PERBEDAAN TRANSFORMASI PENGETAHUAN YANG doc
PERBEDAAN TRANSFORMASI PENGETAHUAN YANG DILAKUKAN
GURU PEMULA DAN GURU PAKAR DALAM MENGAJARKAN KIMIA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Makalah
Dipresentasikan pada Seminar Internasional tentang current issues of
research and teaching in science education,
Program Pascasarjana UPI, 18 Oktober 2008
Harry Firman
Jurusan Pendidikan Kimia UPI
ABSTRACT
This study examined the difference between novice and expert chemistry teachers in
their modes of knowledge transformation exhibited when they were teaching the topic of
chemical equilibrium for second grade students of senior secondary school. The
participants of this study were two experienced chemistry teachers viewed by their peers as
expert teachers and two chemistry student teachers who were in final stage of student
teaching program in secondary schools. Two to three teaching episodes on chemical
equilibrium conducted by each participant were observed and audiotaped. The data
analysis was focused on qualitative comparison of the way novice and expert teachers
representing the target concepts as inferred from transcriptions of classroom teaching and
observation fieldnotes. It is revealed that Novice teachers employed less transformative
approach compared to expert teachers in representing the target concepts. Novice teachers
tended to transmit the target concepts instead of stimulate the students to construct the
target concepts by themselves. Moreover more limited demonstration, analogy, and
illustration are utilized by novice teachers in representing the target concepts. The findings
of this study suggest teacher education program to equip prospective chemistry teachers
with more pedagogical content knowledge as an important professional knowledge needed
to transform content knowledge in teaching.
PENDAHULUAN
Pengkajian terhadap kontras antara guru pemula (novice teacher) dan guru pakar
(expert teacher) dalam berbagai aspek pengetahuan dan tindakan mengajar guru telah
banyak dilakukan sejak awal dekade 1990-an. Sebagai contoh, penelitian tentang
perbedaan guru pemula/kompeten dalam pengetahuan profesional mengajar di sekolah
dasar (Schempp, at al., 1998), konsepsi pemula/pakar tentang konsepsi awal siswa dalam
pembelajaran sains (Meyer, 2004), perbedaan guru pemula/pakar dalam mengajar dengan
teknologi (Mitchell & William, 1993), serta perbedaan dalam pembelajaran matematika oleh
guru pakar dan pemula (Borko & Livingstone, 1989). Pemula merujuk pada tahap awal
sedangkan pakar merujuk pada tahap puncak dari perkembangan kepakaran (expertise)
guru. Guru pemula bercirikan keterbatasan dalam pemilikan basis pengetahuan untuk
mengajar dan ketidakfleksibelan dalam menerapkan basis pengetahuan tersebut ketika
mengajar. Sebaliknya guru pakar bercirikan basis pengetahuan untuk mengajarnya telah
berkembang secara baik, responsif terhadap situasi yang ada, menunjukkan fleksibilitas
2
dalam menerapkan basis pengetahuan untuk mengajar, serta menunjukkan keintuitifan
dalam melakukan tindakan mengajar (Berliner, 2005).
Temuan penelitian-penelitian komparatif pemula/pakar dalam konteks pembelajaran
mempertegas karakteristik guru pemula dan guru pakar, serta membuka pemahaman
tentang bagaimana kepakaran dalam mengajar diperoleh. Namun demikian penelitian
serupa dalam konteks pembelajaran kimia sangatlah jarang, apalagi yang berfokus pada
isu sentral pembelajaran kimia ke depan, yakni mentrasformasikan pengetahuan kimia
untuk kepentingan mengajar (Bucat, 2004). Oleh karena itu sangatlah penting untuk
melakukan penelitian tentang kontras guru pemula dan guru pakar dalam isu sentral
mengajar kimia tersebut. Temuan-temuan penelitian tersebut diperlukan dalam membangun
rangka (framework) untuk pengembangan kepakaran guru kimia, baik melalui program
pendidikan dan pelatihan guru.
Mengajar tidak semata-mata mentransmisikan pengetahuan konten yang dimiliki guru
kepada siswanya, melainkan lebih dari itu. Shulman (1987) konseptualisasikan tugas
mengajar dengan
model penalaran dan tindakan pedagogik, yang dapat diilustrasikan
dalam bentuk siklus yang diawali dengan
pemahaman pada materi yang diajarkan,
kemudian mentransformasikan materi tersebut ke dalam bentuk yang “teachable” dan
“accessible”, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta refleksi dari hasil
belajar. Dalam model tersebut transformasi pengetahuan dipandang sebagai salah satu
elemen penting dalam tugas mengajar yang menentukan efektivitas pembelajaran.
Gudmunddottir (1987) menggambarkan proses transformasi pengetahuan sebagai
restrukturisasi secara kontinu pengetahuan konten untuk tujuan mengajar, dan pada proses
transformasi guru melakukan proses berpikir yang mencakup: (1) Preparasi, yakni mereviu
secara kritis silabus dan memilih ide-ide kunci sebagai konten yang penting untuk diajarkan;
(2) Representasi, yakni memikirkan bagaimana ide-ide kunci tersebut paling baik
digambarkan; (3) Seleksi pembelajaran, yakni memilih pendekatan mengajar yang tepat; (4)
Adaptasi, yakni menyesuaikan materi pelajaran pada karakteristik dan kapabilitas siswa
secara umum, misalnya pra-konsepsi yang dibawa siswa ke dalam setting pembelajaran;
serta (5) Tailoring, yakni mengadaptasi representasi kepada siswa-siwa yang secara
khusus memerlukannya. Kouladis & Tsatsaroni (1996) memandang pengetahuan yang
diajarkan di sekolah (school content) bukan semata-mata versi sederhana dari
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge), melainkan sebagai hasil reproduksi dan
restrukturisasi pengetahuan ilmiah melalui rekontekstualisasi pengetahuan ilmiah dengan
memperhatikan pra-konsepsi siswa. Proses reproduksi dan rekontekstualisasi tersebut
yang dinamakan Bond-Robinson (2005) sebagai pengemasan ulang (repackaging)
pengetahuan ilmiah agar sesuai dengan jalan pikiran siswa, sehingga pengetahuan ilmiah
tersebut dapat dimengerti mereka.
3
Terdapat berbagai basis pengetahuan professional guru yang terlibat dalam proses
transformasi mengetahuan, antara lain pengetahuan tentang konten, pengetahun tentang
kurikukulum, pengetahuan tentang karaktersitik siswa, dan yang dipandang mempunyai
kedudukan sentral yakni pengetahuan konten pedagogis (pedagogical content knowledge)
(van Driel, Verloop, & de Vos, 1998). Kategori pengetahuan yang disebut terakhir
merupakan amalgam khusus konten dan pedagogi, yang mencakup persoalan-persoalan
apa yang membuat suatu topik mudah dan sukar dimengerti siswa, strategi efektif
membangun pemahaman siswa, serta cara efektif menyajikan ide-ide dalam topik, seperti
analogi, ilustrasi, contoh, eksplanasi, dan demonstrasi (Geddis, 1993).
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap tindakan mengajar, baik guru
pemula maupun guru pakar, untuk memperbandingkan pola transformasi pengetahuan
yang dilakukan guru pemula dan guru pakar ketika mengajarkan kimia di sekolah
menengah atas, khususnya topik kesetimbangan kimia. Topik kesetimbangan kimia dipilih
sebagi konteks penelitian berhubung dengan karakteristik konten materi pelajarannya yang
abstrak sehingga transformasi pengetahuan menjadi kebutuhan guru.
Sejalan dengan
fokus penelitian yang dipaparkan di atas, pertanyaan penelitian yang hendak dijawab dalam
penelitian ini adalah: (1) Modus-modus trasformasi apakah yang digunakan guru pemula
dan guru pakar dalam mengajarkan topik kesetimbangan kimia?; serta (2) Pada aspekaspek apakah transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula berbeda dari yang
dilakukan guru pakar?
METODE
Pembelajaran materi pokok kesetimbangan kimia di kelas XI sekolah menengah atas
dipilih sebagai konteks penelitian ini. Dua alasan bagi pemilihan konteks ini, yakni berisi
konsep-konsep penting namun abstrak dan sukar dimengerti (Bucat & Fensham, 1995)
serta waktu pembelajarannya di sekolah berimpit dengan pelaksanaan program
pengalaman lapangan (PPL) yang memungkinkan dilaksanakannya pengamatan terhadap
pembelajaran oleh mahasiswa sebagai guru pemula. Konsep-konsep target pembelajaran
ditetapkan sesuai silabus mata pelajaran kimia untuk kelas XI, yang mencakup keadaan
setimbang dinamis, pergeseran kesetimbangan, asas Le Chatelier, serta hukum dan
tetapan kesetimbangan.
Studi kasus ethnografik digunakan dalam penelitian ini, yang di dalamnya pengkajian
secara intensif dilakukan terhadap setiap partisipan ketika melakukan pembelajaran dalam
setting
sekolahnya
masing-masing,
untuk
mengungkap
moda-moda
transformasi
pengetahuan yang dilakukan, baik oleh guru pemula maupun guru pakar, serta perbedaan
keduanya.
