PRINSIP PRINSIP PENATAAN DAN PEMULIHAN L

PRINSIP-PRINSIP PENATAAN DAN PEMULIHAN
LINGKUNGAN TAMBANG
Dikompilasi oleh Iwan Makhwan Hambali

1. UMUM
Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang
terkandung

di

dalamnya

merupakan

salah

satu

modal

dasar


dalam

pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan
memperhatikan kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut adalah
kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu
sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan
pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain berupa :
a. Penurunan produktivitas tanah.
b. Terjadinya erosi dan sedimentasi.
c. Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
d. Gangguan terhadap flora dan fauna.
e. Perubahan iklim mikro.
f. Permasalahan sosial.
Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu
dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan di luar batas kewajaran.


1

Prinsip dasar kegiatan penataan dan pemulihan lingkungan adalah bahwa :
1. Kegiatan penataan dan pemulihan lingkungan harus dianggap sebagai
kesatuan yang utuh ” holistic ) dari kegiatan penambangan.
2. Kegiatan penataan dan pemulihan lingkungan harus dilakukan sedini
mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara
keseluruhan selesai dilakukan.

2. DEFINISI
a. Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang
dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi
pemberaian, pemuatan, pengangkutan dan penimbunan.
b. Tambang permukaan ialah usaha penambangan dan penggalian
bahan galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan
dengan udara terbuka.
c. Penataan dan pemulihan lingkungan ialah usaha memperbaiki
(memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
kemampuan.

d. Restorasi lahan bekas tambang ialah upaya mengembalikan fungsi
lahan bekas tambang menjadi seperti keadaan semula.
e. Rehabilitas lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi
secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air,
maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
f. Rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) ialah usaha
memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan
2

kondisi lahan agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur
produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan
alam lingkungan.
g. Batuan limbah adalah batuan yang tergali dalam proses panambangan
tetapi tidak diolah karena tidak atau sedikit mengandung mineral yang
dikehendaki.
h. Tailing adalah bahan hasil dari proses pengolahan bahan galian yang
tidak mengandung nilai ekonomis lagi.
i. Bahan pembentuk asam ialah bahan yang jika berhubungan dengan
air dan udara dapat membentuk asam.

j. Revegetasi ialah usaha /kegiatan penanaman kembali pada lahan
bekas tambang.
k. Kerusakan lingkungan ialah penurunan kualitas lingkungan sebagai
akibat kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam, melebihi
kemampuan tanpa memperhatikan kelestariannya.
l. Pencemaran lingkungan ialah perubahan kualitas lingkungan sebagai
akibat adanya zat beracun baik beru[pa bahan padat, cair maupun gas.

3. DASAR HUKUM
Upaya

pengendalian

dampak

negatif

kegiatan

pertambangan


terhadap

lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
3

d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
g. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan,
Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.

h. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor
: 996 K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan
Undang-undang No. 429/K.pts. II/1939 Pertambangan dan Energi dalam
Kawasan Hutan.
i. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor
: 1101. K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi
36/Kpts.II/1991, Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan
Departemen Kehutanan dan perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha
Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
j. Keputusan

Menteri

Pertambangan

dan

Energi

No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang Pedomanan Teknis Penyusunan

Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan untuk
Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi.
k. Keputusan

Menteri

Pertambangan

dan

Energi

No.

1158.K/008/M.PE/1989 tentang Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak
Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan Energi.
l. Keputusan

Menteri


Pertambangan

dan

Energi

No.

1211.K/008/M/PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

4

Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Umum.

4. PERENCANAAN PENATAAN DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN
Untuk

melaksanakan


penataan

dan

pemulihan

lingkungan

diperlukan

perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran
sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini penataan dan pemulihan lingkungan
harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan penataan dan pemulihan
lingkungan harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan
dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan.
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan penataan dan pemulihan
lingkungan adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan rencana penataan dan pemulihan lingkungan sebelum
pelaksanaan penambangan.

b. Luas areal yang ditata dan dipulihkan lingkungannya sama dengan luas
areal penambangan.
c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu
dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun
sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat
pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses penataan dan pemulihan
lingkungan.
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam
aktivitas penambangan.
5

h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak
memungkinkan untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang
akarnya mampu menembus tanah yang keras.
i. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang
diperuntukan bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali

dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memantau dan mengelola areal penataan dan pemulihan lingkungan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

4.1 PEMERIAN LAHAN
Pemerian

lahan

pertambangan

merupakan

hal yang

terpenting

untuk

merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan penataan dan pemulihan
lingkungan. Jenis perlakuan penataan dan pemulihan lingkungan dipengaruhi
oleh berbagai faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.

