbukanya wawasan untuk mencermati fenomena-fenomena keterasingan
manusia dalam pekerjaan dalam sistem kapitalisme.
3. Menambah wawasan bahwa pekerjaan kita memiliki arti penting bagi hidup
manusia dan karenanya suasana kerja yang baik dan manusiawi sangat
diperlukan.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai penulis dalam tulisan ini adalah metode penelitian
kepustakaan. Penulis mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan dengan tema
yang

digarap,

mempelajarinya,

kemudian


membuat

sebuah

outline

untuk

mengembangkan tulisan ini. Secara deskriptif-kritis tulisan ini disajikan. Penulis terlebih
dahulu memaparkan pemikiran Marx tentang keterasingan manusia dalam pekerjaan dan
upaya pembebasannya dan selanjutnya penulis memberi penilaian kritis atas pemikiran
Marx: keunggulan dan kelemahannya.
Keterasingan Manusia dalam Pekerjaan
Sebelum melihat lebih jauh tentang topik ini, kita akan melihat sedikit riwayat
hidupnya, yang juga sangat mempengaruhi pemikiran-pemikirannya.
A. Riwayat hidup singkat
Karl Heidrick Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier, Rhineland, waktu itu
termasuk Kerajaan Prussia. Ia adalah anak kedua dari pasangan Heidrich Marx dan


Heirietta Philips. Ayahnya seorang pengacara. Tahun 1836 ia lulus Gymnasium dan
disuruh ayahnya belajar ilmu hukum di Bonn agar dapat mengikuti jejak ayahnya. Ia
tidak betah belajar ilmu hukum, ia lebih tertarik menjadi penyair. Ia pun pindah ke
universitas Berlin dan mulai belajar Filsafat.
Di universitas ini ia bergabung dengan “Klub Para Doktor” dan tertarik
mendalami filsafat Hegel karena filsafat politik yang diajarkannya menempatkan
rasionalitas dan kebebasan sebagai nilai tertinggi. Ia menyakini bahwa filsafat hegel ini
menjadi alat yang tepat untuk mengkritik situasi negerinya ditandai oleh: penghapusan
undang-undang dasar yang memberi kebebasan lebih banyak kepada rakyat, sensor yang
ketat terhadap pers, pengawasan dan penahanan terhadap guru besar di universitas yang
kritis.
Pada tahun 1841 Marx dipromosikan sebagai doktor filsafat oleh universitas Jena
berdasarkan disertasinya tentang filsafat Demokritos dan Epikuros. Ia kemudian pindah
ke Koln dan menjadi pemimpin sebuah harian radikal Die Rheinische Zeitung. Mendapat
tekanan dari pemerintahnya ia kemudian pindah ke Paris. Sebelum pindah ia menikah
dengan Freiherr Ludwig von Westphalen.
Di Paris ia bertemu dengan Friedrich Engels yang ekmudian menjadi teman karib
selama hidupnya. Ia juga berteman dengan tokoh-tokoh sosialis Prancis seperti Proudhon.
Di Paris inilah ia menjadi seorang sosialis. Artinya, Marx menerima anggapan dasar
sosialisme yaitu bahwa sumber segala masalah sosial terletak pada hak milik pribadi.

Tahun 1845, ia ke Brussel, Belgia setelah diusir oleh pemerintah Prancis.Ia kemudian
kembali lagi ke London. Di kota ini ia hidup sangat menderita, bahkan ada empat orang
anaknya meninggal pada 1862. Ia teguh pada pendiriannya yakni, tidak mau menjadi alat
bagi masyarakat borjuis untuk menjadi “mesin” penghasil uang.
Pada tahun 1864 Marx ikut duduk dalam dewan pimpinan Asosiasi Buruh
Internasional Pertama. Tahun 1867 terbitlah buku pertama dari karya utamanya Das
Kapital. Buku kedua dan ketiga dilanjutkan oleh Engels setelah Marx meninggal dunia.
Ia meninggal dunia dalam kesepian, sebagai akibat dari kesombongannya. Ketika ia
meninggal tahun 1883 hanya delapan orang yang berdiri di samping makamnya.