4
Partisipan penelitian terdiri atas dua orang mahasiswa program studi pendidikan kimia
yang sedang melaksanakan PPL (program pengalaman lapangan) sebagai guru pemula di
dua sekolah menengah atas berbeda di kota Bandung, serta dua orang guru pakar mata
pelajaran kimia yang juga mengajar di sekolah berbeda. Guru pakar berlatar pendidikan S1
program studi kimia, berpengalaman mengajar lebih dari 13 tahun, pernah mengikuti secara
intensif program pengembangan professional guru kimia di lapangan, mendapat pengakuan
sejawat atas kepakarannya dalam mengajarkan kimia dalam survey kepada para guru
kimia di Kota Bandung.
Observasi dan rekaman audio (dengan persetujuan partisipan) dilakukan terhadap
pembelajaran masing-masing partisipan dalam 2-3 episode pembelajaran @ 80 menit.
Sementara itu catatan lapangan dibuat untuk merekam moda-moda transformasi
pengetahuan yang dilakukan guru melalui interaksi non-verbal, seperti ilustrasi piktorial dan
catatan-catatan yang dibuat guru pada papan tulis atau media lainnya.
Data mentah yang terkumpul berupa narasi dalam bentuk transkrip-transkrip observasi
pembelajaran serta catatan lapangan pelaksanaan pembelajaran. Reduksi terhadap data
yang terkumpul dilakukan untuk menyisakan data yang sangat kuat relevansinya dengan
isu-isu pokok yang dipersoalkan dalam penelitian ini. Pengkodean selanjutnya dilakukan
terhadap segmen-segmen data berdasarkan partisipan, episode pembelajaran, dan posisi
dalam transkripsi pembelajaran. Tahap akhir dari proses analisis data adalah interpretasi
data untuk mengungkap jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
diketengahkan.
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 1
Dengan menggunakan kasus reaksi pembentukan hirogen iodida guru menjelaskan
definisi reaksi setimbang sebagai keadaan dari reaksi dapat balik yang laju reaksi maju
sama dengan laju reaksi balik. Untuk memperjelas konsep keadaan setimbang, guru
menggunakan analogi verbal keseimbangan pada timbangan (kiloan) yang digunakan di
pasar. Sifat dinamis kesetimbangan kimia dijelaskan guru dengan mengatakan bahwa
secara maksroskopis tak ada perubahan, sedangkan secara mikroskopis, baik reaksi maju
maupun reaksi balik terjadi terus menerus.
Ketika mengembangkan pemahaman terhadap asas Le Chatelier sebagai asas untuk
menjelaskan pergeseran kesetimbangan, setelah memberikan informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kesetimbangan, guru menggunakan analogi piktorial tabung U
berisi air, yang digambarkan pada papan tulis. Selanjutnya guru mengajak siswa
mendiskusikan dampak yang ditimbulkan oleh penambahan air ditambahkan ke dalam
salah satu mulut tabung U tersebut. Berlandaskan fenomena itu guru menjelaskan bahwa
jika suatu aksi dilakukan terhadap suatu kesetimbangan, pergeseran terjadi untuk
5
mencapai kesetimbangan baru. Guru selanjutnya mengunakan analogi verbal “jika diberi
akan memberi, jika diambil akan mengambil” untuk memahamkan asas Le Chatelier.
Berikutnya guru mengajak siswa mendiskusikan kasus penambahan dan pengambilan N2
pada sistem kesetimbangan reaksi pembentukan ammonia, dan menegaskan kembali
prinsip jika memberi akan memberi, jika mengambil akan mengambil. Selanjutnya, asas
tersebut
digunakan
guru
untuk
menerangkan
pengaruh
temperatur
terhadap
kesetimbangan. Penyederhanaan asas Le Chatelier ini tidak digunakan ketika guru
menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas. Tidak terobservasi
upaya guru untuk membangun pemahaman terhadap tetapan kesetimbangan, kecuali
menjelaskan bagaimana menuliskan ungkapan tetapan kesetimbangan untuk reaksi
kesetimbangan tertentu, baik kesetimbangan homogen maupun kesetimbangan heterogen.
Dapat disimpulkan bahwa guru pemula ini lebih mengutamakan transmisi pengetahuan
eksplisitnya melalui penyampaian definisi-definisi. Sementara itu transformasi terhadap
pengetahuan dilakukan untuk membuat pengetahuan tadi dimengerti siswa. Moda
transformasi yang diandalkan guru ini adalah analogi verbal dan piktorial untuk konsep
keadaan kesetimbangan serta pergeseran kesetimbangan. Sementara itu guru pemula ini
tidak melakukan mentransformasi pengetahuan ketika mengajarkan konsep hukum
kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan.
Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 2
Guru mengawali pelajaran dengan menyampaikan definisi reaksi berkesudahan dan
reaksi bolak-balik disertai beberapa contohnya. Selanjutnya guru pada memberikan ilustrasi
gambar pada papan tulis dua botol berisi air, satu terbuka dan yang lainnya tertutup pada
papan tulis, serta mengajukan serangkaian pertanyaan dengan maksud menggiring siswa
pada kesimpulan bahwa pada botol tertutup laju penguapan dan laju pengembunan sama,
sehingga volum air dalam botol tak berubah, yang diartikan sebagai keadaan setimbang.
Berlandaskan model mental itu guru menerangkan bahwa pada keadaan kesetimbangan
dalam botol tersebut secara mikroskopis terjadi perubahan, namun secara makroskopis
tidak ada perubahan. Guru pun kemudian menyatakan bahwa kesetimbangan bersifat
dinamis. Selanjutnya guru menggambarkan tiga grafik hubungan konsentrasi terhadap
waktu yang dapat mengilustrasikan secara grafis konsentrasi pereaksi-pereaksi pada
keadaan kesetimbangan. Serentetan penjelasan diberikan guru dengan merujuk pada
gambar-gambar tersebut, untuk mengilustrasikan bahwa pada keadaan setimbang
perubahan makroskopis tidak terjadi, sekalipun perubahan mikroskopis terjadi secara terus
menerus.
Dalam
mengembangkan
konsep
pergeseran
kesetimbangan,
guru
melakukan
demonstrasi untuk memperlihatkan pengaruh penambahan/pengurangan konsentrasi
komponen
reaksi
kesetimbangan,
dengan
mengambil
kasus
reaksi
6
Fe3+(aq) + SCN- (aq) ═ Fe(SCN)2+(aq) yang dikatakan guru kepada kelas sebagai contoh
reaksi kesetimbangan. Melalui lembar pengamatan yang dibagikan guru siswa mencatat
pengamatan apa yang terjadi ketika ke dalam sistem kesetimbangan tersebut di tambahkan
larutan FeCl3, KSCN, dan Na2HPO4. Guru kemudian mengatakan bunyi asas Le Chatelier,
“Jika pada sistem kesetimbangan diberikan suatu aksi maka sistem akan mengadakan
reaksi sehingga pengaruh aksi diperkecil”, dan menerapkannya untuk melakukan
eksplanasi terhadap fenomena pergeseran kesetimbangan yang diobservasi siswa.
Demonstrasi efek peningkatan dan penurunan suhu pada reaksi kesetimbangan
2NO2(g) ═ N2O4(g) selanjutnya dilakukan guru untuk memperlihatkan pengaruh temperatur
terhadap kesetimbangan. Sebagai rangkuman guru mengatakan, “Jika suhu diturunkan
kesetimbangan bergeser ke arah eksoterm dan bila suhu dinaikkan kesetimbangan
bergeser ke arah endoterm”. Tidak terobservasi guru menggunakan asas Le Chatelier
dalam konteks pengaruh temperatur terhadap kesetimbangan.
Dalam
menjelaskan
pengaruh
tekanan/volum
terhadap
kesetimbangan
guru
menayangkan melalui OHP ilustrasi gambar percobaan, yakni tiga siring (syringe) berisi
sistem kesetimbangan gas 2NO2(g) ═ N2O4(g) yang mengilustrasikan bahwa jika volum
diperbesar ternyata pengamatan menunjukkan warna gas dalam siring bertambah tua
sebagai bukti kesetimbangan bergeser kearah NO2, yakni yang jumlah molnya lebih
banyak. Sementara itu bila volum diperekecil warna gas memucat sebagai bukti
kesetimbangan bergeser kea rah N2O4, yakni yang jumlah molnya lebih sedikit. Dengan
ilustrasi ini guru mengemukakan kesimpulan bahwa volum dikurangi kesetimbangan
bergeser ke arah yang jumnlah molnya lebih sedikit, dan sebaliknya jika tekanan dikurangi
atau volum diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molnya
lebih banyak. Selanjutnya guru melatih siswa menerapkan prinsip ini pada kasus reaksi
kesetimbangan lainnya. Tidak terobservasi penggunaan asas Le Chatelier oleh guru dalam
menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas.
Ketika mengembangkan konsep hukum kesetimbangan pada benak siswa, guru
mengawalinya dengan mengingatkan siswa bahwa ada hubungan antara konsentrasi
pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan kesetimbangan, dan hubungan ini telah diselidiki
oleh ahli kimia dengan mengukur konsentrasi-konsentrasi zat pada kesetimbangan. Guru
kemudian menyampaikan hukum kesetimbangan untuk mengungkapkan hubungan
matematis konsentrasi-konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan setimbang,
serta menjelaskan arti tetapan keseimbangan K.