6

Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari
berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis
tanah merupakan faktor yang terpenting.

4.2 PEMETAAN
Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya penataan dan
pemulihan

lingkungan

atau

sebaliknya

dengan

sendirinya

akan

saling

mendukung dalam pelaksanaan kedua kegiatan tersebut. Rencana (tahapan
pelaksanaan) tapak penataan dan pemulihan lingkungan ditetapkan sesuai
dengan kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan. Rencana tahap
penataan dan pemulihan lingkungan tersebut dilengkapi degan peta skala satu
berbanding seribu (1 : 1000) atau skala lainnya yang disetujui, disertai gambargambar teknis bangunan penataan dan pemulihan lingkungan. Selanjutnya peta
tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala memadai.
Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan lingkungan,
misalnya kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak
(slag), penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam
persediaan air, pemukiman, sungai jembatan, jalan, revegetasi, dan sebagainya
serta mencantumkan tanggal situasi/ pembuatannya.

4.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Untuk menunjang keberhasilan penataan dan pemulihan lingkungan biasanya
digunakan peralatan dan sarana prasarana, antara lain : Dump Truck , Bulldozer,
excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop, cangkul, bangunan pengendali erosi (a.l
: susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong, pagar keliling), beton
pelat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain.
7

5. PELAKSANAAN PENATAAN DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN
Kegiatan pelaksanaan penataan dan pemulihan lingkungan harus segera dimulai
sesuai dengan rencana tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah
disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam
melaksanakan kegiatan penataan dan pemulihan lingkungan, perusahaan
pertambangan bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah
disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi
pelaksanaan penataan dan pemulihan lingkungan. Pelaksanaan penataan dan
pemulihan lingkungan umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik
sipil dan teknik vegetasi. Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran
pembuangan akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli
bekas ” oil cather ) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman ” monokultur,
multiple croping ), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, cover crop
(tanaman penutup) dan lain-lain. Pelaksanaan penataan dan pemulihan
lingkungan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
i.

Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang,
pengaturan bentuk tambang ” landscaping ), pengaturan/penempatan
bahan tambang kadar rendah ” low Grade ) yang belum dimanfaatkan.

ii.

Pengendalian erosi dan sedimentasi.

iii.

Pengelolaan tanah pucuk ” top soil )

iv.

Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas
tambang untuk tujuan lainnya.

Mengingat sifat lahannya dan kegaitannya yang memerlukan penjelasan rinci,
maka kegiatan pelaksanaan penataan dan pemulihan lingkungan di atas, dalam
paparan berikutnya juga dijelaskan mengenai pelaksanaan penataan dan
8

pemulihan lingkungan khusus, penataan dan pemulihan lingkungan pada
infrastruktur dan penataan dan pemulihan lingkungan lahan bekas tambang.

5.1 PERSIAPAN LAHAN
5.1.1 Pengamatan Lahan Bekas Tambang
Kegiatan ini meliputi :
a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak
digunakan di lahan yang akan dipenataan dan pemulihan lingkungan,
b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun
dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari
lingkungan,
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan scrap pada
tempat khusus,
d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang
akan dipenataan dan pemulihan lingkungan.
5.1.2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi
setempat. Kegiatan ini meliputi :
a. Pengaturan bentuk lereng
Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air
limpasan ” run off ), erosi dan sedimentasi serta longsor.
Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras.

9

b. Pengaturan saluran pembuangan air
Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur
air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan
lahan akibat erosi.
Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan
(topografi) dan luas areal yang dipenataan dan pemulihan lingkungan.
Macam dan bentuk SPA digambarkan pada gambar 3.11, sedangkan
penampang SPA digambarkan pada gambar 3.12.
5.1.3. Pengaturan/Penempatan Low Grade
Maksud pengaturan dan penempatan

low garde

”bahan tambang yang

mempunyai nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak
tererosi/hilang apabila ditimbun dalam waktu yang lama karena dapat
dimanfaatkan. Pengaturan bentuk timbunan low grade terlihat pada gambar 3.13.

