PERBANDINGAN TARIKAN PERJALANAN DAN EFISIENSI PARKIR GEDUNG PERKANTORAN DI JAKARTA BARAT DAN JAKARTA PUSAT

  

PERBANDINGAN TARIKAN PERJALANAN DAN EFISIENSI PARKIR

GEDUNG PERKANTORAN

DI JAKARTA BARAT DAN JAKARTA PUSAT

Ir. Leksmono Suryo Putranto, M.T.

  Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil,

Kepala Pusat Penelitian Ilmu Teknik

Universitas Tarumanagara Jl. Let. Jen. S. Parman No.1, Jakarta 11440 Telp. : (62) (21) 5672548, 56717479 Fax. (62) (21) 5663277 E-mail :

  ABSTRAK

Makalah ini akan memaparkan hasil studi pendahulan mengenai perbandingan nilai tingkat tarikan perjalanan

dan efisiensi parkir gedung-gedung perkantoran di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Obyek studi adalah

12 gedung perkantoran di Jakarta Barat dan 17 gedung perkantoran di Jakarta Pusat. Sebagian besar data

menyangkut luas tanah dan bangunan merupakan data sekunder y ang diperoleh dari pihak pengelola. Dari sisi

demand, data yang dikumpulkan berupa jumlah kendaraan dan orang yang rata -rata datang ke suatu gedung pada

hari kerja (sebagian besar merupakan data perkiraan, sebagian kecil hasil analisis dari basis data peng elola parkir

dan sisanya merupakan observasi terbatas). Tingkat tarikan perjalanan ditentukan berdasarkan analisis regresi

linier sederhana. Model tarikan perjalanan yang terbaik pada kedua wilayah umumnya ditentukan oleh peubah

bebas Luas Lantai Bangunan Tersewa. Hal ini berlaku untuk tarikan baik untuk tarikan perjalanan orang maupun

mobil di Jakarta Barat, sementara untuk kasus Jakarta Pusat hal ini hanya berlaku untuk tarikan perjalanan orang.

Kapasitas Parkir Mobil merupakan peubah penjelas terbaik ba gi tarikan perjalanan mobil di Jakarta Pusat. Untuk

model hubungan antara Jumlah Sepeda Motor versus Luas Lantai Bangunan jenis apapun, di kedua wilayah

tidak terdapat hubungan yang kuat. Hal ini antara lain disebabkan karena terbatasnya sampel. Tingkat ta rikan

perjalanan gedung perkantoran di Jakarta Pusat relatif lebih tinggi daripada tingkat tarikan perjalanan gedung

perkantoran di Jakarta Barat. Umumnya, prasarana parkir gedung perkantoran di Jakarta Barat lebih efisien

daripada prasarana parkir gedung perkantoran di Jakarta Pusat. Hal ini ditunjukan oleh kecenderungan

penyediaan luas satu ruang parkir di tambah kontribusinya terhadap ruang sirkulasi parkir. Bagaimanapun luas

ruang parkir dan sirkulasi yang terbatas cenderung mengurangi kenyamanan mengem udi.

  Kata Kunci: Tarikan perjalanan, gedung perkantoran, analisis regresi linier

1. PENDAHULUAN

  melakukan perjalanan kecuali akibat adanya kebutuhan untuk melakukan akti vitas di tempat yang berbeda dengan tempat berada yang bersangkutan. Upaya berpindah tempat ini dilakukan, mengingat di tempat yang bersangkutan berada, aktivitas yang dimaksudkan tidak dapat dijalankan atau tidak dapat secara sempurna dijalankan. Dengan d emikian jelaslah bahwa transportasi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan. Bila zona-zona perumahan umumnya berkedudukan sebagai zona -zona penghasil perjalanan berbasis rumah, maka zona -zona aktivitas merupakan zona -zona penarik perjalanan. Aktivitas, dalam hal ini dapat berupa aktivitas bisnis, industri, pelayanan kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, hiburan, rekreasi, sosial dan lain -lain.

