BAB V PANDANGAN AGAMA HINDU TERHADAP BAHAYA NARKOTIKA - BAB V PANDANGAN AGAMA HINDU

BAB V PANDANGAN AGAMA HINDU TERHADAP BAHAYA NARKOTIKA 1. Umum.

  a. Hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia telah menyadari betapa bahaya tentang penyalahgunaan narkotika dan obat-bat terlarang (Narkoba) baik terhadap kesehatan jasmani dan rohani. Belum lagi bahaya yang ditimbulkan sebagai akibat sampingan yang mengancam aspek-aspek ketertiban hidup masyarakat baik terhadap 1egara itu sendiri, maupun bagi bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.

  b. Karena luasnya lingkup jangkauan bahaya tersebut yang sudah bersifat internasional, maka usaha penanggulangan masalah-masalah tersebut selain bersifat nasional juga sudah berkembang pula menjadi usaha penanggulangan yang memerlukan kerjasama antara bangsa-bangsa di dunia, baik bersifat regional maupun internasional, baik secara bilateral maupun secara multilateral. Penyalahgunaan narkotika saat ini justru banyak menimpa generasi muda, yang merupakan generasi penerus bangsa, sehingga generasi muda harus diselamatkan, dibimbing, dibina dan dipersiapkan untuk menerima pewaris nilai- nilai luhur bangsa. Pembinaan generasi muda sebagai tunas-tunas bangsa, diarahkan pada upaya pembentukan generasi muda yang lebih baik, lebih bertanggung jawab dan lebih mampu mengisi dan membina kemerdekan bangsa.

  c. Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk selalu berpegang teguh pada Dharma, siapa yang dapat hidup sesuai dengan Dharma ia akan selamat, bahagia dan damai selamanya, demikian pula sebaliknya jika perbuatan itu setiap diri manusia, yaitu: Mabuk, Bingung, Marah, Irihati, Rakus, Hawa nafsu. Kitab Veda mengajarkan agar manusia selalui memerangi keenam musuh ini. Veda mengajarkan agar umat Hindu menghindarkan diri dari 5 M, yaitu: Madat (narkoba), Mabuk (minuman keras), Main (judi), Malin (mencuri), Madon (berzina). Jika kita dapat menghindarkan diri dari kelima hal tersebut di atas niscaya kita akan menemukan kedamaian, kesehatan dan kebahagiaan.

2. Konsep Hindu Tentang Hakikat Hidup.

a. Tujuan Hidup. Setiap kelahiran menjadi manusia terikat oleh Karma

  dan kegelapan batin atau ketidaktahuan (Awidya), maka ia akan terus terkena hukum punarbhawa atau samsara, yaitu hukum tumimbal lahir. Ia akan mengalami kelahiran yang berlangsung berulang ulang kali. Ini berarti ia pasti mengalami suka duka, usia tua, sakit dan mati. Berbagai derita silih berganti dengan suka yang pasti dilaluinya. Inilah disebut samsara yang kemudian menjadi sengsara. Sebaliknya seseorang yang telah bebas dari ikatan karmanya dan awidya itu, maka ia bisa terlepas dari cengkraman perputaran roda samsara atau punarbhawa itu.

  Dengan demikian ia (Atmanya) bisa bersatu kembali dengan Paramatma atau Brahman yang merupakan sumber Atma. Jika demikian halnya, maka ia tidak lahir lagi seperti orang yang pertama tadi. Ia telah mencapai tujuan tertinggi ajaran agama Hindu yaitu Moksa. Walaupun demikian, hakekat menjelma menjadi manusia merupakan suatu keuntungan yang sangat besar, kerena sesungguhnya amat sukar untuk dapat menjelma menjadi manusia.

  Dalam sloka Sarassamuscaya dijelaskan keutamaan menjadi manusia sbb :

  Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, Nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhnang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika.

  Artinya:

  Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang ulang) dengan jalan berbuat baik; dmikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia (Sarassamuscaya 4).

  Untuk lebih jelasnya tujuan hidup manusia menurut ajaran agama Hindu disebut catur purusa artha sebagai berikut :

  1) Dharma. Keluhuran, kesucian, kebenaran, merupakan tujuan

  hidup yang mendasar dan menjadi landasan ketiga tujuan hidup berikutnya. Kebenaran, keluhuran itulah yang mutlak dijadikan landasan bagi setiap orang untuk mencapai artha dan kama serta moksa. Bahkan dalam menggunakan artha dan kamapun harus dilandasi oleh dharma itu.

  2. Artha. Yaitu harta benda termasuk seni. Keperluan

  hidup sehari hari seperti bhoga (pangan), Upabogha (sandang) dan paribhoga (rumah dengan segala isinya) termasuk golongan artha. Jadi jelas bagi kita bahwa artha itu salah satu tujuan hidup manusia.

  3. Kama. Kenikmatan atau kepuasan hidup. Untuk mencapai

  kama itu perlu adanya Artha tadi. Karena itulah dharma tetap dipakai landasan untuk mencapai artha sampai dengan mempergunakan artha itupun harus tetap berlandaskan dharma. Begitu juga, cara pencapaian dan penggunaan kama tetap juga berlandaskan dharma.

  4. Moksa. Suatu keadaan kebahagaiaan yang kekal abadi yang

  sangat sulit untuk dibicarakan dan dibayangkan. Namun kepastiannya itu ada. Yaitu suatu kedamaian, suatu ketenangan, suatu ketentraman suatu kebahagiaan kekal abadi yakni bersatunya atma dengan parama atman atau Brahman yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dharma, Artha, dan Kama merupakan unsur kesejahtraan, atau kebahagiaan dunia, kebahagiaan lahir yaitu jagat hita. Sedangkan Moksa merupakan unsur kebahagiaan yaitu kebahagaiaan akhirat, kebahagiaan rohani atau batin.

b. Tingkat Masa /fase Kehidupan. Menurut ketatamasyarakatan

  agama Hindu fase kehidupan manusia dikelompokkan menjadi empat tahapan yang disebut dengan Catur Asrama. Yaitu :

  1) Brahmacari asrama. Merupakan tingkatan hidup untuk

  berguru, memperdalam segala bidang ilmu pengetahuan beserta ketrampilan yang sangat berguna untuk memasuki tingkatan hidup yang kedua (Grahastha). Pada tingkat brahmacari kewajiban manusia hanyalah menuntut dharma yaitu tujuan hidup manusia yang paling mendasar. Sedangkan tujuan hidup yang lainnya tidak boleh dituntut pada tingkatan brahmacari ini. Sehingga tugas yang utama yaitu menuntut dharma dapat diselesaikan dengan sempurna. Berbagai disiplin dan peraturan hidup harus dijalani oleh seorang brahmacarin (orang yang menjalani brahmacari) dengan tekun dan seksama. Hal itu terus berlangsung sampai seluruh ilmu dipelajari atau studinya selesai.

  Jadi masa brahmacari ini pada jaman sekarang sama dengan masa belajar atau masa sekolah mulai dari TK sampai tingkat perguruan tinggi. Selama masa belajar ini berlangsung yang menjadi perhatian dan tujuan utama ialah belajar sebanyak banyaknya sampai selesai atau tamat (dharma).

  2. Grhasta asrama. Yaitu masa mendirikan rumah tangga. Atau

  fase berumah tangga. Seseorang yang telah selesai menjalani masa brahmacari atau setelah selesai studinya mulailah ia bersiap untuk memasuki jenjang kehidupan yang kedua ini. Masa Grahasta diawali dengan upacara perkawinan atau wiwaha.

  Tingkat masa hidup inilah amat penting menurut agama Hindu. Seseorang yang telah ,memasuki grahasta harus melakukan yadnya, belajar dan melanjujtkan keturunan .

  3. Wanaprastha asrama. Yaitu masa mengasingkan diri dengan

  pergi ketempat sunyi menjadi pertapa. Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah selesai. Kini tinggal mencari kebenaran tentang arti hidup yang sesungguhnya.

  4. Samsyasa asrama. Yaitu masa mencari aspirasi untuk

  mencapai moksa. Dalam fase ini seorang sanyasin (orang yang menjalankan samniyasa) menjalankan dharmayatra atau tirtayatra yaitu mengunjungi tempat-tempat suci.

3. Narkoba ditinjau dari ajaran agama Hindu.

  Beberapa kitab suci agama Hindu yang dapat dijadikan dalam peninjauan penyalahgunaan narkoba anatara lain disebutkan dalam kitab Slokantara, Bhagavadgita, Sarajamus Caya, Atharvaveda, dan Yajurveda.

a. Dalam kitab Slokantara, Sloka 16 disebutkan :

  BRAIMA WADAH SULAPANAM SUWARNA STEYARNEWA GURARWADHO MOHAOALAKAMUCYATEW.

  ( Membunuh Brahmana, meminum minuman keras, mencuri emas, memperkosa gadis perawan, dan membunuh guru ini dinamai DOSA BESAR/ Malapetaka ).

  b. Dalam kitab Bhagvadgita, antara lain disebutkan : Bhagawadgita XVI-4:

DAMBHO DARPO BHIMANAS CA KRODHAH PARUSYAM EWA CA,

  (Manusia yang dalam keadaan tidak sadar atau sakit karena pengaruhcenderung akan mempunyai sifat-sifat keraksasaan antara lain berlagak, angkuh, membanggakan diri, marah, dan juga kasar serta bodoh).

  Bhagawadgita XVI-7:

PRAWRTTIM CA NIWRTTIM CA JANA NA WIDUR ASURAH, NA SAUCAM

  (Karena pengaruhpula manusia menjadi malas, tidak mengetahui jalan yang benar, tidak mengetahui perilaku yang bijak dan tidak pula mengetahui tujuan hidup).

  Bhagawadgita XVI-8:

ASATYAM APRATISTHAM TE JAGAD AHUR ANISWARAM, APARASPARA-

  (Mereka yang mabuk berkata bahwa dunia ini tidak nyata, tanpa moral, tanpa Tuhan, tidak teratur, karena dibutakan oleh keinginan).

  Bhagawadgita XVI-9:

ETAM DRSTIM AWASTABHYA NASTATMANO IPA-BUDDHAYAH,

  (Jika dunia dipenuhi oleh orang-orang mabuk seperti ini roh-roh akan tersesat, lemah, dan kejam; maka muncullah kekacauan dunia menuju kepada kehancuran).

  Bhagawadgita XVI-10:

  KAMAM ASRITYA DUSPURAM DAMBHA-MANA-MADANWITAH, MOHAD GRHITWASAD-GRAHAN PRAWARTANTE SUCI-WRATAH (Manusia yang mabuk menyerahkan dirinya pada keinginan yang tak pernah puas, penuh kemunafikan, keangkuhan, kepalsuan, dan khayalan).

  Bhagawadgita XVI-11:

  CINTAM APARIMEYAM CA PRALAYANTAM UPASRITAH, KAMOPABHOGA- PARAMA ETAWAD ITI NISCITAH (Sekali menjadi pemabuk maka ia keranjingan dengan keinginan yang tidak terhitung banyaknya yang hanya berhenti dengan adanya kematian; hidup mereka sia-sia karena memandang pemuasan keinginanlah sebagai tujuan tertinggi dan segala-galanya).

  Bhagvadgita XVI-16:

  ANEKA CITTA VIBHRANTA MOHA JALA SAMA VRTAH, PRASAKTAH KAMA BHOGESU PATANTI NARAKE SUCAU (Terkecoh oleh berbagai macam pikiran, terperangkap oleh jaringan pikiran yang membingungkan, tersesat kedalam pemuasan nafsu mereka jatuh kedalam neraka yang menjijikkan).

  Bhagawadgita XVI-20:

  ASURIM YONIM APANNA MUDHA JANMANI, MAM APRAPYAIWA KAUNTEYA TATO YANTY ADHAMAM GATIM (Akhirnya mereka yang mabuk terjerumus kedalam kandungan para raksasa, mahluk-mahluk yang kebingungan ini dari siklus kelahiran demi kelahiran tak akan mencapai Tuhan, tetapi merosot ke neraka tempat yang paling rendah dan hina).

  

c. Dalam kitab Sarasjamuscaya, Sloka 256 disebutkan yang artinya

  “Janganlah hendaknya mengambil barang orang lain, janganlah meminum minuman keras dan obat-obatan terlarang, melakukan pembunuhan, berdusta, karena itu akan menghalangimu untuk menyatu dengan Tuhan”.

  

d. Dalam Atharvaveda, disebutkan bahwa manusia wajib memelihara

  kesehatan badannya dengan baik agar dapat mencapai umur panjang. Upaya menjaga kesehatan melalui makanan diatur dalam Atharvaveda sebagai berikut :

  Atharvaveda VI.135.1:

  YAD ASNAMI BALAM KURVE, ITTHAM VAJRAM A DADE (makanlah dengan hati-hati agar memberikan kesehatan dan kekuatan).

  Atharvaveda XV.14.24:

  BRAHMANA-ANNADENA-ANNAM ATTI (pilihlah makananmu dengan waspada).

  Atharvaveda X.5.34:

  KRSI-SAMSITO-ANNATEJAH (makanan yang baik memberi kecemerlangan).

  Atharvaveda XX.76.4:

  BHRTYA ANNE SAMASYA, YAD ASAN MANISAH (makanan memberi tenaga dan zat-zat bergizi).

  Atharvaveda IX.4.20:

  (semoga kami memiliki kekuatan jasmani). Kesehatan, kekuatan jasmani dan kesucian rohani adalah unsur utama menuju umur panjang. Umur panjang dalam pengertian Veda berguna untuk memberi waktu yang cukup bagi manusia menjalani kehidupan catur ashrama, yaitu brahmacarya, gryahasta, vanaprastha, dan bhiksuka.

  Hakekat kehidupan manusia adalah meningkatkan kesucian rohani sebelum pada akhirnya kembali ke alam nirwana. Kehidupan catur ashrama adalah tahapan- tahapan menuju pada pendayagunaan hidup sebaik-baiknya dengan memanfaatkan jasmani dan rohani yang sehat, sejak masa belajar (brahmacarya), masa berkeluarga (gryahasta), masa pensium (vanaprastha), dan masa menjalani kehidupan suci (bhiksuka).

  Bilamana jasmani dan rohani tidak sehat maka pendayagunaan hidup kurang berhasil dan tersia-sia.

  Atharvaveda XIX.60.2:

ARISTANI ME SARVA-ATMA-ANIBHRSTAH

  (hendaknya semua bagian-bagian tubuh kami bebas dari penyakit dan semoga jiwa kami selalu sadar).

  Oleh karena itu janganlah manusia menkonsumsibaik melalui makanan, dihirup, ataupun disuntikkan karena sudah jelas hal-hal itu tidak berguna bagi kesehatan jasmani dan rohani bahkan akan merusaknya.

  e. Dalam Yayurveda XIV.17:

MANO ME JINVA-ATMANAM ME PAHI

  (Sedangkan manusia dalam swadharma-nya senantiasa menjaga agar selalu memiliki pikiran dan jiwa yang kuat).

  Jadi sudah jelaslah bahwa dalam kitab-kitab suci Agamamelarang memakan, meminum, mengisap sesuatu atau mengupayakan dengan jalan lain agar diri menjadi mabuk, tidak sadar, ketagihan, dan lupa pada swadharma; hal mana sangat membahayakan manusia dan dapat menghancurkan suatu bangsa.

  DOA Slokantara 21 Paksinem narakam wyalo, Wyalanam narakam danstri, Dantrinam narakam wisi, wisinam naramarane, artinnya Racun itu berasal dari bisa kalakuta, tingkat inilah yang paling rendah diantara kelahiran mahluk di dunia ini, barang siapa yang memakai dan menggunakan maka dia termasuk sudah masuk neraka, maka dikemudian hari akan menjelma menjadi mahluk yang paling rendah dan hina peradabannya.

  Referensi:

  Sarassamuscaya 4 kitab Slokantara, Sloka 16 kitab Bhagvadgita Bhagawadgita XVI-4 Bhagawadgita XVI-7 Bhagawadgita XVI-8 Bhagawadgita XVI-9 Bhagawadgita XVI-10 Bhagawadgita XVI-11 Bhagvadgita XVI-16

  Atharvaveda VI.135.1 Atharvaveda XV.14.24 Atharvaveda X.5.34 Atharvaveda XX.76.4 Atharvaveda IX.4.20 Atharvaveda XIX.60.2 Yayurveda XIV.17