5.2 PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI
Pengendalian erosi meruoakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan
penambangan

dan

setelah

penambangan.

Erosi

dapat

mengakibatkan

berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di
alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah
: curah hujan, kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah
(perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.
Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagai
berikut :
1. Meminimalisasikan areal terganggu dengan:
 Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,
10

 Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,

 Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,

 Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan :
 Pembuatan teras-teras.

 Pembuatan saluran diversi (pengelak)
 Pembuatan SPA

 Dam pengendali

3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah)
 Dengan penggaruan tanah searah kontur,

 Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat
sebagai media perakaran tanah,

 Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan
 Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan
perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Tambang,

 Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak
mengandu8ng sedimen,

 Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen
yang dilengkapi dengan saluran pengelak,

 Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah
ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu
curam,

 Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan
sebaiknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas tanah,

11

 Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran
pelimpah ” Spillways ) untuk menangani keadaan darurat dan saluran
pembuatan ” decant , syohon ), dan lainnya yang dianggap perlu,

 Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check dam
dari beton, kayu atau dalam bentuk lain.
Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman teknis yang
telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum
No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada
Kegiatan Pertambangan Umum.

5.3 PENGELOLAAN TANAH PUCUK
Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk
dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh
bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan
pertumbuhan tanaman pada kegiatan penataan dan pemulihan lingkungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah :
1) Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai
endapan bahan galian,
2) Pengupasan

tanah

berdasarkan

atas

lapisan-lapisan

tanah

dan

ditempatkan pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan
tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter,
3) Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan
tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,
4) Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun
dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan
khusus dengan cara mengisolasi dan memisahkannya,

12

5) Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah
untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah,
6) Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan :
7) Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi
sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman
dengan segera,

 Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka
terhadap erosi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
TABEL JENIS TANAH YANG PEKA TERHADAP EROSI
KELAS

KEPEKAAN
TERHADAP EROSI

I.

Rendah/Tidak Peka

II.

Sedang/Agak peka

III.

Tinggi/Kurang peka

IV.

Sangat Tinggi/ peka

V.

Amat Sangat Tinggi/
sangat peka

JENIS TANAH
Alluvial, Tanah Glei, Planosol,
Hidromorf kelabu, Laterit air
tanah
Latosol
Kambisol, Mediteran, Tanah
Brown Forest, Non Calcic Brown
Vertisol, Andosol, Grumusol,
Laterit, Podsol, Podsolik
Litosol, Organosol, Rendzina,
Regosol

 Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan
tanah bawah (sub soil),

 Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup ” cover
crop ) yang cepat tumbuh dan menutup permukaan.
8) Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :
 Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),

 Sangat berlempung (60% lempung),

 Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,

 Mengandung khlorida 3%, dan

13

 Mempunyai electrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan dipenataan dan pemulihan
lingkungan terlihat pada gambar di bawah ini.

GAMBAR….. PENYELAMATAN TANAH PUCUK (TOP SOIL)

5.4 REVEGETASI
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan teknis
tanaman, persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan
penanaman dan pemeliharaan tanaman.
5.4.1 Penyusunan Rancangan Teknis tanaman
Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang
menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis
pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya
dan tata waktu pelaksanaan kegiatan.
14

Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial
ekonomi setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim,
hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasu asli. Sedangkan data sosial ekonomi
yang perlu mendapat perhatian antara lain demografi, sarana, prasaran, dan
aksesbilitas yang ada.
Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman jenis
tumbuhan asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim
dan kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu mengikuti
perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk
keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi dengan instansi yang
berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.
5.4.2 Persiapan Lapangan
Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan,
pengolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat
penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai.
5.4.2.1 Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam persiapan
lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman pengganggu
(alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik
tanpa ada persaingan dengan tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan
unsur hara, sinat matahari, dll.
5.4.2.2 Pengolahan lahan
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah
menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan dengan baik,
diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan.

15

5.4.2.3 Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat
perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur,
mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan perlakuan tersebut
diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbu tanaman.
5.4.2.3.1 Penggunaan Gypsum
i.

Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang
mengandung

banyak

lempung

dan

untuk

mengurangi

pembentukan kerak tanah ” crusting ) pada tanah padat ” hard-

setting soil ). Penggunaan gypsum akan menggantikan ion
sodium dengan ion kalsium, sehingga dapat meningkatkan
struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah terhadap air,
aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian
” leaching ) akan mengurangi kadar garam.
ii.

Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka
dibuat alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika
tanah kerak yang diperbaiki, sebarkan gypsum pada lapisan
permukaan saja.

iii.

Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk
memperbaiki tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan
untuk mengolah lapisan bagian bawah yang bersifat lempung.

iv.

Pengolahan

biasanya

dilakukan

sekali

saja.

Pengaruh

pengolahan tanah dengan gypsum akan tahan selama beberapa
tahun, pada saat mana tumbuh-tumbuhan sudah mampu
menghasilkan bahan-bahan organik yang memberikan dampak
positif bagi pertumbuhan.

16

5.4.2.3.2 Penggunaan kapur
i.

Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi
dapat juga memperbaiki struktur tanah.

ii.

Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk
tanaman dan mengatur zat-zat racun.

iii.

Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping,
kapur dolomit. Kapur tohor ” hydrated lime ) jarang digunakan.

iv.

Kapur atau batu kapur giling kasar ” coarsely crushed ) dan
kapur dolomit mempunyai daya kerja yang lebih lambat, akan
tetapi

pengaruhnya

dalam

menetralisir

pH

lebih

lama

dibandingkan dengan kapur tohor.
v.

Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika
kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan.

vi.

Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis
pupuk yang mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya
harus terpisah.

vii.

Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman,
jenis tanah dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh,
penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5 ton/ha pada tahun yang
memiliki pH > 5,0 akan menaikan pH kurang lebih 0,5.

5.4.2.3.3 Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
i.

Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah
sebagai upaya perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup
berumur pendek dapat juga dipergunakan sebagi mulsa.

ii.

Mulsa

berfungsi

mengendalikan

erosi,

mempertahankan

kelembaban tanah dan mengatur suhu permukaan tanah.

17

iii.

Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang
memerlukan revegetasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat
tertentu (seperti tanggul) atau jika perbaikan tanah atau media
akan dibutuhkan.

iv.

Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau
lokasi yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0
ton/ha.

v.

Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian
digunakan sebagai mulsa yang penggunaannya bergantung dari
ketersediaan dan harganya. Bahan-bahan baik digunakan
sebagai mulsa, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tergusur
pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan
serbuk gergaji, limbah pabrik pengolahan dan penggergajian
kayu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacangkacangan.

vi.

Nitrogen

mungkin

perlu

ditambahkan

untuk

memenuhi

kekurangan nitrogen yang terjadi pada saat mulsa segar mulai
membusuk/terurai.
vii.

Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat
pertanian (misalnya penyebar pupuk kandang) atau dengan alat
khusus.

viii.

Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran
bahan-bahan mulsa (Biasanya jerami atau batang padi) yang
dicampur dengan bijih tumbuhan.

5.4.2.3.4 Pupuk
i.

Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai
dengan kondisi dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai
penambangannya.
18

ii.

Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi
yang rendah namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat
meningkatkan pertumbuhannya.

iii.

Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun

proteseae sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan
kemungkinan menimbulkan efek yang kurang baik.
iv.

Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah
dan tulang dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai
pengubah sifat tanah.

v.

Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya
dilakukan sesuai dengan hasil analisis tanah.

vi.

Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih
nutrisi makro (yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga
mengandung belerang, kalsium, dan magnesium.

vii.

Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau
keracunan, harus meminta saran dari ahli tanah.

viii.

Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang
berlebihan

yang

dapat

mengakibatkan

pencemaran

air,

khususnya pada daera tanah pasiran.
ix.

Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan
pada jarak 10 – 15 cm di bawah atau di sebelah tiap lubang
semaian pada waktu penanaman. Harus dicegah kontak
langsung antara pupuk dengan akar semaian.