Guru pemula ini menggunakan moda-moda ilustrasi-ilustrasi piktorial dan ilustrasi grafis
dalam mengajarkan konsep target keadaan setimbang. Sementara itu demonstrasi
dilakukannya
untuk mengajarkan
konsep pergeseran kesetimbangan.
Moda-moda
transformasi tersebut digunakan mengawali penyampaian pernyataan-pernyataan baku
7
konsep-konsep tersebut. Namun demikian, guru pemula ini tidak melakukan upaya
memfasilitasi pengembangan konsep konsep hukum kesetimbangan dan tetapan
kesetimbangan, kecuali mengatakan rumusan pengetahuan eksplisitnya.
Transformasi pengetahuan oleh guru pakar 1
Dalam memperkenalkan fenomena reaksi bolak-balik, guru meminta siswa melakukan
percobaan di depan kelas untuk memperlihatkan reaksi zink dengan larutan CuSO 4 sebagai
contoh reaksi berkesudahan karena reaksi sebaliknya tak berlangsung. Guru pun meminta
siswa mengamati reaksi antara PbSO4 dan larutan NaI, mendekantasi endapan PbI2 yang
berwarna kuning, dan kemudian mereaksikan padatan itu dengan larutan natrium sulfat
menghasilkan endapan putih PbSO4, sebagai bukti reaksi dapat balik. Kemudian guru
menjelaskan bagaimana menulis notasi untuk reaksi bolak-balik.
Selanjutnya guru meminta siswa mengamati percobaan yang dilakukan dua orang
temannya di depan kelas, yakni penambahan KSCN dan FeCl3, yang kemudian ke dalam
sebagian larutan hasil reaksi ditambahkan lagi KSCN, sedangkan ke dalam sebagian
lainnya ditambahkan larutan FeCl3. Masih dapat bereaksinya larutan, baik dengan KSCN
maupun FeCl3, yang teramati siswa dari bertambah tuanya warna larutan, digunakan guru
sebagai landasan empiris untuk mengatakan bahwa pada keadaan kesetimbangan
komponen-komponen pereaksi masih tetap ada. Sebagai kesimpulan, guru mengatakan
bahwa kesetimbangan kimia bersifat dinamis, perubahan secara mikroskoskopis berjalan
terus tetapi secara makro tidak kelihatan.
Untuk mendemonstrsikan keadaan kesetimbangan di atas, guru menyediakan dua
gelas ukur 250 mL di atas meja guru dan mengisi salah satunya dengan sekitar 200 mL air,
kemudian meminta seorang siswa memindahkan air dengan pipet ukur dari satu gelas ukur
ke gelas ukur lainnya. Sementara itu siswa lain dengan cara yang sama memindahkan
kembali air ke gelas ukur pertama. Kegiatan pemindahan air dari dua gelas ukur ini
dilakukan berulang-ulang, dan terobservasi siswa bahwa pada semakin lama volum air di
kedua gelas ukur itu sama. Ilustrasi lain diberikan guru dalam bentuk grafik-grafik
konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi terhadap waktu pada reaksi kesetimbangan, yang
intinya pada keadaan kesetimbangan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi tetap.
Dengan menyelenggarakan praktikum berkelompok, siswa mengamati pengaruh
penambahan KSCN, FeCl3, dan Na2HPO4 terhadap sistem kesetimbangan
(aq) + SCN-(aq)
menemukan
═
Fe(SCN)2+(aq)
kesimpulan
terjadinya
Fe 3+
guru membimbing siswa untuk sampai pada
pergeseran
kesetimbangan.
Berikutnya
guru
menjelaskan bahwa asas Le Chatelier berguna untuk menjelaskan dan memprediksikan
arah pergeseran kesetimbangan. Guru meminta siswa membaca dari buku pernyataan
asas Le Chatelier dan mempertegasnya, “bila ke dalam sistem kesetimbangan diberikan
aksi maka kesetimbangan itu akan bergeser untuk memperkecil aksi tersebut”.
8
Guru memperlihatkan ilustrasi gambar melalui tayangan OHP yang memperlihatkan
pengaruh kenaikan suhu pada reaksi kesetimbangan gas 2NO 2(g) ═
N2O4(g). Siswa
dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan pengarah untuk sampai pada kesimpulan bahwa
kenaikan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang endoterm, serta
sebaliknya penurunan suhu menggeser kesetimbangan ke arah reaksi yang eksoterm.
Selanjutnya, dengan ilustrasi gambar dan tabel data eksperimen hipotetik yang ditayangkan
melalui OHP, guru memperlihatkan pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan gas, serta
membimbing
siswa
untuk
sampai
pada
kesimpulan
bahwa
kenaikan
tekanan
mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas dengan jumlah molekul lebih sedikit.
Sebaliknya, penurunan tekanan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas yang
jumlah molekul lebih banyak.
Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru membagi kelas ke dalam
kelompok 5-6 orang dan meminta masing-masing kelompok menghitung bersama-sama
hasil perkalian dan pembagian konsentrasi-konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dari suatu
reaksi kesetimbangan (diberikan pada LKS). Selanjutnya guru meminta kelompok siswa
mengemukakan formula mana yang memberikan hasil yang bernilai konstan. Semua
kelompok siswa menemukan bahwa formula yang memberikan nilai konstan untuk reaksi
kesetimbangan H2(g) + I2(g) ═ 2HI(g) adalah “hasil bagi konsentrasi-konsentrasi pereaksi
dipangkatkan
koefisennya
terhadap
konsentrasi-konsentrasi
pereaksi
dipangkatkan
koefisiennya”. Menindaklanjuti temuan siswa ini guru memperkenalkan pengertian hukum
kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan. Selanjutnya guru memperikan informasi
bahwa nilai K dipengaruhi temperatur. Selain itu guru juga memberikan contoh dan melatih
penulisan hukum kesetimbangan untuk reaksi kesetimbangan heterogen.
Guru pakar ini sangat mengandalkan moda demonstrasi dan kegiatan lab untuk
memberikan landasan empiris bagi siswa untuk menemukan konsep reaksi bolak-balik,
reaksi kesetimbangan, keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, dan pengaruh
konsentrasi pada kesetimbangan. Dalam kasus percobaan sukar ditangani dan berbahaya,
guru menggunakan moda ilustrasi piktorial untuk memberikan landasan empiris bagi siswa
untuk memahami pengaruh temperatur pada kesetimbangan, serta tabel data hasil
eksperimen untuk memahami pengaruh volum/tekanan pada kesetimbangan gas.
Sementara itu moda eksplorasi terhadap data eksperimen kembali dipakai guru dalam
mengembangkan pemahaman siswa terhadap hukum kesetimbangan dan tetapan
kesetimbangan. Proses transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar ini
seluruhnya dilakukan mengawali pengembangan konsep-konsep target pada benak siswa.
Transformasi pengetahuan oleh guru pakar 2
9
Dalam
mengembangkan
memahamkan
keadaan
setimbang,
guru
mengawali
pembelajaran dengan menjelaskan adanya perubahan tak dapat balik yang dicontohkan
dengan pembakaran kayu dan perubahan dapat balik dengan contoh yakni pembekuan dan
pencairan es.
Selanjutnya, dengan menggunakan carta yang memperlihatkan reduksi
oksida besi oleh gas hidrogen, guru memperkenalkan cara menyatakan reaksi dapat balik
dengan dua tanda panah berlawanan, serta menjelaskan reaksi yang dapat balik dapat
mencapai keadaan setimbang. Untuk lebih menjelaskan konsentrasi zat-zat pada keadaan
setimbang, guru menggunakan ilustrasi grafik konsentrasi komponen kesetimbangan yang
dialurkan terhadap waktu. Selain itu guru mendemonstrasikan analogi air dalam selang
plastik transparan untuk mengkongkritkan perubahan menuju kesetimbangan. Sebagai
tambahan guru menjelaskan syarat terjadi kesetimbangan, yakni reaksi dapat balik, sistem
tertutup, kecepatan reaksi maju sama dengan kecepatan reaksi balik.
Dalam mengembangkan konsep pergeseran kesetimbangan, guru meminta dua orang
siswa melakukan percobaan di depan kelas untuk dilihat teman-temannya, yaitu
penambahan
dan
pengurangan
konsentrasi
Fe3+(aq) + SCN-(aq) ═ Fe(SCN)2+(aq).
pereaksi
terhadap
kesetimbangan
Siswa diminta mengamati perubahan warna yang
terjadi untuk menjadi landasan penarikan kesimpulan ke arah mana kesetimbangan
bergeser. Guru memandu siswa menarik kesimpulan umum secara bersama-sama, yakni
bila pada suatu kesetimbangan konsentrasi suatu zat diperbesar, maka kesetimbangan
bergeser ke arah lawannya, sedangkan bila konsentrasi suatu zat dikurangi kesetimbangan
bergeser ke arah zat tersebut.
Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru terlebih dahulu
memperlihatkan tabel berisi data eksperimen hipotetik pengukuran konsentrasi komponenkomponen reaksi kesetimbangan pembentukan ammonia, N2(g) + 3H2(g) ═ 2NH3(g). Guru
meminta siswa menghitung hasil bagi konsentrasi hasil reaksi terhadap konsentrasi
pereaksi untuk beberapa set data eksperimen. Siswa menemukan bahwa nilainya tidak
sama dari satu eksperimen ke eksperimen lainnya. Selanjutnya guru meminta siswa
melakukan perhitungan serupa tetapi dengan formula berbeda, yakni konsentrasikonsentrasi zat dipangkatkan koefisiennya pada persamaan reaksi. Siswa menemukan
nilai-nilai yang sama. Guru selanjutnya meminta siswa melakukan penelaahan terhadap
kasus reaksi lain untuk menemukan formula yang memberikan nilai pembagian yang
konstan. Dengan merujuk pada kasus-kasus tersebut guru memperkenalkan pengertian
tetapan kesetimbangan, serta menuliskan persamaan umum untuk ungkapan K. Guru
memberikan penjelasan tambahan bahwa nilai K tetap untuk suatu reaksi asalkan suhunya
tetap.
Guru pakar ini mengandalkan ilustrasi verbal tentang fenomena alam di sekitar dan
ilustrasi piktorial untuk memahamkan reaksi dapat balik dan keadaan setimbang, serta
10
ilustrasi grafis untuk memahamkan konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan
setimbang. Moda percobaan digunakan juga oleh guru untuk memberikan kejelasan
fenomena pergeseran kesetimbangan secara makroskopis, sementara analogi benda nyata
digunakan guru untuk memahamkan peristiwa pergeseran kesetimbangan secara
mikroskopis. Guru pakar ini juga mengandalkan data eksperimen hipotetik untuk menjali
ilustrasi bagi konsep hukum kesetimbangan dan tetapak kesetimbangan.
Perbedaan transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar
Dari fakta tentang transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula dan guru
pakar, tampak bahwa terdapat kesamaan fokus transformasi semua guru, yakni terhadap
konsep-konsep target keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, serta hukum
kesetimbangan. Hal ini merefleksikan pemahaman yang sama tentang pentingya konsepkonsep kunci ini untuk dimengerti siswa. Di sisi lain fakta tersebut melukiskan pula
kesadaran guru, baik guru pakar maupun guru pemula, terhadap pentingnya melakukan
transformasi terhadap pengetahuan ketika mengajar, supaya potongan pengetahuan yang
diajarkan mejadi mudah dimengerti siswa pada umumnya. Namun demikian, teramati
keunikan
masing-masing
guru
dalam
memilih
moda
transformasi,
menggunakan
representasi-representasi konsep sebagai hasil transformasi dalam kerangka strategi
pembelajaran yang dikembangkannya dalam mengajarkan materi pokok kesetimbangan
kimia. Keunikan-keunikan ini tentu berhubungan dengan basis pengetahuan praktis
mengajar yang dimiliki, keyakinan-keyakinan yang dipegang masing-masing guru dalam
konteks pembelajaran, serta kondisi siswa yang dihadapinya. Keunikan-keunikan tersebut
melahirkan perbedaan intensitas transformasi dan moda-moda yang dipilih guru-guru dalam
melakukan transformasi pengetahuan demi kepentingan siswa yang dihadapinya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa masih agak kuat tendensi guru pemula
melakukan transmisi pengetahuan ketimbang transformasi pengetahuan. Indikasi-indikasi
yang menunjang klaim ini adalah guru pemula lebih mengutamakan penyampaian
pernyataan-pernyataan pengetahuan eksplisit, seperti definisi konsep yang dimuat di buku,
dan menggunakan ilustrasi dan analogi setelah penyampaian informasi tersebut, sehingga
pembelajaran sangat pasif dan deduktif. Hal ini bertolak belakang dengan yang dilakukan
guru pakar, yang dengan lebih intensif mengagendakan demonstrasi dan eksperimen,
memberikan ilustrasi
dan analogi,
baik
verbal maupun piktorial,
dalam
rangka
mengembangkan semua konsep dalam benak siswa. Ini pula yang membuat pembelajaran
oleh guru pakar menjadi kaya dengan pengalaman langsung serta pertanyaan-pertanyaan
pengarah. Hal ini yang membuat pembelajaran oleh guru pakar secara keseluruhan lebih
aktif dan berpusat pada siswa. Kendatipun ada usaha guru pemula melakukan transformasi
pengetahuan ketika mengajar, moda-moda transformasi yang dipakai lebih miskin daripada
yang dipakai guru pakar. Kalau kedua partisipan guru pakar menggunakan moda
11
demonstrasi dan eksperimen, serta ilustrasi dan analogi verbal dan piktorial, maka hanya
seorang guru pemula yang memanfaatkan moda-moda transformasi pengetahuan tersebut.
Kerumitan menciptakan pengalaman belajar yang mengeksplorasi dan memanipulasi
data
eksperimen
hipotetik
dengan
alternatif-alternatif
formula
matematis
yang
menggambarkan hubungan kuantitatif konsentrasi hasil reaksi dan pereaksi, menyebabkan
guru pemua cenderung menyampaikan secara transmitif konsep hukum kesetimbangan
dan tetapan kesetimbangan. Sementara dalam konteks serupa kedua guru pakar
mengembangkan konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan secara
induktif, yang di dalamnya siswa sendiri melakukan eksplorasi data untuk kemudian
“menemukan” konsep tersebut. Keterbatasan guru pemula dalam pengetahuan konten
pedagogis (pedagogical content knowledge) terkait topik yang diajarkan sebagai akibat dari
kemiskinan pengalaman mengajar dan kurang efektifnya program pendidikan guru sangat
boleh jadi turut menyumbang pada inferioritas guru pemula dari guru pakar dalam
melakukan transformasi pengetahuan dalam mengajar. Implikasinya adalah program
pendidikan guru kimia perlu membekali secara intensif calon guru dengan dengan
pengetahuan konten pedagogis, sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan
transformasi pengetahuan, yang untuk bidang kimia dinamakan pengetahuan kimia
pedagogis (pedagogical chemical knowledge atau PChK) (Bond-Robinson, 2005). Basis
pengetahuan profesional guru kimia tersebut bersama dengan pengalaman langsung dalam
pembelajaran akan membuat guru pemula pada tingkat kepakaran yang lebih baik dan
lebih cepat berkembang.
KESIMPULAN
Temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas mengarahkan penulis untuk
menyimpulkan bahwa: (1) Transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar
untuk membuat materi pelajaran dalam topik kesetimbangan kimia dimengerti siswa,
dilakukan dengan modal-moda demonstrasi, kegiatan laboratorium, ilustrasi dan penjelasan
analogis, baik secara verbal maupun piktorial; (2) Moda transmisi pengetahuan masih
menjadi pilihan guru pemula, khususnya untuk konsep target pembelajaran yang sulit
dikongkritkan. Moda transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar superior
terhadap yang dilakukan guru pemula dari aspek kuantitas, ketepatan, serta perannya
dalam memfasilitasi siswa membangun konsepsi secara induktif berlandasakan fakta
empiris yang diamati.
RUJUKAN
12
Berliner, D. C. (2005). Expert teachers: Their characteristics, development and
accomplishments.
Retrieved
October
1,
2008
from
http://www.dewey.uab.es/didlleagua/simposiumccss/Libre/david%20.%20berliner.pdf
Bond-Robinson, J. (2005). Identifying pedagogical content knowledge (PCK) in the
chemistry laboratory. Chemistry Education Research and Practice, 6(2), 83-103.
Bucat, B., & Fensham, P. (1995). Teaching and learning about chemical equilibrium. Dalam
B. Bucat & P. Fensham (Eds.), Selected paper in chemical education research, (p. 1-4).
New Delhi: IUPAC Committee on Teaching of Chemistry.
Bucat, B. (2004). Pedagogical content knowledge as a way forward: Applied research in
chemistry education. Chemistry Education Research and Practice, 5(3), 215-228.
Borko, H., & Livingstone, C. (1989). Cognition and instruction: Differences in mathematics
instruction by expert and novice teachers. American Educational Research Journal,
26(4), 473-498.
Geddis, A. N. (1993). Transforming subject-matter knowledge: The role of pedagogical
content knowledge in learning to reflect on teaching. International Journal of Science
Education, 15(6), 673-683.
Gudmunsdottir, S. (1989). Pedagogical content knowledge: teachers’ ways of knowing.
Paper presended at the annual meeting of the American Education Research
Asociation, Washington DC, April 1987 (Dokumen ERIC ED 29071).
Kouladis, V., & Tsatsaroni, A. (1996). A pedagogical analysis of science textbooks: How can
we proceed. Research in Science Education, 26(1), 55-71.
Meyer, H. (2004). Novice and expert teachers’ conceptions of learners’ prior knowledge.
Science
Education,
88,
970-983.
Retrieved
October
2,
2008
from
http://www.interscience.wiley.com
Mitchell, J., &Williams, S. E. (1993). Expert/Novice difference in teaching with technology.
Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research
Association, Atlanta, April 12-16, 1993.
Schempp, P. G., Tan, S., Manross, D., & Fincer, M. (1998). Differences in novice and
competent teachers’ knowledge. Teachers and Teaching: Theory and Practice. 4(1), 920.
Shulman, L. S. (1987). Knowledge and teaching: Foundations of the new reform. Harvard
Educational Review, 57(1), 1-22.
Van Driel, J. H., Verloop, N., de Vos, W. (1998). Developing science teachers’ pedagogical
content knowledge. Journal of Research in Science Teaching, 35(6), 673-695.
