Etika Profesi Dalam Islam docx
ETIKA PROFESI DALAM
ISLAM
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Munirsyah
Syafii Yogi S
Aldo Devano
Laily Indaryani
Hesty Khairunnisa
Hartati Sepdiyanti
Ghinsa Asmaul SK
Nining Kartika
Rika Darma Ranti
Kelas : D3MI-39-04
1
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Bisnis atau usaha perniagaan/perdagangan atau usaha komersial merupakan salah satu yang
penting bagi kehidupan manusia, oleh karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu system
ekonomi, maka sebagaian dari tugas etika bisnis sesungguhnya ialah mengemukakan pertanyaanpertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, yang pada gilirannya akan berbicara
tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai system tersebut. Al-qur’an
memberikan informasi yang cukup banyak berkaitan dengan hal tersebut. Diantaranya QS. An
Nisa:29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Dan disisi lain Rasulullah mempunyai misi penting dalam penyempurnaan akhlaq, sehingga
dalam berniaga/berbisnis pun ada aturan perilaku dalam melaksanakannya., salah satunya sabda
Rasulullah saw:
Diriwayatkan daripada Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melarang
menahan barang dagangan sebelum tiba di pasaran. Ini adalah lafaz dari Ibnu Numair.
Sedangkan menurut perawi yang lain, sesungguhnya Nabi s.a.w melarang pembelian barang
dagangan sebelum dipasarkan
Dalam pandangan moral manusia manapun pastilah tidak membenarkan seorang mengambil
milik orang lain dengan cara merampas, dalam sebuah perusahaan seorang pejabat ataupun
pekerja tidak dibenarkan memiliki barang/uang milik perusahaan menjadi milik pribadi. Seorang
pekerja yang sadar akan etika bisnis, yang terlanjur mengambil milik perusahan, maka ia wajib
mengembalikan, kesadaran inilah yang disebut sebagai kesadaran moral, karena ia harus
mempertanggung jawabkan hal tersebut bukan hanya ia seorang karyawan tetapi ia sadar bahwa
ia juga seorang hamba Tuhan.
Seorang yang menimbun barang dagangan akan dianggap sebagai seorang yang dzalim dengan
melakukan monopoli padahal rakyat sangat sullit mencari barang tersbut. Dari ayat dan hadits
tersebut sudah cukup jelaslah bahwa dalam Islam berbisnis adalah seuatu yang dibenarkan dan
dalam mejalankannya pun terdapat aturan berperilaku yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis
tersebut. Dalam mejalankan usaha tersebut pastilah dibutuhkan bekerja untuk mencapai tujuan
dari usaha/niaga/bisnis, apakah itu dengan cara pribadi, kelompok kecil atau kelompok besar.
Pekerjaan dalam al-Qur`an
Di dalam al-Quran terdapat lebih dari 100 ayat yang berbicara tentang profesi dan kerja
diantaranya:
“Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 55)
2
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash: 26)
“Dan yang lain orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (QS.
Al-Muzzammil: 20)
Kepedulian terhadap etika profesi bertitik tolak dari mafhum firman Allah:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89)
Al-Quran menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Ini menunjukkan
pentingnya mengaitkan kerja dengan dasar-dasar islam, karena dasar-dasar islam datang dengan
membawa sesuatu yang mengandung kebaikan dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat
nanti.
Maka setiap pekerjaan mubah yang orang muslim bekerja di dalamnya dengan niat baik untuk
membangun masyarakat islam, atau membantu kaum muslimin maka ia menanam untuk akhirat,
apakah pekerjaan itu bersifat, syar’iyyah, ilmiah, industry, administrasi, pendidikan atau lainnya.
Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat, dan masing-masing orang mendapatkan apa
yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, Muslim dari Umar)
Para nabi makan dari pekerjaannya
Cakupan islam yang luas ini adalah salah satu prinsip dasar bagi akidah islam dan kebudayaan
islam. Imam Muhammad ibn hasan al-Syaibani berkata:
“Nabi Nuh as adalah seorang tukang kayu, dia memakan dari hasil usahanya. Isris as adalah
penjahit, Ibrahim penjual pakaian, Daud memakan dari hasil karyanya (pembuat baju besi),
sulaiman pengerajin membuat miktal (wadah berisi 30 sha’) dari daun kurma (atau juga kelapa
dan pandan), dan dia makan dari situ. Zakariya seorang tukang kayu, isa as memakan dari hasil
tenun ibunya! (Al-Kasb, 35-36)
Sunnah datang sebagai aplikasi dari etika profesi, dimana Rasul pada saat muda bekerja sebagai
buruh menggembalakan kambing milik penduduk Makkah, dan beliau menjelaskan bahwa
semua nabi pernah menggembalakan kambing. Kemudian bekerja menjualkan barang dagangan
milik Khadijah –sebelum menjadi Nabi- dan ia sukses dalam pergadangannya itu. Lalu sang
majikan menawarkan dirinya untuk dinikahi seraya mengatakan:
“Wahai anak paman, aku menginginkanmu karena kekerabatanmu, dan pertengahanmu dalam
kaummu, amanahmu, bagusnya akhlakmu dan jujurnya ucapanmu.”
Ibnulqayyim berkata:
“Sesungguhnya Nabi menjual dan membeli, pembeliannya lebih banyak dari pada penjualannya,
beliau menyewakan dan menyewa sedangkan penyewaannya lebih banyak dari pada
menyewanya, ia bermudharabah dan bersyirkah, mewakilkan dan menjadi wakil dan
3
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
mewakilkannya lebih banyak, memberi hadiah dan diberi hadiah, menghibahkan dan dihibahi,
meminjam uang dan barang, memberi jaminan secara umum dan khusus, mewakafkan dan
memberi syafaat; terkadang diterima dan terkadang ditolak.”
Begitu pula nabi saw mendorong untuk bekerja dan menjelaskan bahwa bekerja adalah sebaikbaik mata penjaharian
Tidaklah seseorang makan makanan lebih baik baginya dari pada memakan dari hasil pekerjaan
tangannya.” Beliau bersabda: “dan Daud memakan dari hadil pekerjaan tangannya.”
“Tidaklah mendapatkan rizki seseorang satu rizki yang lebih baik dari pada pekerjaan tangannya,
dan tidaklah seseorang berinfak untuk dirinya, istrinya, anaknya dan pelayannya melainkan ia
adalah sedekah.”