  Perbedaan jenis aktivitas, secara hipotetis akan menarik perjalanan dengan karakteristik yang berbeda. Oleh sebab itu penelitian mengenai tingkat tarikan perjalanan pada berbagai jenis aktivitas menarik untuk dilakukan. Nilai tingkat bangkitan perjalanan memiliki manfaat internal maupun eksternal. Secara internal nilai ini dapat dipergunakan untuk pere ncanaan prasarana parkir, sirkulasi dan akses. Sedangkan secara eksternal nilai ini dapat dipergunakan

  1 untuk perencanaan kapasitas jalan yang dibutuhkan. Salah satu jenis aktivitas yang memiliki tingkat tarikan perjalanan yang perlu diperhitungkan di Jakar ta adalah aktivitas perkantoran. Makalah ini akan memaparkan hasil studi pendahulan mengenai tarikan perjalanan per satuan luas lantai gedung-gedung perkantoran di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.

2. METODOLOGI

  Sebagian besar data menyangkut luas t anah dan bangunan merupakan data sekunder yang diperoleh dari pihak pengelola 12 gedung di Jakarta Barat dan 17 gedung di Jakarta Pusat, baik berupa tabulasi maupun gambar. Data diambil oleh mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Planologi, Fakultas T eknik, Univeristas Tarumanagara, Jakarta. Secara rinci, data luas yang diperoleh tercantum pada Tabel 1. Telah diupayakan sedapat mungkin agara seluruh data tabulasi luas disertai dengan gambar denah tiap lantai. Hal ini dilakukan terutama untuk mengatasi perbedaan bentuk dan dimensi yang biasanya ada pada lantai -lantai paling bahwa dan lantai-lantai paling atas. Manfaat lain dari tersedianya gambar adalah untuk pemeriksaan silang terhadap data tabulasi luas. Di Jakarta Barat, hanya pada 10 gedung, lantai b angunan dapat dirinci menurut sub jenis luas. Selanjutnya hanya pada 8 gedung, luas lantai dapat dirinci menurut klasifikasi. Di Jakarta Pusat, hanya pada 16 gedung, lantai bangunan dapat dirinci menurut sub jenis luas dan menurut klasifikasi.

  Tabel 1 Jenis Data Luas yang Dikumpulkan Jenis Luas Sub Jenis Luas Klasifikasi

  • Tanah Lantai Lantai Bangunan yang Lantai Bangunan yang Tersewa Bangunan Disewakan Lantai Bangunan yang Tidak Tersewa Daerah Pelayanan Daerah Sirkulasi Horizontal dan Vertikal Ruang Pelayanan Umum Struktur dan Utilitas Shaft untuk Plumbing, Mechanical,

  Electrical Struktur Bangunan yang Menyita Ruangan

  Lantai Parkir Ruang Parkir Pemilik / Pengelola Penyewa Pemasok Tamu

  Daerah Sirkulasi Pemilik / Pengelola Penyewa Pemasok Tamu

  Dari sisi demand, data yang dikumpulkan berupa jumlah kendaraan dan orang yang rata -rata datang ke suatu gedung pada hari kerja. Tidak semua pengelola gedung memiliki basis data yang memadai untuk menjelaskan hal -hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Idealnya suatu data seri waktu sehubungan dengan jumlah kendaraan dibutuhkan untuk menjelaskan kecenderungan demand kendaraan, baik kecenderungan jam -jaman, harian, mingguan maupun bulanan. Namun umumnya data selengkap itu tidak te rsedia, atau bila tersedia ada keberatan dari pihak pengelola untuk mengungkapkannya. Untuk mengatasi ketidaklengkapan tersebut, informasi mengenai jam kerja / jam buka kantor, kecenderungan occupancy gedung dari waktu ke waktu dan lain -lain, dapat dimanfaatkan sebagai indikator untuk menentukan jumlah kendaraanyang mewakili. Untuk wilayah Jakarta Barat, data definitif jumlah mobil yang datang tersedia pada 8 gedung, sementara pada 4 gedung lainnya bersifat perkiraan. Data definitif jumlah sepeda motor yang datang tersedia pada 3 gedung, sementara pada 1 gedung merupakan data perkiraan, dan tidak tersedia pada 8 gedung sisanya. Untuk wilayah Jakarta Pusat, data definitif jumlah mobil yang datang tersedia pada 6 gedung, sementara pada 11 gedung lainnya bersif at perkiraan. Data definitif jumlah sepeda motor yang datang tersedia pada 6 gedung, sementara pada 8 gedung merupakan data perkiraan, dan tidak tersedia pada 3 gedung sisanya.

  Orang yang datang ke suatu gedung perkantoran dapat dibagi atas 3 bagian bes ar, yaitu : Pengguna rutin, yaitu penyewa ruang kantor dan para karyawannya.

   Pemilik dan pengelola gedung

   Tamu dan para pemasok.

