PTK Penemuan Konsep belajar IPA anak tun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada jenjang pendidikan dikdas, Khususnya di Satuan Pendidikan
SMPLB, Mata Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu
bagi siswa Anak Tunagrahita ringan, yaitu dengan mata pelajaran IPA anak
tunagrahita ringan akan mengenal lingkungan sekitar hubungannya dengan
dirinya sebagai makhluk hidup.
Selain itu pula pelajaran IPA menjadi suatu keharusan bagi anak-anak
tunagrahita di satuan pendidikan SMPLB sebagai bahan kemampuan
akademik, juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa setelah
mereka lulus pada satuan pendidikan SMPLB.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dan pembelajaran, salah satunya adalah dengan memilih strategi
atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan
prestasi
belajar
siswa
khususnya
pelajaran
IPA.
Misalnya
dengan
membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf
intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsepkonsep yang diajarkan.
Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat
menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu,
Penelitian Tindakan Kelas
v
1
guru harus memberikan layanan pembelajaran dalam bentuk motivasi
sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar
rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar,
mengingat karakteristik anak tunagrahita dalam belajar kurang motivasi.
Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya
membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa
untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang
berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan
akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan
belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap
informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapan
materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan
bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai
seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan
dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan
anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan
salah satu model pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan konsep
untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan konsep dapat
Penelitian Tindakan Kelas
v
2
meningkatkan motivasi belajar dan prestasi IPA. Penulis memilih model
pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari,
mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4).
Dalam metode pembelajaran penemuan konsep siswa lebih aktif dalam
memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing
atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini
mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar IPA
dengan
Metode
Pembelajaran
Penemuan
Konsep
pada
Siswa
Tunagrahita Ringan Kelas IX ( sembilan ) di SLBN Ciamis”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas
IX dengan diterapkannya pembelajaran penemuan konsep?
2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan konsep terhadap
motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX
setelah diterapkannya pembelajaran penemuan konsep.
Penelitian Tindakan Kelas
v
3
2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX
setelah diterapkan pembelajaran penemuan konsep.
D. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:
1. Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan
materi IPA.
2. Meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX pada
pelajaran IPA
3. Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi
IPA.
E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka
perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran penemuan konsep adalah:
Suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa segala
tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir
yang analitis praktis.
2. Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau
tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau
Penelitian Tindakan Kelas
v
4
keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah
lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti pelajaran.
4. Anak Tunagrahita ringan adalah :
sekelompok anak yang mengalami hambatan belajar dikerenakan
keterbatasan dalam intelegensi, sesuai yang di kemukanan oleh Kirk dan
Gallagher dalam Amin (1990:60) sebagai berikut :
Seorang anak yang cacat mental ringan disebabkan karena
perkembangan mentalnya lambat yang mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam tiga bidang : 1) mata pelajaran sekolah di SD dan
SMP, 2) dalam penyesuaian sosial sampai pada titik dimana sianak
akhirnya dapat berdiri sendiri dalam masyarakat dan 3) kemampuan
bekerja yang dapat sebagian atau seluruhnya mandiri sebagai seorang
dewasa.
Jadi yang dimaksud anak tunagrahita ringan di sini adalah mereka yang
duduk di kelas IX SMPLB di SLBN Ciamis.
F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah
meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas IX ( Sembilan ) di SLBN
Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Okotober semester ganjil tahun
pelajaran 2012/2013.
Penelitian Tindakan Kelas
v
5
3. Materi yang disampaikan adalah Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia
Penelitian Tindakan Kelas
v
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta,
tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan
pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7)
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat
memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA
bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan.
Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai
peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan
dari penemuan sebelumnya.
Penelitian Tindakan Kelas
v
7
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan
menggunakan
metode
ilmiah
dalam
rangkan
menemukan
suatu
kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana
konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk).
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen
atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal
ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman,
2000: 5).
Mengajar
merupakan
suatu
perbuatan
yang
memerlukan
tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya
Penelitian Tindakan Kelas
v
8
membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan
dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang
menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi eduaktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam,
proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan
kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi
program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran IPA.
C. Konsep IPA
1. Pengertian Konsep
Penelitian Tindakan Kelas
v
9
Konsep adalah suatu abstraksi yang dapat didiskripsikan melalui
definisi contoh dan bukan contoh, sifat-sifat atau super ordinat, sub ordinat
yang dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain (Widoko, 2001: 2).
Menurut Rosser (Dalam Achmadi, 1996: 4) bahwa konsep adalah
suatu obyek abstraksi yang mempunyai atribut-atribut yang sama.
Menurut Hamalik (2002: 132) konsep adalah suatu obyek,
peristiwa atau orang yang memiliki ciri-ciri umum konsep menunjuk pada
“Nama” tertentu misalnya buku, siswa dan lain-lain. Jadi konsep adalah
sesuatu yang sangat luar, yang menunjukkan ciri-ciri umum objek yang
bersangkutan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
merupakan suatu obyek yang mewakili kelas stimulus artinya suatu
konsep telah dipelajari. Jika yang diajar dapat menampilkan perilakuperilaku tertentu. Oleh karena itu Ratna Wilis (1988) dalam bukunya
Achmadi menyatakan bahwa guru yang mengadakan kegiatan berupa
konsep hendaknya mempunyai bagian-bagian antara lain: 1) Nama
konsep; 2) Atribut-atribut dari konsep; 3) Definisi konsep; 4) Contohcontoh; 5) Hubungan antar konsep-prinsip.
Menurut Flavail (dalam Achmadi, 1996: 2-4) mengatakan bahwa
konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuan dimensi, yaitu:
a. Atribut
Penelitian Tindakan Kelas
v
10
Setiap konsep mempunyai jumlah atribut yang berbeda, atribut
dapat berupa fisik seperti warna, tinggi, atau dapat juga berupa
fungsional.
b. Struktur.
Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atributatribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal. Konsep konjungtif
adalah konsep dimana terdapat dua atau lebih sifat-sifat sehingga dapat
memenuhi syarat sebagai contoh konsep. Konsep disjungtif adalah
konsep-konsep dimana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada.
Konsep rasional menyatakan hubungan utama antara atribut-atribut
konsep.
c. Keabstrakan.
Konsep itu adalah abstrak yang berdasarkan pada pengalaman
dan karena tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman persis
sama, maka konsep yang dibentuk orang juga tidak sama.
d. Keinklusifan
Keinklusifan suatu konsep dapat ditujukan pada jumlah contohcontoh yang terlibat di dalam konsep itu. Misalnya bagi seorang anak
kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu
kucing keluarga.
e. Generalitas atau Keumuman.
Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat dibedakan dalam
posisi super ordinat dan sub ordinatnya, sehingga makin umum suatu
Penelitian Tindakan Kelas
v
11
konsep, makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsepkonsep lain.
f. Ketepatan.
Ketepatan suatu konsep menyangkut ada sekumpulan aturan
yang membedakan contoh-contoh dan non-contoh suatu konsep.
g. Kekuatan (Power).
Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang
setuju, bahwa konsep itu penting.
2. Proses Pembentukan Konsep
Terbentuknya suatu konsep secara umum dalah diri individu dapat
dibedakan menjadi dua cara, yaitu: cara asimilasi dan cara akomodasi.
Adapun dari dua cara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Cara asimilasi adalah informasi yang masuk ke otak akan diubah
sehingga cocok dengan struktur yang ada dalam otak.
b. Cara akomodasi adalah penyesuaian struktur oleh otak terhadap
pengamatan.
Dalam ilmu IPA, secara umum pembentukan konsep merupakan
produk eksperimental. Oleh karena itu pembentukan konsep IPA tidak
begitu saja dibentuk melalui informasi atau penjelesasan. Konsep tidak
dapat begitu saja dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Cara yang
paling efektif untuk membentuk konsep IPA adalah melalui pengamatan
secara langsung terhadap objeknya.
Penelitian Tindakan Kelas
v
12
Dengan metode ini diharapkan siswa menguasai konsep-konsep
IPA dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Penguasaan konsep IPA
Untuk mengetahui penguasaaan konsep siswa diperlukan analisis
konsep, yang meliputi:
a) Nama konsep
b) Ciri-ciri variabel dari konsep dan ciri-ciri kriteria konsep
c) Definisi konsep
d) Contoh-contoh konsep dan bukan dari konsep
e) Hubungan konsep dengan konsep-konsep lain. (Dahar, 1989: 93).
Selanjutnya dalam tiap kegiatan belajar selalu akan menghasilkan
perubahan khusus yang disebut hasil belajar. Dalam pelajaran IPA yang
perlu dan penting untuk diingat antara lain:
a. Beberapa informasi verbal, yang mutlak diperlukan untuk belajar
selanjutnya, misalkan nama hukum-hukum, konstanta-konstanta
penting dalam IPA, dan konsep-konsep teoritis serta beberapa konsep
penting yang didefinisikan.
b. Keterampilan intelektual, seperti mengklasifikasikan beberapa aturan,
strategi memperoleh informasi: beberapa rumus penting, penyelesaian
matematis, penggunaan peralatan dan sejenisnya (Wahyana, 1986: 3435).
Penelitian Tindakan Kelas
v
13
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami betapa pentingnya
penguasaaan konsep IPA pada diri siswa selain itu dalam proses belajar
mengajar IPA, guru hendaknya mengetahui perkembangan siswanya,
terutama yang berkaitan dengan intelektual siswa sehingga guru dapat
menyesuaikan bahan pelajaran yang hendak diajarkan dan cara
mengajarkannya.
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual sebagai berikut:
a. Periode sensori motor (0-2 tahun)
Pada periode ini anak mengatur alamnya dengan indraindranya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Konsep-konsep
yang tidak ada pada waktu lahir seperti konsep-konsep ruang, waktu,
berkembang dan tercermin ke dalam pola-pola perilaku anak.
b. Periode pra-operasional (2-7 tahun)
Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak
belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental.anak pada tingkat
pra-operasional tidak dapat berpikir reversible, mempunyai sifat
egosentris yaitu sulit untuk menerima pandapat orang lain serta lebih
menfokuskan diri pada aspek status tentang suatu peristiwa daripada
transformasi dari suatu keadaan kepada keadaan lain.
c. Periode operasional konkret (7-11 tahun)
Periode ini merupakan permulaan proses berfikir rasional yang
berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya
Penelitian Tindakan Kelas
v
14
pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan
antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode ini memilih
pengambilan keputusan secara logis.
d. Periode operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada periode ini anak akan dapat menggunakan operasi-operasi
konkretnya untuk membantu operasi-operasi yang lebih kompleks dan
mempunyai kemampuan untuk berfikir abstrak.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan yang
harus dimiliki oleh siswa yang dapat mencerminkan pengawasan
konsep IPA adalah meliputi kemampuan intelektual, mengklasifikasi,
menghubungkan, menganalisis dan menerapkan konsep yang diajarkan
untuk memecahkan masalah, soal, atau kejadian.
D Metode pembelajaran penemuan konsep
Metode pembelajaran penemuan konsep menurut Widoko (2001)
didefinisikan suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa
segala tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir
yang analitis praktis.
Sedangkan menurut Hasanah (1998) model penemuan konsep dan
suatu model pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
berfikir induktif. Kemampuan analisis dan mengembangkan konsep.pada
pengajaran diawali dengan pemberian contoh dan non-contoh diakhiri dengan
kesimpulan yang diberikan siswa.
Penelitian Tindakan Kelas
v
15
Berdasarkan hasil penelitian tentang Klaus Meier, Tennyson dan
Cochareila dalam Widoko (2001) tentang pembelajaran penemuan konsep
merupakan model yang menggunakan contoh-contoh positif dan contoh
negatif untuk menggambarkan konsep-konsep tersebut lebih mudah.
Desain dari model ini, pertama kali diperkenalkan oleh Joice dan Weil
(1972) yang mendasari penelitian Jerome Bruiner dan koleganya yang
menemukan pengaruh variabel-variabel terhadap proses belajar konsep.
Pada penelitian ini konsep yang digunakan adalah konsep listrik statik,
dengan menampilkan contoh dan non-contoh yang disertai karakteristiknya,
sebagai misal untuk konsep listrik statik; contoh positif batang plastik yang
dogosokkan dengan kain wol akan bermuatan negatif mempunyai karakteristik
benda menerima elektron dari benda lain atau terjadi perpindahan elektron
dari kain wol menuju ke batang plastik.
Dari uraian contoh dan non-contoh beserta karakteristiknya siswa
diharapkan dapat menemukan definisi dari tiap konsep dan memahami konsep
tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan contoh secara mandiri
dari konsep tersebut.
Sintaks metode pembelajaran penemuan konsep adalah sebagai
berikut:
Phase I
: Presentation of example (menampilkan contoh-contoh).
Pada phase ini guru menjelaskan bagaimana aktivitas dimulai
dengan memberikan kepada siswa contoh dan bukan contoh.