Bekerja adalah bagian dari jihad
Bahkan menganggapnya termasuk bagian dari pada jihad fi sabilillah:
“Jika ia keluar bekerja untuk anaknya yang kecil-kecil maka dia fi sabilillah. Jika dia keluar
bekerjua untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sepuh dan tua maka dia fi sabilillah. Jika dia
keluar bekerja untuk menafkahi dirinya, menjadikannya afif (bersih) maka dia fi sabilillah. Jika
ia keluar untuk riya` (pamer) dan persaingan (gengsi) maka ia di jalan setan.”
Nabi menjelaskan barang siapa menggabungkan antara dunia dan akhirat maka itu lebih baik dari
pada mencukupkan pada salah satunya saja:
“Bukanlah orang terbaik kamu orang yang meninggalkan dunianya untuk akhiratnya dan tidak
pula yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya, hingga ia mendapatkan dari keduanya
secara bersama-sama, karena dunia adalah bekal akhirat, dan janganlah kalian menjadi beban
atas orang lain.”
Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani dalam kitab al-Kasb menyebutkan bahwa bekerja itu
wajib atas setiap muslim, dan beliau panjang lebar menyebutkan dalilnya. Imam Ahmad
menafsiri sabda Nabi saw:
“Kalau kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Dia memberi rizki
kalian sebagaimana Dia memberi rizki bangsa burung, pagi hari berangkat lapar sore hari pulang
kenyang.” Dengan ucapannya: ini menunjukkan adanya usaha mencari bukan duduk (diam)
Imam Ahmad ditanya tentang ucapan seseorang:
Aku duduk saja tidak perlu bekerja sampai dating padaku rizkiku. Maka beliau berkata: orang ini
tidak tahu ilmu, tidakkah dia mendengar sabda Nabi:
Sesunggunya Allah menjasikan rizkiku ada di bawah bayang-bayang tombakku? Dan sabdanya:
“Berangkat pagi hari lapar, pulang sore hari kenyang? Dan tidakkah dia tahu bahwa dulu para
murid Nabi berdagang di darat dan di laut serta bekerja di ladang (kebun kurma) mereka, dan
merekalah panutan.”
Macam-macam pekerjaan
4
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dalam penjelasan terdahulu terdapat bantahan atas orang yang menyangka bahwa berdagang
bertentangan dengan tawakkal, karena Nabi justru sebaik-baik orang yang bertawakkal kepada
Allah, dan beliau menetapkan perdagangan dan berpencar di muka bumi untuk mencari rizki.
Imam bukhari membuatr judul “Bab mata pencaharian seseorang dan ketrampilannya, bab keluar
( ”سأنتفتقوا م تمن سط تي يسبا تbelanjakan dari bagusnya rizki yang kalian
berdagang, bab firman Allah “ت سما ك سسسبمتتمم
peroleh. Al-Baqarah: 167), bab menyebut Shawwagh (tukang perhiasan), bab menyebut al-Qain
(pandai besi, pengrajin), bab Khayyath (tukang jahit), bab Nassaj (tukaang tenun, penyulam),
bab para Najjar (tukang kayu), bab Aththar (tukang minyak wangi), bab menyebut tukang
bekam, bab perniagaan sesuatu yang makruh dipakai. Imam Bukhari menyebutkan ini semua
sebagai dalil bahwa beliau menyetujuinya. Cukuplah bagimu ijma para ulama tentang legalitas
bekerja sebagai bantahan atas orang ini.
Sebagian ulama telah menulis kitab tentang tata caranya dalam hukum, tugas-tugas yang dia
kerjakan sendiri, tugas-tugas yang ia wakilkan pada orang lain, macam-macam pekerjaan dan
profesi yang ada pada zamannya, dan siapa saja dari para sahabat yang menggelutinya.”
Sementara pekerjaan sahabat yang ditugaskan oleh nabi i:
-
Ta’lim : dilaksanakan oleh Mush’ab bin Umair, Muadz ibn Jabal dan Amr ibn Hazm
-
Qadha: dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal
-
Adzan: dilakukan oleh Bilal bin Rabah, ibnu Ummi Maktum dan abu Mahdzurah
-
Menarik Jijyah: dilaksanakan oleh Abu Ubaidah ibn al-Jarrah
-
Menarik zakat: dilaksanakan oleh sekumpulan sahabat diantaranya: Umar ibn alKhththab dan Muadz ibn Jabal dan Adiy bin Hatim.
Perbedaan sahabat dalam macam-macam pekerjaan tidak menunjukkan keutamaan sebagiannya
atas sebagian yang lain, tetapi masing-masing dari mereka menempati posisi penting di
tempatnya. Kalau seluruh sabat bekerja di bidang ta’lim tentu tidak ada orang yang berdagang
pakaian untuk menutup aurat, atau orang yang meraut panah untuk jihad, atau membuiat lampu
untuk penerangan.
Sesungguhnya pekerjaan tidak membuat pelakunya suci akan tetapi yang mengangkat dan
merendahkannya adalah niatnya dan maksudnya antara dirinya dan Allah.
Dulu sahabat setelah nabi saw bekerja dalam pekerjaan yang bermacam-macam, begitu pula para
imam setelah sahabat, tanpa ada pengingkaran dari mereka, sesuatu yang menunjukkan ijma’
mereka atas legalitas pekerjaan dan profesi.
-
Dalam Tijarah (perdagangan): Abu Bakar al-Shiddiq, Umar al-Faruq, Zubair ibnul Awam,
Abdurrahman bin Auf, Khadijah bintu Khuwailid, Said bin ‘Aidz, Abu Mi’laq al-Anshari,
Hathib bin Abi Balta’ah, Zaid bin Arqam dan Bara` bin Azib.
-
Dalam jual beli pakaian (Bazzaz): Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Suwaid bin
Qais al-Abdi, Abdurrahman bin Auf.
5
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
-
Dalam Khiyathah (jahit-menjahit): Usman bin Thalhah juru kunci masjidil Haram), Sahl
bin Sa’ad.
-
Dalam Shaid (perburuan hewan): Adiy bin Hatim, Abu Qatadah al-Anshari.
-
Dalam Dibaghah (penyamakan kult): al-Harits ibn Shubairah.