GURU PEMULA DAN GURU PAKAR DALAM MENGAJARKAN KIMIA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Makalah
Dipresentasikan pada Seminar Internasional tentang current issues of
research and teaching in science education,
Program Pascasarjana UPI, 18 Oktober 2008
Harry Firman
Jurusan Pendidikan Kimia UPI
ABSTRACT
This study examined the difference between novice and expert chemistry teachers in
their modes of knowledge transformation exhibited when they were teaching the topic of
chemical equilibrium for second grade students of senior secondary school. The
participants of this study were two experienced chemistry teachers viewed by their peers as
expert teachers and two chemistry student teachers who were in final stage of student
teaching program in secondary schools. Two to three teaching episodes on chemical
equilibrium conducted by each participant were observed and audiotaped. The data
analysis was focused on qualitative comparison of the way novice and expert teachers
representing the target concepts as inferred from transcriptions of classroom teaching and
observation fieldnotes. It is revealed that Novice teachers employed less transformative
approach compared to expert teachers in representing the target concepts. Novice teachers
tended to transmit the target concepts instead of stimulate the students to construct the
target concepts by themselves. Moreover more limited demonstration, analogy, and
illustration are utilized by novice teachers in representing the target concepts. The findings
of this study suggest teacher education program to equip prospective chemistry teachers
with more pedagogical content knowledge as an important professional knowledge needed
to transform content knowledge in teaching.
PENDAHULUAN
Pengkajian terhadap kontras antara guru pemula (novice teacher) dan guru pakar
(expert teacher) dalam berbagai aspek pengetahuan dan tindakan mengajar guru telah
banyak dilakukan sejak awal dekade 1990-an. Sebagai contoh, penelitian tentang
perbedaan guru pemula/kompeten dalam pengetahuan profesional mengajar di sekolah
dasar (Schempp, at al., 1998), konsepsi pemula/pakar tentang konsepsi awal siswa dalam
pembelajaran sains (Meyer, 2004), perbedaan guru pemula/pakar dalam mengajar dengan
teknologi (Mitchell & William, 1993), serta perbedaan dalam pembelajaran matematika oleh
guru pakar dan pemula (Borko & Livingstone, 1989). Pemula merujuk pada tahap awal
sedangkan pakar merujuk pada tahap puncak dari perkembangan kepakaran (expertise)
guru. Guru pemula bercirikan keterbatasan dalam pemilikan basis pengetahuan untuk
mengajar dan ketidakfleksibelan dalam menerapkan basis pengetahuan tersebut ketika
mengajar. Sebaliknya guru pakar bercirikan basis pengetahuan untuk mengajarnya telah
berkembang secara baik, responsif terhadap situasi yang ada, menunjukkan fleksibilitas
2
dalam menerapkan basis pengetahuan untuk mengajar, serta menunjukkan keintuitifan
dalam melakukan tindakan mengajar (Berliner, 2005).
Temuan penelitian-penelitian komparatif pemula/pakar dalam konteks pembelajaran
mempertegas karakteristik guru pemula dan guru pakar, serta membuka pemahaman
tentang bagaimana kepakaran dalam mengajar diperoleh. Namun demikian penelitian
serupa dalam konteks pembelajaran kimia sangatlah jarang, apalagi yang berfokus pada
isu sentral pembelajaran kimia ke depan, yakni mentrasformasikan pengetahuan kimia
untuk kepentingan mengajar (Bucat, 2004). Oleh karena itu sangatlah penting untuk
melakukan penelitian tentang kontras guru pemula dan guru pakar dalam isu sentral
mengajar kimia tersebut. Temuan-temuan penelitian tersebut diperlukan dalam membangun
rangka (framework) untuk pengembangan kepakaran guru kimia, baik melalui program
pendidikan dan pelatihan guru.
Mengajar tidak semata-mata mentransmisikan pengetahuan konten yang dimiliki guru
kepada siswanya, melainkan lebih dari itu. Shulman (1987) konseptualisasikan tugas
mengajar dengan
model penalaran dan tindakan pedagogik, yang dapat diilustrasikan
dalam bentuk siklus yang diawali dengan
pemahaman pada materi yang diajarkan,
kemudian mentransformasikan materi tersebut ke dalam bentuk yang “teachable” dan
“accessible”, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta refleksi dari hasil
belajar. Dalam model tersebut transformasi pengetahuan dipandang sebagai salah satu
elemen penting dalam tugas mengajar yang menentukan efektivitas pembelajaran.
Gudmunddottir (1987) menggambarkan proses transformasi pengetahuan sebagai
restrukturisasi secara kontinu pengetahuan konten untuk tujuan mengajar, dan pada proses
transformasi guru melakukan proses berpikir yang mencakup: (1) Preparasi, yakni mereviu
secara kritis silabus dan memilih ide-ide kunci sebagai konten yang penting untuk diajarkan;
(2) Representasi, yakni memikirkan bagaimana ide-ide kunci tersebut paling baik
digambarkan; (3) Seleksi pembelajaran, yakni memilih pendekatan mengajar yang tepat; (4)
Adaptasi, yakni menyesuaikan materi pelajaran pada karakteristik dan kapabilitas siswa
secara umum, misalnya pra-konsepsi yang dibawa siswa ke dalam setting pembelajaran;
serta (5) Tailoring, yakni mengadaptasi representasi kepada siswa-siwa yang secara
khusus memerlukannya. Kouladis & Tsatsaroni (1996) memandang pengetahuan yang
diajarkan di sekolah (school content) bukan semata-mata versi sederhana dari
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge), melainkan sebagai hasil reproduksi dan
restrukturisasi pengetahuan ilmiah melalui rekontekstualisasi pengetahuan ilmiah dengan
memperhatikan pra-konsepsi siswa. Proses reproduksi dan rekontekstualisasi tersebut
yang dinamakan Bond-Robinson (2005) sebagai pengemasan ulang (repackaging)
pengetahuan ilmiah agar sesuai dengan jalan pikiran siswa, sehingga pengetahuan ilmiah
tersebut dapat dimengerti mereka.
3
Terdapat berbagai basis pengetahuan professional guru yang terlibat dalam proses
transformasi mengetahuan, antara lain pengetahuan tentang konten, pengetahun tentang
kurikukulum, pengetahuan tentang karaktersitik siswa, dan yang dipandang mempunyai
kedudukan sentral yakni pengetahuan konten pedagogis (pedagogical content knowledge)
(van Driel, Verloop, & de Vos, 1998). Kategori pengetahuan yang disebut terakhir
merupakan amalgam khusus konten dan pedagogi, yang mencakup persoalan-persoalan
apa yang membuat suatu topik mudah dan sukar dimengerti siswa, strategi efektif
membangun pemahaman siswa, serta cara efektif menyajikan ide-ide dalam topik, seperti
analogi, ilustrasi, contoh, eksplanasi, dan demonstrasi (Geddis, 1993).
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap tindakan mengajar, baik guru
pemula maupun guru pakar, untuk memperbandingkan pola transformasi pengetahuan
yang dilakukan guru pemula dan guru pakar ketika mengajarkan kimia di sekolah
menengah atas, khususnya topik kesetimbangan kimia. Topik kesetimbangan kimia dipilih
sebagi konteks penelitian berhubung dengan karakteristik konten materi pelajarannya yang
abstrak sehingga transformasi pengetahuan menjadi kebutuhan guru.
Sejalan dengan
fokus penelitian yang dipaparkan di atas, pertanyaan penelitian yang hendak dijawab dalam
penelitian ini adalah: (1) Modus-modus trasformasi apakah yang digunakan guru pemula
dan guru pakar dalam mengajarkan topik kesetimbangan kimia?; serta (2) Pada aspekaspek apakah transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula berbeda dari yang
dilakukan guru pakar?
METODE
Pembelajaran materi pokok kesetimbangan kimia di kelas XI sekolah menengah atas
dipilih sebagai konteks penelitian ini. Dua alasan bagi pemilihan konteks ini, yakni berisi
konsep-konsep penting namun abstrak dan sukar dimengerti (Bucat & Fensham, 1995)
serta waktu pembelajarannya di sekolah berimpit dengan pelaksanaan program
pengalaman lapangan (PPL) yang memungkinkan dilaksanakannya pengamatan terhadap
pembelajaran oleh mahasiswa sebagai guru pemula. Konsep-konsep target pembelajaran
ditetapkan sesuai silabus mata pelajaran kimia untuk kelas XI, yang mencakup keadaan
setimbang dinamis, pergeseran kesetimbangan, asas Le Chatelier, serta hukum dan
tetapan kesetimbangan.
Studi kasus ethnografik digunakan dalam penelitian ini, yang di dalamnya pengkajian
secara intensif dilakukan terhadap setiap partisipan ketika melakukan pembelajaran dalam
setting
sekolahnya
masing-masing,
untuk
mengungkap
moda-moda
transformasi
pengetahuan yang dilakukan, baik oleh guru pemula maupun guru pakar, serta perbedaan
keduanya.
