HAK HAK EKONOMI SOSIAL DAN BUDAYA1 SURYA

HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA*
SURYADI RADJAB
Hak-hak manusia (human rights) adalah hak-hak setiap orang (manusia) baik hak-hak pada
dirinya (rights in itself) maupun hak-hak untuk dirinya (rights for itself) tanpa memandang
kebangsaan dan suku (etnis), warna kulit (racial), jenis kelamin, agama atau keyakinan, ideologi
atau pandangan politik maupun profesi atau status sosial lainnya, latar belakang budaya dan adat
istiadat, mulai dari pelosok negeri yang terbelakang di Afrika sampai jantung megapolitan New
York, Amerika Serikat (AS). Dalam hak-hak manusia, setiap orang sama atau setara (equal)
tanpa diskriminasi. Manusia dimuliakan dengan menyematkan harkat dan martabat (dignity)
pada dirinya.
Hak-hak manusia berwatak universal setelah diterimanya Deklarasi Universal Hak-hak Manusia
(Universal Declaration of Human Rights) oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini sekaligus sebagai landasan moral dan politik
internasional dalam upaya mengurangi operasi kekuasaan negara (state power) yang sewenangwenang. Pengembangan lebih lanjut dari deklarasi ini menghasilkan dua perjanjian atau kovenan
internasional pada 16 Desember 1966, yaitu Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), serta Kovenan
Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
Perjanjian-perjanjian itu merupakan hukum internasional hak-hak manusia (international law of
human rights) yang sudah disepakati, serta dapat ditandatangani dan diratifikasi menjadi hukum
nasional suatu negara. Negara yang meratifikasinya menjadi bagian dari negara-negara peserta
(states parties) perjanjian internasional hak-hak manusia. Pemerintah dan DPR sudah

meratifikasi Kovenan Ekosob melalui UU No. 11/2005, dan Kovenan Sipol melalui UU No.
12/2005.
Setiap perjanjian di antara negara-negara itu menimbulkan konsekuensi kewajiban untuk
menghormati (obligation to respect), melindungi (obligation to protect), dan memenuhi
(obligation to fulfil) hak-hak manusia. Kewajiban negara adalah menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak-hak setiap orang. Namun tidak sebaliknya, tidak ada kewajiban seseorang
terhadap negara.
Hak-hak manusia juga menekankan dua dimensi manusia, yaitu dimensi material dan dimensi
non-material. Dimensi material berhubungan dengan kebutuhan seperti makan dan minum atau
perumahan. Sesuai nama perjanjiannya, maka hak-hak ekonomi, sosial dan budaya berhubungan
dengan dimensi atau kebutuhan material bagi setiap orang.
Sedangkan dimensi non-material berhubungan dengan kesadaran seperti berpikir, menganut
agama, dan berpendapat yang mendasari penggolongan hak-hak sipil dan politik. Berpikir
langsung dapat dilakukan – dengan menggunakan “otak” – tanpa membutuhkan material di luar
**

Makalah yang disampaikan untuk “Sekolah Paralegal” yang diselenggarakan pada 5 Maret 2017 oleh LBH
Bandung.

1


diri seseorang. Setelah berpikir, dia dapat pula mengeluarkannya lewat mulut. Kendati demikian,
bukan berarti realisasi hak-hak sipil dan politik mengingkari hubungannya dengan dimensi
material. Misalnya, negara harus mengeluarkan biaya atau anggaran untuk menghasilkan UU
yang menjamin hak-hak sipil dan politik.

1. Hak-hak ekosob
Dari dua kovenan atau perjanjian internasional itu dapat dikategorikan dua rumpun hak-hak
manusia, yaitu hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob), serta hak-hak sipil dan politik
(sipol). Bagi dan untuk setiap orang, kedua rumpun hak-hak ini tidak terpisahkan dan saling
terkait satu sama lain. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir (freedom of thought) dan
berpendapat (freedom of opinion), namun sekaligus pula mempunyai hak atas pendidikan (right
to education).
Kebebasan berpikir tidak membutuhkan materi di luar diri seseorang, karena dengan otak yang
ada pada dirinya bisa digunakannya untuk berpikir, dan kemudian menyampaikan pendapat
kepada orang atau pihak lain. Sedangkan untuk pendidikan, seseorang membutuhkan materi,
secara resmi membutuhkan sekolah dan informasi atau pengetahuan dalam bentuk tulisan.
Tegasnya, pendidikan membutuhkan biaya atau bahan-bahan pengetahuan sebagai alat seseorang
untuk belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat.
Hubungan antara kebebasan berpikir, berpendapat, dan pendidikan itu bisa dipilah ke dalam dua

