PDF ini PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA | Syafri | 1 PB
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
ARTIKEL
YUNI PURNAMA SYAFRI
NPM. 1310018312050
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2015
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
Yuni Purnama Syafri ¹) Alizar Hasan ²) Indra Khaidir1)
¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Andalas
Program Studi Teknik Sipil Universitas Bung Hatta
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Pulau Punjung is one of 11 subdistricts in the District Dharmasraya. Pulau Punjung of
approximately 482.5 km ². Government Dharmasraya through the Regional Development
Planning Board (Bappeda) Dharmasraya fit an arbitrary implement Preparation of Detailed
Spatial Plan (RDTR) and the Zoning Regulation as the elaboration and implementation of
Regional Regulation No. 10 of 2012 in 2013 to include methods for public participation in
public aspirations. The purpose of this study was to measure the level of public participation
in the process of preparation of Detailed Spatial Plan Area Pulau Punjung Dharmasraya. The
research data was obtained from informan through interviews, observation, and
documentation, so we get the result that the level of public participation is not effective,
society has not fully engaged, people involved merely provide input or suggestions, in
expressing the concept of the plan and approve the community plan has not been invited to.
Such participation occurs due to lack of socialization of Government and consultants,
information from the government as well as substandard and Government also less
transparant information.
Keywords: Participation, community, Detailed Spatial Plan (RDTR)
ABSTRAK
Abstrak: Kecamatan Pulau Punjung merupakan salah satu dari 11 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Dharmasraya. Luas Kecamatan Pulau Punjung sekitar 482,5 Km². Pemerintah
Kabupaten Dharmasraya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Dharmasraya sesuai kewenanganya melaksanakan Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2012 pada tahun 2013 dengan menyertakan metode partisipasi
masyarakat melalui penjaringan aspirasi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam proses Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya. Data penelitian ini diperoleh dari
informan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, sehingga didapatkan hasilnya
bahwa tingkat partisipasi masyarakat belum efektif, masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan,
masyarakat yang dilibatkan hanya sebatas memberikan masukan atau saran, dalam
mengemukakan konsep rencana dan memberikan persetujuan rencana masyarakat belum
diajak. Partisipasi semacam ini terjadi dikarenakan kurangnya sosialisasi dari Pemerintah
Daerah dan konsultan, informasi dari Pemerintah Daerah juga kurang lancar dan Pemerintah
Daerah juga kurang transparan memberikan informasi.
Kata Kunci : Partisipasi, masyarakat, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PENDAHULUAN
RTRW Kabupaten Dharmasraya sudah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 10
pada tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Dharmasraya Tahun
2011-2031.
Pemerintah
Kabupaten
Dharmasraya melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Dharmasraya.
Sesuai
kewenanganya
melaksanakan Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi
sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012,
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai
acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan
tingkat ketelitian peta mencapai 1 : 5.000 (satu
berbanding lima ribu). Sesuai dengan amanah
PP No. 15 Tahun 2010 dan untuk memberikan
kepastian hukum bagi seluruh kegiatan
pembangunan disuatu kawasan perlu disusun
RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ) yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Kawasan perencanaan kegiatan RDTR
Kawasan di Kabupaten Dharmasraya meliputi
kawasan diperkotaan di Kecamatan Pulau
Punjung. Dalam pelaksanaan penyiapan
instrumen penyusunan RDTR dilakukan
serangkaian kegiatan diskusi/seminar dan
wawancara
dalam
pengumpulan
data/informasi. Pendekatan partisipatif yang
menjadi target pekerjaan secara aktif dengan
melakukan perlibatan semua instasi terkait dan
juga yang paling penting keikutsertaan
masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan
Rencana Detai Tata Ruang (RDTR).
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Partisipasi Masyarakat
Menurut FAO dalam Mikkelsen
(2003) partisipasi adalah keterlibatan sukarela
oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri. Dari definisi di atas,
dapat diambil suatu pengertian bahwa yang
dimaksud
partisipasi
masyarakat dalam
penataan ruang adalah keikutsertaan dan
keterlibatan masyarakat dalam suatu proses
kegiatan penataan ruang, dimulai dari proses
penyusunan rencana tata ruang, pemanfatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Menurut Conyers (1994:154), ada tiga
alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat sangat penting.
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu
alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya
program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan
dan perencanaannya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Timbul anggapan bahwa merupakan suatu
hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan
dalam pembangunan masyarakat mereka
sendiri.
Bentuk Partisipasi Masyarakat
Variabel bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat dalam Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung
Kabupaten Dharmasraya meliputi sebagai
berikut:
• Sebagai pendengar;
• Pemberian sumbangan masukan/saran/usul;
• Pemberian sumbangan informasi/data;
• Pemberian bantuan memperjelas hak atas
ruang;
• Pengajuan keberatan terhadap rancangan
rencana.
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Arnstein (1969) menggambarkan
partisipasi masyarakat adalah suatu pola
bertingkat (ladder patern). Suatu tingkatan
yang terdiri dari 8 tingkat dimana tingkatan
paling bawah merupakan tingkat partisipasi
masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat
yang paling atas merupakan tingkat
dimana partisipasi masyarakat sudah sangat
besar dan kuat.
Tingkatan partisipasi
menurut Arnstein (1969) :
masyarakat
b. Kehadiran di dalam pertemuan.
c. Sumbangan-sumbangan.
d. Keanggotaan di dalam kepengurusan.
e. Kedudukan
kepengurusan.
anggota
di
dalam
Berdasarkan skala partisipasi individu
tersebut, maka dapat diklasifikasikan skala
yang digunakan sebagai variabel
untuk
mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan
Pulau
Punjung
Kabupaten
Dharmasraya adalah:
1.
Manipulasi (Manipulation)
2.
Terapi (Therapy)
3.
Pemberian Informasi (Informing)
4.
Konsultasi (Consultation)
5.
Penentraman (Placation)
6.
Kemitraan (Partnership)
7.
Pendelegasian
Power)
(Delegated
b. Keaktifan dalam mengemukakan
masukan/saran/usul.
8.
Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
c. Keterlibatan dalam menetapkan
konsep rencana.
Kekuasaan
a. Tingkat
kehadiran
rapat/pertemuan.