-
Dalam penganyaman al-Khush (tikar): Salman al-Farisi, hingga saat menjabat sebagi
amir Madain
Adapun paara imam yang terdepan maka Abu Hanifah bekerja dalam perdaghangan kain
(aqmisyah, Khazz). Imam Malik bekerja dalam perdagangan pakaian (tsiyab, al-Bazz), Imam
Ahmad bekerja dalam pembuatan dan penjualan roti (Bakry) beliau menyewakan took, dan
kadang menenun dan menjual.
Bingkai akhlak bagi pekerja dan investor muslim
1. Niat yang baik. Melindungi diri dari minta-minta, bekal taat dan takwa, mencukupi
keluarga, bekal silaturrahim, infak fi sabilillah.
2. Akhlak yang baik. Jujur, amanah, qana’ah, wafa` terhadap janji, bagus menagih, bagus
membayar, jauh dari kecurangan dan kezaliman.
3. Bermuamalah dengan yang thayyib. Usaha barang dan jasa harus halal
4. Menunaikan hak-hak. Baik hak karyawan (buruh) maupun lainnya.
5. Menjauhi riba dan akad-akad yang menyeret kepada riba. Menjauhi memakan harta
dengan batil, seperti: riba, judi, korupsi, babi, khamer, narkoba dan khabaits.
6. Konsisten dengan undang-undang dan peraturan dalam bingkai syariah. Berupaya keras
untuk tidak memasuki tindakan-tindakan yang menyeretnya kepada undang-undang yang
menyalahi syariat (misal terlambat cicilan yang berakibat terkena bunga).
7. Tidak membahayakan orang lain.
8. Loyal kepada kaum mukminin
9. Terus mendalami hokum-hukum syariat tentang muamalat syar’iyyah.
Etika dalam Bekerja
Dalam melakukan bisnis atau usaha tentulah seseorang perlu bekerja. Bekerja adalah sebuah
aktivitas yang menggunakan daya yang dimiliki oleh manusia yang merupakan pemberian Allah.
Secara garis besar ada empat daya pokok yang dimiliki manusia, pertama daya fisik yang
menghasilkan kegiatan gerak tubuh dan keterampilan, kedua daya fikir yang mendorong manusia
untuk melakukan telaah atas apa yang ada dialam semesta dan menghasilkan ilmu pengetahuan,
ketiga daya Qalbu yang menjadikan manusia mampu berimajinasi, beriman, merasa serta
berhubungan dengan manusia lain dan sang Khaliq, dan keempat daya hidup yang
mengahasilkan daya juang, kemampuan menghadapi tantangan dan kesulitan.
6
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
a. Bekerja Sebagai Ibadah
Bekerja dalam pandangan Islam memilki nilai ibadah, firman allah dalam surat Adzariyat:56:
“sesungguhnya tidak aku ciptakan Jin dan Manusia kecuaali agar beribadah kepada-Ku”,
kata Li Ya’budun dalam surat tersbut mengandung arti dampak atau akibat atau kesudahan,
bahakan dalam melaksanakan shalat kita selalu bersumpah dan berpasrah bahwa hidupku,
matiku lillahi rabbil ‘alamiin.
Namun kerja yang diluar ibadah ritual bagaimana yang akan berdampak ibadah?
Kerja bernilai ibadah apabila ia didasari keikhlasan dan menjadikan si pekerja tidak sematamata mengharapkan ibalan duniawi saja tetapi ia juga berharap akan balasan yang kekal
diyaumil akhirah. Dengan niatan bahwa ia bekerja untuk mendapatkan harta yang akan ia
jadikan sebagai sarana bagi dirinya untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya sehingga
dapat melakukan perintah allah yang lain.
b. Bekerja sebagai sebuah Amanah
Kata amanah, aman dan iman berasal dari akar kata yang sama. Seorang disebut beriman bila
ia telah menunaikan amanat. Tidak disebut beriman orang yang tidak menunaikan amanat.
Seorang yang menunaikan amanat akan melahirkan rasa aman bagi dirinya dan orang lain. Di
dalam al Qur’an banyak ayat yang memerintahkan agar manusia menunaikan amanat yang
telah dipercayakan kepadanya. Diantaranya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh, (QS. al Ahzab/33:72)
Menurut Murtadha Muthahhari amanat dalam ayat ini artinya taklif, tanggung jawab dan
hukum. Artinya amanat manusia harus dibangun berdasarkan tugas dan tanggung jawab.
Pendapat senada dikemukakan juga oleh Muhammad Ali al Shobumi, amanah dalam ayat ini
adalah taklif syari’at, keharusan menta’atinya dan meninggalkan kemaksiatan. Itulah
sebabnya, langit dan bumi tidak sanggup menerimanya. Makhluk-makhluk lain selain
manusia, diberi oleh Allah instink termasuk bumi dan langit. Dengan instink ini langit dan
bumi tidak dapat menerima amanat seperti tersebut diatas. Apabila amanat itu berupa materi
mungkin ia dapat menerima, tanpa ada tanggungjawab ia hanya menerima saja. Seperti
amanat Allah kepada Matahari agar ia beredar pada porosnya, demikian pula bumi dan bulan.
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
(setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang
tua.Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(QS Yasiin/36:38-40)
7
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dalam konteks ini, matahari, bumi dan bulan dalam menerima amanah, mau atau tidak mau,
suka atau tidak suka. Ia tidak mempunyai pilihan, yang ada hanya instink untuk mengikuti
aturan yang telah ditetapkan.
Dan kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka
maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (QS ali Imron/3:83)
Berbeda dengan makhluk Allah SWT yang lain, manusia diberi potensi berupa akal. Dengan
akal itu manusia sanggup dan mampu menerima amanat yang ditawarkan kepadanya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Kholaf bahwa seluruh aktivitas manusia, baik
yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, jinayat atau berbagai transaksi lainnya mempunyai
konsekwensi hukum . Dan manusia mempunyai hak untuk memilih dan mengikuti atau tidak
melaksanakan apa yang ditawarkan kepadanya. Tetapi mengapa manusia saat menerima
tawaran Allah berupa amanat disebut sebagai dzaluman Jahula (amat zalim dan bodoh) ?
Setelah manusia menerima amanah itu, manusia mempunyai tanggung jawab dan
konsekwensi hukum dari semua yang diperbuatnya. Apabila ia menunaikan amanat dengan
menggunakan akalnya, ia termasuk manusia yang cerdas, tetapi sebaliknya bila ia tidak
sanggup menggunakan akal pikirannya untuk menunaikan amanat itu, maka manusia disebut
sebagai menzalimi dirinya sendiri dan bersikap bodoh.