5.4.3 Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui pembelian bibit
siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit harus
mengikuti ketentuan sebagai berikut :

19

5.4.3.1 Pengadaan benih
Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak dan
atau mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).
Benih yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh dengan cara
mengumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli dari perusahaan
pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi.
Benih tersebut harus memenuhi syarat :
o Diketahui secara jelas asal-usulnya
o Bermutu tinggi/benih unggul
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:
1) Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum
biji tersebut matang.
2) Menghindari buah yang menunjukan adanya tanda serangan serangga
atau gangguan jamur.
3) Mengumpulkan biji yang sudah matang :
o Kelompok biji berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lainlain) Menunjukan kematangan bila warnanya berubah hijau
kecoklatan.
o Kelompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak
dan berubah warna bila sudah matang.
o Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari
hijau ke coklat, jadi rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi
hitam dan mengkilat.
4) Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik,
gunakan kantong kain atau kertas.
Apabila membeli biji perlu diperhatikan :
20

o Penjual biji mempunyai reputasi baik/penyalur resmi.
o Biji komersil dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan
berlabel sehingga terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal
serta tanggal pengambilan biji.
Pengambilan biji dilakukan dengan cara :
o Memeberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan
jenis biji, tanggal pengumpulan, lokasi dan sebagainya.
o Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu dan
bubuhi dengan serbuk anti serangga dan jamur.
o Biji disimpan pada temperatur di bawah 20o C dan kelembaban yang
rendah. Biji tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatur di
bawah 10o C.
5.4.3.2 Pembuatan persemaian.
1) Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang
ada/dekat dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta
cukup mendapat cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon
areal penanaman.
2) Tahapan dan Kegiatan Pembuatan Persemaian
i.

Perlakuan pendahuluan
Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodoks)
beri diberi perlakuan khusus sebelum disemaikan.

ii.

Penaburan benih
Benih yang berukuran halus sebelum ditabur terlebih dahulu
dicampur dengan pasir halus, tanah halus atau yang telah

21

dihancurkan, sedangkan benih yang berukuran lebih besar dapat
ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.
iii.

Penyapihan
Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari
bak perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih
dan di laksanakan di rumah pertumbuhan.

iv.

Pemeliharaan bibit
Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman,
pemupukan, penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan
akar serta pemberantasan hama dan penyakit.

v.

Permanenan dan Pengangkutan Bibit
Bibit

yang

dipanen

adalah

bibit

yang

telah

memenuhi

persyaratan sebagai berikut:
 pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau
dan telah mencapai tinggi minimal 20 cm)

 Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan
dengan media pertumbuhannya

 Tidak terserang hama penyakit
5.4.4 Pelaksanaan Penanaman

Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman,
pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dan penanaman.
a. Pemasangan arah larikan
Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif
datar mengikuti arah Timur – Barat.

22

b. Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir
tanaman mengikuti jarak tanam yang ditetapkan 2 x 3 m.
c. Distribusi Bibit
Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan
setelah penanaman ajir.
d. Pembuatan Lubang dan Penanaman Tanaman
Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, sedangkan teknik
penanamannya dengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/poolybag)
pada bibit yang tersedia. Sebelum bibit ditanam diamati dahulu apakah
bibit yang tersedia cukup baik (memenuhi syarat) umpamanya daundaunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan media
tanamnya.
e. Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari.
f. Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikan
tekan dengan kaki pada sekitar tanaman.
5.4.5 Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak
dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk
memacu pertumbuhan tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan
keadaan optimum bagi pertumbuhan tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan :
Penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran, dan pemupukan.
Sedangkan pada tahun kedua dilakukan pberupa penyiangan, pengendalian
gulma, pendangiran dan pemupukan.
23

a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak
sehat/merana untuk memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan
harus dilakukan 15 – 30 hari sesudah penanaman.
b. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma, bertujuan untuk mengurangi atau ememperkecil
persaingan akar antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual berupa penyiangan
dan

pendangiran

atau

kimiawi

berupa

penyemprotan

bahan

kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah, jenis
gulma dan jenis tanaman.
c. Pemupukan
Dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan
riap. Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu
pertimbangan jenis tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih
dahulu dilakukan analisa tanah.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
a) Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya
dilakukan pada keadaan yang sangat mendesak, yang cenderung
menggagalkan rehabilitasi hutan secara keseluruhan.
b) Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk
penggunaan/perlakuan secara tepat dan benar.
c) Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan
pada kawasan pelestarian alam.
d) Pencegahan terhadap kebakaran dan penggembalaan liar.

