PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DAN LIMPASAN PERM (1)

Laporan Praktikum
M.K Analisis Hidrologi

Hari/ Tanggal
: Kamis, 05 Desember 2013
Asisten
:
1. May Parlindungan
(G22090022)
2. Fauziah Nur
(G24090066)

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DAN LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN
METODE RASIONAL DAN SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE)
Studi Kasus: DAS Belawan

Sheronif Kurniawan
G24100063

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................................1
1.2. Tujuan...........................................................................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................1
2.1. Metode Rasional...........................................................................................................................1
2.2. Metode SCS..................................................................................................................................2
2.3. Kondisi DAS Belawan
III. METODOLOGI...................................................................................................................................2
3.1. Bahan dan alat...............................................................................................................................2
3.2. Langkah kerja...............................................................................................................................2
3.2.1. Metode Rasional................................................................................................................2
3.2.2. Metode SCS.......................................................................................................................3

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................3
4.1. Skenario Konversi DAS Belawan................................................................................................4
4.2. Metode Rasional...........................................................................................................................4
4.3. Metode SCS..................................................................................................................................5
V. KESIMPULAN.....................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................6

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4

Nilai Koefisien Limpasan DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan................................2
Nilai Debit Puncak DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan...........................................2
Nilai CN DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan...........................................................3
Nilai Debit Puncak dengan Metode SCS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan..................3

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Bagian terpenting dari keseimbangan siklus hidrologi adalah Limpasan. Limpasan adalah bagian dari curah
hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju outlet. Yang terjadi kini adalah perubahan skenaerio
perubahan pada beberapa penutupan lahan. Hal ini berdampak perubahan infiltrasi dan limpasan pada suatu daerah.
Bagian penting dari limpasan dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali limpasan adalah besarnya
debit puncak (peak flow) dan waktu tercapainya debit pucak, volume dan penyebaran limpasan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik DAS.
Lama waktu hujan intensitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan. Pengaruh DAS
terhadap limpasan adalah melalui bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan keadaan tata guna lahan (Asdak
1995).
Metode prakiraan limpasan yang telah banyak dikenal umumnya mengabaikan beberaoa faktor tertentu dan
menggantinya dengan asumsi yang memudahkan proses perhitungan. Metode rasional adalah salah satu teknik
dalam memperkirakan besarnya debit puncak (peak flow). Metode ini relative mudah digunakan dan lebih
diperuntukkan pemakaiannya untuk DAS dengan ukuran kecil yang kurang dari 300 ha (Goldman et al. 1986).
Selain itu, ada pula metode SCS (Soil Conservation Service) yang dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah
Amerika. Metode ini berusaha mengaitkan karakteristik DAS, seperti tanah, vegetasi, dan tata guna lahan dengan
bilangan kurva limpasam (curve number).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Pendugaan Debit Puncak dan Limpasan Permukaan: Metode Rasional dan SCS (Soil
Conservation Service) ini adalah dapat menghitung debit puncak aliran sungai DAS Belawan dengan menggunakan

metode rasional dan SCS (Soil Conservation Service)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Rasional
Menurut Wanielista (1990) metode rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya digunakan
hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika
curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai
mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan
kontribusi aliran di outlet.
Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A.
Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai
run off coefficient (C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula rasional sebagai
berikut ini (Chow 1988) :

Q=0.277 CIA
Q
C
I
A

3


: debit puncak (m /dtk)
: koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)
: intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc) (mm/jam)
: luas DAS (km2)
Konstanta 0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m 3/dtk) (Seyhan 1990). Beberapa asumsi
dasar untuk menggunakan formula rasional adalah sebagai berikut (Wanielista 1990) :
a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan
waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap, sama dengan
waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.
d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

1

2.2. Metode SCS
Metode perhitungan dari Soil Conservation Service (SCS) curve number (CN) beranggapan bahwa hujan
yang menghasilkan limpasan merupakan fungsi dari hujan kumulatif, tata guna lahan, jenis tanah serta kelembaban.
Metode ini yang dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika atau US Soil Conservation Service