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk disisi Allah adalah orang-orang yang
pekak dan tuli yang tidak mau menggunakan akalnya. (QS. al Anfal/8:22)
Binatang yang paling buruk adalah manusia yang diberi akal dan hati, tetapi ia tidak
memahami, diberi telinga, tetapi tidak mendengar dan dibekali mata, namun ia tidak sanggup
melihat. Bahkan untuk mereka disediakan neraka Jahanam. Manusia yang tidak pandai
memilih kebenaran yang ada dihadapannya, dan tidak sanggup memperjuangkan keadilan
yang didengarnya dan matanya tidak dapat melihat kebenaran yang ada disekelilingnya itulah
yang disebut dzaluman Jahula.
Dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa siapa yang diberi kebebasan dan amanat yang jelas
kebaikannya dan ia telah merasakan nikmat dari amanat itu, lalu ia memilih yang tidak sesuai
dengan hati nurani, tempat yang layak baginya adalah neraka Jahannam.
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al A’raf /7:179)
Para mufassirin sepakat bahwa makna amanat dalam ayat ini (al Ahzab/33:72) amanat dalam
bentuk spiritual atau immateri. Yakni sebuah taklif atau tanggungjawab yang harus dipikul
oleh orang yang diberi amanat dan juga bermakna hukum, yaitu ketentuan yang telah
8
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
ditetapkan untuk dilaksanakan. Dalam kontek ini, amanat dapat disamakan dengan imarat al
maknawiyah yakni mengisi dan meningkatkan kualitas dan intensitas bekerja sebagai
“sebuah gerakan” yang terus menerus, dinamis dan inovatif
c. Bekerja Dengan Bersungguh-sungguh
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun
berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan
memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu tidak
akan mendapat keberuntungan.
Ayat diatas menunjukkan kepada kita bahwa dalam melakukan sesuatu haruslah dengan
kesungguhan dan kemampuan, hal ini berlaku bukan hanya bagi pribadi namun juga akan
berlaku juga dalam kelompok atau dengan kata lain sebuah organisasi atau perusahaan.
Sebuah kata bijak (atsar) mengatakan bahwa : “kebaikkan yang tidak
terencana/terorganisasi /didasari oleh kemampuan akan dapat dikalahkan oleh kejahatan
yang terencana/ terornaisasi dengan baik”.
Rasulullah saw pernah bersabda:
“sesungguhnya allah senang apabila salah seorang dianatara kamu mengerjakan suatu
pekerjaan, bila dikerjakan dengan baik(jitu)”
d. Menghargai Waktu
Islam sangat istimewa dalam membicarakan tentang waktu, bahkan salah satu surat dalam
Al-qur’an khusus menuliskan bagaiman apabila kita tidak mengahargai waktu, yaitu dalam
surat Al-Ashr. Dalam surat ini Allah dengan jelas memperingatkan kepada manusia
(pribadi/kelompok) apabila ia tidak betul-betul memperhatikan waktu, dengan ancaman
kerugian (dalam hal ini kerugian mencakup secara materi maupun immaterial) dan hal tersbut
dapat terhindari apbila ia mampu menjaga komitmen (amanu) dengan konsekwen
menjalankan aturan dan kewajiban (amilu Ash-sholihat)
Imam Ali mengatakan “ Waktu adalah Pedang, apabila ia tidak tepat dimanfaatkan maka ia
dapat melukai/membunuh diri sendiri”
e. Kerjasama
Dalam ibadah shalat kita selalu membaca “iyyaka na’budu….” Ayat tersebut dikemukakan
secara jamak yang berati “hanya kepadaMu kami menyembah…”, Islam begitu
mengutamakan sesuatu yang dilakukan secara berjamaah. Dalam kesehariannya rasululahpun
selalu mengingatkan untuk saling bekerjasama.
Pernah pada suatu hari rasulullah dan para sahabat ingin melakukan makan bersama, salah
seorang sahabat mengatakan “ aku akan mencari kambingnya”, lalu sahabat kedua
mengatakan “saya akan menyembelihnya”, dan sahabat ketiga mengatakan “ saya akan
9
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
mengulitinya”, dan yang kempat mengatakan “saya akan memasaknya. Maka Rasulullah
saww bersabda: saya akan mengumpulkan kayu bakarnya.
Dalam kisah lain, pada saat membangun masjid nabawi para sahabat menganjurkan
Rasulullah untuk beristirahat/tidak perlu ikut turun tangan, namun rasulullah tetap ikut dalam
pembangunan masjid tersebut. Dari sini jelaslah bahwa Islam sangat menganjurkan Budaya
Bekerjasama dalam hal kebaikan.
…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS:Al-Maidah:2)
f. Bekerja dengan pengetahuan(Ilmu)
Dalam melakukan sebuah pekerjaan seharusnyalah seseorang memiliki pengetahuan atas apa
yang akan ia kerjakan, hal ini akan berdampak pada apa yang akan dihasilkan dari pekerjaan
itu.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.(QS:Al-Isra:36)
Dalam surah yang lain allah menjanjikan bahwa orang yang memliki pengetahuan lebih
mulia beberapa derajat.
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS:AlMujaadilah:11)
g. Bekerja dengan memiliki keahlian
Selain Ilmu yang dimiliki kita juga harus memliki keahlian(spesialisasi) dalam bekerja yang
juga akan berdampak pada hasil yang kita dapatkan.
Rasulullah Saww bersabda:
Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya” (HR. Bukhori)
h. Pengendalian Mutu
Setelah pekerjaan dilakukan dengan amanah, berdsarakan ilmu dan keahlian maka tugas
terakhir dalam pekerjaan tersebut adalah melakukan pengendalian mutu dari apa yang kita
kerjakan.karena hal tersbut harus dipertanggung jawabkan apakah itu kepada manusia lain
atu sang khaliq.
10
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan". (QS:At-Taubah:105)
i.