Ketika guru menampilkan contoh positif dan contoh negatif
Penelitian Tindakan Kelas
v
16
untuk tiap-tiap konsep disertai dengan karakteristiknya di
dalam LKS penemuan konsep. Pada penelitian ini konsep yang
dipilih adalah konsep listrik statik dengan contoh positif batang
plastik yang digosokkan dengan kain woll akan bermuatan
negatif.
Phase II
: Analysis of hypothesis (menganalisis hipotesa)
Pada phase ini dimulai ketika siswa membuat hipotesis tentang
nama suatu konsep, membandingkan karakteristik dari contoh
positif dan negatif listrik statik, maka siswa diminta untuk
menuliskan hipotesis tentang listrik statik, guru memberikan
contoh
tambahan
dan
yang
bukan
contoh
kemudian
menganalisis hipotesis sampai semua hipotesis didapatkan.
Dari beberapa hipotesis listrik statik yang didapat dari siswa
kemudian menguji hipotesis tersebut lewat contoh dan noncontoh sehingga deperoleh satu hipotesis yang benar.
Phase III
: Closer (Penutup)
Pada
phase
ini
guru
bertanya
kepada
siswa
untuk
mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep dan menyatakan dari
konsep tersebut beserta karakteristiknya.
Phase IV
: Application (Aplikasi)
Pada phase ini untuk memperkuat pengertian murid akan
konsep tentang listrik statik, guru memberikan contoh
tambahan dari mereka sendiri.
Penelitian Tindakan Kelas
v
17
Seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran konsep
diharapkan dapat:
a. Mengerti isi mata pelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran konsep, sehingga dapat mengidentifikasikan
materi pelajaran itu apakan cocok dengan pengajaran
menggunakan model pembelajaran pemenuan konsep.
b. Menyeleksi contoh-contoh, sehingga ketika diberikan tujuan
pembelajaran maka akan memperoleh daftar contoh-contoh
yang akan memberikan gambaran secara efektif dari suatu
konsep.
c. Mengerti urutan dari contoh-contoh untuk memaksimalkan
murid-murid secara praktis dengan keterampilan berfikir
Manfaat dari metode pembelajaran penemuan konsep
antara lain:
a. Meningkatkan keterampilan berfikir
b.
Membantu siswa untuk menemukan dan memahami
konsep dengan memperhatikan obyek, ide atau kejadiankejadian.
E. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang
Penelitian Tindakan Kelas
v
18
menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah
laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan
dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar,
motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa
yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif
yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
Penelitian Tindakan Kelas
v
19
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik
adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa
strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran
sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan
tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik
adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Penelitian Tindakan Kelas
v
20
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh
oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman,
2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik
adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motifmotif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa
cara
membangkitkan
motivasi
ekstrinsik
dalam
menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan
diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan
mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal
kegiatan
belajar
mengajar
guru,
hendaknya
terlebih
dahulu
menyampaikan kepada siswa Indikator yang akan dicapai sehingga
dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai Indikator tersebut.
3) Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.
Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang
bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan
sesuatu perbuatan.
Penelitian Tindakan Kelas
v
21
4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan
kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian,
guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk
meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan
guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat
yang besar.
6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau
belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti
dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada
ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia
mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan
motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai
yang tinggi, dan lain sebagainya.
F. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
Penelitian Tindakan Kelas
v
22
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang
dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya
setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut
dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian
diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui
sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi
belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara
langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses
belajar mengajar IPA.
G. Tunagrahita ringan
Anak Tunagrahita ringan sering juga disebut anak mampu didik.
Mereka yang termasuk pada kelompok ini memiliki IQ antara 50 sampai
70. Dalam segi fisik pada umumnya mereka tidak berbeda dari anak
normal. Mereka memiliki kemampuan berpikir yang rendah sehingga
Penelitian Tindakan Kelas
v
23
selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, sekalipun
masalah itu sangat sederhana. Selain itu daya abstraknya juga lemah
mudah beralih perhatian dan mudah lupa. Namun demikian mereka masih
memiliki kemampuan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung
yang sederhana. Serta dapat bergaul dengan lingkungannya dan
mempelajari pekerjaan seni-skilled.
Mengenai perkembangan kecerdasannya Moh.Amin dan Suhaeri
(1980:6) mengemukakan sebagai berikut :
Perkembangan kecerdasan kira-kira setengah dan tiga perempat
kecepatan dan perkembangan anak normal demikian pula
kemampuan mengikuti pelajaran disekolah perbendaharaan katanya
terbatas tetapi penguasaan bahasanya sekurang-kurangnya pada usia
dewasa kecerdasan anak tunagrahita ringan mencapai tingkat yang
kira-kira sama dengan anak normal yang berusia antara 9 sampai 12
tahun.
H. Karakteristik anak Tunagrahita Ringan
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa
anak Tunagrahita ringan mengalami kelainan dalam perkembangan
kecerdasan yang mengakibatkan mereka kurang mampu dalam beberapa
aspek terutama dalam kehidupan sehari-hari.untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan pengembangan tiga aspek yaitu dalam pelajaran akademis, pada
tingkat dasar dan lanjutan, sosialisasi dengan lingkungan dan persiapan
untuk mampu bekerja dikemudian hari.mengenai hal ini, Kirk dan
Gallagher (1986 :119) mengemukakan sebagai berikut :
Penelitian Tindakan Kelas
v
24
A child who is mildly retarded because of delayed mental
develovment has the capacity to develov in three areas ; (1) In
academic subjects at primary and advanced elementary grade
levels (2) In social adjusment to the point at which the child
can eventually adapt independently in the community and (3)
The accupational potential to be partially or totally self
supporting as and adult.
Pernyataan berikut dapat diartikan secara bebas adalah sebagai
berikut : Anak Tunagrahita ringan, karena mengalami hambatan dalam
perkembangan mentalnya, perlu dikembangkan kemampuan dalam tiga hal
yaitu : (1) Dalam pelajaran akademik di tingkat dasar dan lanjutan (2)
Kemampuan penyesuaian sosial sehingga pada akhirnya anak dapat
menyesuaikan diri di masyarakat.(3) Kemampuan bekerja untuk keperluan
hidupnya pada masa dewasa baik sebagian maupun sepenuhnya.
Untuk mengetahui anak Tunagrahita ringan pada masa anak-anak
memang agak sukar. hal ini karena anak Tunagrahita ringan dan anak
normal pada masa itu tidak menunjukan perbedaan yang menyolok. pada
prinsipnya karakteristik anak tunagrahita ringan dengan anak normal tidak
begitu berbeda kecuali dalam kecerdasan.
