PENERAPAN UNSUR DELIK KESENGAJAAN PADA
PENERAPAN UNSUR DELIK KESENGAJAAN PADA KECELAKAAN
LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
YANG DILAKUKAN OLEH ORANG KARENA PENGARUH ALKOHOL
Muhammad Ramadan Kiro
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
(B111 08 057)
[email protected]
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain akibat kesalahan
pengemudi biasa terulang menjadi perdebatan para pakar hukum dalam penerapan unsur delik,
bahkan yang telah menjadi Yurispundensi kasus kecelakaan lalu lintas dijadikan kembali sebagai
bahan kajian hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncul permasalahan yang harus
diteliti yakni bagaimana analisis hukum pidana terhadap kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Bahan rujukan dalam penelitian ini adalah Perkara
No.743/Pid.B/2011/PN.Mks.
Penelitian ini dilakukan di Kota madya Makassar dengan memilih instansi yang terkait
dengan perkara ini yaitu dilaksanakan dipengadilan Negeri Makassar. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah Metode Kepustakaan dan Metode Wawancara kemudian data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengunkapkan hasil yang diharapkan
dan kesimpulan atas permasalahan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Hakim keliru dalam putusanya
mempertimbangkan kesalahan terdakwa karena unsur “dengan sengaja” yang dimaksud oleh
hakim dalam Pasal 311 Undang-undang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009 adalah akibat matinya
korban. Sedangkan mencermati bunyi Pasal 311 UU Lalu Lintas No.22 Tahun 2009, merupakan
delik formil bukan delik materil sebab yang dilarang adalah perbuatan bukan akibat. Sehingga
beban pembuktian bukan pada adanya kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang lain
seperti Pasal 338 KUHP, tetapi kesengajaan dalam mengemudi dengan cara atau keadaan yang
membahayakan nyawa atau barang orang lain.
PENDAHULUAN
Kurang taatnya terhadap norma hukum bisa mengakibatkan timbulnya kesalahan seperti
dalam peristiwa kecelakaan lalulintas yang terjadi biasa merupakan kesalahan yang dibuat oleh
manusia sendiri selain dari aspek kendaraan dan jalan . Kesalahan yang tidak disengaja atau
lebih dikarenakan oleh tindakan kelalaian berlalu lintas biasa terjadi padahal tidak menuntut
kemungkinan kesengajaan pengemudi bisa saja terjadi, sehingga tidak ada kekhilafan dari hakim
dalam memutuskan suatu perkara mengenai tindak pidana terhadap sebuah kesalahan.
Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah makin tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan
raya. Memperhatikan hal tersebut di atas, perlu diketahui apakah ketentuan perundang-undangan
yang berlaku saat ini telah cukup memberi keadilan. Apalagi Jika mencermati dalam Undangundang khusus yang mengatur tentang lalu lintas yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan belum adanya aturan hukum yang menyebutkan
langsung mengenai pengemudi dalam keadaan-keadan misalnya dalam keadaan mabuk pengaruh
minuman keras atau obat-obatan sehingga kelalaian dan kesengajaan sangat susah untuk
dirumuskan menjadi sebuah kepastian dalam kecelakaan lalu lintas sehingga untuk kepastian
hukum tidak ada. Hal ini berkaitan dengan permasalahan seputar pertanggung jawaban
pengemudi dalam suatu kecelakaan lalulintas dimana selain disebabkan oleh kelalaian seorang
pengemudi, ada faktor lain yang lebih besar dari pada faktor kelalaian jika diperhatikan hal
tersebut yaitu jika mengemudi seperti dalam keadaan mabuk karna alkohol atau obat-obatan,
kelelahan, ngebut diatas kecepatan tetap dipaksakan walaupun resiko mengemudi dalam keadan
itu diabaikan sehingga kesalahan dalam bentuk kesengajaan menurut hukum bisa saja trerjadi.
Kelalaian atau sengajaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas hingga
mengakibatkan orang lain meninggal dunia yang disebabkan oleh kesalahan pengemudi
kendaraan biasa menjadi perdebatan para pakar hukum dalam penerapan unsur delik, Hal ini
terjadi karena faktor kelalaian atau kehilafan dari hakim dalam memutuskan suatu perkara,
sehingga sangat merugikan pihak tertentu dan akibatnya melenceng dari tujuan hukum. Bahkan
yang telah menjadi Yurispundensi kasus kecelakaan lalu lintas dijadikan kembali sebagai bahan
kajian hukum, sebab kebiasaan hakim sering kali melakukan kekeliruan terhadap para terdakwa
karena tipisnya perbedaan antara kelalaian dan kesengajaan terhadap kecelakaan lalu lintas,
seperti kecelakaan Metromini jurusan Senen- Tanjung Priuk pada tahun 1994 yang menewaskan
32 orang yang menjadi Yurispundensi. Masalah ini terjadi kembali pada kecelakaan mobil xenia
oleh pengemudi Afriyani susanty di daerah tugu Tani Jakarta pada tanggal 22 January 2012 yang
menewaskan 9 orang pejalan kaki. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh kepastian hukum
dalam penerapan unsur delik kesengajaan terhadap kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lainn.
BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian normative
yaitu penelitian yang mencangkup asas dan sistematika hukum sebagai penelitian doktrinal yaitu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku (law as it is written in book),
maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.1
Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian yang menunjang penulisan ini, maka Penulis memilih lokasi di
Kota Makassar untuk mendapatkan data dan informasi yang tentunya sesuai dengan pokok
bahasan dalam karya tulis ini. Pengumpulan data dan informasi dilakukan Penulis di beberapa
tempat seperti perpustakaan daerah Kota Makassar, perpustakaan pusat Universitas Hasanuddin
dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Jenis dan Sumber Data
1) Bahan hukum primer yang Terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan.
2) Bahan hukum sekunder yaitu publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamuskamus hukum, artikel dan jurnal-jurnal hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan
juga internet.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini :
1)
Penelitian pustaka (library research), yaitu menelaah berbagai buku kepustakaan,
artikel, karya ilmiah dan berbagai sumber bacaan dengan mengkaji teori-teori dalam riteratur
hukum pidana yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Serta peraturan perundangundangan yang berlaku.
2)
Penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dengan mengamati
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena beberapa kasus yang sejenis tentang
kecelakaan lalu lintas dalam berbagai media baik pada penelitian pustaka dan terutama
internet sesuai dengan materi tulisan ini. Serta melakukan diskusi dengan para sarjana yang
tertib ilmunya relevan dengan pembahasan tulisan ini.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan meggunakan wawancara dengan narasumber yang
berkompoten yaitu Hakim, jaksa dan para akademisi hukum pidana. Prosedur pengumpulan
bahan hukum yang akan digunakan adalah dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library
Research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan bahan hukum sekunder melalui
1 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 118.
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar
hukum dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaedah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori atas pengertianpengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang penulis peroleh adalah melalui studi
kepustakaan dan peraturan perundang-undangan diolah dan dianalisis berdasarkan metode
deskriftif kualitatif yaitu dengan cara:
a.
Data yang diperoleh disusun secara sistematis setelah diseleksi berdasarkan permasalahan
dan dilihat kesesuaianya dengan ketentuan yang berlaku.
b.
Menemukan hubungan di antara berbagai kategori dalam bentuk kesalahan kemudian diolah.
c.
Menjelaskan dan menguraikan pandangan atau pendapat para pakar hukum berdasarkan
teori-teori dan peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas
permasalahan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Unsur-unsur Delik
Menurut doktrin, unsur-unsur delik terdiri atas unsur unsur subjektif dan unsur objektif. 2
Terhadap unsur-unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut :
a. Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas pidana menyatakan
“tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a person guilty unless
the mind is guilty or actus non facit reum nisi means sit rea). Kesalahan yang dimaksud
disini adalah yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolos) dan kealpaan
(negligence or schuld).
Adapun unsur subjektif terdiri dari:
1) Kesengajaan
2 Leden Marpaung, 2009, Asas - Teori - Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9.
Menurut para pakar, ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu: (a) Kesengajaan sebagai maksud,
(b) Kesengajaan dengan sadar kepastian, (c) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus
eventualis).