Kesimpulan
Dari apa yang kita pelajari, maka dapatlah kita simpulkan bahwa, ketika seorang
menganggap dirinya sebagai seorang professional maka ia harus memliki unsur:
a. Bertauhid
b. Amanah
c. Berakhlaq
d. Memiliki Ilmu
e. Keahlian
f. Tanggung Jawab
11
ISLAM
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Munirsyah
Syafii Yogi S
Aldo Devano
Laily Indaryani
Hesty Khairunnisa
Hartati Sepdiyanti
Ghinsa Asmaul SK
Nining Kartika
Rika Darma Ranti
Kelas : D3MI-39-04
1
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Bisnis atau usaha perniagaan/perdagangan atau usaha komersial merupakan salah satu yang
penting bagi kehidupan manusia, oleh karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu system
ekonomi, maka sebagaian dari tugas etika bisnis sesungguhnya ialah mengemukakan pertanyaanpertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, yang pada gilirannya akan berbicara
tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai system tersebut. Al-qur’an
memberikan informasi yang cukup banyak berkaitan dengan hal tersebut. Diantaranya QS. An
Nisa:29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Dan disisi lain Rasulullah mempunyai misi penting dalam penyempurnaan akhlaq, sehingga
dalam berniaga/berbisnis pun ada aturan perilaku dalam melaksanakannya., salah satunya sabda
Rasulullah saw:
Diriwayatkan daripada Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melarang
menahan barang dagangan sebelum tiba di pasaran. Ini adalah lafaz dari Ibnu Numair.
Sedangkan menurut perawi yang lain, sesungguhnya Nabi s.a.w melarang pembelian barang
dagangan sebelum dipasarkan
Dalam pandangan moral manusia manapun pastilah tidak membenarkan seorang mengambil
milik orang lain dengan cara merampas, dalam sebuah perusahaan seorang pejabat ataupun
pekerja tidak dibenarkan memiliki barang/uang milik perusahaan menjadi milik pribadi. Seorang
pekerja yang sadar akan etika bisnis, yang terlanjur mengambil milik perusahan, maka ia wajib
mengembalikan, kesadaran inilah yang disebut sebagai kesadaran moral, karena ia harus
mempertanggung jawabkan hal tersebut bukan hanya ia seorang karyawan tetapi ia sadar bahwa
ia juga seorang hamba Tuhan.
Seorang yang menimbun barang dagangan akan dianggap sebagai seorang yang dzalim dengan
melakukan monopoli padahal rakyat sangat sullit mencari barang tersbut. Dari ayat dan hadits
tersebut sudah cukup jelaslah bahwa dalam Islam berbisnis adalah seuatu yang dibenarkan dan
dalam mejalankannya pun terdapat aturan berperilaku yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis
tersebut. Dalam mejalankan usaha tersebut pastilah dibutuhkan bekerja untuk mencapai tujuan
dari usaha/niaga/bisnis, apakah itu dengan cara pribadi, kelompok kecil atau kelompok besar.
Pekerjaan dalam al-Qur`an
Di dalam al-Quran terdapat lebih dari 100 ayat yang berbicara tentang profesi dan kerja
diantaranya:
“Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 55)
2
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash: 26)
“Dan yang lain orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (QS.
Al-Muzzammil: 20)
Kepedulian terhadap etika profesi bertitik tolak dari mafhum firman Allah:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89)
Al-Quran menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Ini menunjukkan
pentingnya mengaitkan kerja dengan dasar-dasar islam, karena dasar-dasar islam datang dengan
membawa sesuatu yang mengandung kebaikan dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat
nanti.
Maka setiap pekerjaan mubah yang orang muslim bekerja di dalamnya dengan niat baik untuk
membangun masyarakat islam, atau membantu kaum muslimin maka ia menanam untuk akhirat,
apakah pekerjaan itu bersifat, syar’iyyah, ilmiah, industry, administrasi, pendidikan atau lainnya.
Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat, dan masing-masing orang mendapatkan apa
yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, Muslim dari Umar)
Para nabi makan dari pekerjaannya
Cakupan islam yang luas ini adalah salah satu prinsip dasar bagi akidah islam dan kebudayaan
islam. Imam Muhammad ibn hasan al-Syaibani berkata:
“Nabi Nuh as adalah seorang tukang kayu, dia memakan dari hasil usahanya. Isris as adalah
penjahit, Ibrahim penjual pakaian, Daud memakan dari hasil karyanya (pembuat baju besi),
sulaiman pengerajin membuat miktal (wadah berisi 30 sha’) dari daun kurma (atau juga kelapa
dan pandan), dan dia makan dari situ. Zakariya seorang tukang kayu, isa as memakan dari hasil
tenun ibunya! (Al-Kasb, 35-36)
Sunnah datang sebagai aplikasi dari etika profesi, dimana Rasul pada saat muda bekerja sebagai
buruh menggembalakan kambing milik penduduk Makkah, dan beliau menjelaskan bahwa
semua nabi pernah menggembalakan kambing. Kemudian bekerja menjualkan barang dagangan
milik Khadijah –sebelum menjadi Nabi- dan ia sukses dalam pergadangannya itu. Lalu sang
majikan menawarkan dirinya untuk dinikahi seraya mengatakan:
“Wahai anak paman, aku menginginkanmu karena kekerabatanmu, dan pertengahanmu dalam
kaummu, amanahmu, bagusnya akhlakmu dan jujurnya ucapanmu.”
Ibnulqayyim berkata:
“Sesungguhnya Nabi menjual dan membeli, pembeliannya lebih banyak dari pada penjualannya,
beliau menyewakan dan menyewa sedangkan penyewaannya lebih banyak dari pada
menyewanya, ia bermudharabah dan bersyirkah, mewakilkan dan menjadi wakil dan
3
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
mewakilkannya lebih banyak, memberi hadiah dan diberi hadiah, menghibahkan dan dihibahi,
meminjam uang dan barang, memberi jaminan secara umum dan khusus, mewakafkan dan
memberi syafaat; terkadang diterima dan terkadang ditolak.”
Begitu pula nabi saw mendorong untuk bekerja dan menjelaskan bahwa bekerja adalah sebaikbaik mata penjaharian
Tidaklah seseorang makan makanan lebih baik baginya dari pada memakan dari hasil pekerjaan
tangannya.” Beliau bersabda: “dan Daud memakan dari hadil pekerjaan tangannya.”
“Tidaklah mendapatkan rizki seseorang satu rizki yang lebih baik dari pada pekerjaan tangannya,
dan tidaklah seseorang berinfak untuk dirinya, istrinya, anaknya dan pelayannya melainkan ia
adalah sedekah.”