Oleh karena itu biasanya anak tunagrahita ringan baru ditemukan
setelah kelas 3 sekolah dasar.karena pada masa itu mulai diajarkan hal-hal
yang bersifat akademik dan membutuhkan pemikiran mereka mulai
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.hal ini nampak jelas pada
hasil pekerjaannya yang lebih jelek dibandingkan dengan anak normal.
Ciri-ciri ini dikemukakan Moh.Amin dan Moh.Entang (1984:12)
yaitu bahwa : kemampuan belajar mereka rendah dan lambat bagi mereka
Penelitian Tindakan Kelas
v
25
yang tergolong tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran
akademik (membaca, menulis, berhitung dsb) hal ini mengandung arti
bahwa pelajaran akademik dalam batas-batas tertentu masih dapat
diberikan kepada mereka demikian pula dalam pekerjaan, mereka dapat
melakukan beberapa tugas yang sifatnya ringan yang tidak banyak
memerlukan pemikiran dan tidak terlepas dari lingkungan.
Dari uraian diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa dalam hal
kecerdasan secara umum anak Tunagrahita ringan memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
Cenderung
memiliki
kemampuan
berpikir
yang
bersifat nyata dan sukar berpikir secara abstrak
b.
Mengalami
kesulitan
dalam
berkonsentrasi
dan
mudah beralih perhatian
c.
Kemampuan mengendalikan emosinya terbatas
d.
Kemampuan daya penalarannya terbatas
e.
Masih memiliki kemampuan untuk belajar akademis
yaitu : membaca, menulis dan berhitung yang sifatnya sederhana.
Penelitian Tindakan Kelas
v
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut
Oja
dan
Smuljan
(dalam
Titik
Sugiarti,
1997;
8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru
bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan
terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama
dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas
dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun,
kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan
seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan
didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Penelitian Tindakan Kelas
v
27
Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal
telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung
pada jumlah siklus yang harus dilalui.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
SLBN Ciamis tahun pelajaran 2012/2013.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April semester Genap
Tahun Pelajaran 2012/2013.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas IX ( Sembilan ) di
SLBN
Ciamis
pada
Kompetensi
Dasar
:
Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan mereka dalam
Penelitian Tindakan Kelas
melaksanakan tugas, memperdalam
v
28
pemahaman
terhadap
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
itu,
serta
memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam
Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk
kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun
tujuan
utama
dari
PTK
adalah
untuk
memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan,
sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahaptahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Penelitian Tindakan Kelas
v
29
Putar
an 1
Refleksi
Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan
Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Refleksi
Putar
an 3
Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran
model
penemuan konsep.
Penelitian Tindakan Kelas
v
30
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3,
dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang
sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan
untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RPP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Penelitian Tindakan Kelas
v
31
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu
proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.
4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
a.
Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep,
untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b.
Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
5. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada
Kompetensi
Dasar
:
Mendeskripsikan
perkembangan
dan
pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia. Tes formatif ini
diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah Jawaban
singkat.
D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep, observasi aktivitas
siswa dan guru, dan tes formatif.
E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
Penelitian Tindakan Kelas
v
32
dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga
untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas
siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X=
∑X
∑N
Dengan
: X
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
Penelitian Tindakan Kelas
v
33
lebih dari sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan
belajar digunakan rumus sebagai berikut:
Penelitian Tindakan Kelas
v
34
P=
∑ Siswa . yang . tuntas . belajar x 100
∑ Siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 1 September 2012 di kelas IX ( Sembilan )
dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran
yang
telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil
penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No
Abse
Nama Siswa
n
1.
Rani Anggraeni
2.
Rizal Novriandi
Jumlah Skor
Skor Maksimal Ideal = 200
Rata – rata skor tercapai =57
Keterangan: T
TT
Penelitian Tindakan Kelas
Nilai
60
55
Keterangan
T
TT
√
√
115
: Tuntas
: Tidak Tuntas
v
35
Jumlah siswa yang tuntas
:Jumlah siswa yang belum tuntas
:2
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I
57
0%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
metode pembelajaran penemuan konsep diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 57 dan ketuntasan belajar masih 0 %
atau kedua siswa belum tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa memperoleh nilai ≥ 65 masih dibawah dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 5 September 2012 di kelas IX ( Sembilan )
v
Penelitian Tindakan Kelas
36
dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus
II.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan
dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang
digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada
siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No
Abse
Nama Siswa
Nilai
n
80
1.
Rani Anggraeni
70
2.
Rizal Novriandi
Jumlah Skor
150
Skor Maksimal Ideal = 200
Rata – rata skor tercapai =75
Keterangan:
Penelitian Tindakan Kelas
Keterangan
T
TT
√
√
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
:2
Jumlah siswa yang belum tuntas
:0
Klasikal
: tuntas
v
37
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
N
o
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus II
75
2
100%
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 100 %. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah megalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I.
Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan
tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep. Dari
data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua
pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
v
Penelitian Tindakan Kelas
38
belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masingmasing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus II guru telah menerapkan metode pembelajaran
penemuan konsep dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta
hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang
perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan
dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep dapat meningkatkan proses belajar
mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
penemuan konsep memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
Penelitian Tindakan Kelas
v
39
meningkat dari sklus I, dan II) yaitu masing-masing 0 %, dan 100 %. Pada
siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran
penemuan
konsep
dalam
setiap
siklus
mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa
yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada
setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran IPA pada Kompetensi
Dasar : Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia dengan metode pembelajaran penemuan konsep yang paling dominan
adalah
bekerja
dengan
menggunakan
alat/media,
mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langah-langkah pembelajaran penemuan konsep dengan
baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan
LKS/menemukan
Penelitian Tindakan Kelas
konsep,
menjelaskan/melatih
menggunakan
alat,
v
40
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
Penelitian Tindakan Kelas
v
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga
siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan penemuan konsep memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (0 %), siklus II
(100%).
2. Penerapan metode pembelajaran penemuan konsep mempunyai pengaruh
positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan
dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan
berminat dengan metode pembelajaran penemuan konsep sehingga mereka
menjadi termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model penemuan konsep memerlukan persiapan
yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau
Penelitian Tindakan Kelas
v
42
memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan
konsep dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatif siswa dengan berbagai macam metode pengajaran, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di kelas IX ( Sembilan) Anak tunagrahita ringan di SLBN
Ciamis.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan
agar diperoleh hasil yang lebih baik.