   Hal paling sulit diidentifikasi adalah jumlah tamu. Salah satu indikator yang cukup baik untuk mengatasi ketidakjelasan jumlah tamu adalah dengan memperhatikan rincian jenis dan besaran aktivitas para penyewa. Bila suatu gedung banyak disewa oleh kantor berorientasi pelayanan umum, seperti bank, biro perjalanan dan lain -lain, maka jumlah tamu harus dipertimbangkan secara nyata. Metode analisis adalah dengan menggunakan analisis regresi linier yang menghubungkan peubah-peubah bebas dan terikat sebagaimana tercantum pada Tabel 2. Hal ini didasarkan pada asumasi bahwa tarikan pergerakan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari beberapa atribut sosio ekonomi (Tamin, 1997)

  Tabel 2 Model Tarikan Perjalanan yang Ditinjau Nomor Peubah Bebas Peubah Terikat Model

  1 Luas Lantai Bangunan (LLB) Jumlah Mobil (JM)

  2 Luas Lantai Bangunan yang JM Disewakan (LLBD)

  3 Luas Lantai Bangunan yang JM Tersewa (LLBT)

  4 Luas Lantai Parkir Mobil LLPM) JM

  5 Kapasitas Parkir Mobil (KPM) JM

  6 LLB Jumlah Sepeda Motor (JSM)

  7 LLBD JSM

  8 LLBT JSM

  9 Kapasitas Parkir Sepeda Motor JSM (KPSM)

  10 LLB Jumlah Orang (JO)

  11 LLBD JO

  12 LLBT JO

3. DATA

  Hasil pengumpulan data baik data demand, supply maupun identitas gedung dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

  Tabel 3. Data Gedung Perkantoran di Jakarta Barat (Putranto, 1999 & 2000b) Lokasi LLB (m 2 ) LLBD

  Astha Building Jl. Kebon Sirih 4 5114 4377 2138 832 100

  37205 31825 31825 8634 331 100 250 100 NA Gedung Jaya Jl. M.H. Thamrin 12 10537 8709 6005 5020 250 NA 230 NA 800

  Bank Duta Jl. Kebon Sirih 12 25168 20815 20815 4318 193 150 610 110 400 P.T. Indosat

  Jl. Medan Merdeka Barat 29262 15644 14320 1930 200 150 530 310 2223 Gedung Garuda Jl. Medan Merdeka Selatan 13

  32434 23722 23722 14612 426 150 250 150 2000 Wisma Kosgoro Jl. M.H. Thamrin 13418 9860 6409 3000 240 100 208

  52 1300 Jl. Kebon Sirih Alia Building Jl. M.I. Ridwan Rais 10 -18

  9284 4610 4610 2800 125 180 100 170 700 Gedung BPPT Jl. M.H. Thamrin 39747 30917 30371 23860 754 110 589 375 3000

  30

  (m 2 ) LLBT

(m

2 ) LLPM

  26 14 160 Menara Cakrawala Jl. M.H. Thamrin 20454 15630 13688 1519 186 150 502 100 1000

  Gedung BRI I & II Jl. Jend. Sudirman 89816 84434 71737 40006 1962 500 5000 720 4600 Plaza BII

  Jl. M.H. Thamrin 96380 80398 66211 46658 1400 250 815 230 4000 Wisma Aria Jl. H.O.S. Cokroaminoto 81

  1900 1295 1295 450

  14 NA

  45 NA 200 Panin Building Jl. Jend. Sudirman 16795 NA NA 6130 NA NA 250 NA NA

  Plaza Permata Jl. M.H. Thamrin 57 12872 12609 11989 9100 280 200 185 115 800 Gedung BTN

  (m 2 ) KPM KPSM JM JSM JO Wisma Antara Jl. Medan Merdeka Selatan

  Tabel 4. Data Gedung Perkantoran di Jakarta Pusat (Putranto, 2000a) Lokasi LLB (m 2 ) LLBD

  (m 2 ) LLBT

(m

2 ) LLPM

  30 100 NA 903 Total, Jl. Let.Jen.S. Parman 10397 6057 6057 1343

  (m 2 ) KPM KPSM JM JSM JO Wali Kota Jakarta Barat, Kembangan

  10495 8895 8895 25000 1000 NA 350 NA 530 Wisma Samudera, Jl. Let.Jen.S.Parman 12151 11055 NA 4332 120 NA 120 120 600