rumpun hak-hak manusia. Berpikir dan berpendapat masuk rumpun hak-hak sipil dan politik,
sedangkan pendidikan adalah rumpun hak-hak ekosob atau tepatnya hak budaya yang mencakup
kegiatan belajar-mengajar, mencari pengetahuan dan informasi maupun penyebarluasannya, serta
penanaman nilai-nilai dan moral.
Apa saja hak-hak ekosob itu? Untuk memperoleh gambaran singkat, maka Kovenan
Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sudah mencantumkannya sebagaimana yang
ditabelkan di bawah ini.
Tabel 1 | Daftar Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
No

Hak-hak

1

7

Hak atas pekerjaan dan mencari nafkah
Hak atas upah yang layak, kondisi kerja yang aman
dan sehat, serta jenjang karir tanpa diskriminasi
Hak berserikat buruh, membentuk federasi atau

konfederasi, melakukan pemogokan
Hak atas jaminan sosial termasuk asuransi sosial
Hak untuk membentuk keluarga, cuti melahirkan,
serta perlindungan pada ibu dan anak
Hak atas penghidupan yang layak: pangan, sandang
dan perumahan
Hak atas kesehatan dan lingkungan

8

Hak atas pendidikan (gratis untuk pendidikan dasar)

9

Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya,
manfaat ilmu pengetahuan, dan kebebasan ilmiah

2
3
4

5
6

Pasal
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 1314
Pasal 15

2

Tabel 1 | Daftar Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
No

Hak-hak


Pasal

Sumber: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Berdasarkan hak-hak ekosob yang terdaftar dalam tabel itu memang terlihat dimensi materialnya,
selain watak atau karakter sosial manusia. Setiap orang dapat dilihat dengan kasat mata dengan
sejumlah organ tubuhnya. Namun, seseorang juga tidak dapat dilihat apa yang dipikirkan dan
dirasakannya tanpa diungkapkan. Demikian pula, seseorang bergaul satu sama lain dalam
berbagai ikatan seperti keluarga, masyarakat, negara, atau berorganisasi yang menegaskan watak
sosialnya.
Dimensi material itu dapat dilihat bahwa seseorang yang bekerja harus menggunakan alat-alat
kerjanya seperti bahan-bahan yang diolah untuk menghasilkan barang jadi. Setiap orang yang
bekerja wajib dibayar upahnya. Ditekankan supaya upah yang diterima, besarannya layak bagi
dirinya dan keluarganya. Besaran upah dan jenjang karir pun tidak boleh diskriminatif antara
laki-laki dan perempuan.
Sedangkan dimensi sosial manusia itu sangatlah jelas memperlihatkan karakternya. Seseorang
harus bekerja bersama-sama orang lain. Tidak ada sekolah dijalankan hanya seorang diri.
Demikian pula, setiap orang yang berada dalam satu lingkungan kerja dianjurkan untuk
membentuk dan mengoperasikan serikat buruh. Bahkan, lingkungan hidup pun harus dikelola

dengan baik supaya bisa merawat lingkungan yang sehat.
Tidak melenceng juga kalau ada yang menyebut hak-hak ekosob dikatakan sebagai hak-hak
“kolektif”, lebih karena watak sosialnya. Setiap hak yang terkandung dalam kovenan itu saling
berhubungan dan saling bergantung. Tidak ada hak yang berdiri sendiri.
Perlu juga ditegaskan bahwa hukum hak-hak manusia (HaM) adalah hukum perdata
internasional – bukan hukum pidana – yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB. Hukum
HaM berbeda dengan hukum perdata biasa seperti perjanjian dua pihak atau lebih, dan hak
kepemilikan (property rights). Misalnya, hak atas lahan tidak dikenal dalam HaM, melainkan
hak atas perumahan, dan hak atas pekerjaan.
Selain itu, terkait hak-hak ekosob, Majelis Umum PBB juga telah mengadopsi dua konvensi,
yaitu Kovensi Penghapusan Segala Bentru Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women – CEDAW), serta Konvensi Hak
Anak (Convention on the Rights of the Child – CRC). Negara RI juga sudah meratifikasi
CEDAW melalui UU No. 7/1984, dan CRC melalui Keppres No. 36/1990. Kovenan Ekosob juga
punya kaitan dengan beberapa Konvensi ILO (International Labour Organization).