2) Kealpaan, adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan. Ada dua bentuk
kealpaan, yaitu: (a) Tidak berhati-hati;dan (b) Tidak menduga-duga akibat perbuatan itu.
3) Dapat dipertanggung jawabkan
b. Unsur objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: (a) Perbuatan manusia, (b)
akibat perbuatan manusia, (c) keadaan-keadan, (c) sifat dapat dihukum dan melawan hukum.
Kesengajaan (Dolus)
Dalam Criminal Wetboek ( Kitap Undang-Undang ) tahun 1809 kesengajaan adalah kemauan
untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan
oleh undang-undang.3
Menurut Satochid Kartanegara bahwa, yang dimaksud dengan orang yang melakukan
kesengajaan adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki (willen) perbuatan itu serta menginsafi atau mengerti (wetten) akan akibat
perbuatan itu.4
Menurut van Hanttum yang mengatakan bahwa dikehendaki (willen) tidak sama dengan
(wetten) . Jadi, “dengan sengaja” dan willens dan wetens tidak sama. Seseorang yang hendak
(willen) berbuat sesuatu belum tentu mengendaki juga akibat yang pada akhirnya sungguhsungguh terjadi karena perbuatan tersebut.5
Menurut J.E. Jonkers dalam praktek katanya hakim sangat sering mempersamakan dua
pengertian dikehendaki dan diketahui yang tidak sama itu yaitu “ dengan sengaja “ meliputi pula
(mengetahui) bahwa perbuatan yang dilakukan adalah pelanggaran hukum.6
Adapun teori-teori tentang pengartian kesengajaan adalah :
1. Teori Kehendak (wilstheorie)
3
4
5
6
Ibid., hlm. 13.
Leden Marpaung, loc. cit.
Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 114.
Andi Hamzah, Loc. cit.
Teori ini dikemukakan oleh Von Hippel dalam bukunya Die Grenze Vorsatzund
fahrlassigkeit terbitan tahun 1903. Menurut Von Hippel, kesengajaan adalah kehendak
membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat dari tindakan itu. Akibat
dikehendaki apabila akibat itu menjadi maksud dari tindakan tersebut.7
Contoh :
A mengarahkan pistol kepada B;
A menembak mati B;
A adalah sengaja apabila A benar-benar menghendaki kematian B.
2. Teori membayangkan ( Voorstellingstheorie)
Teori ini diutarakan Frank dalam bukunya Festschrift gieszen tahun 1907. Teori ini
mengemukakan bahwa manusia tidak mungkin dapat mengendaki suatu akibat, manusia
hanya dapan mengingini, mengharapkan atau membayangkan (Voorstellen) kemungkinan
akan adanya suatu akibat adalah sengaja “ sengaja” apabila suatu akibat yang ditimulkan
dari suatu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih
dahulu telah dibuatnya.8
Menurut teori pengetahuan/ membayangkan/ persangkaan bahwa akibat yang menyertai
itu tidak dapat dikehendaki oleh pelaju, sehingga pelaku dapat ditunjukan kepada perbuatan
saja.
Contoh :
A membayangkan kematian musuhnya si B, agar dapat merealisasikan bayangan tersebut, A
membeli sepucuk pistol. Pistol tersebut kemudian diarahkan kepada si B dan ditembak
sehingga B jatuh, kemudian mati.
Adapun bentuk-bentuk kesengajaan adalah :
Secaara umum para pakar pidana telah menerima adanya 3 bentuk kesengajaan ( Opzet),
yakni :
a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk);
Menurut Vos, sengaja sebagai maksud apabila pembuat menghendaki perbuatanya. Ia
tidak pernah melakukan perbuatanya apabila pebuat mengetahui bahwa akibat perbuatanya
tidak akan terjadi.9
7 Leden Marpaung, op.cit., hlm. 14.
8 Leden Marpaung, Loc. cit.
9 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 124.
Menurut Hazewinkel-Suringa sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi,
ialah terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupan ada kemungkinan
akibat lain yang yang sama sekali tidak diinginkan terjadi, jika walaupun akibat (yang sama
sekali tidak diinginkannya) itu diinginkan daripada menghentikan perbuatanya, maka terjadi
pula kesengajaan.10
Jadi menurut teori ini untuk adanya kesengajaan diperlukan dua (2) syarat:
1) Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/ keadaan yang merupakan delik,
dibuktikan dari kecerdasan pikiranya yang dapat disimpulkan antara lain dari pengalaman,
pendidikan/lapisan masyarakat dimana terdakwa hidup.
2) Sikap terhadap kemungkinan itu andaikata timbul, ialah apa boleh buat, dapat disetujui atau
berani mengambil dan hal ini dapat dibuktikan dari ucapan-ucapan terdakwa mengenai
perbuatanya, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat yang tidak diingini.
Contoh :
Apabila A menembak B dan senjatanya ditujukan diarah jantung atau kepala orang itu, maka
dapat disimpulkan oleh hakim bahwa pembuat sengaja (sebagai maksud) menghilangkan
nyawa orang lain tersebut.
b. Kesengajaan dengan keinsafan pasti ( opzet als zekeheidsbewustzijn);
Sengaja dengan kesadaran kepastian adalah pembuat yakin bahwa akibat yang
dimaksdukannya tidak akan dicapai tanpa terjadinya akibat yang tidak dimaksud, atau
menurut teori kehendak, apabila pembuat juga menghendaki akibat atau hal-hal yang turut
serta mempengaruhi terjadinya akibat yang lebih dahulu telah dapat dielakkan terjadi, maka
orang itu melakukan sengaja dengan kepastian terjadi. Sedangkan menurut teori
membayangkan, apabila bayangan tentang akibat/ hal-hal yang turut serta mempengaruhi
terjadinya akibat yang tidak langsung dikehendaki tetapi juga tidak dapat dielakkan, maka
orang itu melakukan sengaja dengan kepastian.
Contoh :
A hendak membunuh B, dengan membawa senjata api, A menuju rumah B akan tetapi
ternyata setelah sampai dirumah B ,C berdiri didepan B, disebabkan rasa marah, walaupun
dia tahu C yang berdiri didepan B, A toh melepaskan tembakan. Peluru yang ditembakkan
10 Andi Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 113.
oleh A pertama-tama mengenai C dan kemudian B , sehingga B dan C mati. Dalam hal ini
Opzet A terhadap C adalah kesengajaan dengan keinsafan pasti.
c. Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan ( dolus eventulis).
Menurut Hazewinkel-Suringa sengaja dengan kesadaran kemungkinan, ialah terjadi
jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain
yang sama sekali tidak diinginkannya tejadi, jika walaupun akibat (yang sama sekali tidak
diinginkannya) itu diinginkan daripada menghentikan perbuatannya, maka terjadi pula
kesengajaan.11
Sengaja dengan kesadaran kemungkinan dikenal juga sebagai “in kauf nehman” (op den
koop toe nemen) atau diterjemahkan dengan “teori apa boleh buat” sebab kalau resiko yang
diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yang
maksud),”apa boleh buat”, dia juga berani juga pikul resiko-resiko.12 Jadi menurut teori ini
untuk adanya kesengajaan diperlukan dua (2) syarat:
1) Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/ keadaan yang merupakan delik,
dibuktikan dari kecerdasan pikirannya yang dapat disimpulkan antara lain dari
pengalaman, pendidikan/lapisan masyarakat dimana terdakwa hidup.
2) Sikapnya terhadap kemungkinan itu andaikata timbul, ialah apa boleh buat, dapat
disetujui atau berani mengambil dan hal ini dapat dibuktikandari ucapan-ucapan
terdakwa mengenai perbuatannya, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat
yang tidak diingini.
Contoh :
A selaku sopir bus antar kota mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi. Meskipun
salah seorang penumpang telah memperingatkan
agar hati-hati, ia toh tidak
mengurangi kecepatan sehingga pada waktu tikungan, bus tersebut terbalik, yang
mengakibatkan penumpan S meninggal dan beberapa lika berat.
Kelalaian/kealpaan (culpa)
11 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 126.