  Bio Medika, Jl.Arjuna Utara 1475 972 972 900

  30 20 120 NA 196 Wisma BCA, Jl. Let.Jen.S.Parman 79

  21086 16917 16917 10010 185 110 600 NA 928 Gapura Mas, Jl. Let.Jen.S.Parman 11097 10695 NA 2000 162

  50 155 40 530 Pusri, Jl. Arjuna Selatan 8660 NA NA 5000 150

  93 NA 120 NA 550 Yayasan LIA, Jl. Let.Jen. S.Parman 3067 NA NA NA

  Gedung KRS, Jl. Let. Jen.S.Parman 19755 15346 5850 6721 334 NA 239 NA 304

  50 NA 200 30 230 Gedung Pikko, Jl. Let.Jen. S.Parman 92

  4035 3535 3106 500

  45 NA

  90 NA 500 Kantor Pajak, Jl. Let.Jen.S.Parman 2500 2342 2342 1889

  70

  50

  88 63 880 Wisma Adhi Nugraha, Jl. Let.Jen.S.Parman 27448 21716 21716 4732 600 NA 650 NA 1500

  Jl. Gajah Mada No.1 28325 26285 22119 16000 500 750 295 421 NA

4. ANALISIS

  Data hasil regresi linier dapat dinyatakan dalam bentuk Gambar 1, 2 dan 3. Nilai koefisien regresi (b) dalam persamaan : Tarikan Perjalanan = a + b x Luas Lantai

  (1) atau Tarikan Perjalanan = a + b x Kapasitas Parkir

  (2) dianggap sebagai tingkat tarikan perjalanan (orang atau kendaraan per meter persegi atau per unit ruang parkir) yang dapat dirangkum pada Tabel 4. Bila tarikan perjalanan dilambangkan dengan y dan Luas Lantai atau Kapasitas Parkir dilambangkan dengan x maka menurut Walpole & Myers (1978) : n n n

      n x y x y i i i i     

     i 1 i 1 i 1   

      b  n n 2 (3) 2   n x x i i   

    i  1 i  1

    dan a  y  b x

  (4) bila data yang diperoleh diasumsikan acak maka a dan b merupakan penaksir parameter populasi  dan  dari garis regresi : =  + x.

  (5)  Y x Secara umum, dari hasil yang tercantum di Tabel 5. dan Tabel 6., model tarikan perjalanan yang terbaik pada kedua wilayah umumnya ditentukan oleh peubah bebas Luas Lantai Bangunan Tersewa karena R -nya mendekati 1 dan konstantanya cukup kecil (bila konstanta di nol-kan, koefisien determinasinya akan turun). Hal ini berlaku untuk tarikan baik untuk tarikan perjalanan orang maupun mobil di Jakarta Barat, sementara untuk kasus Jakarta Pusat hal ini hanya berlaku untuk tarikan perjalanan orang. Kapasitas Parkir Mobil merupakan peubah penjelas terbaik bagi tarikan perjalanan mobil di Jakarta Pusat. Untuk model hubungan antara Jumlah Sepeda Motor versus Luas Lantai Bangunan jenis apapun, di kedua wilayah tidak terdapat hubungan yang kuat. Hal ini antara lain disebabkan karena terbatasnya sampel. Tingkat tarikan perjalanan gedung perkantoran di Jakarta Pusat relatif lebih tinggi

  2

  daripada tingkat tarikan perjalanan gedung perkantoran di Jakarta Barat. Seti ap 100 m Luas Lantai Bangunan Tersewa di Jakarta Pusat menarik 4,21 mobil/hari, 0,61 sepeda motor/hari

  2

  dan 5,699 orang/hari. Sementara itu, setiap 100 m Luas Lantai Bangunan Tersewa di Jakarta Barat menarik 3,02 mobil/hari, dan 4,60 orang/hari (nilai tar ikan perjalanan sepeda motor

  2

  tidak bisa dianalisis karena keterbatasan data). Setiap 100 m Luas Lantai Parkir Mobil di Jakarta Pusat menarik 5,10 mobil/hari sedangkan di Jakarta Barat menarik 1,28 mobil/hari. Setiap 1 unit ruang parkir di Jakarta Pusat me narik1,87 mobil/hari sedangkan di Jakarta Barat menarik 0,38 mobil/hari.