Bekerja adalah bagian dari jihad
Bahkan menganggapnya termasuk bagian dari pada jihad fi sabilillah:
“Jika ia keluar bekerja untuk anaknya yang kecil-kecil maka dia fi sabilillah. Jika dia keluar
bekerjua untuk menafkahi kedua orang tuanya yang sepuh dan tua maka dia fi sabilillah. Jika dia
keluar bekerja untuk menafkahi dirinya, menjadikannya afif (bersih) maka dia fi sabilillah. Jika
ia keluar untuk riya` (pamer) dan persaingan (gengsi) maka ia di jalan setan.”
Nabi menjelaskan barang siapa menggabungkan antara dunia dan akhirat maka itu lebih baik dari
pada mencukupkan pada salah satunya saja:
“Bukanlah orang terbaik kamu orang yang meninggalkan dunianya untuk akhiratnya dan tidak
pula yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya, hingga ia mendapatkan dari keduanya
secara bersama-sama, karena dunia adalah bekal akhirat, dan janganlah kalian menjadi beban
atas orang lain.”
Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani dalam kitab al-Kasb menyebutkan bahwa bekerja itu
wajib atas setiap muslim, dan beliau panjang lebar menyebutkan dalilnya. Imam Ahmad
menafsiri sabda Nabi saw:
“Kalau kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Dia memberi rizki
kalian sebagaimana Dia memberi rizki bangsa burung, pagi hari berangkat lapar sore hari pulang
kenyang.” Dengan ucapannya: ini menunjukkan adanya usaha mencari bukan duduk (diam)
Imam Ahmad ditanya tentang ucapan seseorang:
Aku duduk saja tidak perlu bekerja sampai dating padaku rizkiku. Maka beliau berkata: orang ini
tidak tahu ilmu, tidakkah dia mendengar sabda Nabi:
Sesunggunya Allah menjasikan rizkiku ada di bawah bayang-bayang tombakku? Dan sabdanya:
“Berangkat pagi hari lapar, pulang sore hari kenyang? Dan tidakkah dia tahu bahwa dulu para
murid Nabi berdagang di darat dan di laut serta bekerja di ladang (kebun kurma) mereka, dan
merekalah panutan.”
Macam-macam pekerjaan
4
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dalam penjelasan terdahulu terdapat bantahan atas orang yang menyangka bahwa berdagang
bertentangan dengan tawakkal, karena Nabi justru sebaik-baik orang yang bertawakkal kepada
Allah, dan beliau menetapkan perdagangan dan berpencar di muka bumi untuk mencari rizki.
Imam bukhari membuatr judul “Bab mata pencaharian seseorang dan ketrampilannya, bab keluar
( ”سأنتفتقوا م تمن سط تي يسبا تbelanjakan dari bagusnya rizki yang kalian
berdagang, bab firman Allah “ت سما ك سسسبمتتمم
peroleh. Al-Baqarah: 167), bab menyebut Shawwagh (tukang perhiasan), bab menyebut al-Qain
(pandai besi, pengrajin), bab Khayyath (tukang jahit), bab Nassaj (tukaang tenun, penyulam),
bab para Najjar (tukang kayu), bab Aththar (tukang minyak wangi), bab menyebut tukang
bekam, bab perniagaan sesuatu yang makruh dipakai. Imam Bukhari menyebutkan ini semua
sebagai dalil bahwa beliau menyetujuinya. Cukuplah bagimu ijma para ulama tentang legalitas
bekerja sebagai bantahan atas orang ini.
Sebagian ulama telah menulis kitab tentang tata caranya dalam hukum, tugas-tugas yang dia
kerjakan sendiri, tugas-tugas yang ia wakilkan pada orang lain, macam-macam pekerjaan dan
profesi yang ada pada zamannya, dan siapa saja dari para sahabat yang menggelutinya.”
Sementara pekerjaan sahabat yang ditugaskan oleh nabi i:
-
Ta’lim : dilaksanakan oleh Mush’ab bin Umair, Muadz ibn Jabal dan Amr ibn Hazm
-
Qadha: dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal
-
Adzan: dilakukan oleh Bilal bin Rabah, ibnu Ummi Maktum dan abu Mahdzurah
-
Menarik Jijyah: dilaksanakan oleh Abu Ubaidah ibn al-Jarrah
-
Menarik zakat: dilaksanakan oleh sekumpulan sahabat diantaranya: Umar ibn alKhththab dan Muadz ibn Jabal dan Adiy bin Hatim.
Perbedaan sahabat dalam macam-macam pekerjaan tidak menunjukkan keutamaan sebagiannya
atas sebagian yang lain, tetapi masing-masing dari mereka menempati posisi penting di
tempatnya. Kalau seluruh sabat bekerja di bidang ta’lim tentu tidak ada orang yang berdagang
pakaian untuk menutup aurat, atau orang yang meraut panah untuk jihad, atau membuiat lampu
untuk penerangan.
Sesungguhnya pekerjaan tidak membuat pelakunya suci akan tetapi yang mengangkat dan
merendahkannya adalah niatnya dan maksudnya antara dirinya dan Allah.
Dulu sahabat setelah nabi saw bekerja dalam pekerjaan yang bermacam-macam, begitu pula para
imam setelah sahabat, tanpa ada pengingkaran dari mereka, sesuatu yang menunjukkan ijma’
mereka atas legalitas pekerjaan dan profesi.
-
Dalam Tijarah (perdagangan): Abu Bakar al-Shiddiq, Umar al-Faruq, Zubair ibnul Awam,
Abdurrahman bin Auf, Khadijah bintu Khuwailid, Said bin ‘Aidz, Abu Mi’laq al-Anshari,
Hathib bin Abi Balta’ah, Zaid bin Arqam dan Bara` bin Azib.
-
Dalam jual beli pakaian (Bazzaz): Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Suwaid bin
Qais al-Abdi, Abdurrahman bin Auf.
5
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
-
Dalam Khiyathah (jahit-menjahit): Usman bin Thalhah juru kunci masjidil Haram), Sahl
bin Sa’ad.
-
Dalam Shaid (perburuan hewan): Adiy bin Hatim, Abu Qatadah al-Anshari.
-
Dalam Dibaghah (penyamakan kult): al-Harits ibn Shubairah.