12 Moeljatno, 2008, Asaa-asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 190.
Culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada umumnya sedangkan culpa dalam arti
sempit yaitu bentuk kesalahan yang berupa kealpaan. Sebagaimana halnya dengan kesengajaan
mengenai kealpaan ini juga diterangkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
tentang artinya. Maka itu penulis akan melihat pada teori atau ilmu pengetahuan untuk memberi
pengertianya ini diantaranya :
Van hamel, kealpaan mengandung dua syarat:13
1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Simon, pada umumnya “achuld” (kealpaan) mengandung dua unsur:14
1. Tidak adanya penghati-hati, disamping
2. dapat diduga-duganya timbul akibat
jadi hampir sama dengan van Hamel diatas. Ini memang dua syarat yang menunjukkan
bahwa dalam batin yterdakwa kurang diperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum
atau ditinjau dari masyarakat, bahwa dia kurang memperhatikan akan larangan-larangan
yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam hubungan ini Vos mengemukakan, bahwa dalam delik-delik culpa sifat melawan
hukum telah tersimpul didalam culpa itu sendiri.
Pada umumnya culpa dibedakan atas :
1. Kealpaan dengan kesadaran ( bewuste schuld) dalam hal ini, si pelaku telah membayangkan
atau menduka akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah,
toh timbul juga akibatnya.
2. Kealpaan tanpa kesadaran ( onbewuste
schuld)
dalam hal ini, si pelaku tidak
membayangkan atau menduga timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam oleh
undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.
Selain dari bentuk kealpaan tersebut, ada juga pakar yang membedakan kealpaan sebagai
berikut :15
a. Kealpaan yang dilakuka secara mencolok, yang disebut (culpa Lata)
b. Kealpaan yang dilakukan secara ringan, yang disebut ( culpa Levis).
13 Ibid., hlm., 217.
14 Moeljatno, loc. cit.
15 Leden Marpaung, op. cit., hlm. 27.
Menurut Van dijk, perbedaan kealpaan dengan kesengajaan dan keinsafan kemungkinan
( dolus eventualis ).16 contoh:
Pekerja yang sedang bekerja diatas rumah kemudian melemparkan sebuah balok kebawah dan
menimpa orang. Jika disekeliling rumah biasanya ada orang yang lewat, kemudian balok itu
dilempar tanpa memikirakan kemungkinan besar ada orang yang berjalan disitu, dapat dikatakan
pekerja tersebut telah melakukan suatu kealpaan. Sedangkan apabila mereka mengingat ada
kemungkinan bisa terbunuhnya seseorang yang sedang lalulalang disitu, namun balok itu toh
tetap dilemparkan karena orang-orang
itu lebih suka melemparkan balok itu daripada
mengangkutnya dengan susah payah, maka hal itu dinamakan kesengajaan dengan keinsafan
kemungkinan ( dolus eventualis ).
Berdasaran uraian diatas tampak jelas bahwa faktor subjektif atau kehendak pelaku yang
membedakanya. “ faktor kehendak yang pada pembuat mulai dari kehendak sebagai maksud
sampai pada kealpaan keadaan faktor kehendak akan semakin lemah.
Dalam mencermati perubahan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nomor 22
tahun 2009 disadari atau tidak telah menengahi perdebatan ada atau tidaknya kesengajaan
membunuh. Sebelum penulis masuk kedalam posisi kasus yang menjadi bahan kajian dalam
pembahasan maka Penulis akan memperlihatkan beberapa pendapat dalam contoh kasus dari
para pakar hukum yang mana Penulis pandang perlu dikemukakan sebagai bahan ulasan contoh
untuk memperlihatkan perbedaan antara kelalaian dan kesengajaan.
Menurut Hazewinkel-suringa, sebenarnya terjadi batas yang sangat tipis antara culpa
yang disadari disatu pihak dan sengaja kemungkinan (sengaja bersyarat) dilain pihak.
Persamaanya sebenarnya keduanya baik culpa yang disadari maupun sengaja kemungkinan,
pembuat dapat melihat kedepanya kemungkinan akibat perbuatanya.17
Van Bemmelen, bahwa orang tidak boleh terpaku mati pada pengertian yuridis tentang
willens (menghendaki) dan wetten (mengetahui), oleh karena terdakwa yang diperiksa didepan
sidangan tidak mungkin dapat mengigat betul-betul kejadian pada saat ia mewujudkan delik.
Mungkiin ada faktor-faktor yang menyebabkan ia tidak lagi mampu mengingat benar-benar
kejadian yang lengkap, oleh karena itu keterangan terdakwa tentang apa yang menggerakannya
16 Leden Marpaung, loc. cit.
17 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 134.
untuk berbuat mempunyai nilai yang terbatas. Keterangan paling tinggi berupa konstruksi
hukum.18
Pompe mengatakan tiada seorangpun yang dapat mengetahui tentang akibat perbuatan
perbuatan itu, pembuat hanya dapat mengerti atau dapat menduga bagaimana akibat perbuatanya
itu,atau hal-hal apa yang akan turut serta mempengaruhi terjadinya akibat perbuatanya itu. Tetapi
untuk menentukan adanya mengerti dan menduga harus didasarkan pada ukuran objektif. 19
Keadaan subjektif memberi kesimpulan yang sangat berlainan, dari sudut hukum pidana
ditinjau dengan pandangan yang lain. Van Dijk memberi gambaran tentang hal ini dengan
memberi contoh beberapa pekerja yang sedang bekerja diatas sebuah rumah kemudian
melemparkan sebuah balok kebawah menimpa orang. Jika rumah itu dikelilingi sebuah kebun
partikiler dimana biasanya tidak pernah ada orang, kejadian itu adalah kejadian yang tiba-tiba
dan tidak disengaja. Jadi pekerja itu tidak usah menyangka-nyangkanbahwa sedang ada orang
yang berlalu lalang disitu. Namun apabila disekeliling rumah biasanya ada orang yang lewat,
kemudian balok itu dilempar tanpa memikirkan kemungkinan besar ada orang yang berjalan
disitu, dapat dikatakan “kealapaan yang disadari” sehingga pekerja-pekerja tersebut dikatakan
telah melakukan suatu kelalaian besar . Demikian pula apabila para pekerja tersebut
mempertimbangkan kemungkinan itu, tetapi mereka mengharapakan pada saat itu tidak ada
orang yang berjalan disitu, sedangkan hal itu tidak boleh diharapakan, kejadian itu dinamakan
“kealpaan yang disadari” sehingga mereka dikatakan sangat tidak berhati-hati. Sedang apabila
mereka mengingat ada kemungkinan bisa terbunuhnya seseorang yang sedang lalu lalang disitu,
namun balok itu toh tetap dilemparkan karena orang-orang itu lebih suka melempar balok itu dari
pada mengankutnya dengan susah paya, hal itu dinamakan dolus eventualis.20
Dalam teori pengetahuan menurut Moeljatno21 bahwa kesengajaan dapat dimasukan
dalam corak kepastian dan kemungkinan yaitu terdakwa menginsafi bahwa pasti akan dan ada
atau mungkin ada. Contoh seandainya terdakwa ingin menembak babi hutan, tapi karena diwaktu
menembak, dia mengerti bahwa disekitar babi ada banyak orang-orang desa yang menguber-uber
binatang tersebut, dan akibatnya yang kena saja tembakan bukan saja babi, tapi juga salah
18
19
20
21
Andi Zainal Abidin Farid, op. cit., hlm. 270.
Andi Hamzah, op. cit., hlm 128.
Laden Marpaung, op. cit., hlm. 27.
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 177.
seorang diantara penguber tadi (atau babi tidak kena sama sekali), maka matinya orang itu
dikatakan disengaja pula. Kalau dia insyaf akan kepastian tembaknya orang tadi kesengajaan
terhadap akibat itu dinamakan kesengajaan sebagai kepastian dan kalau yang diinsafi hanya
kemungkinanya saja, kesengajaan sebagai kemungkinan.
Analisis Kasus : Suatu Pemahaman Delik Kesengajaan
Kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam perkara
No.743/Pid.B/2011/PN.Mks :
-
-
-
Awalnya terdakwa yang dalam keadaan mabuk setelah mengkonsumsi minuman berakohol
mengemudikan mobil Toyata Landcruiser dengan nomor polisi B 33 KEN bergerak dari arah
selatan ke utara jalan jenral Sudirman dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan atau
dari arah utara keselatan bergerak beberapa sepeda motor dan ada yang dalam keadaan
terparkir rapi di pinggir jalan.