  

Tabel 5. Model Linier Tarikan Perjalanan Gedung Perkantoran di Jakarta Barat (Putranto,

  JM = - 143,76 + 0,0231 x LLB 0,37 2,31 mobil/100m

  2 Luas Lantai Bangunan/hari.

  daripada angka yang tercantum pada Tabel 5 dan Tabel 6. Institute of Transportation Engineers (1997), juga menyarankan angka yang tinggi, yaitu 5,97 kendaraan/100 m

  kendaraan/100 m

  2 Dari angka tarikan perjalanan Sosslau et al. (1978) setelah diolah diperoleh 6,30

  2 JO = 341,34 + 0,0569 x LLBT 0,79 5,69 orang/100m

  2 JO = 416,26 + 0,0450 x LLBD 0,72 4,50 orang/100m

  2 JO = 516,84 + 0,0308 x LLB 0,52 3,08 orang/100m

  2 JSM = 75,54 + 0,0061 x LLBT 0,46 0,61 sepeda motor/100m

  2 JSM = 79,78 + 0,0051 x LLBD 0,46 0,50 sepeda motor/100m

  JSM = 85,24 + 0,0038 x LLB 0,39 0,38 sepeda motor/100m

  2 JM = - 270,17 + 1,8706 x KPM 0,69 1,87 mobil/unit ruang parkir

  2 JM = - 11,96 + 0,0510 x LLPM 0,38 5,10 mobil/100m

  2 JM = - 296,42 + 0,0421 x LLBT 0,55 4,21 mobil/100m

  2 JM = - 267,399 + 0,0349 x LLBD 0,54 3,34 mobil/100m

  2 Tingkat Tarikan Perjalanan Nilai Satuan

  1999 & 2000b)

  2 JM = 145,6 + 0,3823 x KPM 0,31 0,38 mobil/unit ruang parkir

  Model R

  2 Tingkat Tarikan Perjalanan Nilai Satuan

  JM = 19,6 + 0,0197 x LL B 0,66 1,97 mobil/100m

  2 JM = 0,7 + 0,0259 x LLBD 0,69 2,59 mobil/100m

  2 JM = 33,6 + 0,0302 x LLBT 0,94 3,02 mobil/100m

  2 JM = 166,6 + 0,0128 x LLPM 0,19 1,28 mobil/100m

  JSM = 33,2 + 0,0042 x LLB 0,28 0,42 sepeda motor/100m

  Model R

  2 JSM = 56,0 + 0,0023 x LLBD 0,07 0,23 sepeda motor/100m

  2 JO = 336,7 + 0,0273 x LLB 0,37 2,73 orang/100m

  2 JO = 327,8 + 0,0332 x LLBD 0,37 3,32 orang/100m

  2 JO = 295,1 + 0,0460 x LLBT 0,66 4,60 orang/100m

  2 LLBT vs JSM dan KPSM vs JSM tidak bisa dianalisis karena data tidak cukup

Tabel 6. Model Linier Tarikan Perjalanan Gedung Perkantoran di Jakarta Pusat (Putranto,

  2000a)

2 Luas Lantai Bangunan/hari di Amerika Serikat. Angka ini jauh lebi h tinggi

  Efisiensi penggunaan ruang untuk parkir dapat diukur d ari rasio antara luas lantai parkir dengan jumlah ruang parkir yang ada. Tentu saja efisiensi berbanding terbalik dengan keleluasaan sirkulasi. Bagaimanapun ruang sirkulasi yang sangat luas tidak selalu berarti memberikan kenya-manan pengemudi yang optimum , karena sangat mungkin menimbulkan tambahan jarak tempuh yang tidak diperlukan. Analisis regresi antara luas lantai parkir mobil (LLPM) dan kapasitas parkir mobil (KPM) di gedung -gedung yang diamati di Jakarta Barat

  2

  (Putranto, 2000b), menunjukkan hubunga n yang kuat (R = 0,75) dan menghasilkan

  2

  kebutuhan 20 - 21 m per ruang parkir (termasuk kontribusinya terhadap ruang sirkulasi parkir). Selengkapnya berikut ini berturut -turut 2 model regresi linier dengan dan tanpa konstanta (a) : LLPM = 20,504 x KPM + 476,37

  2

  (R = 0,75) LLPM = 21,342 x KPM

  2

  (R = 0,75) Analisis regresi antara luas lantai parkir mobil (LLPM) dan kapasitas parkir mobil (KPM) di gedung-gedung yang diamati di Jakarta Pusat (Putranto, 2000a), menunjukkan hubungan yang