2. Kewajiban negara untuk memenuhi
Berbeda dengan hak-hak sipil dan politik dalam cara kewajiban negara (obligation of the state)
dijalankan, maka kewajiban melindungi dan memenuhi lebih ditekankan. Misalnya, melindungi
3


hak-hak perempuan, anak, kelompok minoritas, penyandang disabilitas, dan buruh oleh negara.
Namun tidak mengurangi pula kewajiban negara untuk memenuhinya.
Mengapa negara dituntut untuk menjalankan kewajiban untuk melindungi dan memenuhi hakhak manusia?
Pertama, dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi seperti
perempuan, kelompok minoritas, penyandang disabilitas, lanjut usia, dan orang dengan
HIV/AIDS (OdHA). Tidak jarang mereka jadi sasaran diskriminasi dan pelecehan yang
bersumber dari pandangan stereotip yang masih bersarang dalam kesadaran masyarakat.
Keadaan ini membutuhkan kewajiban negara untuk melindungi hak-hak mereka.
Kedua, terdapat kelompok-kelompok dalam masyarakat yang disebut sebagai kelompok rentan
atau rawan pelecehan dan kekerasan seperti buruh, anak, komunitas adat, dan pengungsi. Tidak
jarang buruh diperlakukan dengan buruk atau sewenang-wenang oleh majikan dan anak oleh
orang dewasa atau orangtua. Sehingga diperlukan campur tangan negara dalam menjalankan
kewajibannya untuk melindungi hak-hak mereka.
Ketiga, sumber-sumber material seperti kekayaan alam dan sosial bersifat terbatas, namun
sebagian besar dimiliki dan dikuasai segelintir orang yang berdampak pada kesenjangan sosialekonomi dan budaya. Ketimpangan ini ditunjukkan dengan jumlah orang miskin yang banyak.
Dari sinilah diperlukan campur tangan yang lebih besar dari negara dalam menunaikan
kewajibannya untuk memenuhi hak-hak setiap orang di bawah kekuasaannya.
Namun, dalam kaitannya dengan buruh atau orang-orang yang bekerja dan menjalankan suatu
profesi pekerjaan, diberikan hak atas kebebasan dalam membentuk dan mengoperasikan serikat

kerja. Pelaksanaan hak ini menimbulkan kewajiban negara untuk menghormati kebebasan
mereka. Negara tidak boleh campur tangan – menahan diri dari suatu tindakan – supaya
kebebasan berserikat ini diwujudkan. Gambaran kewajiban negara ini dapat dilihat pada tabel 2
di bawah ini.
Tabel 2 | Relasi Hak-hak Manusia dan Kewajiban Negara
No

Pemegang Hak-hak

Pasal

1

Manusia (orang/kelompok orang)

Negara (semua aparat negara)

2

Menikmati kebebasan (freedom)


Kewajiban menghormati (obligation to respect)

3

Memperjuangkan keadilan (justice)

Kewajiban melindungi (obligation to protect)

4

Kebutuhan atas kesejahteraan (welfare)

Kewajiban memenuhi (obligation to fulfil)

Sumber: Suryadi Radjab dan Harry Wibowo (2011)

Penekanan kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak ekosob diwujudkan dengan langkahlangkah, tindakan, kebijakan dan program pemerintah. Mulai dari penciptaan lapangan kerja
4


sampai kegiatan budaya dan pengembangan ilmiah. Dan semuanya wajib dibiayai oleh
pemerintah, dengan harapan bermuara pada kesejahteraan umum.

3. Indikator hasil dan proses
Kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak ekosob diukur berdasarkan pendekatan indikator
(indicators approach). Kewajiban ini tidak berarti tanpa menihilkan pendekatan pelanggaran
(violations approach) yang berbasis kejadian (event based).
Perbedaan dua pendekatan itu menjelaskan cara negara menunaikan kewajibannya. Pendekatan
pelanggaran dapat segera dilihat dari tindakan (act) atau perbuatan (conduct) negara. Contohnya,
aparat kepolisian menangkap atau menahan seseorang tanpa disertai surat penangkapan dan
tuduhan pasal pidana. Sedangkan pendekatan indikator ditunjukkan dengan kewajiban menyusun
rencana atau niat secara tertulis, tindakan, kebijakan dan program negara. Bisa dilihat bagaimana
negara/pemerintah memajukan hak-hak buruh atau hak atas perumahan (lihat tabel 3). Setiap
negara yang tidak dapat memenuhi kewajiban minimal atas suatu hak atau tidak membuat
sejumlah target, segera bisa dianggap atau ditafsirkan sebagai pelanggaran. Pemenuhan atau
realisasi hak-hak ekosob mengarah pada kemajuan (progressive realisation).
Tabel 3 | Pendekatan dalam Relasi
Pendekatan