Bahwa terdakwa yang menyadari tingkat kosentrasinya dan kesadaran berkurang karena
pengaruh minuman beralkohol tetap mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi;
Bahwa menghampiri pertemuan antara mobil yang dikendarai oleh terdakwa dengan sepeda
motor yang mengadakan konvoi, mobil yang dikemudikan oleh terdakwa tiba-tiba keluar
jalur atau mengambil jalur sebelah kananan dengan kecepatan tinggi tanpa memberi
peringatan berupa klakson atau kode lampu bagi pengguna jalan lainya ;
Bahwa bagian depan mobil yang dikendarai oleh terdakwa kemudian menabrak beberapa
sepeda motor yang bergerak dari arah utara ke selatan, sambil menyeret dua korban mobil
yang dikendarai oleh terdakwa oleng dan berbelok kekiri mengarah ketempat berkumpulnya
beberapa orang lain yang sedang berkumpul diatas sepeda motor yang dalam keadaan
terparkir dengan tetap dalam kecepatan tinggi tanpa ada usaha dari terdakwa untuk
mengurangi kecepatan kendaraanya dengan mengerem sehingga menabrak beberapa orang
lainya lagi, mobil yang dikemudikan oleh terdakwa tetap dalam keadaan bergerak dan dapat
berhenti dengan sempurna setelah menabrak tembok pagar monument Mandala sehingga
mengakibatkan empat orang meninggal ditempat .
Dari penjelasan diatas berdasarkan teori dan contoh kasus maka jika dilhat dalam situasi
konkret pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang
dilakukan oleh orang karena pengaruh alcohol atau dalam keadaan mabuk maka berdasarkan
hasil penelitian baik melalui wawancara maupun melalui studi kepustakaan dari dokumendukumen yang terkait terhadap kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain dalam perkara No.743/Pid.B/2011/PN.Mks, Penulis tidak sependapat dengan Majelis Hakim
terhadap putusanya membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu primair dan kedua primair yang
berkaitan dengan Pasal 311 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No.22 Tahun 2009
yang rumusanya:
Pasal 311 ayat (1) “Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor
dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang. Ayat (5) Dalam hal
perbuatan dimaksud mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana penjara paling
lama 12 (dua belas) tahun penjara atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah)” .
Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “dengan sengaja” tidak terbukti karena majelis
berpendapat bahwa terdakwa sama sekali tidak sempat memikirkan akibat dari perbuatanya
sehingga cuma terbukti karena kelalaian dalam mengemudi yang menyebabkan orang lain
meninggal dunia sebagaimana dalam rumusanya:
Pasal 310 ayat (4) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaianya mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Menurut Penulis, hakim biasa cuma mempertimbangkan alasan dari terdakwa yaitu
terdakwa sama sekali tidak memikirkan akibat perbuatanya tanpa melihat ukuran objektifnya
yang dilakukan oleh terdakwa. Menurut penulis, dasar untuk menganggap adanya kesengajaan,
hanya berdasar dugaan obyektif bahwa pelaku semestinya tahu akibat dari perbuatannya (yang
tidak langsung berakibat pada hilangnya nyawa) itu. Menurut Pompe22 bahwa untuk menentukan
adanya “mengerti” dan “menduga” harus didasarkan pada ukuran objektif.
Berdasarkan keterangan saksi bahwa sebelum terjadinya tabrakan posisi mobil saat itu
melewati garis tengah jalan dalam kecepatan tinggi sekitar 80km/jam tanpa tanda isyarat seprti
bunyi klakson atau kode lampu. Tindakan ini tentunya sangat membahayakan adanya
akibat/keadaan orang baik terhadap nyawa maupun barang. dan terdakwa juga menyadari tingkat
konsentarsinya dan kesadaranya berkurang karena pengaruh minuman berakohol dan tetap
mengemudikan mobilnya sebagaimana berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa sendiri.
Keadaan ini dibenarkan dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan jaksa penuntut
umum, mengatakan bahwa memang keadaan terdakwa dalam mengemudi sangat lelah
konsentrasinya berkurang karena seharian beraktifitas, dan terdakwa mengaku telah meminum
minuman berakohol, menurut pengakuan terdakwa dalam persidangan.
Berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa dalam persidangan menurut penulis, Majelis
Hakim mengabaikan keterangan saksi yaitu berdasarkan pengakuan terdakwa menyadari tingkat
konsentarasi dan kesadaranya berkurang tetapi tetap mengemudikan mobilnya dalam kecepatan
22 Andi Hamzah, op. cit., hlm. 128.
tinggi. Menurut Penulis, terdakwa menyadari berarti mengetahui keadaan dirinya dalam
mengemudi membahayakan nyawa orang lain. Jadi jika dilihat pada ukuran objektifnya terdakwa
seharusnya dapat memikirkan akibat dari perbuatanya bawa dapat membahayakan barang dan
nyawa orang lain dalam mengemudi. Sehingga berdasarkan teori pengetahuan dalam
kesengajaan perbuatan terdakwa termasuk kesengajaan dengan sadar kemungkinan.
Jadi berdasarkan hasil analisis dan penelitian Penulis, dalam kasus ini tidak sependapat
dengan pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa unsur dengan sengaja pada Pasal 311
Undang-undang Lalu Lintas dan AngkutanJalan No. 22 Tahun 2009 tidak terpenuhi pada
perbuatan terdakwa.23
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil rumusan masalah , hasil penelitian dan pembahasan maka Penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa pada penerapan hukum pidana terhadap kecelakaan lalu lintas
dalam putusan No. 743/Pid.B/2011/PN.Mks menurut Penulis, Hakim keliru dalam putusanya
karena unsur dengan sengaja yang dimaksud oleh Hakim dalam Pasal 311 Undang-Undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan No.22 Tahun 2009 adalah akibat matinya korban. Sedangkan pasal ini
menurut Penulis merupakan delik formil bukan delik materil sebab yang dilarang adalah
perbuatan bukan akibat. Jadi beban pembuktian bukan pada adanya kesengajaan untuk
menghilangkan nyawa orang lain seperti Pasal 338 KUHP, tetapi kesengajaan mengemudi
dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa atau barang orang lain.
SARAN
1. Setelah melakukan penelitian maka penulis dapat memberikan saran sebagai masukan
bahwa seyogyanya dalam kasus ini Majelis Hakim untuk mempertimbankan unsur
kesengajaan dalam Pasal 311 Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, jangan beban pembuktianya pada adanya kesengajaan mengilangkan nyawa
orang lain tetapi kesengajaan mengemudi dengan cara atau keadaan yang membahayakan
nyawa orang lain
2. Jika ada kasus serupa terhadap kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilngnya nyawa
orang yang dilakukan karena pengaruh alkohol atau obat-obatan seperti kasus
pada
kecelakaan mobil xenia oleh pengemudi Afriani susanti di daerah tugu Tani Jakarta pada
23 Lihat Pasal 311 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
tanggal 22 januari 2012 yang menewaskan 9 orang pejalan kaki Jangan menggunakan Pasal
338 seperti Yurispundensi kasus metro mini pada tahun 1994, karena murupakan sebuah
kekeliruan dan kemunduran hukum mengingat sudah adanya aturan khusus yang berlaku
yaitu Undang- undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jadi
dalam hal kasus semacam ini berlakulah ketentuan hukum yang mengatakan : lex specialis
derogat legi generali (undang-undang khusus meniadakan undang-undang umum).
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Andi Zainal Abidin Farid. 2007. Hukum Pidana 1. Sinar Grafika: Jakarta.
Adami Chazawi. 2001. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja
Grafindo Perseda: Jakarta.
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Bambang Poernomo. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalilea Indonesia: Yogyakarta.
Leden Marpaung. 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika: Jakarta.
Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
---------------. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
---------------. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta Jakarta.
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung.
Schaffmeister. Keijzer dan Sutorius. 2011. Hukum Pidana . PT. Citra Aditya Bakti: Surabaya.
Soenarto Soerodibroto. 2003. KHUP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi mahkama Agung
Dan Hoge Raad . RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Perundang- Undangan
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP.
LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
YANG DILAKUKAN OLEH ORANG KARENA PENGARUH ALKOHOL
Muhammad Ramadan Kiro
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
(B111 08 057)
[email protected]
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain akibat kesalahan
pengemudi biasa terulang menjadi perdebatan para pakar hukum dalam penerapan unsur delik,
bahkan yang telah menjadi Yurispundensi kasus kecelakaan lalu lintas dijadikan kembali sebagai
bahan kajian hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncul permasalahan yang harus
diteliti yakni bagaimana analisis hukum pidana terhadap kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Bahan rujukan dalam penelitian ini adalah Perkara
No.743/Pid.B/2011/PN.Mks.
Penelitian ini dilakukan di Kota madya Makassar dengan memilih instansi yang terkait
dengan perkara ini yaitu dilaksanakan dipengadilan Negeri Makassar. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah Metode Kepustakaan dan Metode Wawancara kemudian data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengunkapkan hasil yang diharapkan
dan kesimpulan atas permasalahan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Hakim keliru dalam putusanya
mempertimbangkan kesalahan terdakwa karena unsur “dengan sengaja” yang dimaksud oleh
hakim dalam Pasal 311 Undang-undang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009 adalah akibat matinya
korban. Sedangkan mencermati bunyi Pasal 311 UU Lalu Lintas No.22 Tahun 2009, merupakan
delik formil bukan delik materil sebab yang dilarang adalah perbuatan bukan akibat. Sehingga
beban pembuktian bukan pada adanya kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang lain
seperti Pasal 338 KUHP, tetapi kesengajaan dalam mengemudi dengan cara atau keadaan yang
membahayakan nyawa atau barang orang lain.
PENDAHULUAN
Kurang taatnya terhadap norma hukum bisa mengakibatkan timbulnya kesalahan seperti
dalam peristiwa kecelakaan lalulintas yang terjadi biasa merupakan kesalahan yang dibuat oleh
manusia sendiri selain dari aspek kendaraan dan jalan . Kesalahan yang tidak disengaja atau
lebih dikarenakan oleh tindakan kelalaian berlalu lintas biasa terjadi padahal tidak menuntut
kemungkinan kesengajaan pengemudi bisa saja terjadi, sehingga tidak ada kekhilafan dari hakim
dalam memutuskan suatu perkara mengenai tindak pidana terhadap sebuah kesalahan.
Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah makin tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan
raya. Memperhatikan hal tersebut di atas, perlu diketahui apakah ketentuan perundang-undangan
yang berlaku saat ini telah cukup memberi keadilan. Apalagi Jika mencermati dalam Undangundang khusus yang mengatur tentang lalu lintas yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan belum adanya aturan hukum yang menyebutkan
langsung mengenai pengemudi dalam keadaan-keadan misalnya dalam keadaan mabuk pengaruh
minuman keras atau obat-obatan sehingga kelalaian dan kesengajaan sangat susah untuk
dirumuskan menjadi sebuah kepastian dalam kecelakaan lalu lintas sehingga untuk kepastian
hukum tidak ada. Hal ini berkaitan dengan permasalahan seputar pertanggung jawaban
pengemudi dalam suatu kecelakaan lalulintas dimana selain disebabkan oleh kelalaian seorang
pengemudi, ada faktor lain yang lebih besar dari pada faktor kelalaian jika diperhatikan hal
tersebut yaitu jika mengemudi seperti dalam keadaan mabuk karna alkohol atau obat-obatan,
kelelahan, ngebut diatas kecepatan tetap dipaksakan walaupun resiko mengemudi dalam keadan
itu diabaikan sehingga kesalahan dalam bentuk kesengajaan menurut hukum bisa saja trerjadi.
Kelalaian atau sengajaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas hingga
mengakibatkan orang lain meninggal dunia yang disebabkan oleh kesalahan pengemudi
kendaraan biasa menjadi perdebatan para pakar hukum dalam penerapan unsur delik, Hal ini
terjadi karena faktor kelalaian atau kehilafan dari hakim dalam memutuskan suatu perkara,
sehingga sangat merugikan pihak tertentu dan akibatnya melenceng dari tujuan hukum. Bahkan
yang telah menjadi Yurispundensi kasus kecelakaan lalu lintas dijadikan kembali sebagai bahan
kajian hukum, sebab kebiasaan hakim sering kali melakukan kekeliruan terhadap para terdakwa
karena tipisnya perbedaan antara kelalaian dan kesengajaan terhadap kecelakaan lalu lintas,
seperti kecelakaan Metromini jurusan Senen- Tanjung Priuk pada tahun 1994 yang menewaskan
32 orang yang menjadi Yurispundensi. Masalah ini terjadi kembali pada kecelakaan mobil xenia
oleh pengemudi Afriyani susanty di daerah tugu Tani Jakarta pada tanggal 22 January 2012 yang
menewaskan 9 orang pejalan kaki. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh kepastian hukum
dalam penerapan unsur delik kesengajaan terhadap kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lainn.
BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian normative
yaitu penelitian yang mencangkup asas dan sistematika hukum sebagai penelitian doktrinal yaitu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku (law as it is written in book),
maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.1
Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian yang menunjang penulisan ini, maka Penulis memilih lokasi di
Kota Makassar untuk mendapatkan data dan informasi yang tentunya sesuai dengan pokok
bahasan dalam karya tulis ini. Pengumpulan data dan informasi dilakukan Penulis di beberapa
tempat seperti perpustakaan daerah Kota Makassar, perpustakaan pusat Universitas Hasanuddin
dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Jenis dan Sumber Data
1) Bahan hukum primer yang Terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan.
2) Bahan hukum sekunder yaitu publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamuskamus hukum, artikel dan jurnal-jurnal hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan
juga internet.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini :
1)
Penelitian pustaka (library research), yaitu menelaah berbagai buku kepustakaan,
artikel, karya ilmiah dan berbagai sumber bacaan dengan mengkaji teori-teori dalam riteratur
hukum pidana yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Serta peraturan perundangundangan yang berlaku.
2)
Penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dengan mengamati
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena beberapa kasus yang sejenis tentang
kecelakaan lalu lintas dalam berbagai media baik pada penelitian pustaka dan terutama
internet sesuai dengan materi tulisan ini. Serta melakukan diskusi dengan para sarjana yang
tertib ilmunya relevan dengan pembahasan tulisan ini.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan meggunakan wawancara dengan narasumber yang
berkompoten yaitu Hakim, jaksa dan para akademisi hukum pidana. Prosedur pengumpulan
bahan hukum yang akan digunakan adalah dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library
Research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan bahan hukum sekunder melalui
1 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 118.
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar
hukum dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaedah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori atas pengertianpengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang penulis peroleh adalah melalui studi
kepustakaan dan peraturan perundang-undangan diolah dan dianalisis berdasarkan metode
deskriftif kualitatif yaitu dengan cara:
a.
Data yang diperoleh disusun secara sistematis setelah diseleksi berdasarkan permasalahan
dan dilihat kesesuaianya dengan ketentuan yang berlaku.
b.
Menemukan hubungan di antara berbagai kategori dalam bentuk kesalahan kemudian diolah.
c.
Menjelaskan dan menguraikan pandangan atau pendapat para pakar hukum berdasarkan
teori-teori dan peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas
permasalahan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Unsur-unsur Delik
Menurut doktrin, unsur-unsur delik terdiri atas unsur unsur subjektif dan unsur objektif. 2
Terhadap unsur-unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut :
a. Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas pidana menyatakan
“tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a person guilty unless
the mind is guilty or actus non facit reum nisi means sit rea). Kesalahan yang dimaksud
disini adalah yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolos) dan kealpaan
(negligence or schuld).
Adapun unsur subjektif terdiri dari:
1) Kesengajaan
2 Leden Marpaung, 2009, Asas - Teori - Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9.
Menurut para pakar, ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu: (a) Kesengajaan sebagai maksud,
(b) Kesengajaan dengan sadar kepastian, (c) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus
eventualis).
2) Kealpaan, adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan. Ada dua bentuk
kealpaan, yaitu: (a) Tidak berhati-hati;dan (b) Tidak menduga-duga akibat perbuatan itu.