4
Partisipan penelitian terdiri atas dua orang mahasiswa program studi pendidikan kimia
yang sedang melaksanakan PPL (program pengalaman lapangan) sebagai guru pemula di
dua sekolah menengah atas berbeda di kota Bandung, serta dua orang guru pakar mata
pelajaran kimia yang juga mengajar di sekolah berbeda. Guru pakar berlatar pendidikan S1
program studi kimia, berpengalaman mengajar lebih dari 13 tahun, pernah mengikuti secara
intensif program pengembangan professional guru kimia di lapangan, mendapat pengakuan
sejawat atas kepakarannya dalam mengajarkan kimia dalam survey kepada para guru
kimia di Kota Bandung.
Observasi dan rekaman audio (dengan persetujuan partisipan) dilakukan terhadap
pembelajaran masing-masing partisipan dalam 2-3 episode pembelajaran @ 80 menit.
Sementara itu catatan lapangan dibuat untuk merekam moda-moda transformasi
pengetahuan yang dilakukan guru melalui interaksi non-verbal, seperti ilustrasi piktorial dan
catatan-catatan yang dibuat guru pada papan tulis atau media lainnya.
Data mentah yang terkumpul berupa narasi dalam bentuk transkrip-transkrip observasi
pembelajaran serta catatan lapangan pelaksanaan pembelajaran. Reduksi terhadap data
yang terkumpul dilakukan untuk menyisakan data yang sangat kuat relevansinya dengan
isu-isu pokok yang dipersoalkan dalam penelitian ini. Pengkodean selanjutnya dilakukan
terhadap segmen-segmen data berdasarkan partisipan, episode pembelajaran, dan posisi
dalam transkripsi pembelajaran. Tahap akhir dari proses analisis data adalah interpretasi
data untuk mengungkap jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
diketengahkan.
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 1
Dengan menggunakan kasus reaksi pembentukan hirogen iodida guru menjelaskan
definisi reaksi setimbang sebagai keadaan dari reaksi dapat balik yang laju reaksi maju
sama dengan laju reaksi balik. Untuk memperjelas konsep keadaan setimbang, guru
menggunakan analogi verbal keseimbangan pada timbangan (kiloan) yang digunakan di
pasar. Sifat dinamis kesetimbangan kimia dijelaskan guru dengan mengatakan bahwa
secara maksroskopis tak ada perubahan, sedangkan secara mikroskopis, baik reaksi maju
maupun reaksi balik terjadi terus menerus.
Ketika mengembangkan pemahaman terhadap asas Le Chatelier sebagai asas untuk
menjelaskan pergeseran kesetimbangan, setelah memberikan informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kesetimbangan, guru menggunakan analogi piktorial tabung U
berisi air, yang digambarkan pada papan tulis. Selanjutnya guru mengajak siswa
mendiskusikan dampak yang ditimbulkan oleh penambahan air ditambahkan ke dalam
salah satu mulut tabung U tersebut. Berlandaskan fenomena itu guru menjelaskan bahwa
jika suatu aksi dilakukan terhadap suatu kesetimbangan, pergeseran terjadi untuk
5
mencapai kesetimbangan baru. Guru selanjutnya mengunakan analogi verbal “jika diberi
akan memberi, jika diambil akan mengambil” untuk memahamkan asas Le Chatelier.
Berikutnya guru mengajak siswa mendiskusikan kasus penambahan dan pengambilan N2
pada sistem kesetimbangan reaksi pembentukan ammonia, dan menegaskan kembali
prinsip jika memberi akan memberi, jika mengambil akan mengambil. Selanjutnya, asas
tersebut
digunakan
guru
untuk
menerangkan
pengaruh
temperatur
terhadap
kesetimbangan. Penyederhanaan asas Le Chatelier ini tidak digunakan ketika guru
menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas. Tidak terobservasi
upaya guru untuk membangun pemahaman terhadap tetapan kesetimbangan, kecuali
menjelaskan bagaimana menuliskan ungkapan tetapan kesetimbangan untuk reaksi
kesetimbangan tertentu, baik kesetimbangan homogen maupun kesetimbangan heterogen.
Dapat disimpulkan bahwa guru pemula ini lebih mengutamakan transmisi pengetahuan
eksplisitnya melalui penyampaian definisi-definisi. Sementara itu transformasi terhadap
pengetahuan dilakukan untuk membuat pengetahuan tadi dimengerti siswa. Moda
transformasi yang diandalkan guru ini adalah analogi verbal dan piktorial untuk konsep
keadaan kesetimbangan serta pergeseran kesetimbangan. Sementara itu guru pemula ini
tidak melakukan mentransformasi pengetahuan ketika mengajarkan konsep hukum
kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan.
Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 2
Guru mengawali pelajaran dengan menyampaikan definisi reaksi berkesudahan dan
reaksi bolak-balik disertai beberapa contohnya. Selanjutnya guru pada memberikan ilustrasi
gambar pada papan tulis dua botol berisi air, satu terbuka dan yang lainnya tertutup pada
papan tulis, serta mengajukan serangkaian pertanyaan dengan maksud menggiring siswa
pada kesimpulan bahwa pada botol tertutup laju penguapan dan laju pengembunan sama,
sehingga volum air dalam botol tak berubah, yang diartikan sebagai keadaan setimbang.
Berlandaskan model mental itu guru menerangkan bahwa pada keadaan kesetimbangan
dalam botol tersebut secara mikroskopis terjadi perubahan, namun secara makroskopis
tidak ada perubahan. Guru pun kemudian menyatakan bahwa kesetimbangan bersifat
dinamis. Selanjutnya guru menggambarkan tiga grafik hubungan konsentrasi terhadap
waktu yang dapat mengilustrasikan secara grafis konsentrasi pereaksi-pereaksi pada
keadaan kesetimbangan. Serentetan penjelasan diberikan guru dengan merujuk pada
gambar-gambar tersebut, untuk mengilustrasikan bahwa pada keadaan setimbang
perubahan makroskopis tidak terjadi, sekalipun perubahan mikroskopis terjadi secara terus
menerus.
Dalam
mengembangkan
konsep
pergeseran
kesetimbangan,
guru
melakukan
demonstrasi untuk memperlihatkan pengaruh penambahan/pengurangan konsentrasi
komponen
reaksi
kesetimbangan,
dengan
mengambil
kasus
reaksi
6
Fe3+(aq) + SCN- (aq) ═ Fe(SCN)2+(aq) yang dikatakan guru kepada kelas sebagai contoh
reaksi kesetimbangan. Melalui lembar pengamatan yang dibagikan guru siswa mencatat
pengamatan apa yang terjadi ketika ke dalam sistem kesetimbangan tersebut di tambahkan
larutan FeCl3, KSCN, dan Na2HPO4. Guru kemudian mengatakan bunyi asas Le Chatelier,
“Jika pada sistem kesetimbangan diberikan suatu aksi maka sistem akan mengadakan
reaksi sehingga pengaruh aksi diperkecil”, dan menerapkannya untuk melakukan
eksplanasi terhadap fenomena pergeseran kesetimbangan yang diobservasi siswa.
Demonstrasi efek peningkatan dan penurunan suhu pada reaksi kesetimbangan
2NO2(g) ═ N2O4(g) selanjutnya dilakukan guru untuk memperlihatkan pengaruh temperatur
terhadap kesetimbangan. Sebagai rangkuman guru mengatakan, “Jika suhu diturunkan
kesetimbangan bergeser ke arah eksoterm dan bila suhu dinaikkan kesetimbangan
bergeser ke arah endoterm”. Tidak terobservasi guru menggunakan asas Le Chatelier
dalam konteks pengaruh temperatur terhadap kesetimbangan.
Dalam
menjelaskan
pengaruh
tekanan/volum
terhadap
kesetimbangan
guru
menayangkan melalui OHP ilustrasi gambar percobaan, yakni tiga siring (syringe) berisi
sistem kesetimbangan gas 2NO2(g) ═ N2O4(g) yang mengilustrasikan bahwa jika volum
diperbesar ternyata pengamatan menunjukkan warna gas dalam siring bertambah tua
sebagai bukti kesetimbangan bergeser kearah NO2, yakni yang jumlah molnya lebih
banyak. Sementara itu bila volum diperekecil warna gas memucat sebagai bukti
kesetimbangan bergeser kea rah N2O4, yakni yang jumlah molnya lebih sedikit. Dengan
ilustrasi ini guru mengemukakan kesimpulan bahwa volum dikurangi kesetimbangan
bergeser ke arah yang jumnlah molnya lebih sedikit, dan sebaliknya jika tekanan dikurangi
atau volum diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molnya
lebih banyak. Selanjutnya guru melatih siswa menerapkan prinsip ini pada kasus reaksi
kesetimbangan lainnya. Tidak terobservasi penggunaan asas Le Chatelier oleh guru dalam
menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas.
Ketika mengembangkan konsep hukum kesetimbangan pada benak siswa, guru
mengawalinya dengan mengingatkan siswa bahwa ada hubungan antara konsentrasi
pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan kesetimbangan, dan hubungan ini telah diselidiki
oleh ahli kimia dengan mengukur konsentrasi-konsentrasi zat pada kesetimbangan. Guru
kemudian menyampaikan hukum kesetimbangan untuk mengungkapkan hubungan
matematis konsentrasi-konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan setimbang,
serta menjelaskan arti tetapan keseimbangan K.