Pada tingkat tertinggi ini, partisipasi
masyarakat
berada
di
tingkat
yang
maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap
sektor meningkat. Masyarakat meminta
dengan mudah tingkat kekuasaan (atau
pengawasan) yang menjamin partisipan dan
sebuah
penduduk
dapat
menjalankan
program atau suatu lembaga akan berkuasa
penuh
baik
dalam
aspek
kebijakan
maupun
dan
dimungkinkan
untuk
menegosiasikan kondisi pada saat dimana
pihak luar bisa menggantikan mereka
(Sintomer et al, 2005). Namun sebenarnya
terbaik
untuk
tidak
ada
cara
merencanakan
dan
mengatur
sebuah
partisipasi masyarakat karena semua itu
harus menyesuaikan dengan kondisi (Connor,
1988).
Untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat dapat dilakukan dengan mengukur
tingkat partisipasi individu atau keterlibatan
individu dalam kegiatan bersama-sama yang
dapat diukur dengan skala yang dikemukakan
oleh Chapin (dalam Slamet, 1993:82-83),
yaitu:
dalam
d. Keterlibatan
memberikan
persetujuan terhadap rancangan
rencana.
Faktor-Faktor
Yang
Partisipasi Masyarakat
Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari
dalam
masyarakat
(internal),
yaitu
kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk
berpartisipasi, maupun faktor dari luar
masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan
lembaga formal yang ada (Kali, 2011).
Menurut
Parma
(2011),
faktor-faktor
internal
yang
mempengaruh partisipasi
masyarakat adalah jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
mata pencaharian. Faktor internal berasal
dari individu itu sendiri. Secara teoritis,
tingkah laku individu berhubungan erat atau
ditentukan oleh:
a) Jenis Kelamin
b) Usia
a. Keanggotaan dalam organisasi.
c) Tingkat Pendidikan
d) Tingkat Penghasilan
Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari
partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut:
e) Mata Pencaharian
Tipe-Tipe Partisipasi Masyarakat
Dusseldorp dalam Slamet (1993:1021), membuat klasifikasi tipe partisipasi yaitu:
1. Penggolongan
berdasarkan
derajat
kesukarelaan, terdiri dari partisipasi bebas
dan partisipasi terpaksa.
2. Penggolongan berdasarkan pada cara
keterlibatan,
terdiri
dari
partisipasi
langsung dan partisipasi tidak langsung.
3. Penggolongan
berdasarkan
pada
keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam
proses pembangunan terencana, terdiri dari
partisipasi lengkap dan partisipasi sebagian.
4. Penggolongan berdasarkan pada tingkatan
organisasi, terdiri dari partisipasi yang
terorganisasi dan partisipasi yang tidak
terorganisasi.
5. Penggolongan berdasarkan pada intensitas
dan frekuensi kegiatan, terdiri dari
partisipasi intensif dan partisipasi ekstensif.
6. Penggolongan berdasarkan pada lingkup
liputan kegiatan, terdiri dari partisipasi tak
terbatas dan partisipasi terbatas.
7. Penggolongan berdasarkan pada efektivitas,
terdiri dari partisipasi efektif dan partisipasi
tidak efektif.
8. Penggolongan berdasarkan pada siapa yang
terlibat
Orang-orang
yang
dapat
berpartisipasi dibedakan sebagai berikut:
a. Anggota masyarakat setempat
Penduduk setempat
Pemimpin setempat
b. Pegawai pemerintah
- Penduduk dalam masyarakat
- Bukan penduduk
c. Orang-orang luar
- Penduduk dalam masyarakat
- Bukan penduduk
d. Wakil-wakil masyarakat yang terpilih
9. Penggolongan berdasarkan gaya partisipasi
Dibedakan menjadi tiga model praktek
organisasi masyarakat yaitu:
a. Pembangunan lokalitas
b. Perencanaan sosial
c. Aksi sosial
Fingsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Carter (1977), Cormick (1979), Goulet
(1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan
1. Partisipasi
Kebijakan
Masyarakat
sebagai
suatu
2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi
3. Partisipasi Masyarakat
Komunikasi
sebagai
Alat
4. Partisipasi Masyarakat
Penyelesaian Sengketa
sebagai
Alat
5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi.
Pengertian Tata Ruang
Definisi Tata Ruang menurut UU No.
26 Tahun 2007:
• Ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat,ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup
melakukan
kegiatan
serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
• Tata ruang adalah wujud struktur dan pola
ruang.
• Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
• Pola ruang adalah distribusi peruntukan
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
• Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan Tata Ruang
Tata ruang merupakan suatu rencana
yang mengikat semua pihak, yang berbentuk
alokasi peruntukan ruang di suatu wilayah
perencanaan. Bentuk tata ruang pada dasarnya
dapat berupa alokasi letak, luas, dan atribut
lain (misalnya jenis dan intensitas kegiatan)
yang direncanakan dapat dicapai pada akhir
periode rencana. Selain bentuk tersebut, tata
ruang juga dapat berupa suatu prosedur belaka
(tanpa menunjuk alokasi letak, luas, dan
atribut lain) yang harus dipenuhi oleh para
pelaku pengguna ruang di wilayah rencana.
Namun tata ruang dapat pula terdiri dari
gabungan kedua bentuk diatas, yaitu terdapat
alokasi ruang dan juga terdapat prosedur
(Haeruman, 2004).
Langkah awal penataan ruang adalah
penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata
ruang diperlukan untuk mewujudkan tata
ruang yang memungkinkan semua kepentingan
manusia dapat terpenuhi secara optimal.
Rencana tata ruang, oleh sebab itu, merupakan
bagian
yang
penting
dalam
proses
pembangunan, bahkan merupakan persyaratan
untuk dilaksanakannya pembangunan, baik
bagi daerahdaerah yaag sudah tinggi intensitas
kegiatannya maupun bagi daerah-daerah yang
baru mulai tumbuh dan berkembang.
kegiatan dalam kawasan fungsional, agar
tercipta lingkungan yang harmonis antara
kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam
kawasan fungsional tersebut. Jangka waktu
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan ini adalah 5 tahun dan dituangkan
ke dalam peta rencana dengan skala 1 : 5.000
atau lebih.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan bagi Pemerintah Daerah adalah
sebagai pedoman untuk:
•
Pemberian advis planning;
•
Pengaturan bangunan setempat;
•
Penyusunan rencana teknik ruang
kawasan perkotaan atau rencana tata
bangunan dan lingkungan;
•
Pelaksanaan program pembangunan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Adapun muatan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
Definisi Rencana Detail Tata Ruang
menurut Permen PU No. 20 Tahun 2011 pasal
1 adalah :
1. Tujuan pengembangan kawasan fungsional
perkotaan;
• Rencana detail tata ruang kabupaten/kota
yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang
wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi
dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Secara umum definisi Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) adalah : penjabaran dari
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
Kota/Kabupaten
ke
dalam
rencana
pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang
Bagian Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan
secara terperinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan
perkotaan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan juga merupakan rencana yang
menetapkan blok-blok peruntukan pada
kawasan fungsional perkotaan, sebagai
penjabaran “kegiatan” ke dalam wujud ruang,
dengan memperhatikan keterkaitan antara
2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan
ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
a.Struktur pemanfaatan ruang, yang
meliputi
distribusi
penduduk,
struktur pelayanan kegiatan kawasan
perkotaan,
sistem
jaringan
pergerakan,
sistem
jaringan
telekomunikasi, sistem jaringan
energi, dan sistem prasarana
pengelolaan lingkungan;
b. Pola pemanfaatan ruang, yang
meliputi pengembangan kawasan
fungsional (kawasan permukiman,
perdagangan, jasa, pemerintahan,
pariwisata, perindustrian) dalam
blok-blok peruntukan.