3) Dapat dipertanggung jawabkan
b. Unsur objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: (a) Perbuatan manusia, (b)
akibat perbuatan manusia, (c) keadaan-keadan, (c) sifat dapat dihukum dan melawan hukum.
Kesengajaan (Dolus)
Dalam Criminal Wetboek ( Kitap Undang-Undang ) tahun 1809 kesengajaan adalah kemauan
untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan
oleh undang-undang.3
Menurut Satochid Kartanegara bahwa, yang dimaksud dengan orang yang melakukan
kesengajaan adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus
menghendaki (willen) perbuatan itu serta menginsafi atau mengerti (wetten) akan akibat
perbuatan itu.4
Menurut van Hanttum yang mengatakan bahwa dikehendaki (willen) tidak sama dengan
(wetten) . Jadi, “dengan sengaja” dan willens dan wetens tidak sama. Seseorang yang hendak
(willen) berbuat sesuatu belum tentu mengendaki juga akibat yang pada akhirnya sungguhsungguh terjadi karena perbuatan tersebut.5
Menurut J.E. Jonkers dalam praktek katanya hakim sangat sering mempersamakan dua
pengertian dikehendaki dan diketahui yang tidak sama itu yaitu “ dengan sengaja “ meliputi pula
(mengetahui) bahwa perbuatan yang dilakukan adalah pelanggaran hukum.6
Adapun teori-teori tentang pengartian kesengajaan adalah :
1. Teori Kehendak (wilstheorie)
3
4
5
6
Ibid., hlm. 13.
Leden Marpaung, loc. cit.
Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 114.
Andi Hamzah, Loc. cit.
Teori ini dikemukakan oleh Von Hippel dalam bukunya Die Grenze Vorsatzund
fahrlassigkeit terbitan tahun 1903. Menurut Von Hippel, kesengajaan adalah kehendak
membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat dari tindakan itu. Akibat
dikehendaki apabila akibat itu menjadi maksud dari tindakan tersebut.7
Contoh :
A mengarahkan pistol kepada B;
A menembak mati B;
A adalah sengaja apabila A benar-benar menghendaki kematian B.
2. Teori membayangkan ( Voorstellingstheorie)
Teori ini diutarakan Frank dalam bukunya Festschrift gieszen tahun 1907. Teori ini
mengemukakan bahwa manusia tidak mungkin dapat mengendaki suatu akibat, manusia
hanya dapan mengingini, mengharapkan atau membayangkan (Voorstellen) kemungkinan
akan adanya suatu akibat adalah sengaja “ sengaja” apabila suatu akibat yang ditimulkan
dari suatu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih
dahulu telah dibuatnya.8
Menurut teori pengetahuan/ membayangkan/ persangkaan bahwa akibat yang menyertai
itu tidak dapat dikehendaki oleh pelaju, sehingga pelaku dapat ditunjukan kepada perbuatan
saja.
Contoh :
A membayangkan kematian musuhnya si B, agar dapat merealisasikan bayangan tersebut, A
membeli sepucuk pistol. Pistol tersebut kemudian diarahkan kepada si B dan ditembak
sehingga B jatuh, kemudian mati.
Adapun bentuk-bentuk kesengajaan adalah :
Secaara umum para pakar pidana telah menerima adanya 3 bentuk kesengajaan ( Opzet),
yakni :
a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk);
Menurut Vos, sengaja sebagai maksud apabila pembuat menghendaki perbuatanya. Ia
tidak pernah melakukan perbuatanya apabila pebuat mengetahui bahwa akibat perbuatanya
tidak akan terjadi.9
7 Leden Marpaung, op.cit., hlm. 14.
8 Leden Marpaung, Loc. cit.
9 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 124.
Menurut Hazewinkel-Suringa sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi,
ialah terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupan ada kemungkinan
akibat lain yang yang sama sekali tidak diinginkan terjadi, jika walaupun akibat (yang sama
sekali tidak diinginkannya) itu diinginkan daripada menghentikan perbuatanya, maka terjadi
pula kesengajaan.10
Jadi menurut teori ini untuk adanya kesengajaan diperlukan dua (2) syarat:
1) Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/ keadaan yang merupakan delik,
dibuktikan dari kecerdasan pikiranya yang dapat disimpulkan antara lain dari pengalaman,
pendidikan/lapisan masyarakat dimana terdakwa hidup.
2) Sikap terhadap kemungkinan itu andaikata timbul, ialah apa boleh buat, dapat disetujui atau
berani mengambil dan hal ini dapat dibuktikan dari ucapan-ucapan terdakwa mengenai
perbuatanya, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat yang tidak diingini.
Contoh :
Apabila A menembak B dan senjatanya ditujukan diarah jantung atau kepala orang itu, maka
dapat disimpulkan oleh hakim bahwa pembuat sengaja (sebagai maksud) menghilangkan
nyawa orang lain tersebut.
b. Kesengajaan dengan keinsafan pasti ( opzet als zekeheidsbewustzijn);
Sengaja dengan kesadaran kepastian adalah pembuat yakin bahwa akibat yang
dimaksdukannya tidak akan dicapai tanpa terjadinya akibat yang tidak dimaksud, atau
menurut teori kehendak, apabila pembuat juga menghendaki akibat atau hal-hal yang turut
serta mempengaruhi terjadinya akibat yang lebih dahulu telah dapat dielakkan terjadi, maka
orang itu melakukan sengaja dengan kepastian terjadi. Sedangkan menurut teori
membayangkan, apabila bayangan tentang akibat/ hal-hal yang turut serta mempengaruhi
terjadinya akibat yang tidak langsung dikehendaki tetapi juga tidak dapat dielakkan, maka
orang itu melakukan sengaja dengan kepastian.
Contoh :
A hendak membunuh B, dengan membawa senjata api, A menuju rumah B akan tetapi
ternyata setelah sampai dirumah B ,C berdiri didepan B, disebabkan rasa marah, walaupun
dia tahu C yang berdiri didepan B, A toh melepaskan tembakan. Peluru yang ditembakkan
10 Andi Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 113.
oleh A pertama-tama mengenai C dan kemudian B , sehingga B dan C mati. Dalam hal ini
Opzet A terhadap C adalah kesengajaan dengan keinsafan pasti.
c. Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan ( dolus eventulis).
Menurut Hazewinkel-Suringa sengaja dengan kesadaran kemungkinan, ialah terjadi
jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain
yang sama sekali tidak diinginkannya tejadi, jika walaupun akibat (yang sama sekali tidak
diinginkannya) itu diinginkan daripada menghentikan perbuatannya, maka terjadi pula
kesengajaan.11
Sengaja dengan kesadaran kemungkinan dikenal juga sebagai “in kauf nehman” (op den
koop toe nemen) atau diterjemahkan dengan “teori apa boleh buat” sebab kalau resiko yang
diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yang
maksud),”apa boleh buat”, dia juga berani juga pikul resiko-resiko.12 Jadi menurut teori ini
untuk adanya kesengajaan diperlukan dua (2) syarat:
1) Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/ keadaan yang merupakan delik,
dibuktikan dari kecerdasan pikirannya yang dapat disimpulkan antara lain dari
pengalaman, pendidikan/lapisan masyarakat dimana terdakwa hidup.
2) Sikapnya terhadap kemungkinan itu andaikata timbul, ialah apa boleh buat, dapat
disetujui atau berani mengambil dan hal ini dapat dibuktikandari ucapan-ucapan
terdakwa mengenai perbuatannya, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat
yang tidak diingini.
Contoh :
A selaku sopir bus antar kota mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi. Meskipun
salah seorang penumpang telah memperingatkan
agar hati-hati, ia toh tidak
mengurangi kecepatan sehingga pada waktu tikungan, bus tersebut terbalik, yang
mengakibatkan penumpan S meninggal dan beberapa lika berat.
Kelalaian/kealpaan (culpa)
11 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 126.