Penelitian Tindakan Kelas
v
43
DAFTAR PUSTA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada jenjang pendidikan dikdas, Khususnya di Satuan Pendidikan
SMPLB, Mata Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu
bagi siswa Anak Tunagrahita ringan, yaitu dengan mata pelajaran IPA anak
tunagrahita ringan akan mengenal lingkungan sekitar hubungannya dengan
dirinya sebagai makhluk hidup.
Selain itu pula pelajaran IPA menjadi suatu keharusan bagi anak-anak
tunagrahita di satuan pendidikan SMPLB sebagai bahan kemampuan
akademik, juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa setelah
mereka lulus pada satuan pendidikan SMPLB.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dan pembelajaran, salah satunya adalah dengan memilih strategi
atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan
prestasi
belajar
siswa
khususnya
pelajaran
IPA.
Misalnya
dengan
membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf
intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsepkonsep yang diajarkan.
Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat
menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu,
Penelitian Tindakan Kelas
v
1
guru harus memberikan layanan pembelajaran dalam bentuk motivasi
sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar
rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar,
mengingat karakteristik anak tunagrahita dalam belajar kurang motivasi.
Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya
membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa
untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang
berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan
akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan
belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap
informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapan
materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan
bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai
seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan
dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan
anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan
salah satu model pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan konsep
untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan konsep dapat
Penelitian Tindakan Kelas
v
2
meningkatkan motivasi belajar dan prestasi IPA. Penulis memilih model
pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari,
mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4).
Dalam metode pembelajaran penemuan konsep siswa lebih aktif dalam
memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing
atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini
mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar IPA
dengan
Metode
Pembelajaran
Penemuan
Konsep
pada
Siswa
Tunagrahita Ringan Kelas IX ( sembilan ) di SLBN Ciamis”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas
IX dengan diterapkannya pembelajaran penemuan konsep?
2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan konsep terhadap
motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX
setelah diterapkannya pembelajaran penemuan konsep.
Penelitian Tindakan Kelas
v
3
2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX
setelah diterapkan pembelajaran penemuan konsep.
D. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:
1. Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan
materi IPA.
2. Meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX pada
pelajaran IPA
3. Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi
IPA.
E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka
perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran penemuan konsep adalah:
Suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa segala
tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir
yang analitis praktis.
2. Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau
tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau
Penelitian Tindakan Kelas
v
4
keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah
lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti pelajaran.
4. Anak Tunagrahita ringan adalah :
sekelompok anak yang mengalami hambatan belajar dikerenakan
keterbatasan dalam intelegensi, sesuai yang di kemukanan oleh Kirk dan
Gallagher dalam Amin (1990:60) sebagai berikut :
Seorang anak yang cacat mental ringan disebabkan karena
perkembangan mentalnya lambat yang mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam tiga bidang : 1) mata pelajaran sekolah di SD dan
SMP, 2) dalam penyesuaian sosial sampai pada titik dimana sianak
akhirnya dapat berdiri sendiri dalam masyarakat dan 3) kemampuan
bekerja yang dapat sebagian atau seluruhnya mandiri sebagai seorang
dewasa.
Jadi yang dimaksud anak tunagrahita ringan di sini adalah mereka yang
duduk di kelas IX SMPLB di SLBN Ciamis.
F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah
meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas IX ( Sembilan ) di SLBN
Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Okotober semester ganjil tahun
pelajaran 2012/2013.
Penelitian Tindakan Kelas
v
5
3. Materi yang disampaikan adalah Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia
Penelitian Tindakan Kelas
v
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta,
tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan
pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7)
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat
memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA
bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan.
Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai
peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan
dari penemuan sebelumnya.
Penelitian Tindakan Kelas
v
7
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan
menggunakan
metode
ilmiah
dalam
rangkan
menemukan
suatu
kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana
konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk).
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen
atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal
ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman,
2000: 5).
Mengajar
merupakan
suatu
perbuatan
yang
memerlukan
tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya
Penelitian Tindakan Kelas
v
8
membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan
dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang
menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi eduaktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam,
proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan
kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi
program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran IPA.
C. Konsep IPA
1. Pengertian Konsep
Penelitian Tindakan Kelas
v
9
Konsep adalah suatu abstraksi yang dapat didiskripsikan melalui
definisi contoh dan bukan contoh, sifat-sifat atau super ordinat, sub ordinat
yang dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain (Widoko, 2001: 2).
Menurut Rosser (Dalam Achmadi, 1996: 4) bahwa konsep adalah
suatu obyek abstraksi yang mempunyai atribut-atribut yang sama.
Menurut Hamalik (2002: 132) konsep adalah suatu obyek,
peristiwa atau orang yang memiliki ciri-ciri umum konsep menunjuk pada
“Nama” tertentu misalnya buku, siswa dan lain-lain. Jadi konsep adalah
sesuatu yang sangat luar, yang menunjukkan ciri-ciri umum objek yang
bersangkutan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
merupakan suatu obyek yang mewakili kelas stimulus artinya suatu
konsep telah dipelajari. Jika yang diajar dapat menampilkan perilakuperilaku tertentu. Oleh karena itu Ratna Wilis (1988) dalam bukunya
Achmadi menyatakan bahwa guru yang mengadakan kegiatan berupa
konsep hendaknya mempunyai bagian-bagian antara lain: 1) Nama
konsep; 2) Atribut-atribut dari konsep; 3) Definisi konsep; 4) Contohcontoh; 5) Hubungan antar konsep-prinsip.
Menurut Flavail (dalam Achmadi, 1996: 2-4) mengatakan bahwa
konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuan dimensi, yaitu:
a. Atribut
Penelitian Tindakan Kelas
v
10
Setiap konsep mempunyai jumlah atribut yang berbeda, atribut
dapat berupa fisik seperti warna, tinggi, atau dapat juga berupa
fungsional.
b. Struktur.
Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atributatribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal. Konsep konjungtif
adalah konsep dimana terdapat dua atau lebih sifat-sifat sehingga dapat
memenuhi syarat sebagai contoh konsep. Konsep disjungtif adalah
konsep-konsep dimana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada.
Konsep rasional menyatakan hubungan utama antara atribut-atribut
konsep.
c. Keabstrakan.
Konsep itu adalah abstrak yang berdasarkan pada pengalaman
dan karena tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman persis
sama, maka konsep yang dibentuk orang juga tidak sama.
d. Keinklusifan
Keinklusifan suatu konsep dapat ditujukan pada jumlah contohcontoh yang terlibat di dalam konsep itu. Misalnya bagi seorang anak
kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu
kucing keluarga.
e. Generalitas atau Keumuman.
Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat dibedakan dalam
posisi super ordinat dan sub ordinatnya, sehingga makin umum suatu
Penelitian Tindakan Kelas
v
11
konsep, makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsepkonsep lain.
f. Ketepatan.
Ketepatan suatu konsep menyangkut ada sekumpulan aturan
yang membedakan contoh-contoh dan non-contoh suatu konsep.
g. Kekuatan (Power).
Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang
setuju, bahwa konsep itu penting.
2. Proses Pembentukan Konsep
Terbentuknya suatu konsep secara umum dalah diri individu dapat
dibedakan menjadi dua cara, yaitu: cara asimilasi dan cara akomodasi.
Adapun dari dua cara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Cara asimilasi adalah informasi yang masuk ke otak akan diubah
sehingga cocok dengan struktur yang ada dalam otak.
b. Cara akomodasi adalah penyesuaian struktur oleh otak terhadap
pengamatan.
Dalam ilmu IPA, secara umum pembentukan konsep merupakan
produk eksperimental. Oleh karena itu pembentukan konsep IPA tidak
begitu saja dibentuk melalui informasi atau penjelesasan. Konsep tidak
dapat begitu saja dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Cara yang
paling efektif untuk membentuk konsep IPA adalah melalui pengamatan
secara langsung terhadap objeknya.
Penelitian Tindakan Kelas
v
12
Dengan metode ini diharapkan siswa menguasai konsep-konsep
IPA dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Penguasaan konsep IPA
Untuk mengetahui penguasaaan konsep siswa diperlukan analisis
konsep, yang meliputi:
a) Nama konsep
b) Ciri-ciri variabel dari konsep dan ciri-ciri kriteria konsep
c) Definisi konsep
d) Contoh-contoh konsep dan bukan dari konsep
e) Hubungan konsep dengan konsep-konsep lain. (Dahar, 1989: 93).
Selanjutnya dalam tiap kegiatan belajar selalu akan menghasilkan
perubahan khusus yang disebut hasil belajar. Dalam pelajaran IPA yang
perlu dan penting untuk diingat antara lain:
a. Beberapa informasi verbal, yang mutlak diperlukan untuk belajar
selanjutnya, misalkan nama hukum-hukum, konstanta-konstanta
penting dalam IPA, dan konsep-konsep teoritis serta beberapa konsep
penting yang didefinisikan.
b. Keterampilan intelektual, seperti mengklasifikasikan beberapa aturan,
strategi memperoleh informasi: beberapa rumus penting, penyelesaian
matematis, penggunaan peralatan dan sejenisnya (Wahyana, 1986: 3435).
Penelitian Tindakan Kelas
v
13
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami betapa pentingnya
penguasaaan konsep IPA pada diri siswa selain itu dalam proses belajar
mengajar IPA, guru hendaknya mengetahui perkembangan siswanya,
terutama yang berkaitan dengan intelektual siswa sehingga guru dapat
menyesuaikan bahan pelajaran yang hendak diajarkan dan cara
mengajarkannya.
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual sebagai berikut:
a. Periode sensori motor (0-2 tahun)
Pada periode ini anak mengatur alamnya dengan indraindranya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Konsep-konsep
yang tidak ada pada waktu lahir seperti konsep-konsep ruang, waktu,
berkembang dan tercermin ke dalam pola-pola perilaku anak.
b. Periode pra-operasional (2-7 tahun)
Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak
belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental.anak pada tingkat
pra-operasional tidak dapat berpikir reversible, mempunyai sifat
egosentris yaitu sulit untuk menerima pandapat orang lain serta lebih
menfokuskan diri pada aspek status tentang suatu peristiwa daripada
transformasi dari suatu keadaan kepada keadaan lain.
c. Periode operasional konkret (7-11 tahun)
Periode ini merupakan permulaan proses berfikir rasional yang
berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya
Penelitian Tindakan Kelas
v
14
pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan
antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode ini memilih
pengambilan keputusan secara logis.
d. Periode operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada periode ini anak akan dapat menggunakan operasi-operasi
konkretnya untuk membantu operasi-operasi yang lebih kompleks dan
mempunyai kemampuan untuk berfikir abstrak.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan yang
harus dimiliki oleh siswa yang dapat mencerminkan pengawasan
konsep IPA adalah meliputi kemampuan intelektual, mengklasifikasi,
menghubungkan, menganalisis dan menerapkan konsep yang diajarkan
untuk memecahkan masalah, soal, atau kejadian.
D Metode pembelajaran penemuan konsep
Metode pembelajaran penemuan konsep menurut Widoko (2001)
didefinisikan suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa
segala tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir
yang analitis praktis.
Sedangkan menurut Hasanah (1998) model penemuan konsep dan
suatu model pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
berfikir induktif. Kemampuan analisis dan mengembangkan konsep.pada
pengajaran diawali dengan pemberian contoh dan non-contoh diakhiri dengan
kesimpulan yang diberikan siswa.
Penelitian Tindakan Kelas
v
15
Berdasarkan hasil penelitian tentang Klaus Meier, Tennyson dan
Cochareila dalam Widoko (2001) tentang pembelajaran penemuan konsep
merupakan model yang menggunakan contoh-contoh positif dan contoh
negatif untuk menggambarkan konsep-konsep tersebut lebih mudah.
Desain dari model ini, pertama kali diperkenalkan oleh Joice dan Weil
(1972) yang mendasari penelitian Jerome Bruiner dan koleganya yang
menemukan pengaruh variabel-variabel terhadap proses belajar konsep.
Pada penelitian ini konsep yang digunakan adalah konsep listrik statik,
dengan menampilkan contoh dan non-contoh yang disertai karakteristiknya,
sebagai misal untuk konsep listrik statik; contoh positif batang plastik yang
dogosokkan dengan kain wol akan bermuatan negatif mempunyai karakteristik
benda menerima elektron dari benda lain atau terjadi perpindahan elektron
dari kain wol menuju ke batang plastik.
Dari uraian contoh dan non-contoh beserta karakteristiknya siswa
diharapkan dapat menemukan definisi dari tiap konsep dan memahami konsep
tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan contoh secara mandiri
dari konsep tersebut.
Sintaks metode pembelajaran penemuan konsep adalah sebagai
berikut:
Phase I
: Presentation of example (menampilkan contoh-contoh).
Pada phase ini guru menjelaskan bagaimana aktivitas dimulai
dengan memberikan kepada siswa contoh dan bukan contoh.