  2

  2

  kuat (R = 0,90) dan menghasilkan kebutuhan 25 - 26 m per ruang parkir (termasuk kontribusinya terhadap ruang sirkulasi parkir). Selengkapnya berikut ini berturut -turut 2 model regresi linier dengan dan tanpa konstanta (a) : LLPM = 25,717 x KPM + 200,36

  2

  (R = 0,90) LLPM = 25,914 x KPM

  2

  (R = 0,90) Dengan demikian umumnya, prasarana parkir gedung perkantoran di Jakarta Barat lebih efisien daripada prasarana parkir gedung perkantoran di Jakarta Pusat. Bagaimanapun luas ruang parkir dan sirkulasi yang terbatas cenderung m engurangi kenyamanan mengemudi.

5. KESIMPULAN

  Model tarikan perjalanan yang terbaik pada kedua wilayah umumnya ditentukan oleh  peubah bebas Luas Lantai Bangunan Tersewa. Hal ini berlaku untuk tarikan baik untuk tarikan perjalanan orang maupun mobil di Jakar ta Barat, sementara untuk kasus Jakarta Pusat hal ini hanya berlaku untuk tarikan perjalanan orang. Kapasitas Parkir Mobil merupakan peubah penjelas terbaik bagi tarikan perjalanan mobil  di Jakarta Pusat. Untuk model hubungan antara Jumlah Sepeda Motor v ersus Luas Lantai Bangunan jenis  apapun, di kedua wilayah tidak terdapat hubungan yang kuat. Tingkat tarikan perjalanan gedung perkantoran di Jakarta Pusat relatif lebih tinggi 

  2

  daripada tingkat tarikan perjalanan gedung perkantoran di Jakarta Barat. Setiap 100 m Luas Lantai Bangunan Tersewa di Jakarta Pusat menarik 4,21 mobil/hari, 0,61 sepeda

  2

  motor/hari dan 5,69 orang/hari. Sementara itu, setiap 100 m Luas Lantai Bangunan Tersewa di Jakarta Barat menarik 3,02 mobil/hari, dan 4,60 orang/hari (nilai tarika n

  2

  perjalanan sepeda motor tidak bisa dianalisis karena keterbatasan data). Setiap 100 m Luas Lantai Parkir Mobil di Jakarta Pusat menarik 5,10 mobil/hari sedangkan di Jakarta Barat menarik 1,28 mobil/hari. Setiap 1 unit ruang parkir di Jakarta Pusat menar ik 1,87 mobil/hari sedangkan di Jakarta Barat menarik 0,38 mobil/hari. Prasarana parkir gedung perkantoran di Jakarta Barat lebih efisien daripada prasarana  parkir gedung perkantoran di Jakarta Pusat. Pada prasarana parkir gedung perkantoran di

  2

  2 Jakarta Barat dibutuhkan luas 20 m hingga 21 m per ruang parkir, sementara di Jakarta

  2

  

2

pusat dibutuhkan luas 25 m hingga 26 m per ruang parkir.

  6. SARAN

  Untuk menghasilkan nilai -nilai tingkat tarikan perjalanan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan s ampel yang lebih banyak dan penyempurnaan metodologi.

  7. DAFTAR PUSTAKA th Institute of Transportation Engineers (1997). Trip Generation Report, 6 Edition.

  Putranto, Leksmono S. (1999). “Tarikan Perjalanan Gedung Perkantoran di Jakarta Barat”.

  

Jurnal Transportasi Vol. 1, No. 2, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi,

Bandung.

  Putranto, Leksmono S. (2000a). “Tarikan Perjalanan dan Efisiensi Parkir Gedung Perkantoran di Jakarta Pusat”. Jurnal Kajian Teknologi Tahun 2 No.1 , Universitas Tarumanagara, Jakarta. Putranto, Leksmono S. (2000b). “Tarikan Perjalanan dan Efisiensi Parkir Gedung Perkantoran di Jakarta Barat”. Jurnal Teknik Sipil No. 1 Tahun VI , Universitas Tarumanagara, Jakarta .

  Sosslau, A. B., et al. (1978). Quick-Response Urban Travel estima tion Techniques and

  

Transferable Parameters: User’s Guide, Report 187. Transportation Research Board,

Washington, DC.

  Tamin, Ofyar Z. (1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi , Penerbit ITB, Bandung, Walpole, R.E., et al (1978). Probability and Statistics for Engineers and Scientists .

  Macmillan Publishing Co, Inc.