12 Moeljatno, 2008, Asaa-asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 190.
Culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada umumnya sedangkan culpa dalam arti
sempit yaitu bentuk kesalahan yang berupa kealpaan. Sebagaimana halnya dengan kesengajaan
mengenai kealpaan ini juga diterangkan dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
tentang artinya. Maka itu penulis akan melihat pada teori atau ilmu pengetahuan untuk memberi
pengertianya ini diantaranya :
Van hamel, kealpaan mengandung dua syarat:13
1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Simon, pada umumnya “achuld” (kealpaan) mengandung dua unsur:14
1. Tidak adanya penghati-hati, disamping
2. dapat diduga-duganya timbul akibat
jadi hampir sama dengan van Hamel diatas. Ini memang dua syarat yang menunjukkan
bahwa dalam batin yterdakwa kurang diperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum
atau ditinjau dari masyarakat, bahwa dia kurang memperhatikan akan larangan-larangan
yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam hubungan ini Vos mengemukakan, bahwa dalam delik-delik culpa sifat melawan
hukum telah tersimpul didalam culpa itu sendiri.
Pada umumnya culpa dibedakan atas :
1. Kealpaan dengan kesadaran ( bewuste schuld) dalam hal ini, si pelaku telah membayangkan
atau menduka akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah,
toh timbul juga akibatnya.
2. Kealpaan tanpa kesadaran ( onbewuste
schuld)
dalam hal ini, si pelaku tidak
membayangkan atau menduga timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam oleh
undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.
Selain dari bentuk kealpaan tersebut, ada juga pakar yang membedakan kealpaan sebagai
berikut :15
a. Kealpaan yang dilakuka secara mencolok, yang disebut (culpa Lata)
b. Kealpaan yang dilakukan secara ringan, yang disebut ( culpa Levis).
13 Ibid., hlm., 217.
14 Moeljatno, loc. cit.
15 Leden Marpaung, op. cit., hlm. 27.
Menurut Van dijk, perbedaan kealpaan dengan kesengajaan dan keinsafan kemungkinan
( dolus eventualis ).16 contoh:
Pekerja yang sedang bekerja diatas rumah kemudian melemparkan sebuah balok kebawah dan
menimpa orang. Jika disekeliling rumah biasanya ada orang yang lewat, kemudian balok itu
dilempar tanpa memikirakan kemungkinan besar ada orang yang berjalan disitu, dapat dikatakan
pekerja tersebut telah melakukan suatu kealpaan. Sedangkan apabila mereka mengingat ada
kemungkinan bisa terbunuhnya seseorang yang sedang lalulalang disitu, namun balok itu toh
tetap dilemparkan karena orang-orang
itu lebih suka melemparkan balok itu daripada
mengangkutnya dengan susah payah, maka hal itu dinamakan kesengajaan dengan keinsafan
kemungkinan ( dolus eventualis ).
Berdasaran uraian diatas tampak jelas bahwa faktor subjektif atau kehendak pelaku yang
membedakanya. “ faktor kehendak yang pada pembuat mulai dari kehendak sebagai maksud
sampai pada kealpaan keadaan faktor kehendak akan semakin lemah.
Dalam mencermati perubahan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nomor 22
tahun 2009 disadari atau tidak telah menengahi perdebatan ada atau tidaknya kesengajaan
membunuh. Sebelum penulis masuk kedalam posisi kasus yang menjadi bahan kajian dalam
pembahasan maka Penulis akan memperlihatkan beberapa pendapat dalam contoh kasus dari
para pakar hukum yang mana Penulis pandang perlu dikemukakan sebagai bahan ulasan contoh
untuk memperlihatkan perbedaan antara kelalaian dan kesengajaan.
Menurut Hazewinkel-suringa, sebenarnya terjadi batas yang sangat tipis antara culpa
yang disadari disatu pihak dan sengaja kemungkinan (sengaja bersyarat) dilain pihak.
Persamaanya sebenarnya keduanya baik culpa yang disadari maupun sengaja kemungkinan,
pembuat dapat melihat kedepanya kemungkinan akibat perbuatanya.17
Van Bemmelen, bahwa orang tidak boleh terpaku mati pada pengertian yuridis tentang
willens (menghendaki) dan wetten (mengetahui), oleh karena terdakwa yang diperiksa didepan
sidangan tidak mungkin dapat mengigat betul-betul kejadian pada saat ia mewujudkan delik.
Mungkiin ada faktor-faktor yang menyebabkan ia tidak lagi mampu mengingat benar-benar
kejadian yang lengkap, oleh karena itu keterangan terdakwa tentang apa yang menggerakannya
16 Leden Marpaung, loc. cit.
17 Andi Hamzah, op. Cit., hlm. 134.
untuk berbuat mempunyai nilai yang terbatas. Keterangan paling tinggi berupa konstruksi
hukum.18
Pompe mengatakan tiada seorangpun yang dapat mengetahui tentang akibat perbuatan
perbuatan itu, pembuat hanya dapat mengerti atau dapat menduga bagaimana akibat perbuatanya
itu,atau hal-hal apa yang akan turut serta mempengaruhi terjadinya akibat perbuatanya itu. Tetapi
untuk menentukan adanya mengerti dan menduga harus didasarkan pada ukuran objektif. 19
Keadaan subjektif memberi kesimpulan yang sangat berlainan, dari sudut hukum pidana
ditinjau dengan pandangan yang lain. Van Dijk memberi gambaran tentang hal ini dengan
memberi contoh beberapa pekerja yang sedang bekerja diatas sebuah rumah kemudian
melemparkan sebuah balok kebawah menimpa orang. Jika rumah itu dikelilingi sebuah kebun
partikiler dimana biasanya tidak pernah ada orang, kejadian itu adalah kejadian yang tiba-tiba
dan tidak disengaja. Jadi pekerja itu tidak usah menyangka-nyangkanbahwa sedang ada orang
yang berlalu lalang disitu. Namun apabila disekeliling rumah biasanya ada orang yang lewat,
kemudian balok itu dilempar tanpa memikirkan kemungkinan besar ada orang yang berjalan
disitu, dapat dikatakan “kealapaan yang disadari” sehingga pekerja-pekerja tersebut dikatakan
telah melakukan suatu kelalaian besar . Demikian pula apabila para pekerja tersebut
mempertimbangkan kemungkinan itu, tetapi mereka mengharapakan pada saat itu tidak ada
orang yang berjalan disitu, sedangkan hal itu tidak boleh diharapakan, kejadian itu dinamakan
“kealpaan yang disadari” sehingga mereka dikatakan sangat tidak berhati-hati. Sedang apabila
mereka mengingat ada kemungkinan bisa terbunuhnya seseorang yang sedang lalu lalang disitu,
namun balok itu toh tetap dilemparkan karena orang-orang itu lebih suka melempar balok itu dari
pada mengankutnya dengan susah paya, hal itu dinamakan dolus eventualis.20
Dalam teori pengetahuan menurut Moeljatno21 bahwa kesengajaan dapat dimasukan
dalam corak kepastian dan kemungkinan yaitu terdakwa menginsafi bahwa pasti akan dan ada
atau mungkin ada. Contoh seandainya terdakwa ingin menembak babi hutan, tapi karena diwaktu
menembak, dia mengerti bahwa disekitar babi ada banyak orang-orang desa yang menguber-uber
binatang tersebut, dan akibatnya yang kena saja tembakan bukan saja babi, tapi juga salah
18
19
20
21
Andi Zainal Abidin Farid, op. cit., hlm. 270.
Andi Hamzah, op. cit., hlm 128.
Laden Marpaung, op. cit., hlm. 27.
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 177.
seorang diantara penguber tadi (atau babi tidak kena sama sekali), maka matinya orang itu
dikatakan disengaja pula. Kalau dia insyaf akan kepastian tembaknya orang tadi kesengajaan
terhadap akibat itu dinamakan kesengajaan sebagai kepastian dan kalau yang diinsafi hanya
kemungkinanya saja, kesengajaan sebagai kemungkinan.
Analisis Kasus : Suatu Pemahaman Delik Kesengajaan
Kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam perkara
No.743/Pid.B/2011/PN.Mks :
-
-
-
Awalnya terdakwa yang dalam keadaan mabuk setelah mengkonsumsi minuman berakohol
mengemudikan mobil Toyata Landcruiser dengan nomor polisi B 33 KEN bergerak dari arah
selatan ke utara jalan jenral Sudirman dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan atau
dari arah utara keselatan bergerak beberapa sepeda motor dan ada yang dalam keadaan
terparkir rapi di pinggir jalan.