Guru pemula ini menggunakan moda-moda ilustrasi-ilustrasi piktorial dan ilustrasi grafis
dalam mengajarkan konsep target keadaan setimbang. Sementara itu demonstrasi
dilakukannya
untuk mengajarkan
konsep pergeseran kesetimbangan.
Moda-moda
transformasi tersebut digunakan mengawali penyampaian pernyataan-pernyataan baku
7
konsep-konsep tersebut. Namun demikian, guru pemula ini tidak melakukan upaya
memfasilitasi pengembangan konsep konsep hukum kesetimbangan dan tetapan
kesetimbangan, kecuali mengatakan rumusan pengetahuan eksplisitnya.
Transformasi pengetahuan oleh guru pakar 1
Dalam memperkenalkan fenomena reaksi bolak-balik, guru meminta siswa melakukan
percobaan di depan kelas untuk memperlihatkan reaksi zink dengan larutan CuSO 4 sebagai
contoh reaksi berkesudahan karena reaksi sebaliknya tak berlangsung. Guru pun meminta
siswa mengamati reaksi antara PbSO4 dan larutan NaI, mendekantasi endapan PbI2 yang
berwarna kuning, dan kemudian mereaksikan padatan itu dengan larutan natrium sulfat
menghasilkan endapan putih PbSO4, sebagai bukti reaksi dapat balik. Kemudian guru
menjelaskan bagaimana menulis notasi untuk reaksi bolak-balik.
Selanjutnya guru meminta siswa mengamati percobaan yang dilakukan dua orang
temannya di depan kelas, yakni penambahan KSCN dan FeCl3, yang kemudian ke dalam
sebagian larutan hasil reaksi ditambahkan lagi KSCN, sedangkan ke dalam sebagian
lainnya ditambahkan larutan FeCl3. Masih dapat bereaksinya larutan, baik dengan KSCN
maupun FeCl3, yang teramati siswa dari bertambah tuanya warna larutan, digunakan guru
sebagai landasan empiris untuk mengatakan bahwa pada keadaan kesetimbangan
komponen-komponen pereaksi masih tetap ada. Sebagai kesimpulan, guru mengatakan
bahwa kesetimbangan kimia bersifat dinamis, perubahan secara mikroskoskopis berjalan
terus tetapi secara makro tidak kelihatan.
Untuk mendemonstrsikan keadaan kesetimbangan di atas, guru menyediakan dua
gelas ukur 250 mL di atas meja guru dan mengisi salah satunya dengan sekitar 200 mL air,
kemudian meminta seorang siswa memindahkan air dengan pipet ukur dari satu gelas ukur
ke gelas ukur lainnya. Sementara itu siswa lain dengan cara yang sama memindahkan
kembali air ke gelas ukur pertama. Kegiatan pemindahan air dari dua gelas ukur ini
dilakukan berulang-ulang, dan terobservasi siswa bahwa pada semakin lama volum air di
kedua gelas ukur itu sama. Ilustrasi lain diberikan guru dalam bentuk grafik-grafik
konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi terhadap waktu pada reaksi kesetimbangan, yang
intinya pada keadaan kesetimbangan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi tetap.
Dengan menyelenggarakan praktikum berkelompok, siswa mengamati pengaruh
penambahan KSCN, FeCl3, dan Na2HPO4 terhadap sistem kesetimbangan
(aq) + SCN-(aq)
menemukan
═
Fe(SCN)2+(aq)
kesimpulan
terjadinya
Fe 3+
guru membimbing siswa untuk sampai pada
pergeseran
kesetimbangan.
Berikutnya
guru
menjelaskan bahwa asas Le Chatelier berguna untuk menjelaskan dan memprediksikan
arah pergeseran kesetimbangan. Guru meminta siswa membaca dari buku pernyataan
asas Le Chatelier dan mempertegasnya, “bila ke dalam sistem kesetimbangan diberikan
aksi maka kesetimbangan itu akan bergeser untuk memperkecil aksi tersebut”.
8
Guru memperlihatkan ilustrasi gambar melalui tayangan OHP yang memperlihatkan
pengaruh kenaikan suhu pada reaksi kesetimbangan gas 2NO 2(g) ═
N2O4(g). Siswa
dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan pengarah untuk sampai pada kesimpulan bahwa
kenaikan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang endoterm, serta
sebaliknya penurunan suhu menggeser kesetimbangan ke arah reaksi yang eksoterm.
Selanjutnya, dengan ilustrasi gambar dan tabel data eksperimen hipotetik yang ditayangkan
melalui OHP, guru memperlihatkan pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan gas, serta
membimbing
siswa
untuk
sampai
pada
kesimpulan
bahwa
kenaikan
tekanan
mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas dengan jumlah molekul lebih sedikit.
Sebaliknya, penurunan tekanan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas yang
jumlah molekul lebih banyak.
Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru membagi kelas ke dalam
kelompok 5-6 orang dan meminta masing-masing kelompok menghitung bersama-sama
hasil perkalian dan pembagian konsentrasi-konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dari suatu
reaksi kesetimbangan (diberikan pada LKS). Selanjutnya guru meminta kelompok siswa
mengemukakan formula mana yang memberikan hasil yang bernilai konstan. Semua
kelompok siswa menemukan bahwa formula yang memberikan nilai konstan untuk reaksi
kesetimbangan H2(g) + I2(g) ═ 2HI(g) adalah “hasil bagi konsentrasi-konsentrasi pereaksi
dipangkatkan
koefisennya
terhadap
konsentrasi-konsentrasi
pereaksi
dipangkatkan
koefisiennya”. Menindaklanjuti temuan siswa ini guru memperkenalkan pengertian hukum
kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan. Selanjutnya guru memperikan informasi
bahwa nilai K dipengaruhi temperatur. Selain itu guru juga memberikan contoh dan melatih
penulisan hukum kesetimbangan untuk reaksi kesetimbangan heterogen.
Guru pakar ini sangat mengandalkan moda demonstrasi dan kegiatan lab untuk
memberikan landasan empiris bagi siswa untuk menemukan konsep reaksi bolak-balik,
reaksi kesetimbangan, keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, dan pengaruh
konsentrasi pada kesetimbangan. Dalam kasus percobaan sukar ditangani dan berbahaya,
guru menggunakan moda ilustrasi piktorial untuk memberikan landasan empiris bagi siswa
untuk memahami pengaruh temperatur pada kesetimbangan, serta tabel data hasil
eksperimen untuk memahami pengaruh volum/tekanan pada kesetimbangan gas.
Sementara itu moda eksplorasi terhadap data eksperimen kembali dipakai guru dalam
mengembangkan pemahaman siswa terhadap hukum kesetimbangan dan tetapan
kesetimbangan. Proses transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar ini
seluruhnya dilakukan mengawali pengembangan konsep-konsep target pada benak siswa.
Transformasi pengetahuan oleh guru pakar 2
9
Dalam
mengembangkan
memahamkan
keadaan
setimbang,
guru
mengawali
pembelajaran dengan menjelaskan adanya perubahan tak dapat balik yang dicontohkan
dengan pembakaran kayu dan perubahan dapat balik dengan contoh yakni pembekuan dan
pencairan es.
Selanjutnya, dengan menggunakan carta yang memperlihatkan reduksi
oksida besi oleh gas hidrogen, guru memperkenalkan cara menyatakan reaksi dapat balik
dengan dua tanda panah berlawanan, serta menjelaskan reaksi yang dapat balik dapat
mencapai keadaan setimbang. Untuk lebih menjelaskan konsentrasi zat-zat pada keadaan
setimbang, guru menggunakan ilustrasi grafik konsentrasi komponen kesetimbangan yang
dialurkan terhadap waktu. Selain itu guru mendemonstrasikan analogi air dalam selang
plastik transparan untuk mengkongkritkan perubahan menuju kesetimbangan. Sebagai
tambahan guru menjelaskan syarat terjadi kesetimbangan, yakni reaksi dapat balik, sistem
tertutup, kecepatan reaksi maju sama dengan kecepatan reaksi balik.
Dalam mengembangkan konsep pergeseran kesetimbangan, guru meminta dua orang
siswa melakukan percobaan di depan kelas untuk dilihat teman-temannya, yaitu
penambahan
dan
pengurangan
konsentrasi
Fe3+(aq) + SCN-(aq) ═ Fe(SCN)2+(aq).
pereaksi
terhadap
kesetimbangan
Siswa diminta mengamati perubahan warna yang
terjadi untuk menjadi landasan penarikan kesimpulan ke arah mana kesetimbangan
bergeser. Guru memandu siswa menarik kesimpulan umum secara bersama-sama, yakni
bila pada suatu kesetimbangan konsentrasi suatu zat diperbesar, maka kesetimbangan
bergeser ke arah lawannya, sedangkan bila konsentrasi suatu zat dikurangi kesetimbangan
bergeser ke arah zat tersebut.
Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru terlebih dahulu
memperlihatkan tabel berisi data eksperimen hipotetik pengukuran konsentrasi komponenkomponen reaksi kesetimbangan pembentukan ammonia, N2(g) + 3H2(g) ═ 2NH3(g). Guru
meminta siswa menghitung hasil bagi konsentrasi hasil reaksi terhadap konsentrasi
pereaksi untuk beberapa set data eksperimen. Siswa menemukan bahwa nilainya tidak
sama dari satu eksperimen ke eksperimen lainnya. Selanjutnya guru meminta siswa
melakukan perhitungan serupa tetapi dengan formula berbeda, yakni konsentrasikonsentrasi zat dipangkatkan koefisiennya pada persamaan reaksi. Siswa menemukan
nilai-nilai yang sama. Guru selanjutnya meminta siswa melakukan penelaahan terhadap
kasus reaksi lain untuk menemukan formula yang memberikan nilai pembagian yang
konstan. Dengan merujuk pada kasus-kasus tersebut guru memperkenalkan pengertian
tetapan kesetimbangan, serta menuliskan persamaan umum untuk ungkapan K. Guru
memberikan penjelasan tambahan bahwa nilai K tetap untuk suatu reaksi asalkan suhunya
tetap.
Guru pakar ini mengandalkan ilustrasi verbal tentang fenomena alam di sekitar dan
ilustrasi piktorial untuk memahamkan reaksi dapat balik dan keadaan setimbang, serta
10
ilustrasi grafis untuk memahamkan konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan
setimbang. Moda percobaan digunakan juga oleh guru untuk memberikan kejelasan
fenomena pergeseran kesetimbangan secara makroskopis, sementara analogi benda nyata
digunakan guru untuk memahamkan peristiwa pergeseran kesetimbangan secara
mikroskopis. Guru pakar ini juga mengandalkan data eksperimen hipotetik untuk menjali
ilustrasi bagi konsep hukum kesetimbangan dan tetapak kesetimbangan.
Perbedaan transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar
Dari fakta tentang transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula dan guru
pakar, tampak bahwa terdapat kesamaan fokus transformasi semua guru, yakni terhadap
konsep-konsep target keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, serta hukum
kesetimbangan. Hal ini merefleksikan pemahaman yang sama tentang pentingya konsepkonsep kunci ini untuk dimengerti siswa. Di sisi lain fakta tersebut melukiskan pula
kesadaran guru, baik guru pakar maupun guru pemula, terhadap pentingnya melakukan
transformasi terhadap pengetahuan ketika mengajar, supaya potongan pengetahuan yang
diajarkan mejadi mudah dimengerti siswa pada umumnya. Namun demikian, teramati
keunikan
masing-masing
guru
dalam
memilih
moda
transformasi,
menggunakan
representasi-representasi konsep sebagai hasil transformasi dalam kerangka strategi
pembelajaran yang dikembangkannya dalam mengajarkan materi pokok kesetimbangan
kimia. Keunikan-keunikan ini tentu berhubungan dengan basis pengetahuan praktis
mengajar yang dimiliki, keyakinan-keyakinan yang dipegang masing-masing guru dalam
konteks pembelajaran, serta kondisi siswa yang dihadapinya. Keunikan-keunikan tersebut
melahirkan perbedaan intensitas transformasi dan moda-moda yang dipilih guru-guru dalam
melakukan transformasi pengetahuan demi kepentingan siswa yang dihadapinya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa masih agak kuat tendensi guru pemula
melakukan transmisi pengetahuan ketimbang transformasi pengetahuan. Indikasi-indikasi
yang menunjang klaim ini adalah guru pemula lebih mengutamakan penyampaian
pernyataan-pernyataan pengetahuan eksplisit, seperti definisi konsep yang dimuat di buku,
dan menggunakan ilustrasi dan analogi setelah penyampaian informasi tersebut, sehingga
pembelajaran sangat pasif dan deduktif. Hal ini bertolak belakang dengan yang dilakukan
guru pakar, yang dengan lebih intensif mengagendakan demonstrasi dan eksperimen,
memberikan ilustrasi
dan analogi,
baik
verbal maupun piktorial,
dalam
rangka
mengembangkan semua konsep dalam benak siswa. Ini pula yang membuat pembelajaran
oleh guru pakar menjadi kaya dengan pengalaman langsung serta pertanyaan-pertanyaan
pengarah. Hal ini yang membuat pembelajaran oleh guru pakar secara keseluruhan lebih
aktif dan berpusat pada siswa. Kendatipun ada usaha guru pemula melakukan transformasi
pengetahuan ketika mengajar, moda-moda transformasi yang dipakai lebih miskin daripada
yang dipakai guru pakar. Kalau kedua partisipan guru pakar menggunakan moda
11
demonstrasi dan eksperimen, serta ilustrasi dan analogi verbal dan piktorial, maka hanya
seorang guru pemula yang memanfaatkan moda-moda transformasi pengetahuan tersebut.
Kerumitan menciptakan pengalaman belajar yang mengeksplorasi dan memanipulasi
data
eksperimen
hipotetik
dengan
alternatif-alternatif
formula
matematis
yang
menggambarkan hubungan kuantitatif konsentrasi hasil reaksi dan pereaksi, menyebabkan
guru pemua cenderung menyampaikan secara transmitif konsep hukum kesetimbangan
dan tetapan kesetimbangan. Sementara dalam konteks serupa kedua guru pakar
mengembangkan konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan secara
induktif, yang di dalamnya siswa sendiri melakukan eksplorasi data untuk kemudian
“menemukan” konsep tersebut. Keterbatasan guru pemula dalam pengetahuan konten
pedagogis (pedagogical content knowledge) terkait topik yang diajarkan sebagai akibat dari
kemiskinan pengalaman mengajar dan kurang efektifnya program pendidikan guru sangat
boleh jadi turut menyumbang pada inferioritas guru pemula dari guru pakar dalam
melakukan transformasi pengetahuan dalam mengajar. Implikasinya adalah program
pendidikan guru kimia perlu membekali secara intensif calon guru dengan dengan
pengetahuan konten pedagogis, sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan
transformasi pengetahuan, yang untuk bidang kimia dinamakan pengetahuan kimia
pedagogis (pedagogical chemical knowledge atau PChK) (Bond-Robinson, 2005). Basis
pengetahuan profesional guru kimia tersebut bersama dengan pengalaman langsung dalam
pembelajaran akan membuat guru pemula pada tingkat kepakaran yang lebih baik dan
lebih cepat berkembang.
KESIMPULAN
Temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas mengarahkan penulis untuk
menyimpulkan bahwa: (1) Transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar
untuk membuat materi pelajaran dalam topik kesetimbangan kimia dimengerti siswa,
dilakukan dengan modal-moda demonstrasi, kegiatan laboratorium, ilustrasi dan penjelasan
analogis, baik secara verbal maupun piktorial; (2) Moda transmisi pengetahuan masih
menjadi pilihan guru pemula, khususnya untuk konsep target pembelajaran yang sulit
dikongkritkan. Moda transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar superior
terhadap yang dilakukan guru pemula dari aspek kuantitas, ketepatan, serta perannya
dalam memfasilitasi siswa membangun konsepsi secara induktif berlandasakan fakta
empiris yang diamati.
RUJUKAN
12
Berliner, D. C. (2005). Expert teachers: Their characteristics, development and
accomplishments.
Retrieved
October
1,
2008
from
http://www.dewey.uab.es/didlleagua/simposiumccss/Libre/david%20.%20berliner.pdf
Bond-Robinson, J. (2005). Identifying pedagogical content knowledge (PCK) in the
chemistry laboratory. Chemistry Education Research and Practice, 6(2), 83-103.
Bucat, B., & Fensham, P. (1995). Teaching and learning about chemical equilibrium. Dalam
B. Bucat & P. Fensham (Eds.), Selected paper in chemical education research, (p. 1-4).
New Delhi: IUPAC Committee on Teaching of Chemistry.
Bucat, B. (2004). Pedagogical content knowledge as a way forward: Applied research in
chemistry education. Chemistry Education Research and Practice, 5(3), 215-228.
Borko, H., & Livingstone, C. (1989). Cognition and instruction: Differences in mathematics
instruction by expert and novice teachers. American Educational Research Journal,
26(4), 473-498.
Geddis, A. N. (1993). Transforming subject-matter knowledge: The role of pedagogical
content knowledge in learning to reflect on teaching. International Journal of Science
Education, 15(6), 673-683.
Gudmunsdottir, S. (1989). Pedagogical content knowledge: teachers’ ways of knowing.
Paper presended at the annual meeting of the American Education Research
Asociation, Washington DC, April 1987 (Dokumen ERIC ED 29071).
Kouladis, V., & Tsatsaroni, A. (1996). A pedagogical analysis of science textbooks: How can
we proceed. Research in Science Education, 26(1), 55-71.
Meyer, H. (2004). Novice and expert teachers’ conceptions of learners’ prior knowledge.
Science
Education,
88,
970-983.
Retrieved
October
2,
2008
from
http://www.interscience.wiley.com
Mitchell, J., &Williams, S. E. (1993). Expert/Novice difference in teaching with technology.
Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research
Association, Atlanta, April 12-16, 1993.
Schempp, P. G., Tan, S., Manross, D., & Fincer, M. (1998). Differences in novice and
competent teachers’ knowledge. Teachers and Teaching: Theory and Practice. 4(1), 920.
Shulman, L. S. (1987). Knowledge and teaching: Foundations of the new reform. Harvard
Educational Review, 57(1), 1-22.
Van Driel, J. H., Verloop, N., de Vos, W. (1998). Developing science teachers’ pedagogical
content knowledge. Journal of Research in Science Teaching, 35(6), 673-695.