3. Pedoman
pelaksanaan
pembangunan
kawasan fungsional perkotaan meliputi:
4. Arahan
kepadatan
bangunan
density/KDB)
untuk
setiap
peruntukan;
(net
blok
beberapa pertanyaan secara sistematis
dan telah disusun sebelumnya.
5. Arahan ketinggian bangunan (maximum
height/KLB) untuk setiap blok peruntukan;
6. Arahan garis sempadan bangunan untuk
setiap blok peruntukan;
7. Rencana penanganan
peruntukan;
lingkungan
blok
8. Rencana penanganan jaringan prasarana
dan sarana.
9. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan fungsional perkotaan.
-
Wawancara tidak berstruktur (Non
Schedule Standardised Interview),
adalah wawancara dengan mengajukan
beberapa pertanyaan secara lebih luas
dan leluasa tanpa terikat oleh susunan
pertanyaan.
2. Observasi Partisipatif
Observation)
(Participant
3. Observasi Partisipatif
Observation)
(Participant
Metode Penelitian
Teknik Analisis Data
Metoda penelitian adalah tatacara
bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.
Mendasarkan pada pelaksanaan penelitian,
maka metoda penelitian yang akan digunakan
adalah penelitian kualitatif. Metoda ini
digunakan untuk melukiskan secara sistematis
fakta atau karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu secara aktual dan cermat,
menitikberatkan pada observasi dan suasana
alamiah (Hasan, 2002:22).
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan
jenis metode kualitatif dimana data diperoleh
melalui wawancara bebas dan observasi.
Berdasarkan pengumpulan data tersebut,
diharapkan akan diperoleh data yang akurat
mengenai partisipasi masyarakat dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Pulau Punjung. Adapun substansi
yang akan menjadi fokus dalam penelitian
ini yaitu masyarakat yang ikut serta dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Pulau Punjung.
Teknik Pengumpulan Data
Analisa data dilakukan bersamaan
dengan
pengumpulan
data.
Penelitian
bertumpu pada triangulation data yang
dihasilkan dari tiga metode, (Chariri, 2009) :
1. Wawancara ( Interview)
-
Wawancara berstruktur (Schedule
Standardised
Interview),
yaitu
wawancara
dengan
mengajukan
Ketika data mulai terkumpul dari hasil
wawancara, observasi dan telaah catatan,
analisis data harus segera dilakukan untuk
menentukan pengumpulan data berikutnya,
(Chariri, 2009). Dengan demikian proses
analisis ini menggunakan model linier atau
analisis mengalir (flow model analysis). Pada
saat wawancara peneliti sudah melakukan
analisis terhadap jawaban yang diwawancarai.
Setelah dianalisis belum terasa memuaskan,
maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan
lagi lagi sampai tahap tertentu sampai
diperoleh data yang kredibel.
Teknik Penulisan Laporan
Laporan penelitian pada dasarnya
merupakan dokumen tertulis yang digunakan
untuk mengkomunikasikan isu, metode dan
temuan penelitian. Jadi laporan penelitian
bukan summary of findings, tetapi catatan
tentang proses penelitian yang berkaitan
dengan alasan penelitian, deskripsi tahapan
penelitian, penyajian data dan diskusi atau
pembahasan tentang bagaimana data tersebut
menjelaskan pertanyaan penelitian, (Chariri,
2009).
Instrumen Penelitian
Instrumen
adalah
alat
untuk
mengumpulkan data sehingga satu-satunya
instrument dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti sendiri karena peneliti sebagai
pengumpul data yang mempengaruhi terhadap
faktor instrument, (Bungin, 2003).
PEMBAHASAN
Kehadiran Masyarakat
Dari 50 (lima puluh) undangan yang
disebarkan 40 (empat puluh) orang menghadiri
rapat kegiatan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung tersebut
mereka terdiri dari kepala-kepala SKPD
terkait, dari kecamatan, pejabat nagari, dan
tokoh-tokoh masyarakat dari 6 (enam) nagari
yaitu 80 %.
Masukan dan Saran
Kawasan
perencanaan
kegiatan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Pulau Punjung di Kabupaten Dharmasraya
meliputi kawasan perkotaan di Kecamatan
Pulau Punjung sehingga lebih memfokuskan
ke Nagari yang merupakan pusat perkotaan
yaitu dua Nagari yang terdiri dari nagari IV
Koto Pulau Punjung dan Nagari Sungai
Kambut.
Dalam setiap kali rapat, Pemerintah
Nagari dan masyarakat cukup berpartisipasi
memberikan masukan/saran apalagi jika
menyangkut Nagari mereka. Masyarakat/
tokoh masyarakat yang dilibatkan hanya yang
berada dikawasan perkotaan dan sangat aktif
memberikan masukan dan sarannya, tetapi
walaupun begitu masih ada Wali Nagari yang
tetap
mengajak
masyarakatnya
untuk
menghadiri rapat yaitu Nagari Sungai Dareh
dan Nagari Gunung selasih.
Minimnya Pertemuan dan Sosialisasi
Waktu
itu
Bappeda
hanya
mengadakan 3 kali pertemuan menurut tokoh
masyarakat dan wali nagari pertemuan tersebut
masih kurang, karena masih banyak informasi
yang harus disampaikan.
Selain kurangnya pertemuan yang
diadakan
Pemda,
masyarakat
juga
menyayangkan Pemda dan konsultan kurang
mengadakan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai kegiatan RDTR Kawasan Pulau
Punjung, karena tidak semua masyarakat tahu
dengan tata ruang.
Minimnya Informasi Dari Pemda
Kurangnya informasi yang sampai ke
nagari-nagari, Kurangnya komunikasi dan
informasi dari Pemda itu menjadi kendala
dalam partisipasi selama ini, setiap masukan
kami dalam rapat selalu diterima tetapi
hasilnya tidak pernah dibicarakan kembali.
Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung
Dari pernyataan informan-informan
diatas maka bisa disimpulkan bahwa tingkat
partisipasi masyarakat dalam penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau
Punjung berada pada tingkat keempat tangga
dari delapan tangga partisipasi Arnstein yaitu
berada pada tingkat Consultation (konsultasi)
yaitu
mengundang
pendapat-pendapat
masyarakat merupakan langkah selanjutnya
setelah pemberian informasi.
Arnstein
menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi
langkah yang sah menuju tingkat partisipasi
penuh. Namun, komunikasi 2 arah ini
sifatnya tetap buatan (artificial) karena tidak
ada jaminan perhatian-perhatian masyarakat
dan
ide-ide
akan
dijadikan
bahan
pertimbangan.
Metode
yang
biasanya
digunakan pada konsultasi masyarakat adalah
survei mengenai perilaku, pertemuan antar
tetangga, dan dengar pendapat. Di sini
partisipasi tetap menjadi sebuah ritual
yang semu. Masyarakat pada umumnya
hanya menerima gambaran statistik, dan
partisipasi merupakan suatu penekanan pada
berapa jumlah orang yang datang pada
pertemuan, membawa pulang brosur-brosur,
atau menjawab sebuah kuesioner (Amado et
al, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Pulau Punjung belum efektif.
Terlihat masyarakat yang hadir setelah ada
undangan dari Bappeda dan masyarakat
yang datang terbatas. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya sosialisasi
dari Pemerintah Daerah dan konsultan.
Informasi dari Pemerintah Daerah juga
kurang lancar dan Pemerintah Daerah juga
kurang transparan memberikan informasi
hal tersebut merupakan hambatan yang
menjadi kendala partisipasi masyarakat
dalam penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan di Kecamatan Pulau
Punjung.
2. Dalam kegiatan penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau
Punjung masyarakat belum sepenuhnya
dilibatkan, masyarakat dilibatkan hanya
sebatas memberikan masukan atau saran,
dalam mengemukakan konsep rencana dan
memberikan
persetujuan
rencana
masyarakat belum diajak.
3. Pemerintah daerah agar lebih giat lagi
untuk memperbaiki bagaimana tata cara
peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang di daerah mereka
sebaiknya. Permendagri No. 56 Tahun
2014 peraturan per-undangan yang menjadi
acuan dalam kegiatan ini salah satunya
menjelaskan bahwa pengumuman rencana
penyusunan Rencana tata ruang dilakukan
melalui media cetak dan media elektronik
yang ada di daerah bukan hanya lewat
undangan saja sehingga yang mengetahui
pelaksanaan kegiatan tersebut bukan
kalangan tertentu saja tetapi masyarakat
umum.
Saran
1. Dari hasil penelitian, kegiatan penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Pulau Punjung hendaknya
partisipasi
masyarakatnya
lebih
ditingkatkan lagi karena masyarakat jauh
lebih tahu dengan kondisi daerahnya.
2. Tidak
dibatasi
buat
kehadiran
masyarakatnya, seluruh lembaga nagari
hendaknya diundang agar informasi yang
ditampung jauh lebih banyak.
3. Pemerintah Daerah harus turun kelapangan
untuk melakukan sosialisai kepada
masyarakat sehingga masyarakat betulbetul merasa dilibatkan dan mendukung
kegiatan tersebut.
4. Pemerintah Daerah harus lebih tranparan
lagi memberikan informasi mengenai
perkembangan kegiatan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau
Punjung sehingga tidak ada lagi informasi
yang sumbang dan terputus.
5. Hendaknya
penjaringan
aspirasi
masyarakat tidak hanya dalam forum rapat
saja, konsultan yang terlibat harus lebih
sering turun kelapangan melakukan survei
dan mewawancari langsung masyarakat
yang berada dikawasan perencanaan
kegiatan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung.
6. Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau
Punjung hendaknya pemda menerapkan
tata cara peran serta masyarakat sesuai
dengan pemendagri no. 56 tahun 2014
bahwa dari segi pengumuman lebih
diperluas yaitu melalui media cetak dan
media elektronik bukan melalui undangan,
sehingga masyarakat yang dilibatkan tidak
dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Finlay, L. 2006, “Going Exploring’: The
Nature of Qualitative Research”, Qualitative
Research for Allied Health Professionals:
Challenging Choices. Edited by Linda Finlay
and Claire Ballinger. New York: John Wiley
& Sons Ltd.
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi,
Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit
Alumni.
Soetrisno,
Loekman.
1995.
Menuju
Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.
Soefaat, et al. 1998. Kamus Tata Ruang.
Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum dan Ikatan Ahli
Perencanaan Indonesia.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian
Partisipatoris
dan
Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Terjemahan Matheos Nalle.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Panudju,
Bambang.
1999.
Pengadaan
Perumahan Kota dengan Peran Serta
Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung:
Penerbit Alumni.
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang.
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di
Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Terjemahan
Susetiawan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan
Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. Jakarta: CIDES.
Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat
Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
JURNAL
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Dharmasraya.
Arnstein, Sherry. 1969. A Ladder of Citizen
Participation. Journal of the American
Planning Association, Volume 35, No. 4, Juli
1969.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56
Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata
Ruang di Daerah.
Budihardjo, Eko. 2005.
Perkotaan.Bandung: Alumni.
BUKU DATA/ LAPORAN
Tata
Ruang
Faisal, Alfiansyah Yulianur BC, Sugianto.
2013.
Analisis
Partisipasi
Masyarakat
Lhokseumawe Dalam Penyusunan Rencana
Umum Tata Ruang Kota Lhokseumawe. Jurnal
Teknik Sipil Volume 2, No. 1, Februari 2013.
MAKALAH/ INTERNET
Haeruman, Herman. 2004. Penataan Ruang
dalam Era Otonomi Daerah yang Diperluas.
Available
from
http://www.bktrn.org;
INTERNET.
TESIS
Suciati. 2006. “Partisipasi Masyarakat dalam
Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota
Pati”, Program Pasca Sarjana, Magister Teknik
Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas
Diponegoro, Semarang.
PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota.
Dharmasraya Dalam Data Tahun 2013.
BAPPEDA dan BPS Kabupaten Dharmasraya,
2014.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Kabupaten
Dharmasraya.
BAPPEDA
Kabupaten Dharmasraya, 2014.
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
ARTIKEL
YUNI PURNAMA SYAFRI
NPM. 1310018312050
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2015
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
Yuni Purnama Syafri ¹) Alizar Hasan ²) Indra Khaidir1)
¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Andalas
Program Studi Teknik Sipil Universitas Bung Hatta
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Pulau Punjung is one of 11 subdistricts in the District Dharmasraya. Pulau Punjung of
approximately 482.5 km ². Government Dharmasraya through the Regional Development
Planning Board (Bappeda) Dharmasraya fit an arbitrary implement Preparation of Detailed
Spatial Plan (RDTR) and the Zoning Regulation as the elaboration and implementation of
Regional Regulation No. 10 of 2012 in 2013 to include methods for public participation in
public aspirations. The purpose of this study was to measure the level of public participation
in the process of preparation of Detailed Spatial Plan Area Pulau Punjung Dharmasraya. The
research data was obtained from informan through interviews, observation, and
documentation, so we get the result that the level of public participation is not effective,
society has not fully engaged, people involved merely provide input or suggestions, in
expressing the concept of the plan and approve the community plan has not been invited to.
Such participation occurs due to lack of socialization of Government and consultants,
information from the government as well as substandard and Government also less
transparant information.
Keywords: Participation, community, Detailed Spatial Plan (RDTR)
ABSTRAK
Abstrak: Kecamatan Pulau Punjung merupakan salah satu dari 11 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Dharmasraya. Luas Kecamatan Pulau Punjung sekitar 482,5 Km². Pemerintah
Kabupaten Dharmasraya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Dharmasraya sesuai kewenanganya melaksanakan Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2012 pada tahun 2013 dengan menyertakan metode partisipasi
masyarakat melalui penjaringan aspirasi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam proses Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya. Data penelitian ini diperoleh dari
informan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, sehingga didapatkan hasilnya
bahwa tingkat partisipasi masyarakat belum efektif, masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan,
masyarakat yang dilibatkan hanya sebatas memberikan masukan atau saran, dalam
mengemukakan konsep rencana dan memberikan persetujuan rencana masyarakat belum
diajak. Partisipasi semacam ini terjadi dikarenakan kurangnya sosialisasi dari Pemerintah
Daerah dan konsultan, informasi dari Pemerintah Daerah juga kurang lancar dan Pemerintah
Daerah juga kurang transparan memberikan informasi.
Kata Kunci : Partisipasi, masyarakat, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PENDAHULUAN
RTRW Kabupaten Dharmasraya sudah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 10
pada tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Dharmasraya Tahun
2011-2031.
Pemerintah
Kabupaten
Dharmasraya melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Dharmasraya.
Sesuai
kewenanganya
melaksanakan Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi
sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012,
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai
acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan
tingkat ketelitian peta mencapai 1 : 5.000 (satu
berbanding lima ribu). Sesuai dengan amanah
PP No. 15 Tahun 2010 dan untuk memberikan
kepastian hukum bagi seluruh kegiatan
pembangunan disuatu kawasan perlu disusun
RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ) yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Kawasan perencanaan kegiatan RDTR
Kawasan di Kabupaten Dharmasraya meliputi
kawasan diperkotaan di Kecamatan Pulau
Punjung. Dalam pelaksanaan penyiapan
instrumen penyusunan RDTR dilakukan
serangkaian kegiatan diskusi/seminar dan
wawancara
dalam
pengumpulan
data/informasi. Pendekatan partisipatif yang
menjadi target pekerjaan secara aktif dengan
melakukan perlibatan semua instasi terkait dan
juga yang paling penting keikutsertaan
masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan
Rencana Detai Tata Ruang (RDTR).
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Partisipasi Masyarakat
Menurut FAO dalam Mikkelsen
(2003) partisipasi adalah keterlibatan sukarela
oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri. Dari definisi di atas,
dapat diambil suatu pengertian bahwa yang
dimaksud
partisipasi
masyarakat dalam
penataan ruang adalah keikutsertaan dan
keterlibatan masyarakat dalam suatu proses
kegiatan penataan ruang, dimulai dari proses
penyusunan rencana tata ruang, pemanfatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Menurut Conyers (1994:154), ada tiga
alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat sangat penting.
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu
alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya
program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan
dan perencanaannya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Timbul anggapan bahwa merupakan suatu
hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan
dalam pembangunan masyarakat mereka
sendiri.
Bentuk Partisipasi Masyarakat
Variabel bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat dalam Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung
Kabupaten Dharmasraya meliputi sebagai
berikut:
• Sebagai pendengar;
• Pemberian sumbangan masukan/saran/usul;
• Pemberian sumbangan informasi/data;
• Pemberian bantuan memperjelas hak atas
ruang;
• Pengajuan keberatan terhadap rancangan
rencana.
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Arnstein (1969) menggambarkan
partisipasi masyarakat adalah suatu pola
bertingkat (ladder patern). Suatu tingkatan
yang terdiri dari 8 tingkat dimana tingkatan
paling bawah merupakan tingkat partisipasi
masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat
yang paling atas merupakan tingkat
dimana partisipasi masyarakat sudah sangat
besar dan kuat.
Tingkatan partisipasi
menurut Arnstein (1969) :
masyarakat
b. Kehadiran di dalam pertemuan.
c. Sumbangan-sumbangan.
d. Keanggotaan di dalam kepengurusan.
e. Kedudukan
kepengurusan.
anggota
di
dalam
Berdasarkan skala partisipasi individu
tersebut, maka dapat diklasifikasikan skala
yang digunakan sebagai variabel
untuk
mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan
Pulau
Punjung
Kabupaten
Dharmasraya adalah:
1.
Manipulasi (Manipulation)
2.
Terapi (Therapy)
3.
Pemberian Informasi (Informing)
4.
Konsultasi (Consultation)
5.
Penentraman (Placation)
6.
Kemitraan (Partnership)
7.
Pendelegasian
Power)
(Delegated
b. Keaktifan dalam mengemukakan
masukan/saran/usul.
8.
Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
c. Keterlibatan dalam menetapkan
konsep rencana.
Kekuasaan
a. Tingkat
kehadiran
rapat/pertemuan.
Pada tingkat tertinggi ini, partisipasi
masyarakat
berada
di
tingkat
yang
maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap
sektor meningkat. Masyarakat meminta
dengan mudah tingkat kekuasaan (atau
pengawasan) yang menjamin partisipan dan
sebuah
penduduk
dapat
menjalankan
program atau suatu lembaga akan berkuasa
penuh
baik
dalam
aspek
kebijakan
maupun
dan
dimungkinkan
untuk
menegosiasikan kondisi pada saat dimana
pihak luar bisa menggantikan mereka
(Sintomer et al, 2005). Namun sebenarnya
terbaik
untuk
tidak
ada
cara
merencanakan
dan
mengatur
sebuah
partisipasi masyarakat karena semua itu
harus menyesuaikan dengan kondisi (Connor,
1988).
Untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat dapat dilakukan dengan mengukur
tingkat partisipasi individu atau keterlibatan
individu dalam kegiatan bersama-sama yang
dapat diukur dengan skala yang dikemukakan
oleh Chapin (dalam Slamet, 1993:82-83),
yaitu:
dalam
d. Keterlibatan
memberikan
persetujuan terhadap rancangan
rencana.
Faktor-Faktor
Yang
Partisipasi Masyarakat
Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari
dalam
masyarakat
(internal),
yaitu
kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk
berpartisipasi, maupun faktor dari luar
masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan
lembaga formal yang ada (Kali, 2011).
Menurut
Parma
(2011),
faktor-faktor
internal
yang
mempengaruh partisipasi
masyarakat adalah jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
mata pencaharian. Faktor internal berasal
dari individu itu sendiri. Secara teoritis,
tingkah laku individu berhubungan erat atau
ditentukan oleh:
a) Jenis Kelamin
b) Usia
a. Keanggotaan dalam organisasi.
c) Tingkat Pendidikan
d) Tingkat Penghasilan
Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari
partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut:
e) Mata Pencaharian
Tipe-Tipe Partisipasi Masyarakat
Dusseldorp dalam Slamet (1993:1021), membuat klasifikasi tipe partisipasi yaitu:
1. Penggolongan
berdasarkan
derajat
kesukarelaan, terdiri dari partisipasi bebas
dan partisipasi terpaksa.
2. Penggolongan berdasarkan pada cara
keterlibatan,
terdiri
dari
partisipasi
langsung dan partisipasi tidak langsung.
3. Penggolongan
berdasarkan
pada
keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam
proses pembangunan terencana, terdiri dari
partisipasi lengkap dan partisipasi sebagian.
4. Penggolongan berdasarkan pada tingkatan
organisasi, terdiri dari partisipasi yang
terorganisasi dan partisipasi yang tidak
terorganisasi.
5. Penggolongan berdasarkan pada intensitas
dan frekuensi kegiatan, terdiri dari
partisipasi intensif dan partisipasi ekstensif.
6. Penggolongan berdasarkan pada lingkup
liputan kegiatan, terdiri dari partisipasi tak
terbatas dan partisipasi terbatas.
7. Penggolongan berdasarkan pada efektivitas,
terdiri dari partisipasi efektif dan partisipasi
tidak efektif.
8. Penggolongan berdasarkan pada siapa yang
terlibat
Orang-orang
yang
dapat
berpartisipasi dibedakan sebagai berikut:
a. Anggota masyarakat setempat
Penduduk setempat
Pemimpin setempat
b. Pegawai pemerintah
- Penduduk dalam masyarakat
- Bukan penduduk
c. Orang-orang luar
- Penduduk dalam masyarakat
- Bukan penduduk
d. Wakil-wakil masyarakat yang terpilih
9. Penggolongan berdasarkan gaya partisipasi
Dibedakan menjadi tiga model praktek
organisasi masyarakat yaitu:
a. Pembangunan lokalitas
b. Perencanaan sosial
c. Aksi sosial
Fingsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Carter (1977), Cormick (1979), Goulet
(1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan
1. Partisipasi
Kebijakan
Masyarakat
sebagai
suatu
2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi
3. Partisipasi Masyarakat
Komunikasi
sebagai
Alat
4. Partisipasi Masyarakat
Penyelesaian Sengketa
sebagai
Alat
5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi.
Pengertian Tata Ruang
Definisi Tata Ruang menurut UU No.
26 Tahun 2007:
• Ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat,ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup
melakukan
kegiatan
serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
• Tata ruang adalah wujud struktur dan pola
ruang.
• Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
• Pola ruang adalah distribusi peruntukan
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
• Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan Tata Ruang
Tata ruang merupakan suatu rencana
yang mengikat semua pihak, yang berbentuk
alokasi peruntukan ruang di suatu wilayah
perencanaan. Bentuk tata ruang pada dasarnya
dapat berupa alokasi letak, luas, dan atribut
lain (misalnya jenis dan intensitas kegiatan)
yang direncanakan dapat dicapai pada akhir
periode rencana. Selain bentuk tersebut, tata
ruang juga dapat berupa suatu prosedur belaka
(tanpa menunjuk alokasi letak, luas, dan
atribut lain) yang harus dipenuhi oleh para
pelaku pengguna ruang di wilayah rencana.
Namun tata ruang dapat pula terdiri dari
gabungan kedua bentuk diatas, yaitu terdapat
alokasi ruang dan juga terdapat prosedur
(Haeruman, 2004).
Langkah awal penataan ruang adalah
penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata
ruang diperlukan untuk mewujudkan tata
ruang yang memungkinkan semua kepentingan
manusia dapat terpenuhi secara optimal.
Rencana tata ruang, oleh sebab itu, merupakan
bagian
yang
penting
dalam
proses
pembangunan, bahkan merupakan persyaratan
untuk dilaksanakannya pembangunan, baik
bagi daerahdaerah yaag sudah tinggi intensitas
kegiatannya maupun bagi daerah-daerah yang
baru mulai tumbuh dan berkembang.
kegiatan dalam kawasan fungsional, agar
tercipta lingkungan yang harmonis antara
kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam
kawasan fungsional tersebut. Jangka waktu
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan ini adalah 5 tahun dan dituangkan
ke dalam peta rencana dengan skala 1 : 5.000
atau lebih.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan bagi Pemerintah Daerah adalah
sebagai pedoman untuk:
•
Pemberian advis planning;
•
Pengaturan bangunan setempat;
•
Penyusunan rencana teknik ruang
kawasan perkotaan atau rencana tata
bangunan dan lingkungan;
•
Pelaksanaan program pembangunan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Adapun muatan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
Definisi Rencana Detail Tata Ruang
menurut Permen PU No. 20 Tahun 2011 pasal
1 adalah :
1. Tujuan pengembangan kawasan fungsional
perkotaan;
• Rencana detail tata ruang kabupaten/kota
yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang
wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi
dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Secara umum definisi Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) adalah : penjabaran dari
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
Kota/Kabupaten
ke
dalam
rencana
pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang
Bagian Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan
secara terperinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan
perkotaan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan juga merupakan rencana yang
menetapkan blok-blok peruntukan pada
kawasan fungsional perkotaan, sebagai
penjabaran “kegiatan” ke dalam wujud ruang,
dengan memperhatikan keterkaitan antara
2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan
ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
a.Struktur pemanfaatan ruang, yang
meliputi
distribusi
penduduk,
struktur pelayanan kegiatan kawasan
perkotaan,
sistem
jaringan
pergerakan,
sistem
jaringan
telekomunikasi, sistem jaringan
energi, dan sistem prasarana
pengelolaan lingkungan;
b. Pola pemanfaatan ruang, yang
meliputi pengembangan kawasan
fungsional (kawasan permukiman,
perdagangan, jasa, pemerintahan,
pariwisata, perindustrian) dalam
blok-blok peruntukan.
3. Pedoman
pelaksanaan
pembangunan
kawasan fungsional perkotaan meliputi:
4. Arahan
kepadatan
bangunan
density/KDB)
untuk
setiap
peruntukan;
(net
blok
beberapa pertanyaan secara sistematis
dan telah disusun sebelumnya.
5. Arahan ketinggian bangunan (maximum
height/KLB) untuk setiap blok peruntukan;
6. Arahan garis sempadan bangunan untuk
setiap blok peruntukan;
7. Rencana penanganan
peruntukan;
lingkungan
blok
8. Rencana penanganan jaringan prasarana
dan sarana.
9. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan fungsional perkotaan.
-
Wawancara tidak berstruktur (Non
Schedule Standardised Interview),
adalah wawancara dengan mengajukan
beberapa pertanyaan secara lebih luas
dan leluasa tanpa terikat oleh susunan
pertanyaan.
2. Observasi Partisipatif
Observation)
(Participant
3. Observasi Partisipatif
Observation)
(Participant
Metode Penelitian
Teknik Analisis Data
Metoda penelitian adalah tatacara
bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.
Mendasarkan pada pelaksanaan penelitian,
maka metoda penelitian yang akan digunakan
adalah penelitian kualitatif. Metoda ini
digunakan untuk melukiskan secara sistematis
fakta atau karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu secara aktual dan cermat,
menitikberatkan pada observasi dan suasana
alamiah (Hasan, 2002:22).
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan
jenis metode kualitatif dimana data diperoleh
melalui wawancara bebas dan observasi.
Berdasarkan pengumpulan data tersebut,
diharapkan akan diperoleh data yang akurat
mengenai partisipasi masyarakat dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Pulau Punjung. Adapun substansi
yang akan menjadi fokus dalam penelitian
ini yaitu masyarakat yang ikut serta dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Pulau Punjung.
Teknik Pengumpulan Data
Analisa data dilakukan bersamaan
dengan
pengumpulan
data.
Penelitian
bertumpu pada triangulation data yang
dihasilkan dari tiga metode, (Chariri, 2009) :
1. Wawancara ( Interview)
-
Wawancara berstruktur (Schedule
Standardised
Interview),
yaitu
wawancara
dengan
mengajukan
Ketika data mulai terkumpul dari hasil
wawancara, observasi dan telaah catatan,
analisis data harus segera dilakukan untuk
menentukan pengumpulan data berikutnya,
(Chariri, 2009). Dengan demikian proses
analisis ini menggunakan model linier atau
analisis mengalir (flow model analysis). Pada
saat wawancara peneliti sudah melakukan
analisis terhadap jawaban yang diwawancarai.
Setelah dianalisis belum terasa memuaskan,
maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan
lagi lagi sampai tahap tertentu sampai
diperoleh data yang kredibel.
Teknik Penulisan Laporan
Laporan penelitian pada dasarnya
merupakan dokumen tertulis yang digunakan
untuk mengkomunikasikan isu, metode dan
temuan penelitian. Jadi laporan penelitian
bukan summary of findings, tetapi catatan
tentang proses penelitian yang berkaitan
dengan alasan penelitian, deskripsi tahapan
penelitian, penyajian data dan diskusi atau
pembahasan tentang bagaimana data tersebut
menjelaskan pertanyaan penelitian, (Chariri,
2009).
Instrumen Penelitian
Instrumen
adalah
alat
untuk
mengumpulkan data sehingga satu-satunya
instrument dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti sendiri karena peneliti sebagai
pengumpul data yang mempengaruhi terhadap
faktor instrument, (Bungin, 2003).
PEMBAHASAN
Kehadiran Masyarakat
Dari 50 (lima puluh) undangan yang
disebarkan 40 (empat puluh) orang menghadiri
rapat kegiatan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung tersebut
mereka terdiri dari kepala-kepala SKPD
terkait, dari kecamatan, pejabat nagari, dan
tokoh-tokoh masyarakat dari 6 (enam) nagari
yaitu 80 %.
Masukan dan Saran
Kawasan
perencanaan
kegiatan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Pulau Punjung di Kabupaten Dharmasraya
meliputi kawasan perkotaan di Kecamatan
Pulau Punjung sehingga lebih memfokuskan
ke Nagari yang merupakan pusat perkotaan
yaitu dua Nagari yang terdiri dari nagari IV
Koto Pulau Punjung dan Nagari Sungai
Kambut.
Dalam setiap kali rapat, Pemerintah
Nagari dan masyarakat cukup berpartisipasi
memberikan masukan/saran apalagi jika
menyangkut Nagari mereka. Masyarakat/
tokoh masyarakat yang dilibatkan hanya yang
berada dikawasan perkotaan dan sangat aktif
memberikan masukan dan sarannya, tetapi
walaupun begitu masih ada Wali Nagari yang
tetap
mengajak
masyarakatnya
untuk
menghadiri rapat yaitu Nagari Sungai Dareh
dan Nagari Gunung selasih.
Minimnya Pertemuan dan Sosialisasi
Waktu
itu
Bappeda
hanya
mengadakan 3 kali pertemuan menurut tokoh
masyarakat dan wali nagari pertemuan tersebut
masih kurang, karena masih banyak informasi
yang harus disampaikan.
Selain kurangnya pertemuan yang
diadakan
Pemda,
masyarakat
juga
menyayangkan Pemda dan konsultan kurang
mengadakan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai kegiatan RDTR Kawasan Pulau
Punjung, karena tidak semua masyarakat tahu
dengan tata ruang.
Minimnya Informasi Dari Pemda
Kurangnya informasi yang sampai ke
nagari-nagari, Kurangnya komunikasi dan
informasi dari Pemda itu menjadi kendala
dalam partisipasi selama ini, setiap masukan
kami dalam rapat selalu diterima tetapi
hasilnya tidak pernah dibicarakan kembali.
Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung
Dari pernyataan informan-informan
diatas maka bisa disimpulkan bahwa tingkat
partisipasi masyarakat dalam penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau
Punjung berada pada tingkat keempat tangga
dari delapan tangga partisipasi Arnstein yaitu
berada pada tingkat Consultation (konsultasi)
yaitu
mengundang
pendapat-pendapat
masyarakat merupakan langkah selanjutnya
setelah pemberian informasi.
Arnstein
menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi
langkah yang sah menuju tingkat partisipasi
penuh. Namun, komunikasi 2 arah ini
sifatnya tetap buatan (artificial) karena tidak
ada jaminan perhatian-perhatian masyarakat
dan
ide-ide
akan
dijadikan
bahan
pertimbangan.
Metode
yang
biasanya
digunakan pada konsultasi masyarakat adalah
survei mengenai perilaku, pertemuan antar
tetangga, dan dengar pendapat. Di sini
partisipasi tetap menjadi sebuah ritual
yang semu. Masyarakat pada umumnya
hanya menerima gambaran statistik, dan
partisipasi merupakan suatu penekanan pada
berapa jumlah orang yang datang pada
pertemuan, membawa pulang brosur-brosur,
atau menjawab sebuah kuesioner (Amado et
al, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Pulau Punjung belum efektif.
Terlihat masyarakat yang hadir setelah ada
undangan dari Bappeda dan masyarakat
yang datang terbatas. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya sosialisasi
dari Pemerintah Daerah dan konsultan.
Informasi dari Pemerintah Daerah juga
kurang lancar dan Pemerintah Daerah juga
kurang transparan memberikan informasi
hal tersebut merupakan hambatan yang
menjadi kendala partisipasi masyarakat
dalam penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan di Kecamatan Pulau
Punjung.
2. Dalam kegiatan penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau
Punjung masyarakat belum sepenuhnya
dilibatkan, masyarakat dilibatkan hanya
sebatas memberikan masukan atau saran,
dalam mengemukakan konsep rencana dan
memberikan
persetujuan
rencana
masyarakat belum diajak.
3. Pemerintah daerah agar lebih giat lagi
untuk memperbaiki bagaimana tata cara
peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang di daerah mereka
sebaiknya. Permendagri No. 56 Tahun
2014 peraturan per-undangan yang menjadi
acuan dalam kegiatan ini salah satunya
menjelaskan bahwa pengumuman rencana
penyusunan Rencana tata ruang dilakukan
melalui media cetak dan media elektronik
yang ada di daerah bukan hanya lewat
undangan saja sehingga yang mengetahui
pelaksanaan kegiatan tersebut bukan
kalangan tertentu saja tetapi masyarakat
umum.
Saran
1. Dari hasil penelitian, kegiatan penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Pulau Punjung hendaknya
partisipasi
masyarakatnya
lebih
ditingkatkan lagi karena masyarakat jauh
lebih tahu dengan kondisi daerahnya.
2. Tidak
dibatasi
buat
kehadiran
masyarakatnya, seluruh lembaga nagari
hendaknya diundang agar informasi yang
ditampung jauh lebih banyak.
3. Pemerintah Daerah harus turun kelapangan
untuk melakukan sosialisai kepada
masyarakat sehingga masyarakat betulbetul merasa dilibatkan dan mendukung
kegiatan tersebut.
4. Pemerintah Daerah harus lebih tranparan
lagi memberikan informasi mengenai
perkembangan kegiatan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau
Punjung sehingga tidak ada lagi informasi
yang sumbang dan terputus.
5. Hendaknya
penjaringan
aspirasi
masyarakat tidak hanya dalam forum rapat
saja, konsultan yang terlibat harus lebih
sering turun kelapangan melakukan survei
dan mewawancari langsung masyarakat
yang berada dikawasan perencanaan
kegiatan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kawasan Pulau Punjung.
6. Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau
Punjung hendaknya pemda menerapkan
tata cara peran serta masyarakat sesuai
dengan pemendagri no. 56 tahun 2014
bahwa dari segi pengumuman lebih
diperluas yaitu melalui media cetak dan
media elektronik bukan melalui undangan,
sehingga masyarakat yang dilibatkan tidak
dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Finlay, L. 2006, “Going Exploring’: The
Nature of Qualitative Research”, Qualitative
Research for Allied Health Professionals:
Challenging Choices. Edited by Linda Finlay
and Claire Ballinger. New York: John Wiley
& Sons Ltd.
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi,
Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit
Alumni.
Soetrisno,
Loekman.
1995.
Menuju
Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.
Soefaat, et al. 1998. Kamus Tata Ruang.
Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum dan Ikatan Ahli
Perencanaan Indonesia.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian
Partisipatoris
dan
Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Terjemahan Matheos Nalle.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Panudju,
Bambang.
1999.
Pengadaan
Perumahan Kota dengan Peran Serta
Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung:
Penerbit Alumni.
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang.
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di
Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Terjemahan
Susetiawan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan
Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. Jakarta: CIDES.
Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat
Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
JURNAL
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Dharmasraya.
Arnstein, Sherry. 1969. A Ladder of Citizen
Participation. Journal of the American
Planning Association, Volume 35, No. 4, Juli
1969.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56
Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata
Ruang di Daerah.
Budihardjo, Eko. 2005.
Perkotaan.Bandung: Alumni.
BUKU DATA/ LAPORAN
Tata
Ruang
Faisal, Alfiansyah Yulianur BC, Sugianto.
2013.
Analisis
Partisipasi
Masyarakat
Lhokseumawe Dalam Penyusunan Rencana
Umum Tata Ruang Kota Lhokseumawe. Jurnal
Teknik Sipil Volume 2, No. 1, Februari 2013.
MAKALAH/ INTERNET
Haeruman, Herman. 2004. Penataan Ruang
dalam Era Otonomi Daerah yang Diperluas.
Available
from
http://www.bktrn.org;
INTERNET.
TESIS
Suciati. 2006. “Partisipasi Masyarakat dalam
Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota
Pati”, Program Pasca Sarjana, Magister Teknik
Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas
Diponegoro, Semarang.
PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota.
Dharmasraya Dalam Data Tahun 2013.
BAPPEDA dan BPS Kabupaten Dharmasraya,
2014.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Kabupaten
Dharmasraya.
BAPPEDA
Kabupaten Dharmasraya, 2014.