ABSES PARU DAN HEMATOTORAK. docx

ABSES PARU
DEFINISI
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan
“necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun
mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena
aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada
umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru
sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita
dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska
obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing
yang sering menjadi penyebab abses paru.
ETIOLOGI
Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai dengan urutan
frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:
1.

Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)

2.


Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu

3.

Perluasan abses subdiafragmatika

4.

Berasal dari luka traumatik paru

5.

Infark paru yang terinfeksi
Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, mikroorganisme penyebab umumnya berupa
campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk
kuman aerob dan anaerob seperti Streptokok, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain.

Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995) adalah:
1.


Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium sp; Anaerobic cocci:
Microaerophilic streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.

2.

Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus
sp; Gram-negative cocci
Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses
paru:
1. Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa streptocicci,
Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei
2. Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M. Kansasii.
3. Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides
immitis, Blastocystis homini
4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfeksi
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan
ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang
menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan
aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segment apikal lobus superior atau segmen superior
lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material
yang terhirup. Material yang terhirup akan menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul
atelektasis yang disertai dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul
pneumonia.
MANIFESTASI KLINIS.
1.

Gejala klinis :
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya

menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
d. Nyeri dada ( 50% kasus)
e. Batuk darah ( 25% kasus)
f.Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat,
sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2.

Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya.
Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran  2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus
maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tandatanda konsolidasi (opasitas).

3.

Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm 3 (90% kasus)

bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan
meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal
untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan
diagnosa klinis dan etiologis.
PATHOFISIOLOGI
1.

PATHOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis.
Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses,
melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar
bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya
berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10).

2.


PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi.
Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila
berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim
paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan
langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi
bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru
yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada
aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena
pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

PATHWAY


PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.

Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3

a.

bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan
meningkat > 58 mm / 1 jam.
b.

Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan
awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c.

Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam

menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.

d.
2.

Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri
Radiologi

Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya.
Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada
paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat
Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan
gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak
teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh
darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan
paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah
paru kanan bawah.
3.


Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan
dengan bronkus.

DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan
pemeriksaan phisik saja.

Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan :
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan
batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan
epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau
adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya
abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab
infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid
level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.

5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak
berhubungan dengan bronkus.
DIAGNOSA BANDING
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan
pada infeksi jamur ditemukan jamur.
4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan
simple pneumoconiosis pada penderita.
8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu
membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.
TATA LAKSANA

1.


MedikaMentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian
dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada
saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram
negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G
dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain
adalah kombinasi Imipenem dengan β Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial
yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon
radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas,
jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

2.

Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat
proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3.

Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a.

Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

b.

Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

c.

Infeksi paru yang berulang

d.

Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

HAEMOTOTHORAX
DEFINISI
Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru (rongga pleura).
Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.Trauma misalnya :


Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.



Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh pembuluh internal.

Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura Henoch-Schönlein dapat
menyebabkan spontan hemotoraks. Adenomatoid malformasi kongenital kistik: malformasi ini kadang-kadang
mengalami komplikasi, seperti hemothorax.
ETIOLOGI
1.

Traumatik


Trauma tumpul.



Trauma tembus (termasuk iatrogenik)

2.

Nontraumatik / spontan


Neoplasma.



komplikasi antikoagulan.



emboli paru dengan infark



robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan.



Bullous emphysema.



Nekrosis akibat infeksi.



Tuberculosis.



fistula arteri atau vena pulmonal.



telangiectasia hemoragik herediter.



kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma aorta pars thoraxica, aneurisma arteri
mamaria interna).



sekuestrasi intralobar dan ekstralobar.



patologi abdomen ( pancreatic pseudocyst, splenic artery aneurysm, hemoperitoneum).



Catamenial

PATOFISIOLOGI
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah
berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan
pecahnya membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini
memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari
volume darah seseorang.
Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler, kolaps terjadi
pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil , sehingga takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah
menurun. Vs :T ,S , N. Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia.
Gejala / tanda klinis Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada.
Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.
Pemeriksaan diagnostik.
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).

2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan
dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
TANDA DAN GEJALA
·

Denyut jantung yang cepat

·

Kecemasan

·

Kegelisahan

·

Kelelahan

·

Kulit yang dingin dan berkeringat

·

Kulit yang pucat

·

Rasa sakit di dada

·

Sesak nafas

KOMPLIKASI
1. Komplikasi dapat berupa :
1. Kegagalan pernafasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar toraks)
memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba,
paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan
mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut pneumotoraks ).
DERAJAT PERDARAHAN
a.

Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)


Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.



Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.



Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

b.

Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)


Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.



Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.

c.

Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)


Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oliguria,
dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.



Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.



Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah
seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

d.

Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)


Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit
(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan
status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.



Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

PROGNOSIS
Apabila dibiarkan tidak dirawat, akumulasi darah akan sampai pada titik dimana mulai menekan mediastinum
dan trakea
FAKTOR RESIKO
1. a.

Risiko terjangkit Hemotoraks meningkat bila Anda:



Sebelumnya pernah menjalani Bedah Dada



Sebelumnya pernah menjalani Bedah Jantung



Sedang menderita Gangguan Pendarahan



Sedang menderita Tuberkulosis



Telah didiagnosa mengidap Kanker Paru

DIAGNOSIS
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Inspeksi

: ketinggalan gerak

Perkusi

: redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling rendah

Auskultasi : vesikuler
Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah :
 Tachypnea
 Pada perkusi redup
 Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan takikardia.
 Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragi.
Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen toraks akan didapatkan
gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada hemotoraks masif akan didapatkan
gambaran pulmo hilang.
PX. PENUNJANG
1. Hematokrit cairan pleura
Biasanya tidak diperlukan untuk pasien hemotoraks traumatik. Diperlukan untuk analisis dari efusi yang
mengandung darah dengan penyebab nontraumatik. Dalam kasus ini, efusi pleura dengan hematokrit lebih
dari 50% dari hematokrit sirkulasi mengindikasikan kemungkinan kemotoraks


Chest X-ray



USG



CT-scan

DX BANDING
KONDISI
Tension pneumothorax

PENILAIAN
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor

• Bising nafas (-)
Massive hemothorax

• ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)

Cardiac tamponade

• Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

2.12

PENANGANAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah
dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks adalah
1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat
dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari
rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan
dengan pemberian infus dipasang pula chest tube ( WSD ).
2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat cepat keluar
sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada
foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan
darah dari rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan
dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk
mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum pleura.
1. Macam WSD adalah :
WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.
WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien

Pemasangan WSD :
Setinggi SIC 5 – 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .
a. Persiapkan kulit dengan antiseptik
b. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela iga
yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.
c. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura
d. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis
e. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari
melukai pembuluh darah di bagian bawah iga
f. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura
dan perlebar lubangnya
g. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke
dalam kulit
h. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi dengan
satu jahitan.
i. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa dijahit,
yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup dengan
selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage tertutup air
j. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.
3.

Thoracotomy.
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:
1. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut
membutuhkan torakotomi segera.
2. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap
berlangsung terus.
3. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 – 4 jam.
4. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di daerah
posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi,

oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang
potensial menjadi tamponade jantung.
Tranfusi darah diperlukan selam ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan
resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya
harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah ( artery / vena )
bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris torakotomi); di
bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral
torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter
dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan
memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25
cm.