-
Dalam penganyaman al-Khush (tikar): Salman al-Farisi, hingga saat menjabat sebagi
amir Madain
Adapun paara imam yang terdepan maka Abu Hanifah bekerja dalam perdaghangan kain
(aqmisyah, Khazz). Imam Malik bekerja dalam perdagangan pakaian (tsiyab, al-Bazz), Imam
Ahmad bekerja dalam pembuatan dan penjualan roti (Bakry) beliau menyewakan took, dan
kadang menenun dan menjual.
Bingkai akhlak bagi pekerja dan investor muslim
1. Niat yang baik. Melindungi diri dari minta-minta, bekal taat dan takwa, mencukupi
keluarga, bekal silaturrahim, infak fi sabilillah.
2. Akhlak yang baik. Jujur, amanah, qana’ah, wafa` terhadap janji, bagus menagih, bagus
membayar, jauh dari kecurangan dan kezaliman.
3. Bermuamalah dengan yang thayyib. Usaha barang dan jasa harus halal
4. Menunaikan hak-hak. Baik hak karyawan (buruh) maupun lainnya.
5. Menjauhi riba dan akad-akad yang menyeret kepada riba. Menjauhi memakan harta
dengan batil, seperti: riba, judi, korupsi, babi, khamer, narkoba dan khabaits.
6. Konsisten dengan undang-undang dan peraturan dalam bingkai syariah. Berupaya keras
untuk tidak memasuki tindakan-tindakan yang menyeretnya kepada undang-undang yang
menyalahi syariat (misal terlambat cicilan yang berakibat terkena bunga).
7. Tidak membahayakan orang lain.
8. Loyal kepada kaum mukminin
9. Terus mendalami hokum-hukum syariat tentang muamalat syar’iyyah.
Etika dalam Bekerja
Dalam melakukan bisnis atau usaha tentulah seseorang perlu bekerja. Bekerja adalah sebuah
aktivitas yang menggunakan daya yang dimiliki oleh manusia yang merupakan pemberian Allah.
Secara garis besar ada empat daya pokok yang dimiliki manusia, pertama daya fisik yang
menghasilkan kegiatan gerak tubuh dan keterampilan, kedua daya fikir yang mendorong manusia
untuk melakukan telaah atas apa yang ada dialam semesta dan menghasilkan ilmu pengetahuan,
ketiga daya Qalbu yang menjadikan manusia mampu berimajinasi, beriman, merasa serta
berhubungan dengan manusia lain dan sang Khaliq, dan keempat daya hidup yang
mengahasilkan daya juang, kemampuan menghadapi tantangan dan kesulitan.
6
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
a. Bekerja Sebagai Ibadah
Bekerja dalam pandangan Islam memilki nilai ibadah, firman allah dalam surat Adzariyat:56:
“sesungguhnya tidak aku ciptakan Jin dan Manusia kecuaali agar beribadah kepada-Ku”,
kata Li Ya’budun dalam surat tersbut mengandung arti dampak atau akibat atau kesudahan,
bahakan dalam melaksanakan shalat kita selalu bersumpah dan berpasrah bahwa hidupku,
matiku lillahi rabbil ‘alamiin.
Namun kerja yang diluar ibadah ritual bagaimana yang akan berdampak ibadah?
Kerja bernilai ibadah apabila ia didasari keikhlasan dan menjadikan si pekerja tidak sematamata mengharapkan ibalan duniawi saja tetapi ia juga berharap akan balasan yang kekal
diyaumil akhirah. Dengan niatan bahwa ia bekerja untuk mendapatkan harta yang akan ia
jadikan sebagai sarana bagi dirinya untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya sehingga
dapat melakukan perintah allah yang lain.
b. Bekerja sebagai sebuah Amanah
Kata amanah, aman dan iman berasal dari akar kata yang sama. Seorang disebut beriman bila
ia telah menunaikan amanat. Tidak disebut beriman orang yang tidak menunaikan amanat.
Seorang yang menunaikan amanat akan melahirkan rasa aman bagi dirinya dan orang lain. Di
dalam al Qur’an banyak ayat yang memerintahkan agar manusia menunaikan amanat yang
telah dipercayakan kepadanya. Diantaranya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh, (QS. al Ahzab/33:72)
Menurut Murtadha Muthahhari amanat dalam ayat ini artinya taklif, tanggung jawab dan
hukum. Artinya amanat manusia harus dibangun berdasarkan tugas dan tanggung jawab.
Pendapat senada dikemukakan juga oleh Muhammad Ali al Shobumi, amanah dalam ayat ini
adalah taklif syari’at, keharusan menta’atinya dan meninggalkan kemaksiatan. Itulah
sebabnya, langit dan bumi tidak sanggup menerimanya. Makhluk-makhluk lain selain
manusia, diberi oleh Allah instink termasuk bumi dan langit. Dengan instink ini langit dan
bumi tidak dapat menerima amanat seperti tersebut diatas. Apabila amanat itu berupa materi
mungkin ia dapat menerima, tanpa ada tanggungjawab ia hanya menerima saja. Seperti
amanat Allah kepada Matahari agar ia beredar pada porosnya, demikian pula bumi dan bulan.
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
(setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang
tua.Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(QS Yasiin/36:38-40)
7
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dalam konteks ini, matahari, bumi dan bulan dalam menerima amanah, mau atau tidak mau,
suka atau tidak suka. Ia tidak mempunyai pilihan, yang ada hanya instink untuk mengikuti
aturan yang telah ditetapkan.
Dan kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka
maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (QS ali Imron/3:83)
Berbeda dengan makhluk Allah SWT yang lain, manusia diberi potensi berupa akal. Dengan
akal itu manusia sanggup dan mampu menerima amanat yang ditawarkan kepadanya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Kholaf bahwa seluruh aktivitas manusia, baik
yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, jinayat atau berbagai transaksi lainnya mempunyai
konsekwensi hukum . Dan manusia mempunyai hak untuk memilih dan mengikuti atau tidak
melaksanakan apa yang ditawarkan kepadanya. Tetapi mengapa manusia saat menerima
tawaran Allah berupa amanat disebut sebagai dzaluman Jahula (amat zalim dan bodoh) ?
Setelah manusia menerima amanah itu, manusia mempunyai tanggung jawab dan
konsekwensi hukum dari semua yang diperbuatnya. Apabila ia menunaikan amanat dengan
menggunakan akalnya, ia termasuk manusia yang cerdas, tetapi sebaliknya bila ia tidak
sanggup menggunakan akal pikirannya untuk menunaikan amanat itu, maka manusia disebut
sebagai menzalimi dirinya sendiri dan bersikap bodoh.