Bahwa terdakwa yang menyadari tingkat kosentrasinya dan kesadaran berkurang karena
pengaruh minuman beralkohol tetap mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi;
Bahwa menghampiri pertemuan antara mobil yang dikendarai oleh terdakwa dengan sepeda
motor yang mengadakan konvoi, mobil yang dikemudikan oleh terdakwa tiba-tiba keluar
jalur atau mengambil jalur sebelah kananan dengan kecepatan tinggi tanpa memberi
peringatan berupa klakson atau kode lampu bagi pengguna jalan lainya ;
Bahwa bagian depan mobil yang dikendarai oleh terdakwa kemudian menabrak beberapa
sepeda motor yang bergerak dari arah utara ke selatan, sambil menyeret dua korban mobil
yang dikendarai oleh terdakwa oleng dan berbelok kekiri mengarah ketempat berkumpulnya
beberapa orang lain yang sedang berkumpul diatas sepeda motor yang dalam keadaan
terparkir dengan tetap dalam kecepatan tinggi tanpa ada usaha dari terdakwa untuk
mengurangi kecepatan kendaraanya dengan mengerem sehingga menabrak beberapa orang
lainya lagi, mobil yang dikemudikan oleh terdakwa tetap dalam keadaan bergerak dan dapat
berhenti dengan sempurna setelah menabrak tembok pagar monument Mandala sehingga
mengakibatkan empat orang meninggal ditempat .
Dari penjelasan diatas berdasarkan teori dan contoh kasus maka jika dilhat dalam situasi
konkret pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang
dilakukan oleh orang karena pengaruh alcohol atau dalam keadaan mabuk maka berdasarkan
hasil penelitian baik melalui wawancara maupun melalui studi kepustakaan dari dokumendukumen yang terkait terhadap kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain dalam perkara No.743/Pid.B/2011/PN.Mks, Penulis tidak sependapat dengan Majelis Hakim
terhadap putusanya membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu primair dan kedua primair yang
berkaitan dengan Pasal 311 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No.22 Tahun 2009
yang rumusanya:
Pasal 311 ayat (1) “Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor
dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang. Ayat (5) Dalam hal
perbuatan dimaksud mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana penjara paling
lama 12 (dua belas) tahun penjara atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah)” .
Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “dengan sengaja” tidak terbukti karena majelis
berpendapat bahwa terdakwa sama sekali tidak sempat memikirkan akibat dari perbuatanya
sehingga cuma terbukti karena kelalaian dalam mengemudi yang menyebabkan orang lain
meninggal dunia sebagaimana dalam rumusanya:
Pasal 310 ayat (4) “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaianya mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Menurut Penulis, hakim biasa cuma mempertimbangkan alasan dari terdakwa yaitu
terdakwa sama sekali tidak memikirkan akibat perbuatanya tanpa melihat ukuran objektifnya
yang dilakukan oleh terdakwa. Menurut penulis, dasar untuk menganggap adanya kesengajaan,
hanya berdasar dugaan obyektif bahwa pelaku semestinya tahu akibat dari perbuatannya (yang
tidak langsung berakibat pada hilangnya nyawa) itu. Menurut Pompe22 bahwa untuk menentukan
adanya “mengerti” dan “menduga” harus didasarkan pada ukuran objektif.
Berdasarkan keterangan saksi bahwa sebelum terjadinya tabrakan posisi mobil saat itu
melewati garis tengah jalan dalam kecepatan tinggi sekitar 80km/jam tanpa tanda isyarat seprti
bunyi klakson atau kode lampu. Tindakan ini tentunya sangat membahayakan adanya
akibat/keadaan orang baik terhadap nyawa maupun barang. dan terdakwa juga menyadari tingkat
konsentarsinya dan kesadaranya berkurang karena pengaruh minuman berakohol dan tetap
mengemudikan mobilnya sebagaimana berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa sendiri.
Keadaan ini dibenarkan dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan jaksa penuntut
umum, mengatakan bahwa memang keadaan terdakwa dalam mengemudi sangat lelah
konsentrasinya berkurang karena seharian beraktifitas, dan terdakwa mengaku telah meminum
minuman berakohol, menurut pengakuan terdakwa dalam persidangan.
Berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa dalam persidangan menurut penulis, Majelis
Hakim mengabaikan keterangan saksi yaitu berdasarkan pengakuan terdakwa menyadari tingkat
konsentarasi dan kesadaranya berkurang tetapi tetap mengemudikan mobilnya dalam kecepatan
22 Andi Hamzah, op. cit., hlm. 128.
tinggi. Menurut Penulis, terdakwa menyadari berarti mengetahui keadaan dirinya dalam
mengemudi membahayakan nyawa orang lain. Jadi jika dilihat pada ukuran objektifnya terdakwa
seharusnya dapat memikirkan akibat dari perbuatanya bawa dapat membahayakan barang dan
nyawa orang lain dalam mengemudi. Sehingga berdasarkan teori pengetahuan dalam
kesengajaan perbuatan terdakwa termasuk kesengajaan dengan sadar kemungkinan.
Jadi berdasarkan hasil analisis dan penelitian Penulis, dalam kasus ini tidak sependapat
dengan pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa unsur dengan sengaja pada Pasal 311
Undang-undang Lalu Lintas dan AngkutanJalan No. 22 Tahun 2009 tidak terpenuhi pada
perbuatan terdakwa.23
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil rumusan masalah , hasil penelitian dan pembahasan maka Penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa pada penerapan hukum pidana terhadap kecelakaan lalu lintas
dalam putusan No. 743/Pid.B/2011/PN.Mks menurut Penulis, Hakim keliru dalam putusanya
karena unsur dengan sengaja yang dimaksud oleh Hakim dalam Pasal 311 Undang-Undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan No.22 Tahun 2009 adalah akibat matinya korban. Sedangkan pasal ini
menurut Penulis merupakan delik formil bukan delik materil sebab yang dilarang adalah
perbuatan bukan akibat. Jadi beban pembuktian bukan pada adanya kesengajaan untuk
menghilangkan nyawa orang lain seperti Pasal 338 KUHP, tetapi kesengajaan mengemudi
dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa atau barang orang lain.
SARAN
1. Setelah melakukan penelitian maka penulis dapat memberikan saran sebagai masukan
bahwa seyogyanya dalam kasus ini Majelis Hakim untuk mempertimbankan unsur
kesengajaan dalam Pasal 311 Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, jangan beban pembuktianya pada adanya kesengajaan mengilangkan nyawa
orang lain tetapi kesengajaan mengemudi dengan cara atau keadaan yang membahayakan
nyawa orang lain
2. Jika ada kasus serupa terhadap kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilngnya nyawa
orang yang dilakukan karena pengaruh alkohol atau obat-obatan seperti kasus
pada
kecelakaan mobil xenia oleh pengemudi Afriani susanti di daerah tugu Tani Jakarta pada
23 Lihat Pasal 311 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
tanggal 22 januari 2012 yang menewaskan 9 orang pejalan kaki Jangan menggunakan Pasal
338 seperti Yurispundensi kasus metro mini pada tahun 1994, karena murupakan sebuah
kekeliruan dan kemunduran hukum mengingat sudah adanya aturan khusus yang berlaku
yaitu Undang- undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jadi
dalam hal kasus semacam ini berlakulah ketentuan hukum yang mengatakan : lex specialis
derogat legi generali (undang-undang khusus meniadakan undang-undang umum).
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Andi Zainal Abidin Farid. 2007. Hukum Pidana 1. Sinar Grafika: Jakarta.
Adami Chazawi. 2001. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja
Grafindo Perseda: Jakarta.
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Bambang Poernomo. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalilea Indonesia: Yogyakarta.
Leden Marpaung. 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika: Jakarta.
Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
---------------. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
---------------. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta Jakarta.
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung.
Schaffmeister. Keijzer dan Sutorius. 2011. Hukum Pidana . PT. Citra Aditya Bakti: Surabaya.
Soenarto Soerodibroto. 2003. KHUP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi mahkama Agung
Dan Hoge Raad . RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Perundang- Undangan
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP.