pemilu 2014 kota padang doc

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbedaaan antara laki – laki dan perempuan adalah cerita lama yang akan
selalu menjadi buah bibir orang – orang, perbedaan yang dimaksud tidak
hanya pada faktor biologis semata yaitu fisik, karena memang laki – laki
secara kodrati memiliki bentuk fisik dan power lebih besar dari pada wanita.
Perbedaan secara sex (jenis kelamin) antara dua jenis anak Adam tersebut
membawa dampak yang secara kodrati sangat jauh berbeda satu dengan yang
lainya, seperti seorang perempuan menjadi seorang ibu dia akan melalui frase
hamil, melahirkan dan menyusui anak – anaknya hal ini tentu tidak bisa
dilakukan oleh seorang ayah. Perbedaan secara sex memang merupakan
karunia Tuhan yang luar biasa yang tidak bisa ditolak, ataupun diminta dan
diubah walapun banyak orang pada zaman sekarang yang bisa mengubah jenis
kelamin namun tidak bisa mengubah kodrat yang dibawa sejak lahir.
Karena perbedaan secara sex antara laki –laki dan perempuan yang kodrati
membawa dampak sosial kultural, secara kesempatan dan peluang pada banyak
bidang seperti Ekonomi, Politik, Pendidikan. Orang masih melihat melihat
perbedaan yang jelas antara laki – laki dan perempuan, hal ini terlihat dari
penguasaan sektor Publik yang didominasi oleh laki – laki sedangkan
perempuan banyak mengerjakan pekerjaan pada sektor domestik (urusan
rumah tangga). Hal ini terjadi tidak hanya karena kualitas perempuan yang

terkadang kurang bisa bersaing jika dibandingkan dengan laki – laki ditambah
lagi beberapa masyarakat yang ada juga menganut budaya patriarki1 tentunya
1 Budaya yang beranggapan bahwa laki – laki lebih superior (lebih tinggi) dan perempuan
Inferior (lebih rendah)

akan semakin membuat posisi wanita sulit mendapatkan aksespada sektor
domestik yang selama ini memang selalu dikendalikan oleh laki – laki.
Berbagai diskriminasi yang diterima para perempuan selama ini seperti
ketimpangan pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan
perempuan, marginalisasi,

subordinasi perempuan, stereotip jenis kelamin,

beban kerja yang lebih berat (Wirdanengsih 2011)2 bukanlah karena perbedaan
jenis kelamin yang mereka miliki tetapi lebih banyak karena permasalahan
gender yang berkembang ditengah – tengah masyarakat Indonesia yang
menguasai sektor publik sangat didominsi oleh para laki – laki tidak terkecuali
pada ranah politik. Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki
– laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau

keibuan. Sementara para laki – laki dianggap kuat, rasional, jantan dan
perkasa.3 Ciri ini sebenarnya dapat dipertukarkan artinya laki – laki juga bisa
memiliki sifat seperti perempuan dan begitu juga sebaliknya.
Permasalahan adanya gender dalam politik selama ini tidak dapat
dipungkiri kenyataannya. Politik memang seperti dunianya kaum laki – laki
secara kultural, namun sebenarnya kaum perempuan juga memiliki hak sama
dalam kebebasan berpolitik baik itu keterlibatan politik secara pasif maupun
keterlibatan secara aktif. Dalam keterlibatan para perempuan dalam politik
praktis selama ini dinilai kurang memdapatkan porsi yang selayaknya,
walaupun telah banyak hal ini mendapatkan perhatian berbagai pihak mulai
dari aparatur negara sampai pada pihak – pihak yang juga memperjuangkan
2 Wirdanengsih, 2011. Dinamika perempuan dalam kajian gender. Bogor : Yayasan Lentera
Istiqlal (Hal 3-5)
3 Op cit. (Hal. 8)

hak para kaum perempuan di panggung politik. Hal ini dilihat dari Intruksi
Presiden Republik Indonesia (INPRES) No 9 tahun 2000 Pengarusutamaan
Gender Dalam Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Konvensi
mengenai hak politik perempuan tahun 1952 diratifikasi menjadi UU No 68
Tahun 1958, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3277).
Jika bicara gender dalam panggung politik, terutama politik di Indonesia
masih banyak beraromakan gender, walaupun berbagai cara yang telah
ditempuh agar proposisi dan keterwakilan perempuan diPangung politik dapat
mewakili suara parempuan. Adanya quota 30 % pada pemilu tahun 2004 dan
sistem silang seling bagi perempuan pada pemilu 2009 sehingga setiap parpol
harus memiliki kader atau caleg perempuan dengan munculnya aturan baru
tersebut hal ini merupakan tindakan affirmatif action guna memberi
kesempatan seluas – luasnya bagi perempuan berkiprah di bidang politik
namun hal ini belum memberikan kesempatan keterwakilan perempuan dengan
sistem penempatan caleg secara Zig Zag dengan harapan keterwakilan
perempuan dengan jumlah yang lebih banyak lagi, harapan ini seolah – olah
gugur dengan keluarnya keputusan mahkamah konstitusi No 22-24/PUVI/2008 dengan keputusan caleg yang terpilih adalah berdasarkan suara
terbanyak bukan no urut lagi.
Di samping itu banyak orang yang mempertanyakan kualifikasi caleg
perempuan dalam panggung politik, secara umum masyarakat Indonesia

memang memiliki persepsi masing – masing tentang perempuan dan

dibandingkan laki – laki mereka memiliki tingkat kepercayaan sendiri dalam
masyarakat. Ini juga permasalahan gender karena anggapan laki – laki lebih
layak dan patut menjadi pemimpin dari pada perempuan. Tentunya ini sebuah
penilaian yang sangat subjektif terhadap salah satu jenis kelamin padahal
kecakapan dalam memimpin, kecerdasan, pengalaman, perilaku bukanlah hal
yang kodrati dibawa dari lahir karena hal itu bisa didapat dari proses
pembelajaran sepanjang hayat. Artinya apa, untuk menjadi pemimpin yang
baik, bagus dan panutan serta berdedikasi yang tinggi (loyalitas) terhadap tugas
yang diembannya bukanlah hak mutlak yang hanya bisa dimiliki oleh kaum
laki – laki semata, para perempuan juga bisa masuk kepanggung politik dengan
kualitas – kualitas yang dapat dipertimbangakan, tidak sedikit wanita yang
mampu menaklukan panggung politik dengan background yang berkualifikasi
sama seperti laki – laki baik dari segi pandidikan, pengalaman organisasi
maupun jaringan sosial yang luas.
Konteks perempuan dalam panggung politki memang sangat subjektif
sekali karena pandangan masyarakat Indonesia masih memiliki budaya
patriarki yang tinggi dan propaganda yang berbau gender selama ini. Tak
terkecuali di Sumatera Barat, Jika melihat dari perbandingan jumlah penduduk
Indonesia BPS jumlah Penduduk Indonesia sekarang 244.011.299 jiwa dan
khusus Provinsi Sumatera Barat 4.555.810 jiwa dengan perbandingan jumlah

laki – laki 2.248.970 jiwa dan perempuan 2.306.840 dengan sex ratio 07. 4
Dari data yang BPS di atas terlihat perbandingan jumlah penduduk
Indonesia khususnya Sumatera Barat dimana jumlah penduduk perempuan
4 BPS (Badan Pusat Statistik). Diakses 20 Maret 2014

lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki – laki namun keterwakilan secara
politik wanita jauh lebih sedikit dari laki – laki padahal ada banyak wacana
tentang perempuan yang juga harus melibatkan perempuan itu langsung dalam
panggung politik. Ketimpangan jumlah perwakilan politik memang jelas sekali
terlihat Di Indonesia seperti data Hasil riset Puskapol UI5 tentang pencalonan
perempuan pada Pemilu 2009 menunjukkan bahwa memperbanyak jumlah
caleg perempuan akan membuka peluang keterpilihannya di setiap daerah
pemilihan. Data berikut ini menunjukkan untuk pencalonan DPR RI, total
wilayah daerah pemilihan (gabungan kabupaten/kota) tingkat DPR RI yang
pencalonan perempuan di bawah 30% terdapat di 8 daerah pemilihan dari 77
daerah pemilihan DPR RI, atau setara 10% total wilayah. Seperti dilihat pada
tabel berikut ini:

No


1

Daerah Pemilihan DPR yang pencalonan perempuan
% caleg
di bawah 30% pada Pemilu 2009
perempuan
di dapil
Papua
21.89%

2

Jawa Timur 10 (Lamongan, Gresik)
23.97%

3

Papua Barat
24.14%


4

Sulawesi Selatan 2 (Sinjai, Bone, Maros, Bulukumba,
Pangkajene Kepulauan, Barru, Kota Pare Pare, Soppeng,
Wajo)

27.78%

5 Puscapol. UI. Center For Pilitical Studies. Pecalonan 30 % Perempuan Pada Pemilu 2014.
Diakses 21 Maret 2014

5

6

Jawa Tengah 1 (Semarang, Kendal, Kota Salatiga, Kota
Semarang)

28.03%


Maluku Utara
28.05%

7

8

Aceh 1 (Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Besar,
Pidie, Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya,
Gayo Lues, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh
Tenggara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil, Simeulue
Jawa Tengah 3 (Grobogan, Blora, Rembang, Pati)

28.38%

28.77%
Perolehan suara caleg perempuan juga signifikan menambah perolehan
suara partai politik di setiap daerah pemilihan. Data Puskapol UI menunjukkan
dari total suara pemilih untuk caleg DPR RI (71.865.110), sejumlah 16 juta
adalah suara pemilih yang diberikan untuk caleg perempuan (setara 22,45%).

Selanjutnya dilihat dari data 463 kabupaten/kota, terdapat di 206 kab/kota,
suara yang diberiukan untuk caleg perempuan mencapai 11-20%. Bahkan ada
sejumlah kabupaten/kota yang suara untuk caleg perempuan mencapai lebih
dari 50%, melebihi jumlah suara untuk caleg laki-laki. Ini merupakan wilayah
tinggi perolehan suara caleg perempuan yang (mestinya) potensial bagi
keterpilihan caleg perempuan. Seperti informasi tabel berikut ini:

No

Persen perolehan suara caleg
perempuan DPR di kabupaten/kota

Jumlah kabupaten/kota
(total 463 kab/kota)

0 – 10%

50 kab/kota (11%)

11- 20%


206 kab/kota (44%)

1

2

21 – 30%

134 kab/kota (29%)

31 – 50%

66 kab/kota (14%)

Di atas 50%

7 kab/kota (2%)

3


4

5
Data di atas telah memberikan gambaran tentang peluang dan kiprah
perempuan dipanggung politik.
Sumatera Barat salah satu Provinsi yang juga ikut dalam pemilu 2014.
Secara konstitusi tentunya hak semua perempuan Indonesia tak terkecuali
siapapun dia, dari latar belakang apapun berhak mendaftarkan diri menjadi
caleg. Begitupun perempuan di Sumatera Barat juga berhak mendapatkan hak
berpolitik salah satunya dengan cara menjadi kader dan caleg yang akan
diusung oleh 15 parpol yang lulus verifikasi pemilu dan seleksi untuk
mengikuti pemilu 2014 seperti data KPU Sumbar6

No

Dapil 1

Dapil 2

Dapil 3

Dapil 4

Dapil 5

Jumlah

Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Nasdem

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PKB

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

Parpol

1

2

6 www.kpu-sumbarprov.go.id diakses 6 Juni 2014

PKS

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PDIP

6

3

5

3

6

4

5

3

6

3

28

16

Golkar

6

3

6

3

7

3

5

3

5

3

29

15

Gerindra

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

Demokrat

6

3

6

3

7

3

5

3

5

4

29

16

PAN

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PPP

6

3

6

3

7

3

5

3

5

3

29

15

Hanura

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PBB

6

3

6

3

6

4

5

3

6

3

29

16

PKPI

6

3

0

0

7

3

5

3

6

3

24

12

348

180

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12
Jumlah

Ket:
Dapil 1: Kecamatan Koto Tangah
Dapil 2: Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji
Dapil 3: Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Lubuk Begalung,
Kecamatan Lubuk Kilangan
Dapil 4: Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Timur
Dapil 5: Kecamatan padang Barat, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan
Nanggalo.

Dari data KPU Sumbar di atas dapat terlihat data jumlah caleg perempuan
di Kota padang masih sangat minim dibandingkan dengan caleg laki – laki,
namun dengan munculnya banyak perempuan sebagai caleg tentunya
membawa angin segar pada aspirasi politik kaum perempuan. Permasalahanya
adalah pegakuan secara sosial kultural terhadap caleg – caleg perempuan yang
mengajukan diri dalam pemilu. Pengakuan secara sosial kultural itu jauh lebih
penting dari pada pengakuan legitimasi secara hukum dan tertulis, karena
menyangkut

kepercayaan

masyarakat

umum

untuk

memilih

seorang

perempuan menjadi wakil mereka di panggung politi. Hal ini juga di perkuat
oleh paham – paham gender yang berkembang di tengah – tengah masyarakat
Indonesia pada umumnya dan masyarakat sumatera Barat pada Khususnya.
Adanya keyakinan yang telah tertanam kuat dan mengakar dalam masyarakat
Sumatera Barat yang mayoritasnya adalah orang Minangkabau bahwa
pemimpin itu sebaiknya kaum laki – laki, bahkan dengan semboyan “jika
masih ada laki – laki sebagai calon pemimpin mengapa harus memilih yang
perempuan”. Cara berpikir seperti ini adalah efek dari paham gender dan
penilaian secara subjektif terhadap kemampuan perempuan dalam bidang
politi. Hal ini tanpa disadari telah membuat kaum perempuan terdiskriminasi
secara sosial di panggung politik. Seakan – akan perempuan masuk panggung
politik di Sumatera Barat hanya untuk meramaikan pesta demokrasi semata ,
mereka sebagai pelengkap daftar urut caleg, hanya untuk mempercantik nama
parpol karena telah mengusung nama perempuan dan untuk lulus syarat yang
ditetapkan KPU dengan mengusung caleg perempuan 30 % dari quota. Lebih

parahnya lagi jika perempuan mendaftarkan diri sebagai caleg mereka seakan –
akan sudah benar – benar harus siap kalah dan kehilangan semua yang telah
dikorbankan selama proses pemilihan hal ini juga diperparah dengan
Stereotipe7, Kenyataannya ialah bahwa setiap kehidupan wanita itu mencakup
pekerjaan, keluwesan dan kebutuhan adanya kerjasama, dalam hal ini lebih
dahulu kita akan mengamati peran – peran umum yang berlawanan, yaitu:
wanita rumah tangga dan wanita karier8 tak terkecuali berkarier di panggung
politik. Jika hal ini benar maka kecil sekali kemungkinan para perempuan bisa
berkiprah di panggung politik dengan jumlah yang bisa bersaing dengan
jumlah caleg laki – laki yang selama ini telah didominasi oleh para laki – laki
akibat konstruksi sosiokultural (gender) terutama di Sumatera Barat. Antara
masyarakat dengan politik sendiri memiliki hubungan timbal balik9
Politik (Proses dan sistem)
kebijakan, pengambilan keputusan,
kekuasaan, negara, dan pembagian
Ket:
Interaksi Sosial:
: Hubungan timbal balik(distribution)
atau
alokasi
Proses dan pola
: Hubungan inklusif
(Allocation), dan lain - lain
Artinya masyarakat merupakan suatu realitas yang di dalamnya terjadi
Masyarakat

proses interaksi sosial dan pola interaksi sosial. Jadi ketika masyarakat
menerima ataupun menolak figur seorang perempuan di ranah politik
tergantung kondisi sosial budaya dan pola pikir masyarakat.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis ingin memfokuskan
penelitian ini pada

keterkaitan gender dengan tingkat partisipasi caleg

7 Stereotipe : sikap yang memberikan anggapan / penilaian mengenai sifat/ karakter kelompok
tertentu berdasarkan prasangka subjektif dan mengabaikan fakta. Atau sebagai pemberian citra
kaku terhadap kelompok lain (Suku bangsa, Ras, Agama, Jenis kelamin )
8 Brunetta R. Wolfman. 1989. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Kanisius hal 21
9 Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group hal 13

perempuan pada pemilu legislatif 2014. Berangkat dari permasalah tersebut
maka pertanyaan yang akan dijawab adalah Apakah gender mempengaruhi
tingkat partisipasi politik perempuan pada pemilihan calon legislatif ?.
C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Apakah

gender mempengaruhi

tingkat partisipasi politik perempuan pada pemilihan calon legislatif.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis: akan menghasilkan tulisan ilmiah yang berkaitan
dengan gender dan politik, juga memberikan analisis tersendiri dalam
melihat fenomena politik dalam perspektif gender.
2. Manfaat praktis: penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat yang ingin terjun dan berkiprah di panggung politik serta
ingin memberikan pemahaman terntang gender dan politik

Daftar Pustaka

Brunetta R. Wolfman. 1989. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Kanisius
Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Jackson, Stevi dan Jackie, Jones. 2009. Pengantar Teori – Teori Feminisme
Kontemporer. Yogyakarta & Bandung : Jalasutra (sumber terjemahan
Contemporary Feminist Theories, Edited By Stevi Jackson and Jackie
Jones, New York University Press, 1998)
Puscapol. UI. Center For Pilitical Studies. Pecalonan 30 % Perempuan
Pada Pemilu 2014. Diakses 21 Maret 2014
Wirdanengsih, 2011. Dinamika Perempuan Dalam Kajian Gender. Bogor :
Yayasan Lentera Istiqlal
www//http:BPS(Badan Pusat Statistik). Diakses 20 Maret 2014
www.kpu-sumbarprov.go.id diakses 6 Juni 2014

Out Line
Tingkat Patisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilu
2014
(Analisis Antropologi Gender)

Arjenia Tona Arman
17605/2010

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014