24




Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi
pertumbuhan tegakan, produktivitas dan kualitas tanaman
Beberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat
dilakukan antara lain : pembersihan lahan dari bahan yang
mudah

terbakar,

memilih jenis

tanaman

yang

tahan

kebakaran, dan memberikan penerangan dan penyuluhan


tentang pencegahan kebakaran kepada masyarakat sekitar.
Pencegahan terhadap penggembalaan liar dilakukan melalui
penerangan dan penyuluhan, pemberian bibit makanan
ternak

dan

apabila

dianggap

perlu

dapat

dilakukan

pembuatan pagar pengaman.

5.5 PENATAAN DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN PADA INFRASTRUKTUR DAN
BEKAS BUKAAN TAMBANG
5.5.1 Jalan dan Jalan Tambang
Perencanaan desain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun
sementara harus mempertimbangkan rencana kegiatannya lebih lanjut bila
pelaksanaan penataan dan pemulihan lingkungan telah dilakukan dikemudian
hari. Pada gambar dperlihatkan contoh pembuatan galian yang baik.
a. Perencanaan
Jalan umum dan jalan tambang diselaraskan dengan rencana pembukaan
daerah pertambangan, hal akan mempermudah rencana selanjutnya
apabila kegiatan pertambangan telah selesai.
Perencanaan

jalan

harus

memperhatikan

keamanan

operasi

penambangan, hindari pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu, demikian
pula bundaran, jalan pintas dan lain-lain.
25

Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan umum
dan jalan tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-tumbuhan
atau panorama alam tidak mengurangi daya penglihatan.
Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang harus
disesuaikan dengan keadaan topografi untuk menghindari mengalirnya air
ke badan jalan yang dapat mengakibatkan jalan selalu basah.
b. Rancang Bangun dan Pekerjaan Konstruksi
Pada waktu mendesain jalan tambang, harus disesuaikan untuk beberpa
lama jalan itu diperlukan dan peralatan apa saja yang memerlukan jalan
itu.
Sedapat mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan yang
dipergunakan utnuk kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh mungkin
menggangu tanah pucuk serta akar-akar pohon yang ada.
Memanfaatkan kayu dari pohon-pohon bekas tebangan sebagai badan
jalan dan stabilitas lereng jalan.
Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka dalam
rancang bangun maupun pekerjaan konstruksi harus memperhitungkan
hal tersebut apabila curah hujan tinggi. Persyaratan atau kelengkapan dari
suatu jalan yang baik, misalnya untuk mengendalikan erosi perlu
dipertahankan dalam pengerjaanya.
Pada daerah datar, termasuk daerah yang sulit/kering, pengendalian air
permukaan sangat penting baik yang berasal dari permukaan jalan atau
daerah sekitarnya (lihat gambar 3.32).
Pada jalan yang berada ditebing (lereng yang curam), aliran alir harus
disalurkan keparit-parit yang dibuat disisi jalan maupun pada tempat

26

tertentu pada tebing curan tersebut seperti gambar 3.33 untuk
menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan kelongsoran.
Dinding lereng diperkuat agar tidak cepat longsor atau tererosi serta
pemasangan gorong-gorong pada setiap ujung saluran air.
c. Penataan dan pemulihan lingkungan
Konfirmasikan apakah pihak yang berkepentingan (pemilik kehutanan dan
lain-lain) masih memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang
akan datng.
Pasangalah pintu atau penghalang untuk pencegah penggunaan jalan oleh
orang-orang yang tidak berkeprentingan.
Tebarkan tanah pucuk dan garu untuk melonggarkan tanah yang padat
sehingga mudah untuk penyemaian bibit tanaman, hal ini akan sekaligus
juga menghambat atau mencegah penggunaan jalan yang memang sudah
ridak dikehendaki serta dapat segera dilakukan revegetasi. Bongkar
gorong-gorong, selokan dan konstruksi semi permanen/sementara
lainnya, biarkan alir mengalir secara alami.
Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun

(“cut and fill ) dan sebaginya menjadikan daerah-daerah berlereng tidak
stabil untuk jangka waktu lama, maka perlu dibentuk lagi kontur yang
memadai dengan menggunakan material dari badan jalan, sehingga
diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan sebagai
lahan siap revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan
penataan dan pemulihan lingkungan sesuai rencana rehabilitasi daerah
bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut dilakukan.