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk disisi Allah adalah orang-orang yang
pekak dan tuli yang tidak mau menggunakan akalnya. (QS. al Anfal/8:22)
Binatang yang paling buruk adalah manusia yang diberi akal dan hati, tetapi ia tidak
memahami, diberi telinga, tetapi tidak mendengar dan dibekali mata, namun ia tidak sanggup
melihat. Bahkan untuk mereka disediakan neraka Jahanam. Manusia yang tidak pandai
memilih kebenaran yang ada dihadapannya, dan tidak sanggup memperjuangkan keadilan
yang didengarnya dan matanya tidak dapat melihat kebenaran yang ada disekelilingnya itulah
yang disebut dzaluman Jahula.
Dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa siapa yang diberi kebebasan dan amanat yang jelas
kebaikannya dan ia telah merasakan nikmat dari amanat itu, lalu ia memilih yang tidak sesuai
dengan hati nurani, tempat yang layak baginya adalah neraka Jahannam.
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al A’raf /7:179)
Para mufassirin sepakat bahwa makna amanat dalam ayat ini (al Ahzab/33:72) amanat dalam
bentuk spiritual atau immateri. Yakni sebuah taklif atau tanggungjawab yang harus dipikul
oleh orang yang diberi amanat dan juga bermakna hukum, yaitu ketentuan yang telah
8
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
ditetapkan untuk dilaksanakan. Dalam kontek ini, amanat dapat disamakan dengan imarat al
maknawiyah yakni mengisi dan meningkatkan kualitas dan intensitas bekerja sebagai
“sebuah gerakan” yang terus menerus, dinamis dan inovatif
c. Bekerja Dengan Bersungguh-sungguh
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun
berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan
memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang zalim itu tidak
akan mendapat keberuntungan.
Ayat diatas menunjukkan kepada kita bahwa dalam melakukan sesuatu haruslah dengan
kesungguhan dan kemampuan, hal ini berlaku bukan hanya bagi pribadi namun juga akan
berlaku juga dalam kelompok atau dengan kata lain sebuah organisasi atau perusahaan.
Sebuah kata bijak (atsar) mengatakan bahwa : “kebaikkan yang tidak
terencana/terorganisasi /didasari oleh kemampuan akan dapat dikalahkan oleh kejahatan
yang terencana/ terornaisasi dengan baik”.
Rasulullah saw pernah bersabda:
“sesungguhnya allah senang apabila salah seorang dianatara kamu mengerjakan suatu
pekerjaan, bila dikerjakan dengan baik(jitu)”
d. Menghargai Waktu
Islam sangat istimewa dalam membicarakan tentang waktu, bahkan salah satu surat dalam
Al-qur’an khusus menuliskan bagaiman apabila kita tidak mengahargai waktu, yaitu dalam
surat Al-Ashr. Dalam surat ini Allah dengan jelas memperingatkan kepada manusia
(pribadi/kelompok) apabila ia tidak betul-betul memperhatikan waktu, dengan ancaman
kerugian (dalam hal ini kerugian mencakup secara materi maupun immaterial) dan hal tersbut
dapat terhindari apbila ia mampu menjaga komitmen (amanu) dengan konsekwen
menjalankan aturan dan kewajiban (amilu Ash-sholihat)
Imam Ali mengatakan “ Waktu adalah Pedang, apabila ia tidak tepat dimanfaatkan maka ia
dapat melukai/membunuh diri sendiri”
e. Kerjasama
Dalam ibadah shalat kita selalu membaca “iyyaka na’budu….” Ayat tersebut dikemukakan
secara jamak yang berati “hanya kepadaMu kami menyembah…”, Islam begitu
mengutamakan sesuatu yang dilakukan secara berjamaah. Dalam kesehariannya rasululahpun
selalu mengingatkan untuk saling bekerjasama.
Pernah pada suatu hari rasulullah dan para sahabat ingin melakukan makan bersama, salah
seorang sahabat mengatakan “ aku akan mencari kambingnya”, lalu sahabat kedua
mengatakan “saya akan menyembelihnya”, dan sahabat ketiga mengatakan “ saya akan
9
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
mengulitinya”, dan yang kempat mengatakan “saya akan memasaknya. Maka Rasulullah
saww bersabda: saya akan mengumpulkan kayu bakarnya.
Dalam kisah lain, pada saat membangun masjid nabawi para sahabat menganjurkan
Rasulullah untuk beristirahat/tidak perlu ikut turun tangan, namun rasulullah tetap ikut dalam
pembangunan masjid tersebut. Dari sini jelaslah bahwa Islam sangat menganjurkan Budaya
Bekerjasama dalam hal kebaikan.
…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS:Al-Maidah:2)
f. Bekerja dengan pengetahuan(Ilmu)
Dalam melakukan sebuah pekerjaan seharusnyalah seseorang memiliki pengetahuan atas apa
yang akan ia kerjakan, hal ini akan berdampak pada apa yang akan dihasilkan dari pekerjaan
itu.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.(QS:Al-Isra:36)
Dalam surah yang lain allah menjanjikan bahwa orang yang memliki pengetahuan lebih
mulia beberapa derajat.
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS:AlMujaadilah:11)
g. Bekerja dengan memiliki keahlian
Selain Ilmu yang dimiliki kita juga harus memliki keahlian(spesialisasi) dalam bekerja yang
juga akan berdampak pada hasil yang kita dapatkan.
Rasulullah Saww bersabda:
Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya” (HR. Bukhori)
h. Pengendalian Mutu
Setelah pekerjaan dilakukan dengan amanah, berdsarakan ilmu dan keahlian maka tugas
terakhir dalam pekerjaan tersebut adalah melakukan pengendalian mutu dari apa yang kita
kerjakan.karena hal tersbut harus dipertanggung jawabkan apakah itu kepada manusia lain
atu sang khaliq.
10
ETIKA PROFESI DALAM ISLAM
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan". (QS:At-Taubah:105)
i.
Kesimpulan
Dari apa yang kita pelajari, maka dapatlah kita simpulkan bahwa, ketika seorang
menganggap dirinya sebagai seorang professional maka ia harus memliki unsur:
a. Bertauhid
b. Amanah
c. Berakhlaq
d. Memiliki Ilmu
e. Keahlian
f. Tanggung Jawab
11