B. Pengertian Keterasingan
Keterasingan atau alienasi berakar dalam kata Bahasa Latin alienatio yang berarti
penyerahan, pemindahan ke tangan lain, pemindahan hak, hal memisahkan diri, keadaan
tak sadarkan diri. Kata ini mempunyai pengertian yang berbeda dalam pelbagai sudut
pandang keilmuan seperti Ilmu Hukum, Ilmu Psikologi dan Ilmu Sosial. Dalam fisafat,
Hegel, justru melihat keterasingan secara positip, yakni suatu upaya untuk menemukan
identitas diri yang penuh.
Marx mendasarkan pengertiannya mengenai keterasingan (Entfremdung) pada
situasi konkrit yang terjadi pada zamannya. Pengertian keterasingan ditempatkannya
dalam analisisnya mengenai pekerjaan. Keterasingan manusia adalah sebuah keterasingan

manusia yang hidup pada kurun waktu tertentu dan tempat tertentu dalam pekerjaan.
Manusia sebagai makhluk pekerja (homo faber) seharusnya menjadi bebas, senang dan
bahagia dalam dan melalui pekerjaannya. Akan tetapi, pada masa Marx hidup justru
manusia manusia yang hidup dalam lilitan sistem Kapitalisme justru mengalami
keterasingan. Keterasingan yang dialami manusia dalam pekerjaannya ini juga
mengakibatkan keterasingan dalam bidang sosial dan ideologis. Keterasingan menurut
Marx adalah keterasingan manusia dalam kpekerjaan, yakni keadaan di mana manusia
sebagai makhluk pekerja tidak mengalami keutuhan dirinya dalam dan melalui pekerjaan.
C. Bentuk-bentuk Keterasingan
1. Agama
Marx melihat agama sebagai bentuk yang tampak dari keterasingan yang dialami
manusia. Ia melihat Allah hanyalah sebagai ciptaan angan-angan manusia. Agama
hanyalah sebagai pyoyeksi sifat-sifat manusia hakiki ke dalam surga, akan tetapi manusia
kemudian melupakan hal itu. Manusia lalu menjadi takut dan menyembah hasil
ciptaannya

sendiri.

Manusia


seharusnya

kuat,

baik,

adil

dan

tahu

bukan

memproyeksikannya kepada “tuhan” yang merupakan ciptaannya sendiri.
Manusia merealisasikan identitasnya dalam khayalan mimpi agama, karena ia
telah terasing. Sturktur-struktur masyarakat menindaslah yang membuat manusia
menderita. Agama bukanlah penyebab utama keterasingan manusia. Dalam struktur
masyarakatlah terdapat basis keterasingan manusia. Kritik surga berubah menjadi kritik
dunia, kritik agama menjadi kritik hukum dan kritik teologi menjadi kritik politik.


2. Negara
Menurut Marx negara bukanlah subyek yang unsur-unsurnya adalah keluarga dan
masyarakat luas, melainkan keluarga dan masyarakat luas adalah pengandaianpengandaian, prasyarat, bagi adanya negara. Marx hendak mengatakan bahwa dalam
negaralah ditemui akar keterasingan manusia, terutama dari sifatnya yang sosial. Negara
seharusnya menjadi obyek dari masyarakat. Di dalam negara, orang bekerja dan bekerja
sama bukan karena membutuhkan sesamanya , tetapi saling bersaing untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing. Marx sangat menghargai manusia, oleh karenanya negara
sebagai lembaga penekan yang memaksa manusia untuk bersifat sosial harus dihapus.
Penghapusan ini akan diikuti dengan terbentuknya masyarakat akhir “komunisme” di
mana manusia akan baik dan bersifat sosial dengan sendirinya.
D. Keterasingan Manusia dalam Pekerjaan
1. Pekerjaan sebagai sarana bagi manusia menjadi dirinya sendiri
Pekerjaan merupakan tindakan hakiki manusia yang mengungkapkan siapa
dirinya. Dalam dan melalui pekerjaan manusia mengungkapkan kualitas-kualitas dirinya.
- Pekerjaan sebagai kegiatan yang khas manusiawi
Pekerjaan, dalam pemahaman Marx, adalah sebagai kegiatan yang khas
manusiawi. Ia membandingkannya dengan kegiatan binatang. Binatang dapat hidup,
memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan langsung mengkonsumsi apa yang disediakan
oleh alam. Manusia harus terlebih dahulu mengolah alam, baik alam obyektif, maupun