27

5.5.2 Instalasi Jaringan Listrik dan Komunikasi
Hindari penebasan pohon serta pemindahan tanah dalam rangka instalasi
jaringan listrik dan alat komunikasi, biarkan tanggul atau akar pohon
selama tidak mengganggu karena akan mempengaruhi revegetasi jalanjalan masuk yang hanya digunakan sementara.
Gunakan peralatan yang lebih sesuai untuk instalasi, pemeliharaan
maupun pembongkaran pada daerah-daerah terutama pada daerahdaerah yang sulit dicapai.
Singkirkan kabel, sling dan sebagainya ketika menara selesai dibongkar,
kubur atau singkirkan balok-balok beton atau pondasi. Jalan-jalan segera
direhabilitasi apabila kegiatan tidak aktif lagi.
5.5.3 Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan
meninggalkan lubang atau cekungan pada akhir penambangan, Terjadinya
lubang-lubang ini dapat diminimalkan apabila penimbunan kembali tanah
penutup dilakukan dengan segera dan merupakan bagian dari pekerjaan
penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat dihindari, dan
berdasarkan perhitungan tidak dapat ditimbun kembali, maka lubanglubang tersebut haruslah dalam kondisi dari lubang/cekungan tersebut.
Alternatif pemanfaatannya antara lain :
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk
dan keluar) merupakan faktor penentu.
b. Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang
terjal umumnya tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya

28

aliran tanah, bentang alam serta habitat binaan memerlukan
penelitian yang komprehensif.
c. Tempat penimbunan bahan tambang
Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih
adalah yang dekat dengan kegiatan pengupasan tanah/batuan
penutup. Penelitian pola air tanah dan kemungkinan pencemaran
oleh mineral buangan perlu dilakukan. Alternatif pemanfaatan
lubang bekas tambang harus didahului dengan penelitian mengenai
kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liar atau budidaya.

6.

KRITERIA

KEBERHASILAN

PENATAAN

DAN

PEMULIHAN

LINGKUNGAN
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan penataan dan pemulihan
lingkungan lahan bekas tambang, perlu mengacu pada kriteria sebagai berikut :
6.1 PENATAAN LAHAN
1. Pengisian kembalian lahan bekas tambang
a. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang seharusnya
diisi.
b. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah
penutup yang digali.
2. Pengaturan permukaan lahan (regrading)
a. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun
kembali.
b. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan.
c. Tinggi, lebar dan panjang teras (m), disesuaikan dengan bentuk teras
dan kemiringan lereng.
29

3. Penaburan/penempatan tanah pucuk
a. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi.
b. Jumlah tanah pucuk yang yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang
digali dan disimpan.
c. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk
semula pada areal tersebut.
d. Perbaikan kualitas tanah melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH
tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi
gembur.
6.2 PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN TAMBANG
1. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya
sesuai dengan rencana.
2. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana
6.3 REVEGETASI
1. Pengadaan bibit/benih
a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan
b. Jumlah (batang/kg), sesuai dengan rencana.
2. Penanaman
a. Jumlah areal yang ditanami (ha), > 90 % dari areal yang telah diatur kembali.
b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana.
c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana.
3. Pemeliharaan
a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati.
b. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai
dengan rencana.
c. > 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit.

30

4. Tingkat pertumbuhan tanaman
a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)
b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya > 80 %.

7. REFERENSI
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengolahan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
4. UU No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman
5. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
8. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas
Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi
dan Pekerjaan Umum.
9. PERMEN ESDM NO. 7 TAHUN 2014 Tentang Reklamasi dan Pasca
Pertambangan.
10. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor : 996
K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Undang-undang
No. 429/K.pts. II/1939 Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
11. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor : 1101.
K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi 36/Kpts.II/1991,
Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen Kehutanan dan

31

perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha Pertambangan dan Energi dalam
Kawasan Hutan.
12. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.0185.K/008/M.PE/1988
tentang Pedomanan Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan,
Analisis Dampak Lingkungan untuk Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum
dan Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas
Bumi.
13. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989
tentang Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak Lingkungan dalam Usaha
Pertambangan dan Energi.
14. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M/PE/1995
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran
Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.
15. Tambang UNSRI, ȊTutorialȋ, internet diakses 25 Oktober 2017 Pukul 9.26 WIB.
16. Dunia Tambang, ȊPenataan dan pemulihan lingkunganȋ, internet diakses 24
Oktober 2017 Pukul 21.30 WIB.

32