Ketika guru menampilkan contoh positif dan contoh negatif
Penelitian Tindakan Kelas
v
16
untuk tiap-tiap konsep disertai dengan karakteristiknya di
dalam LKS penemuan konsep. Pada penelitian ini konsep yang
dipilih adalah konsep listrik statik dengan contoh positif batang
plastik yang digosokkan dengan kain woll akan bermuatan
negatif.
Phase II
: Analysis of hypothesis (menganalisis hipotesa)
Pada phase ini dimulai ketika siswa membuat hipotesis tentang
nama suatu konsep, membandingkan karakteristik dari contoh
positif dan negatif listrik statik, maka siswa diminta untuk
menuliskan hipotesis tentang listrik statik, guru memberikan
contoh
tambahan
dan
yang
bukan
contoh
kemudian
menganalisis hipotesis sampai semua hipotesis didapatkan.
Dari beberapa hipotesis listrik statik yang didapat dari siswa
kemudian menguji hipotesis tersebut lewat contoh dan noncontoh sehingga deperoleh satu hipotesis yang benar.
Phase III
: Closer (Penutup)
Pada
phase
ini
guru
bertanya
kepada
siswa
untuk
mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep dan menyatakan dari
konsep tersebut beserta karakteristiknya.
Phase IV
: Application (Aplikasi)
Pada phase ini untuk memperkuat pengertian murid akan
konsep tentang listrik statik, guru memberikan contoh
tambahan dari mereka sendiri.
Penelitian Tindakan Kelas
v
17
Seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran konsep
diharapkan dapat:
a. Mengerti isi mata pelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran konsep, sehingga dapat mengidentifikasikan
materi pelajaran itu apakan cocok dengan pengajaran
menggunakan model pembelajaran pemenuan konsep.
b. Menyeleksi contoh-contoh, sehingga ketika diberikan tujuan
pembelajaran maka akan memperoleh daftar contoh-contoh
yang akan memberikan gambaran secara efektif dari suatu
konsep.
c. Mengerti urutan dari contoh-contoh untuk memaksimalkan
murid-murid secara praktis dengan keterampilan berfikir
Manfaat dari metode pembelajaran penemuan konsep
antara lain:
a. Meningkatkan keterampilan berfikir
b.
Membantu siswa untuk menemukan dan memahami
konsep dengan memperhatikan obyek, ide atau kejadiankejadian.
E. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang
Penelitian Tindakan Kelas
v
18
menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah
laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan
dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar,
motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa
yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif
yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
Penelitian Tindakan Kelas
v
19
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik
adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa
strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran
sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan
tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik
adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Penelitian Tindakan Kelas
v
20
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh
oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman,
2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik
adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motifmotif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa
cara
membangkitkan
motivasi
ekstrinsik
dalam
menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan
diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan
mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal
kegiatan
belajar
mengajar
guru,
hendaknya
terlebih
dahulu
menyampaikan kepada siswa Indikator yang akan dicapai sehingga
dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai Indikator tersebut.
3) Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.
Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang
bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan
sesuatu perbuatan.
Penelitian Tindakan Kelas
v
21
4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan
kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian,
guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk
meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan
guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat
yang besar.
6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau
belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti
dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada
ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia
mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan
motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai
yang tinggi, dan lain sebagainya.
F. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
Penelitian Tindakan Kelas
v
22
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang
dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya
setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut
dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian
diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui
sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi
belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara
langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses
belajar mengajar IPA.
G. Tunagrahita ringan
Anak Tunagrahita ringan sering juga disebut anak mampu didik.
Mereka yang termasuk pada kelompok ini memiliki IQ antara 50 sampai
70. Dalam segi fisik pada umumnya mereka tidak berbeda dari anak
normal. Mereka memiliki kemampuan berpikir yang rendah sehingga
Penelitian Tindakan Kelas
v
23
selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, sekalipun
masalah itu sangat sederhana. Selain itu daya abstraknya juga lemah
mudah beralih perhatian dan mudah lupa. Namun demikian mereka masih
memiliki kemampuan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung
yang sederhana. Serta dapat bergaul dengan lingkungannya dan
mempelajari pekerjaan seni-skilled.
Mengenai perkembangan kecerdasannya Moh.Amin dan Suhaeri
(1980:6) mengemukakan sebagai berikut :
Perkembangan kecerdasan kira-kira setengah dan tiga perempat
kecepatan dan perkembangan anak normal demikian pula
kemampuan mengikuti pelajaran disekolah perbendaharaan katanya
terbatas tetapi penguasaan bahasanya sekurang-kurangnya pada usia
dewasa kecerdasan anak tunagrahita ringan mencapai tingkat yang
kira-kira sama dengan anak normal yang berusia antara 9 sampai 12
tahun.
H. Karakteristik anak Tunagrahita Ringan
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa
anak Tunagrahita ringan mengalami kelainan dalam perkembangan
kecerdasan yang mengakibatkan mereka kurang mampu dalam beberapa
aspek terutama dalam kehidupan sehari-hari.untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan pengembangan tiga aspek yaitu dalam pelajaran akademis, pada
tingkat dasar dan lanjutan, sosialisasi dengan lingkungan dan persiapan
untuk mampu bekerja dikemudian hari.mengenai hal ini, Kirk dan
Gallagher (1986 :119) mengemukakan sebagai berikut :
Penelitian Tindakan Kelas
v
24
A child who is mildly retarded because of delayed mental
develovment has the capacity to develov in three areas ; (1) In
academic subjects at primary and advanced elementary grade
levels (2) In social adjusment to the point at which the child
can eventually adapt independently in the community and (3)
The accupational potential to be partially or totally self
supporting as and adult.
Pernyataan berikut dapat diartikan secara bebas adalah sebagai
berikut : Anak Tunagrahita ringan, karena mengalami hambatan dalam
perkembangan mentalnya, perlu dikembangkan kemampuan dalam tiga hal
yaitu : (1) Dalam pelajaran akademik di tingkat dasar dan lanjutan (2)
Kemampuan penyesuaian sosial sehingga pada akhirnya anak dapat
menyesuaikan diri di masyarakat.(3) Kemampuan bekerja untuk keperluan
hidupnya pada masa dewasa baik sebagian maupun sepenuhnya.
Untuk mengetahui anak Tunagrahita ringan pada masa anak-anak
memang agak sukar. hal ini karena anak Tunagrahita ringan dan anak
normal pada masa itu tidak menunjukan perbedaan yang menyolok. pada
prinsipnya karakteristik anak tunagrahita ringan dengan anak normal tidak
begitu berbeda kecuali dalam kecerdasan.