alam subyektif (yakni kemampuan-kemampuan alami manusia) untuk memenuhi
kebutuhannya,
Manusia dan binatang adalah bagian dari alam. Akan tetapi, manusia dan binatang
berbeda cara dalam menghadapi alam. Binatang menyesuaikan diri dengan alam.
Manusia, di satu sisi, menyesuaikan diri dengan alam, tettapi di sisi lain, ia juga
berlawanan dengan alam. Manusia harus menyesuaikan, memanusiakan, alam agar
memenuhi kebutuahnnya. “Perbuatan” binatang digerakan oleh naluri, sedangkan
pekerjaan manusia adalah bebas dan universal. Bebas karena manusia dapat melakukan
pekerjaan sesuai dengan apa yang dicita-citakannya, walaupun tidak merasakan
kebutuhan seccara langsung. Manusia, misalnya, membuat roti tidak untuk dimakan,
tetapi untuk dijual bahkan hanya sebagai hiasan saja. Universal karena ia dapat

mewujudkan satu kebutuhannya dengan berbagai pilihan yang disediakan alam, misalnya
membuat rumah dari batu, kayu atau rumput. Akan tetapi ia juga dapat mempergunakan
alam untk pelbagai pilihan kebutuhannya. Ia mungkin saja menggunakan potongan kayu
yang sama untuk kayu bakar, kaki kursi atau patung.
- Pekerjaan sebagai Obyektivasi diri manusia
Pekerjaan juga adalah realisasi diri manusia. Sarana untuk itu adalah obyektivasi,
dimana manusia membuat dirinya nyata. Marx yakin bahwa manusia mencapai kenyataan
yang sepenuhnya, apalagi dalam pekerjaan ia mewujudkan diri tidka hanya seperti dalam
kesadaran secara intelektual, melainkan dalam berkarya secara nyata, sehinggga ia
memandang dirinya sendiri dalam dunia yang diciptakannya sendiri.
Dengan pekerjaannya manusia memberi bentuk baru pada bentuk alamiah. Alam
dimanusiawikan, diberi bentuk baru, di mana manusia mengobyektivasikan dirinya. Ia
tahu siapa dirinya, ia tidak berkhayal; pekerjaan membuktikan bahwa ia sungguh nyata.
Ini juga menjadi alasan manusia menjadi bangga pada hasil pekerjaannnya. Oleh karena
itu apabila struktur masyarakat mengijinkan, manusia lebih senang menghadiahkan hasil
pekerjaannnya kepada orang lain daripada menjualnya.
- Pekerjaan dan sifat sosial manusia
Pekerjaan manusia tidak hanya bernilai bagi diri pekerja itu sendiri, tetapi juga
berniali sosial. Manusia, tiap-tiap orang, tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Ia membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain guna memenuhi keperluan
hidupnya. Kita, manusia, saling membutuhkan hasil-hasil kerja kita. Dengan bekerja,
manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial. Hasil pekerjaan manusia yang
berguna bagi sesamanya membuat mereka gembira. Kegembiraan ini sebagai akibat dari
terpenuhinya kebutuhan, juga mengatakan kepada kita bahwa kita berarti bagi orang lain.
Kita merasa dihargai lewat penerimaan dan penghargaan orang lain. Pekerjaan menjadi
jembatan antarmanusia tidak hanya antarmanusia yang hidup dalam kurun waktu yang
sama, tetapi juga antarmanusia yang hidup dalam masa yang berbeda.pekerjaan
berdimensi historis dan sekaligus juga sosial. Bagi manusia sosialis, semua yang disebut
sejarah dunia tidak lain adalah pekerjaan manusia melalui pekerjaan manusia, terjadinya
alam bagi manusia.

2. Sistem Ekonomi Kapitalis dan Hak Milik Pribadi
Setelah melihat pandangan Marx tentang pekerjaan manusia, kita akan melihat
lebih jauh bagaimana manusia merasa terasing dalam pekerjaannya yang seharusnya
menjadi wahana baginya untuk menjadi dirinya sendiri. Pemikiran Marx ini dimengerti
dalam kaitannya dengan penggolongan manusia dalam tiga tahap kehidupan. Tahap
pertama adalah masa purba, yakni masyarakat manusia belum mengenal pembagian
kerja. Tahap kedua adalah tahap pebagian kerja, sekaligus tahap hak milik pribadi dan
tahap keterasingan. Tahap ketiga adalah tahap kebebasan yang ditandai dengan
penghapusan hak milik pribadi.
Pada tahap kedua inilah yang disebut juga tahap sistem ekonomi kapitalis. Salah
satu ciri yang kuat dalam sistem ini adalah tindakan manusia ditujukan untuk
memperoleh uang. Kebutuhan sesama bukanlah urusan saya; dan kalaupun saya bersedia
memenuhinya, itu hanya sejauh saya memperoleh keuntungan. Jadi, tindakan saya bukan
demi sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri, melainkan demi uang.
Keterasingan dari sesama dapat dilihat dari kenyatan bahwa kebutuhan sesama
tidak mendesak saya untuk membantu memenuhi kebutuhan itu, walaupun saya mampu.
Walaupun orang lain lapar, misalnya, dan ia tidak mempunyai uang, saya tidak harus
memberinya makan. Di sisi lain, kalau saja saya mempunyai uang, meskipun saya tidak
lapar, saya dapat membeli makanan sesuka saya. Demikian juga halnya tindakantindakan lain, yang seharusnya bernilai dalam dirinya sendiri.
3. Keterasingan manusia dalam pekerjaan
Sistem Hak Milik Pribadi, tahap kedua, membuat manusia mengalami
keterasingan. Terhadap siapa sajakah ia terasing?
a. terasing dari diri sendiri
Pekerjaan merupakan obyektivasi diri, maka pekerja seharusnya merasa bangga
dengan hasil pekerjaannya. Hasil pekerjaan mengungkapkan kepada pekerja kecapannya,
tentang siapa dirinya. Akan tetapi sebagai buruh upahan, kebanggaan itu tidak dialami,
karena ia tidak memiliki hasil pekerjaannya. Hasil pekerjaan merupakan milik pemilik
alat-alat produksi, milik pemilik pabrik. Hal ini diperparah, jika ia hanya mengerjakan
bagian kecil saja dari suatu produk, yang ketika sudah jadi mungkin tak perna dilihatnya.

Marx mengatakan:”Semakin di pekerja menghasilkan pekerjaan, semakin ia, dunia
batinnya menjadi miskin”.
Dalam masyarakat kapitas pekerja diasingkan dari hasil pekerjaannya. Akibat
lanjutnya pekerja tidak merasa bahwa pekerjaannnya berarti bagi dirinya sendiri.
Tindakan bekerja yang seharusnya menjadi wahana realisasi hakikatnya yang universal
dan bebas, ternyata tidak terjadi . Ia tidak bekerja dengan dorongan batin dan hasratnya
melainkan terpaksa sesuai dengan keinginan pemilik pabrik, pemilik alat-alat produksi. Ia
sungguh mengalami paksaan. Ia mengalami keterasingan.
Tindakan bekerja hanya dilihat sebagai sarana memenuhi kebutuhan fisik semata.
Ini memiskinkan diri manusia. Maka, saat-saat yang paling dinantikan adalah waktu
pekerjaan di pabrik telah selesai dan ia dapat pulang ke rumah.
Tidak hanya buruh yang mengalami keterasingan, majikan juga diasingkan dari
hakikatnya. Majikan juga adalah manusia yang seharusnya mengembangkan dirinya.
Pada kenyataannya ia hanya secara pasif menikmati hasil pekerjaan orang lain. Bedanya
keterasingan anatara majikan dan buruh adalah: majikan mengalami sudut madunya,
sedangkan buruh mengalami sudut pahitnya.
b. Terasing dari orang lain
Dalam proses produksi, dalam kerja pada Sistem Ekonomi Kapitalis, manusia
mengalami keterasingan dari hakikatnya. Ia juga mengalami keterasingan dari
sesamanya, keterasingan manusia dari manusia. Sistem ini mengakibatkan masyarakat
terpecah ke dalamkelas pekerja dan kelas pemilik alat-alat produksi. Perpecahan ini
disebabkan oleh pemerasan yang dilakukan kelas alat-alat produksi terhadap kelas
pekerja, yang bekerja di bawah kekuasaan para pemilik alat-alat produksi. Tujuan
keduanya berbeda; si pemilik berusaha mendapatkan keuntunagn sebanyak-banyaknya
sedangaan para pekerja berupaya mendapatkan upah yang tinggi dan kondisi kerja yang
memadai. Oleh sebab itu, buruh dan majikan saling mengalami keterasingan.
Keterasingan juga terjadi antarburuh yang menginginkan untuk memperoleh
pekerjaan dan kedudukan yang dinginkannya dalam pabrik. Akibatnya hubungan
antarmereka juga rusak. Para pemilik modal juga terlibat persaingan agar pabrik atau
perusahannya bertahan hidup dan berkembang. Mereka terlibat persaingan. Hubungan

mereka seperti yang digambarkan Thomas hobbes “homo homini lupus”, manusia
menjadi serigala bagi sesamanya.
Akibat dari saling teraasing inilah muncul masyarakat kelas. Masyarakat kelas
adalah golongan sosial sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu
dalam proses produksi. Masyarakat secara subyektif menyadi dirinya merupakan
kelompok khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan sendiri dan berjuang
untuk mewujudkan kepentingannya tersebut.
c. Terbentuknya kelas borjuis dan kelas proletar.
Kesadaran akan kepentingan yang berbeda inilah yang membuat manusia terkoptasi
dalam dua kelas yang saling berlawanan, yakni kelas borjuis, pemilik alat-alat produksi
dan kelas proletar, kelas buruh atau kelas bawah. Kelas proletar tidak memiliki alat-alat
produksi, tidak memiliki tempat dan sarana bekerja, tetapi mereka ingin bekerja. Mereka
terpaksa menjual tenaga kerjanya kepada kelas borjuis. Mereka tidak memiliki
obyektivasi diri dan tindakan bekerja mereka.
Hubungan antara kelas borjuis dan kelas proletar adala hubungan kekuasaan, yang
satu berkuasa atas yang lain, Kekuasan yang dimaksud adalah kemampuan kelas borjuis
untuk meniadakan kesempatan untuk bekerja dan memperoleh nafkah hidup kelas
proletar.
Manusia, dalam dan melalui pekerjaannya, berupaya mewujudkan dirinya sebagai
maklhuk yang bebas dan universal. Ia juga berupaya agar pekerjaan, obyektivasi dirinya,
sungguh menampilakn kualitas-kualitas dirinya dan sekaligus juga sifat sosialnya. Akan
tetapi, dalam masyarakat kapitalis, yang memungkinkan hak milik pribadi secara hampir
tak terbatas, manus justru mengalami keterasingan dari diri sendiri dan orang lain.
Manusia jatuh ke dalam kelas-kelas masyarakat, borjuis dan proletar, yang secara hakiki
saling berlawanan. Situasi seperti inilah yang disebut Marx sebagai situasi keterasingan
(entfremdung) yang dialami manusia.
E. Upaya Pembebasan Manusia dari Keterasingannya dalam pekerjaan
Tuntutan pembebasan manusia dari keterasingannya ini adalah suatu keharusan.
Upaya ini terjadi hanya dengan jalan revolusi. Mengapa revolusi karena pertama, kedua
kelas dalam sistem kapitalisme secara obyektif berlawanan, satu dengan yang lain.
Kedua, sikap dasar perjuangan mereka berbeda: kelas proletar mengabil sikap progresif-

revolusioner, sedangkan kelas borjuis mengambil sikap konservatif. Maka, tidak ada
jalan alin untuk mengadakan perubahan selain revolusi.
Revolusi, sebagai jalan pembebasan dari alienasi, yang dimaksud adalah revolusi
yang “manusiawi”. Revolusi yang berhakikatkan penghapusan sistem hak milik pribadi.
Revolusi ini membongkar sampai ke akar-akar permasalahan sistem yang menindas.
Revolusi ini dialektis, bukan anarkis. Agen utamanya penggeraknya adalah proletariat,
yang sungguh sadar akan ketertindasan mereka dan ingin membebaskan diri dari
ketertindasannya.
Hasil dari revolusi ini adalah terbentuknya masyarakat tanpa kelas; sebuah
masyarakat di mana alat-alat produksi dari segala hasil produksi manusia menjadi milik
bersama. Dalam masyarakat ini manusia bebas dari keterasingannya dengan alam, dengan
sesama dan terutama dengan dirinya sendiri dalam pekerjaan. Manusia akan sungguh
mengalami perkembangan kemanusiannya yang utuh.
Tinjauan Kritis
a. Keungulan Pemikiran Marx
-

Menurut Marx manusia adalah makhluk yang bernialai pada dirinya sendiri.
Manusia tidak boleh diperalat atau memperalat dirinya demi kepentingan
produksi, uang, bahkan demi kelangsungan hidupnya sendiri. Manusia bebas
mengungkapkan kualitas-kualitas dirinya bagi orang lain. Ia makhluk individual
sekalugus makhluk sosial.