Metodologi

Hal yang dilihat

Hak-hak yang
digunakan

Pelanggaran

Berbasis kejadian atau
tindakan

Tindakan (act) atau
perbuatan (conduct)

Hak-hak sipil dan politik

Pemajuan

Berbasis indikator (dan
benchmark)

Kemajuan (progress)
atau hasil (result)

Hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya

Sumber: Harry Wibowo dan Naning Mardiniah (2006)

Dengan pendekatan atau tekanan kewajiban untuk memenuhi itu bukan saja negara atau
pemerintah terlibat, namun juga wajib aktif untuk merealisasikan hak-hak ekosob. Berbeda
dengan tindakan negara terhadap kebebasan yang wajib menahan diri atau absen supaya realisasi
kebebasan ini tidak mengalami gangguan. Sebaliknya, dalam realisasi hak-hak ekosob,
pemerintah harus aktif – hadir dan bergerak mengarahkan dan mengatasi – untuk pemenuhannya.
Cara melihat atau mengetahui bagaimana pemenuhan atau realisasi hak-hak ekosob itu
berlangsung harus didekati dengan menggunakan indikator atau petunjuk. Indikator merupakan
alat yang menunjukkan keberadaan sesuatu, arah yang menyebabkannya terjadi, serta sejauh
mana capaiannya. Indikator juga dapat digunakan untuk menunjukkan suatu gejala, kemajuan
atau kesalahan yang perlu diatasi. Contoh indikasi yang dimaksud, misalnya, jumlah orang yang
memperoleh pekerjaan, atau angka kematian ibu yang melahirkan selama 2015-2017.
Ada dua jenis indikator yang dikenal dalam melihat pemenuhan hak-hak ekosob, yaitu indicator
hasil (result indicators) dan indikator proses (process indicators).
5

Indikator hasil adalah indikator yang digunakan untuk mengukur keluaran (output) atau capaian
(outcomes) dari pemenuhan kewajiban negara atau pemerintah. Indikator ini dapat mengukur
seberapa banyak target yang dipenuhi, bagaimana hasil yang sudah dipenuhi, serta apa kesulitan
yang dihadapi. Contoh indikator ini “angka kematian bayi”, atau “tingkatan orang buta huruf”.
Indikator proses adalah indikator yang digunakan untuk mengukur terhadap tingkat pemenuhan
kewajiban negara. Contohnya dalam pemenuhan hak kesehatan, misalnya, “jumlah anak/bayi
yang diimunisasi kekebalan terhadap penyakit”. Untuk hak pendidikan, “jumlah sekolah yang
tersedia/dibangun”. Sesuai dengan namanya, indikator proses berarti detail-detail dari rangkaian
rencana dan tindakan dalam pelaksanaan kewajiban negara.
Pemenuhan kewajiban negara atas hak-hak ekosob itu dapat dilihat dari hukum atau UU,
peraturan atau kebijakan pemerintah, program, dan perencanaan pembangunan dalam rentang
tahunan, lima tahunan atau jangka panjang. Dalam kaitan ini tidak luput juga memeriksa
anggaran untuk melihat apakah pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan, apakah serius
menjalankan kebijakannya.

4. Rencana dan sistem pendataan
Realisasi atau pelaksanaan kewajiban negara dalam hak-hak ekosob memang lebih sulit
dibandingkan dengan hak-hak sipil dan politik. Dalam hak-hak sipil dan politik, negara hanya
membiarkan setiap orang mengecap kebebasan atau hak-hak lainnya tanpa campur tangan.
Negara hanya boleh bertindak untuk melindungi atau mencegah tindakan atau perbuatan pihak
lain atau pihak ketiga yang mengancam atau mengganggu. Kalau sudah terjadi gangguan atau
tindakan lain yang merusak kebebasan atau hak-hak sipil dan politik lainnya, maka aparat
penegak hukum memperosesnya sesuai hukum demi keadilan.
Berbeda dengan hak-hak ekosob – karena berbeda pendekatannya dengan hak-hak sipil dan
politik – pelaksanaan kewajiban negara harus dijalankan dengan rencana atau niat tertulis
berdasarkan indikator-indikator hasil dan prosesnya dalam suatu program, melaksanakan jadwal
sesuai rencana programnya, menyelaraskan hukum atau UU, membuat peraturan atau kebijakan
pemerintah untuk mendukungnya, menyediakan anggaran, kalau kesulitan harus mengevaluasi
dan melanjutkannya secara bertahap, serta menyediakan sistem informasi yang terbuka bagi
akses publik.
4.1. Rencana sebagai indikator
Kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak ekosob memang jauh lebih kompleks, karena sifat
hubungannya antara lain menyangkut jumlah penduduk, fasilitas dan layanan instansi
pemerintah, jumlah tenaga dan anggaran, sampai pada kondisi-kondisi perekonomian.
Dalam pelaksanaan kewajiban negara pun dilakukan dengan berbagai langkah sebagaimana yang
terkandung dalam Pasal 2 Ayat 1 Kovenan Ekosob:
“Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini, berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara individual
maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya di bidang ekonomi dan teknis sepanjang
tersedia sumber daya, untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui oleh
Kovenan ini dengan cara-cara yang sesuai, termasuk dengan pengambilan langkah-langkah legislatif.”

6

Dalam realisasi hak-hak ekosob, kewajiban negara dilaksanakan pertama-tama dipenuhi dengan
suatu rencana sebagai langkah pertama. Tanpa rencana berarti negara tidak punya niat yang
dapat ditunjukkan untuk mengawali langkahnya untuk memenuhi hak-hak ekosob. Memang
lazimnya, rencana pemenuhan hak-hak ini disusun untuk dilaksanakan secara bertahap. Rencana
ini bisa berupa program khusus yang mau dijalankan. Dalam waktu, bisa dalam rentang setahun,
dua tahun, dan seterusnya. Dalam target, bisa 1 juta, 2 juta, dan seterusnya sampai mencapai
hasil tertinggi.
Langkah berikutnya, bisa dilihat dari ketersediaan sumber daya seperti anggaran dan tenagatenaga yang diperlukan untuk menjalankannya. Tidak mungkin pelaksanaan rencana tanpa
kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan biaya dan tenaga yang menggerakkan
pemenuhan hak-hak ekosob. Selanjutnya bisa juga didukung dengan merancang UU atau revisi
UU – pada tingkat daerah bisa dilengkapi Peraturan Daerah (Perda) – supaya sesuai dengan
program atau kebijakan untuk pemenuhan hak-hak. Langkah lainnya yang ditempuh pemerintah
termasuk juga dengan menerima bantuan dan kerjasama internasional.
Kalau pemerintah tidak memulai menyusun atau membuat rencana, maka dapat ditafsirkan
sebagai pelanggaran. Artinya, pemerintah mengingkari kewajiban berbuat (obligation of
conduct). Bahkan, kalau pemerintah tidak dapat memenuhi kewajiban minimal pun atas
pemenuhan suatu hak, juga dapat dianggap sebagai pelanggaran. Kegagalan atau kesulitan ini
melenceng dari rencana yang menargetkan atau mematok keluaran tertentu yang berbeda dengan
hasilnya.
Meskipun demikian, tidak berarti pendekatan berbasis kejadian tidak dapat memeriksa kewajiban
negara dan dugaan pelanggaran yang terjadi. Misalnya, rencana dan tindakan pemerintah daerah
yang menurunkan pasukan Satpol PP untuk melakukan penggusuran terhadap sekelompok
warganya, dapat ditelusuri kejadian, kondisi awal, jumlah warga yang digusur dan rumah yang
dihancurkan, serta dampaknya termasuk perempuan dan anak.
4.2. Sistem pendataan
Bagaimana kemajuan dan pelanggaran hak-hak ekosob dapat diperiksa? Rencana pemerintah,
UU yang relevan atau disesuaikan, peraturan atau kebijakan pemerintah, jadwal tahapan
pelaksanaan tindakan atau kegiatan, jumlah target pemenuhan hak, anggaran dan tenaga-tenaga
yang disediakan, hubungan dengan instansi terkait, kondisi ekonomi, bahkan bantuan dan
kerjasama internasional merupakan informasi dan data yang dibutuhkan.
Memeriksa pelaksanaan kewajiban negara dibutuhkan banyak informasi atau data. Data statistik
yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik (BPS) pun memiliki keterbatasan dan risiko untuk
mengukur kewajiban negara yang sudah ditunaikan. Data statistik kerap menyembunyikan
adanya diskriminasi dan ketimpangan akses fasilitas dan layanan, atau data lainnya yang dapat
dikaitkan dengan dugaan pelanggaran.
Dalam menelusuri kemajuan dan pelanggaran hak-hak ekosob membutuhkan sistem pendataan
atau pengolahan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber baik data primer maupun data
sekunder. Data dapat saja dihimpun langsung dari suatu daerah dengan wawancara, survei,
observasi langsung, dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Pengumpulan data dapat pula yang
7

berasal dari data sekunder seperti penelitian dari institusi akademis, data rutin dari suatu instansi
pemerintah, statistik nasional dan internasional yang dihimpun badan khsusu PBB dan lembaga
lainnya, survei berbasis populasi seperti yang dilakukan Amnesty International, dan informasi
yang tersebar di media.
Sebaiknya, penelusuran kemajuan dan pelanggaran difokuskan pada satu pasal yang mengerucut
pada isu spesifik. Misalnya, berapa angka atau persentase serapan tenaga kerja di Indonesia atau
di suatu daerah yang menggambarkan kemajuan pemenuhan hak atas pekerjaan. Angka ini bisa
dimulai untuk memperoleh angka pengangguran. Masih dapat ditambah dengan jumlah buruh
yang mengalami pemecatan atau PHK, serta keluar-masuk (turn-over) buruh dari berbagai
perusahaan. Angka-angka ini dapat dijadikan indikasi tinggi, sedang atau rendahnya tingkat
pengangguran. Perihal proses pelaksanaannya, berapa banyak balai latihan kerja yang sudah
dibangun, apakah peraturan menteri untuk melindungi buruh dari ancaman PHK, serta berapa
banyak anggaran yang disediakan untuk menciptakan lapangan kerja? Apa saja sektor-sektor
yang disediakan?
Kendati dibutuhkan lembaga yang mengumpulkan dan mengolah informasi sebanyak mungkin
tentang kemajuan dan pelanggaran hak-hak ekosob, untuk mengawalinya tetap bisa didasarkan
pada kasus-kasus. Contohnya, kasus penggusuran pedagang kaki lima (PKL), pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup, atau kasus “rawan pangan”. Informasi dan data yang dapat
diverifikasi adalah alat untuk membuktikan apakah ada kemajuan dan pelanggaran hak-hak
tersebut.

5. Pelanggaran hak-hak ekosob
Bagaimana menempatkan suatu pelanggaran terhadap hak-hak ekosob oleh negara?
Dalam pemenuhan hak-hak ekosob, peran negara sangat besar. Negara bukan saja
merencanakan, namun merealisasikan hak-hak ekosob sepenuh-penuhnya. Secara sederhana, ada
tiga tahapan pelanggaran yang dialamatkan kepada negara.
Pertama, negara terutama pemerintah tidak berbuat apa-apa. Abai atau tidak mau – tanpa berbuat
– pemerintah dapat dituduh melakukan pelanggaran. Prinsip kewajiban negara untuk memenuhi
hak-hak berarti negara diwajibkan untuk berbuat (obligation of conduct). Negara tidak boleh
untuk tidak berbuat. Sedari awal, negara wajib menunjukkan niatnya untuk berbuat dengan
membuat rencana pemenuhan hak-hak ekosob. Boleh menunda, namun tidak boleh tanpa berbuat
lebih lanjut. Tanpa rencana, negara – dengan sendirinya – melanggar hak-hak ekosob.
Kedua, dengan rencana yang sudah dibuat namun tidak diiringi dengan tindakan yang diperlukan
untuk memenuhi hak-hak tertentu dalam hak-hak ekosob, maka negara juga dapat dituduh
melanggarnya. Negara tidak boleh membiarkan rencana yang dibuatnya teronggok sekadar
rencana di atas kertas tanpa ditindaklanjuti. Sekurang-kurangnya negara wajib menunaikan
tugasnya merealisasikan salah satu tahap dari rencananya sebagai gambaran indikator proses.
Tanpa merealisasikan, sama saja negara tidak meneruskan niatnya.
Ketiga, dalam tahapan realisasinya, negara wajib menyelesaikan target atau output minimum
yang direncanakannya dengan berbasis pada indikator hasil. Kegagalan negara mencapai target
8

atau output ini juga dapat ditafsirkan sebagai pelanggaran, yakni gagal memenuhin indikator
hasil. Dalam pelanggaran ini negara sudah berbuat, namun tidak menuai hasil sebagaimana yang
direncanakan. Pemerintah harus mengevaluasi kegagalan, kelemahan atau kekurangannya,
termasuk dugaan korupsi.

9