Oleh karena itu biasanya anak tunagrahita ringan baru ditemukan
setelah kelas 3 sekolah dasar.karena pada masa itu mulai diajarkan hal-hal
yang bersifat akademik dan membutuhkan pemikiran mereka mulai
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.hal ini nampak jelas pada
hasil pekerjaannya yang lebih jelek dibandingkan dengan anak normal.
Ciri-ciri ini dikemukakan Moh.Amin dan Moh.Entang (1984:12)
yaitu bahwa : kemampuan belajar mereka rendah dan lambat bagi mereka
Penelitian Tindakan Kelas
v
25
yang tergolong tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran
akademik (membaca, menulis, berhitung dsb) hal ini mengandung arti
bahwa pelajaran akademik dalam batas-batas tertentu masih dapat
diberikan kepada mereka demikian pula dalam pekerjaan, mereka dapat
melakukan beberapa tugas yang sifatnya ringan yang tidak banyak
memerlukan pemikiran dan tidak terlepas dari lingkungan.
Dari uraian diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa dalam hal
kecerdasan secara umum anak Tunagrahita ringan memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
Cenderung
memiliki
kemampuan
berpikir
yang
bersifat nyata dan sukar berpikir secara abstrak
b.
Mengalami
kesulitan
dalam
berkonsentrasi
dan
mudah beralih perhatian
c.
Kemampuan mengendalikan emosinya terbatas
d.
Kemampuan daya penalarannya terbatas
e.
Masih memiliki kemampuan untuk belajar akademis
yaitu : membaca, menulis dan berhitung yang sifatnya sederhana.
Penelitian Tindakan Kelas
v
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut
Oja
dan
Smuljan
(dalam
Titik
Sugiarti,
1997;
8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru
bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan
terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama
dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas
dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun,
kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan
seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan
didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Penelitian Tindakan Kelas
v
27
Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal
telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung
pada jumlah siklus yang harus dilalui.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
SLBN Ciamis tahun pelajaran 2012/2013.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April semester Genap
Tahun Pelajaran 2012/2013.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas IX ( Sembilan ) di
SLBN
Ciamis
pada
Kompetensi
Dasar
:
Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan mereka dalam
Penelitian Tindakan Kelas
melaksanakan tugas, memperdalam
v
28
pemahaman
terhadap
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
itu,
serta
memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam
Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk
kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun
tujuan
utama
dari
PTK
adalah
untuk
memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan,
sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahaptahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Penelitian Tindakan Kelas
v
29
Putar
an 1
Refleksi
Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan
Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Refleksi
Putar
an 3
Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran
model
penemuan konsep.
Penelitian Tindakan Kelas
v
30
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3,
dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang
sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan
untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RPP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Penelitian Tindakan Kelas
v
31
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu
proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.
4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
a.
Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep,
untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b.
Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
5. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada
Kompetensi
Dasar
:
Mendeskripsikan
perkembangan
dan
pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia. Tes formatif ini
diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah Jawaban
singkat.
D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep, observasi aktivitas
siswa dan guru, dan tes formatif.
E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
Penelitian Tindakan Kelas
v
32
dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga
untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas
siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X=
∑X
∑N
Dengan
: X
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
Penelitian Tindakan Kelas
v
33
lebih dari sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan
belajar digunakan rumus sebagai berikut:
Penelitian Tindakan Kelas
v
34
P=
∑ Siswa . yang . tuntas . belajar x 100
∑ Siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 1 September 2012 di kelas IX ( Sembilan )
dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran
yang
telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil
penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No
Abse
Nama Siswa
n
1.
Rani Anggraeni
2.
Rizal Novriandi
Jumlah Skor
Skor Maksimal Ideal = 200
Rata – rata skor tercapai =57
Keterangan: T
TT
Penelitian Tindakan Kelas
Nilai
60
55
Keterangan
T
TT
√
√
115
: Tuntas
: Tidak Tuntas
v
35
Jumlah siswa yang tuntas
:Jumlah siswa yang belum tuntas
:2
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I
57
0%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
metode pembelajaran penemuan konsep diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 57 dan ketuntasan belajar masih 0 %
atau kedua siswa belum tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa memperoleh nilai ≥ 65 masih dibawah dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 5 September 2012 di kelas IX ( Sembilan )
v
Penelitian Tindakan Kelas
36
dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus
II.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan
dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang
digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada
siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No
Abse
Nama Siswa
Nilai
n
80
1.
Rani Anggraeni
70
2.
Rizal Novriandi
Jumlah Skor
150
Skor Maksimal Ideal = 200
Rata – rata skor tercapai =75
Keterangan:
Penelitian Tindakan Kelas
Keterangan
T
TT
√
√
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
:2
Jumlah siswa yang belum tuntas
:0
Klasikal
: tuntas
v
37
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
N
o
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus II
75
2
100%
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 100 %. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah megalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I.
Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan
tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang
dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep. Dari
data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua
pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
v
Penelitian Tindakan Kelas
38
belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masingmasing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif
selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus II guru telah menerapkan metode pembelajaran
penemuan konsep dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta
hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang
perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan
dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya menerapkan metode
pembelajaran penemuan konsep dapat meningkatkan proses belajar
mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
penemuan konsep memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
Penelitian Tindakan Kelas
v
39
meningkat dari sklus I, dan II) yaitu masing-masing 0 %, dan 100 %. Pada
siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran
penemuan
konsep
dalam
setiap
siklus
mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa
yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada
setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran IPA pada Kompetensi
Dasar : Mendeskripsikan
perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut
usia dengan metode pembelajaran penemuan konsep yang paling dominan
adalah
bekerja
dengan
menggunakan
alat/media,
mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langah-langkah pembelajaran penemuan konsep dengan
baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan
LKS/menemukan
Penelitian Tindakan Kelas
konsep,
menjelaskan/melatih
menggunakan
alat,
v
40
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
Penelitian Tindakan Kelas
v
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga
siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan penemuan konsep memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (0 %), siklus II
(100%).
2. Penerapan metode pembelajaran penemuan konsep mempunyai pengaruh
positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan
dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan
berminat dengan metode pembelajaran penemuan konsep sehingga mereka
menjadi termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model penemuan konsep memerlukan persiapan
yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau
Penelitian Tindakan Kelas
v
42
memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan
konsep dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatif siswa dengan berbagai macam metode pengajaran, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di kelas IX ( Sembilan) Anak tunagrahita ringan di SLBN
Ciamis.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan
agar diperoleh hasil yang lebih baik.
Penelitian Tindakan Kelas
v
43
DAFTAR PUSTA