-

Pekerjaan merupakan sarana bagi manusia untuk menjadi dirinya sendiri.
Pekerjaan merupakan perwujudan dasariah dari tindakan manusia.

-

Marx memperluas cakrawala untuk menganailsis dan mengkritik sistem nilai yang
disebut “suci” dan “sopan”. Marx menolong kita untuk membersihkan sistem nilai
dari agama dan masyarakat (negara) yang disalahgunakan sebagai ideologi, yang
ternyata memihak kepentingan kelas yang berkuasa. Marx menolong kita
mencermati banyak hal yang diberi cap “kehendak Tuhan”, tetapi sebenarnya
menyimpan ketidakadilan yang sama sekali bertentangan dengan kehendak
Tuhan.

-

Analsis Marx tentang negara membantu kita melihat secara kritis setiap klaim
pemerintah atas kebijakan yang dikeluarkannya sebagai “demi kepentingan
masyarakat”, yang ternyata kadang-kadang demi kepentingan pihak-pihak tertentu
saja.

-

Analsis Marx tentang kelas sosial, menurut Magnis-Suseno, memperkaya
kemampuan kita memahami dinamika perubahan sosial; karena adanya orang
miskin dan kaya, burh dan pemilik alat-alat produksi, serta hubungan kekuasaan
yang tidak adil di antara mereka, merupak kenyataan.

-

Analisis Marx tentang masyarakat kapitalais juag menolong kita agar melihat
secara kritis kemungkinan-kemungkinan manipulatif yang disajikan kapitalisme,
sebab kenyataannya kebutuhan manusia tampaknya tidak perna bisa terpenuhi
secara tuntas

-

Dari analisisnya tentang pekerjaan manusia, Marx membantu kita agar dalam
menyelesaiakan suatu persoalan dalama masyarakat hendaknya menyentuh akar
permasalahan dengan bertolak dari kenyataan yang ada. Di samping itu, kita harus
tetap punya cita-cita, walaupun merupak hal yang utopis. Yang penting adalah
daya juang yang terkandung secara implisit dalam cita-cita itu, untuk membangun
kondisi hidup yang lebih baik

b. Kelemahan Pemikiran Marx
-

Memang harus diakui bahwa pekerjaan manusia memiliki arti penting bagi
manusia, tetapi Marx jatuh dalam pemutlakan dimensi pekerjaan (ekonomis)
dalam menjelaskan hakikat realisassi

diri manusia. Menurut, Magnis-Suseno

Marx kurang memahami seutuhnya hakikat realisasi diri manusia. Ada tiga
dimensi hakiki dalam realisasi diri manusia, yakni hubungannya dengan alam,
hubungannya dengan manusia lain dan hubungan dengan Yang Tersenden.
Dengan bekerja manusia mengolah alam. Hubungan manusia dan alam berada
pada posisi tidak seimbang (a-simetris). Marx, dengan analisisnya mengenai
pekerjaan manusia, menerapkan hubungan yang tidak setara tersebut pada relasi
antara manusia dengan manusia. Relasi antarmanusia ini seharusnya dibangun
dengan komunikasi yang dilandasi prinsip kesetaraan. Lebih dari itu, masih ada

dimensi ketiga realisasi diri manusia yang tidak dapat direduksi ke dalam kedua
dimensi di atas, yaitu keterbukaannya terhadap Yang Transenden.
-

Adanya keterasingan dalam industri modern adalah sebuah kenyataan yang tidak
bisa dipungkiri. Akan tetapi, apakah tepat menyamakan keterasingan dengan
pekerjaan upahan? Menurut Magnis-Suseno, kita dapat bertanya lebih lanjut:
apakah menerima upah saja dengan sendirinya sudah menjadi terasing? Tidakkah
pembayaran upah merupakan langkah praktis untuk mengatur pembagian hasil
kerja? Marx tampaknya kurang jeli memilah penyebab keterasingan yang
sesungguhnya, yaitu sistem upah sendiri dan pelbagai ketidakwajaran yang sering
terjadi di dalam sistem upah tersebut. Peningkatan keadilan dan perbaikan syaratsyarat kerja di dalam sistem inilah yang sebenarnya perlu dibenahi. Yang buruk
adalah orang bekerja hanya demi upah; karena pekerjaan lalu menjadi hal yang
tidak meyenangkan dan mengembangkan manusia. Oleh karena itu, ketika orang
bekerja dengan motivasi demi pengembangkan diri, selain dari peningkatan
kesejahteraan hidup dan tat kala terdapat kondidi-kondisi kerja yang cukup
memadai, maka upaya perbaikan terus menerus dapat mulai dibangun dari sini.

-

Tentang sistem hak milik Pribadi atas alat-alat produksi. Sistem ini netral. Sistem
ini pertama-tama dimaksudkan sebagai bentuk organisasi pekerjaan dan alokasi
hasil pekerjaan. Soalnya bukan pada sistem ini sendiri (an sich), tetapi pada
pembagiannya (keadilan distributif). Yang buruk adalah pembagian kepemilikan
secara tidak adil; termasuk peraampasan hasil kerja oleh pihak berkuasa, baik
pembuat keputusan, maupun pemilik modal.

-

Tentang Agama. Menurutt Marx agama adalah buatan manusia. Marx lupa, tidak
mau tahu, bahwa agama-agama besar (Kristen dan Islam) adalah agam yang lahir
dari Wahyu Ilahi. Hal ini melampaui rasionalitas manusia, tetapi tidak
bertentangan dengan akal budi manusia – yang terbatas.

-

Tentang negara. Negara oleh Marx hanaya dilihat sebagai alat represi kaum
kapitalis untuk mengamankan kepentingannya. Negara hanya memainkan
fungsinya seperti polisi dan tentara saja. Marx belum melihat (atau dengan
sengaja tidak mau melihat) funsi-fungsi positip dari negara modern.Negara
memankain fungsinya sebagai pengatur bentuk-bentuk komunikasi sosial supaya

tidak terjadi kerancuan; juga menjadi penyelenggara kebutuhan-kebutuhan publik
seperti pendidikan, lalu-lintas, jaminanan sosial, dan lain-lain, sejauh masyarakat
atau anggotanya tidak sanggup melaksanakannya sendiri. Negara juga berperan
sebagai penjamin kesatuan masyarakat. Negara juga berperan sebagai pelindung
hak asasi manusia.
-

Marx memandang agama, moralitas dan filsafat tidak lebih dari “alat” legitimasi
ideoligis struktur-struktur kekuasaan penindas yang ada. Marx, menurut MagnisSuseno, bertolak dari sebuah pengandaian bahwa manusia mempunya
kecenderungan untuk merasionalisasikan kepentingan-kepentingan egoisme
sebagai nilai universal. Hal ini didukung pula oleh kenyataan bahwa moalitas,
nilai-nilai budaya serta agama kadang-kadang digunakan secara ideologis untuk
membenarkan kedudukan kelas yng berkuasa. Akan tetapi kita juga dapat
bertanya mengapa agama-agama besar dan niali-nilai budaya dan moral dapat
mempertahankan diri ketika terjadi perubahan sosial menyeluruh utnk ,\mengubah
struktur kepentingan? Ini menunjukkan kekekliruan Marx dalam menilai agama,
moraitas dan filsafat, karena memang ketiga hal ini ternyata sungguh memiliki
kebenaran dalam dirinya sendiri (walaupun memang tetap dapat dimanupulasi).

-

Tentang Pembebasan manusia dari keterasingan, Bagi Marx ini adalah hasil
perjuangan kelas proletar. Marx memutlakan peran kelas ini. Ia tidak
memperhitungkan peran agama dan pemimpin kharismatis dalam proses
perubahan masyarakat.

-

Tentang revolusi sebagai jalan perubahan sosial. Jurgen Habermas mengingatkan
pentingnya komunikasi, yakni mencari solusi bersama dengan mengedepenkan
kepentingan bersama,

-

Pemikiran Marx tentang masyarakat tanpa kelas terlalu utopis. Keterasingan
bukanlah soal hitam-putih; atau terasing, atau tidak terasing. Keterasingan yang
menimpa manusia terkait dengan banyak hal dalam hidup manusia, maka upaya
pemecahannyapun harus melibatkan semua pihak yang terkait dalam menciptakan
keterasingan. Benarlah bahwa setiap perubahan harus diperjuangkan, tetapi tidak
harus dengan jalan kekerasan. Jalan ke arah pembebasan harus diupayakan
bersama dengan perundingan atau dialog.