(SCS)pada tahun 1972. Besarnya nilai CN menunjukkan potensi air yang melimpas untuk curah hujan tertentu.
Sehingga semakin besar nilai CN maka semakin besar pula potensi air hujan menjadi runoff (USDA-SCS, 1985).
2.3 Kondisi DAS Belawan
DAS Belawan terdiri dari beberapa anak sungai yaitu S. Baharu, S. Badak dan S. Paluh Manan. Kondisi
tata guna lahan di DAS Belawan terdiri dari hutan primer, hutan sekunder, hutan mangrove, padang rumput, kebun
campuran, kelapa sawit, sawah irigasi dan daerah perkotaan. Pemukiman di DAS Belawan digolongkan pada
kawasan yang sedang yaitu 15,46 km 2 dari total luas sebesar 439,37 km 2dan panjang sungai mencapai 65 km.
(Girsang 2008).

III. METODOLOGI
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah data curah hujan DAS Belawan, data penggunaan
lahan, koefisien limpasan, dan curve number DAS Belawan.
3.2. Langkah Kerja
3.2.1. Metode Rasional
1. Menghitung waktu konsentrasi (Tc) dengan persamaan:

0.87 × L2
T c=
1000× S


(

2.

)

Tc = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang sungai (km)
S = kemiringan sungai (m/m)
Menghitung Intensitas hujan berdasarkan data curah hujan DAS Belawan dengan persamaan:

I=

3.

0.385

R 24 24
×

24
Tc

( )

2
3

I = intensitas CH (mm/jam)
Tc = waktu konsentrasi (jam)
R = curah hujan (mm)
Menentukan nilai koefisien limpasan (C), DAS Belawan terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan
koefisien limpasan yang berbeda. Koefisien limpasan di hitung berdasarkan persamaan
n

∑ Ci Ai

C DAS= i=1n

∑ Ai

i=1

4.

Ai = luas lahan dengan penutupan tanah jenis i.
Ci = koefisien limpasan jenis penutupan tanah i.
n = jumlah jenis penutupan lahan.
Menghitung debit puncak berdasarkan metode rasional dengan persamaan:

Q=0.2778 ×C × I × A
2

Q = debit puncak (m3/s)
C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
5. Mengubah skenario sebagai berikut, menghitung kembali semua variabelnya:
Pengurangan sebesar 20% luas hutan primer. Kemudian dari 35% luas hutan primer tersebut dijadikan kebun
campuran dan 65 % menjadi daerah perkotaan.
3.2.2. Metode SCS
1. Menentukan nilai curve number (CN)

n

∑ CNi Ai

CN DAS = i=1 n

∑ Ai
i=1

2.

Ai = luas lahan dengan penutupan tanah jenis i.
CNi = curve number jenis penutupan tanah i.
n = jumlah jenis penutupan lahan.
Menghitung perbedaan antara curah hujan dan limpasan (S) dengan persamaan:

S=
3.

25400

−254
CN

Menghitung debit puncak berdasarkan metode SCS dengan persamaan sebagai berikut:

( P−0.2 S )2
Q=
P+0.8 S

4.

Q = debit banjir maksmum (mm)
P = Curah Hujan (mm)
S = perbedaan antara curah hujan dan limpasan (mm)
Menghitung kembali dengan scenario,
Pengurangan sebesar 20% luas hutan primer. Kemudian dari 35%
campuran dan 65 % menjadi daerah perkotaan.

luas hutan tersebut dijadikan kebun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3

4.1 Skenario Konversi Lahan DAS Belawan

Gambar 1. Perubahan (konversi) luas lahan yang terjadi pada DAS Belawan (dalam ha)
Dari gambar 1. Dapat terlihat adanya perubahan skenario konversi lahan pada DAS Belawan. Konversi
lahan terjadi pada hutan primer, sementara itu terjadi peningkatan pada lahan perkotaan. Sedangkan lahan-lahan
lainya relatif tetap. Sementara itu lahan kebun campuran menjadi jenis tutupan lahan terbesar dibandingkan jenis
tutupan lahan yang lain. Dari 400 ha luas lahan, kebuncampuran mendominasi sebesaar 387 ha.
4.2. Metode Rasional
Tabel 1 Nilai Koefisien Limpasan DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai C pada hutan merupakan yang terkecil semua jenis tutupan
lahan lainnya. Sementara daerah perkotaan memiliki nilai C yang terbesar. Hal ini diakibatkan pada daerah
perkotaan lahanterbuat dari bahan yang padat hingga air hujan langsung menjadi limpasan.
Tabel 2 Nilai Debit Puncak DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan

4

Setelah terjadi perubahan penggunaan lahan, koefisien limpasan DAS berubah. Nilai koefisien DAS setelah
perubahan lebih tinggi, berarti curah hujan yang menajdi limpasan lebih besar daripada sebelumnya. Hutan primer
memiliki infiltrasi yang lebih tinggi dan dapat menyimpan lebih banyak air, ketika hutan primer dikurangi, daerah
penyerapan air juga berkurang, akibatnya limpasan lebih besar. Perubahan ini dapat berdampak pada berkurangnya
airbumi.
Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa milai debit ouncak setelah skenario perubahan lebih tinggi. Hal ini
disebabkan oleh curah hujan yang menjadi limpasan juga lebih tinggi. Perubahan lahan dapat berdampak pada
berkurangnya penyerapan air dan meningkatnya limpasan air hujan ke outlet.
4.3. Metode SCS
Tabel 3 Nilai CN DAS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai CN daerah perkotaan merupakan yang terbesar. Hal ini berbanding
jauh dengan hutan yang memiliki nilai CN terkecil. Nilai CN ini dapat dipengaruhi oleh tutupan lahan, kondisi air
tanah sebelumnya atau AMC (antecedent moisture condition) dan tekstur tanah (Budiawan 2012).
Tabel 4 Nilai Debit Puncak dengan Metode SCS Sebelum dan Sesudah Skenario Perubahan

5

Metode SCS memperhitungkan hujan kumulatif, tata guna lahan, jenis tanah, serta kelembaban dalam
menentukan junlah limpasan. Oleh karena itu, metode SCS lebih dapat menjelaskan mengenai debit puncak
dibandingkan metode rasional. Perbandingan limpasan dengan infiltrasi ditunjukkan oleh nilai CN. Sama dengan
nilai koefisien limpasan, nilai CN DAS setelah skenario perubahan. Karena hutan primer yang merupakan daerah
penyerapan air yang baik dikurangi, maka air hujan yang menjadi limpasan menjadi lebih besar, megakibatkan nilai
debit puncak juga lebih besar, seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.
Pada penentuan debit menggunakan metode SCS, semakin tinggi curah hujan, nilai debit justru semakin
rendah atau menurun. Hal ini dapat terjadi karena metode SCS tidak cocok untuk diterapkan di DAS Belawan. DAS
Belawan yang merupakan DAS kecil dengan luas 439.37 km 2 tidak memenuhi syarat untuk analisis menggunakan
metode SCS, yang lebih sesuai adalah metode rasional.

V. KESIMPULAN
Metode SCS lebih menjelaskan mengenai debit puncak karena juga memperhitungkan faktor selain curah
hujan. Ketika hutan primer yang merupakan daerah penyerapan air yang baik dikurangi, nilai koefisien limpasan dan
CN menjadi lebih besar, yang mengakibatkan nilai debit puncak juga lebih besar. Diantara kedua metode yang lebih
sesuai untuk DAS Belawan merupakan DAS kecil, adalah metode rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Cay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Chow VT, Meidment DR, and Mays LW. 1998. Applied Hydrology. New York : McGraw-Hill.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Wanielista MP. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida-USA : John Wiley & Son.
Girsang, F. 2008. Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS
Belawan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara.
USDA-SCS. 1985. National Engineering Handbook, Section 4 - Hydrology. WashingtonDC: USDA-SC.

6