Kesimpulan
Manusia itu luhur dan bermartabat. Keluhuran martabat manusia itu dapat
dimanupulasi secara ideologis. Dengan manipulasi ini manusia mengalami keterasingan.
Marx dalam uraiannya mengenai Keterasingan manusia dalam pekerjaan mendesak
diupayakan sebuah langkah pembebasan. Pembebasan ini adalah dengan jalan
penghapusan sistem hak milik pribadi atas alat-alat produksi dengan jalan revolusi.
Pandangan Marx ini sangat utopis. Akan tetapi bukankah utopia tetap dibutuhakan dalam
dinamika relasi cita-cita untuk membangun sebuah masyarakat yang lebih baik. Dalam
artian ini pemikiran Marx masih perlu dipahami, dibahas secara kritis dan disusikan lebih
lanjut.

Kepustakaan:
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1996
Berlin, isaiah. Biografi Karl Marx (Judul asli: Karl Marx: his Life and Enviroment)
diterjemahkan oleh Eri Setiayawati Alkhatab dan Silvester G. Syukur. Surabaya:
Pustaka Promethea, 2000.
Campbell, Tom. Tujuh Teori Sosial: Sketsa, Penialaian, Perbandingan (Judul asli: Seven
Theories of Human Society). Diterjemahkan oleh F. Budi Hardiman. Yogyakarta:
Kanisius, 1994.
Dahrendorf, Ralf. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri. (Judul asli: Class and
Class Conflic in industrial Society). Diterjemahkan oleh Ali Mandan. Jakarta:
Rajawali, 1986
Djanwar. Mengungkap Penghianatan/Pemberontakan G30s/PKI. Jakarta: Yreme, 1986
Elster, Jon. Marxisme: Analisis Kritis. (Judul asli: An Introduction to Karl Marx).
Diterjemahkan oleh Sudarmaji. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. 2000.
Giddens, Anthony. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suaru Analsis Karya-tulis
Marx,Durkheim dan Max Weber. (Judul asli: Capitalism and Modern Social
Theory: an Analysis of Marx, Durkheim and Max Weber) Diterjemahkan oleh
Soeheba Kramadibrata. Jakarta: Gramedia, 1993.

_____.Jalan Ketiga: Pembaharuan Demokrasi Sosial. (Judul asli: The Third Way: The
Renewel of Social Democracy). Diterjemahkan oleh Ketut Arya Mahardika.
Jakarta: Gramedia, 1993.
Hamersma, Harry. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia 1983
Hardiman, Fransisco Budi. Kritik Ideologi. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosial Klasik dan Modern, Jilid 1. (Judul asli” Sociological
Therory: Classical Founders and Contemporary Perspectives). Diterjemahkan
oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia, 1986.
Koesters, Paul-Heiz, Tokoh-tokoh Ekonomi Mengubah Dunia: Pemikiran=pemikiran
yang mempengaruhi Hidup Kita (Judul asli: Okonomen Veraden die Welt).
Diterjemahkan oleh Titi Soentoro- Effendi. Jakarta: Gramedia, 1988.
Magnis-Suseno, Franz. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: KAnisius, 1992.
_______. Etika Politik: Prinsip-prinsdip Moral Dasar Kenegaraan. Jakarta: Gramedia,
1999.
_______. Pemikran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme.
Jakarta: Gramedia, 1999.
Marx, Karl and Friedrich Engels. Ekonomic and Philosophic Manuscripts 0f 1844. (Judul
asli: Gesamtausgaben, Abt, 1, Bd.3). Translated by Martin Milligan and edited
with and introduction Dirk J. Struik. London: Lawrenc & ishart Ltd., 1970.
Poepoporwardojo, Soejanto dan Kees Bertens (ed.). Sekitar Manusia: Sebuah Bunga
Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia, 1985.
Snijers, P.G.A. Filsafat Manusia. Sinaksak: STFT St. Yohanes, 1993 (diktat)
Sutrisno, FX. Mudji & Budi Hardiman (ed.). Para Filsuf Penentu Gerak Zaman.
Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Tim Redaksi Driyarkara (ed.). Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan. Jakarta:
Gramedia, 1993.
Trueblood, David. Filsafat Agama. (Judul asli: Philosophy of Religion). Diterjemahkan
dan disusun kembali oleh H. M, Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang, 1965.