BAB VIII PERANCANGAN ULIR DAYA DAN SAMBUNGAN BAUT - Bab 08 Ulir

BAB VIII PERANCANGAN ULIR DAYA DAN SAMBUNGAN BAUT

  8.1. Pendahuluan

  Perancangan suatu peralatan atau mekanisme yang menggunakan “baut-mur” sepertinya adalah salah satu aspek perancangan elemen mesin yang paling sederhana. Tetapi dalam aplikasi di dunia nyata, keberhasilan dan kegagalan suatu peralatan sering sekali ditentukan oleh kesempurnaan pemilihan dan penggunaan sistem sambungan baut-mur. Penggunaan sambungan (baut-mur, rivet, dll) sangat banyak digunakan dalam dunia mechanical, sehingga bisnis desain dan manufaktur “baut-mur” ini sangat dominan, baik dari kuantitas maupun perputaran uang didalamnya. Sebagai contoh, sebuah pesawat Boeing 747 menggunakan 2,5 juta sambungan ( fastener). Tipe dan jenis sambungan dalam dunia komersial sangat banyak variasinya. Dalam diktat ini, pembahasan akan dibatasi dalam design dan pemilihan sambungan konvensional menggunakan ulir, baut, mur dll.

  Ulir dapat digunakan untuk (1) memegang/mengencangkan dua komponen atau lebih, dan (2) memindahkan beban/benda. Fungsi yang pertama sering disebut pengencang (fastener) dan yang kedua dikenal dengan nama ulir daya (power screw atau lead screw). Sebagai fastener, konstruksi ulir dapat menerima beban tensile, shear, maupun keduanya.

  8.2. Terminologi, klasifikasi dan Standard

  Karena variasi jenis ulir (screw & thread) sangat banyak, maka perlu distandardkan untuk menjamin sifat “interchangeabity”. Ada dua standard yang banyak diadopsi yaitu UNS (Unified National Standard) yang digunakan di Inggris, Canada dan Amerika serikat; dan Standard Internasional

  ISO yang digunakan kebanyakan negara Eropa dan Asia. Secara umum terminologi geometri ulir ditunjukkan pada gambar 8.1.

Gambar 8.1 Terminologi geometri ulir Parameter-parameter utama ulir antara lain adalah : Ö pitch, p – jarak antar ulir yang diukur paralel terhadap sumbu ulir. Ö diameter, d - major diameter, minor diameter, dan pitch diameter. Ö lead, L - adalah jarak yang ditempuh baut dalam arah paralel sumbu, jika baut diputar satu putaran. Untuk ulir single thread, lead akan sama dengan pitch. Ulir juga dapat dibuat multiple thread. Untuk tipe double thread, maka lead akan sama dengan 2 kali pitch; triple thread akan memiliki lead sama dengan 3 kali pitch dan seterusnya. Ö Thread per inch, n – menyatakan jumlah ulir per inchi, sering digunakan pada standard UNS

Gambar 8.2 (a) Single, (b) double dan (c) triple thread

  Berdasarkan ukuran dan kualitas, UNS mengklasifikasikan thread menjadi tiga tipe yaitu : coarse pitch (UNC), fine pitch (UNF), dan extra-fine pitch (UNEF). Sedangkan ISO

  coarse dan fine thread. Tipe coarse adalah yang paling

  mengklasifikasikan dua seri yaitu umum dan disarankan digunakan untuk keperluan “ordinary” dimana sambungan sering dilepas-pasang, atau dipasangkan dengan material yang lebih lunak. Tipe fine thread memiliki kualitas yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap “ loosening” dari efek getaran. Sedangkan extra-fine thread digunakan untuk keperluan khusus seperti sambungan yang sangat tipis dimana diperlukan baut yang sangat kecil/ sangat pendek.

  Berdasarkan toleransi ulir yang berpasangan, UNS mendefinisikan tiga “fit” kelas, yang diberi label kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Kelas 1 adalah ulir dengan toleransi yang paling rendah, dan digunakan untuk keperluan-keperluan biasa, pertukangan, rumah tangga, dll. Kelas dua memiliki kualitas yang lebih tinggi dan toleransi yang lebih ketat yang cocok digunakan pada mesin-mesin dan peralatan industri. Kelas 3 memiliki toleransi yang paling tinggi untuk keperluan-keperluan khusus. Semakin tinggi kelas, maka harganya juga semakin mahal. Kode A digunakan untuk ulir eksternal dan kode B untuk ulir internal.

  Profil geometri ulir sangat banyak variasinya. Gambar 8.3 menunjukkan contoh profil ulir ISO yang paling banyak digunakan untuk baut-mur, yaitu tipe M. Tipe yang juga banyak digunakan adalah tipe MJ dimana geometrinya mirip dengan tipe M, tetapi diberi fillet pada root-nya. Disamping itu, juga memiliki diameter minor yang relatif besar. Khusus untuk ulir daya (power screw), profil yang umum digunakan adalah tipe square, tipe Acme dan tipe buttress seperti ditunjukkan pada gambar 8.4

Gambar 8.3 Profil dasar ulir ISO tipe MGambar 8.4 Profil ulir daya

  UNS dan ISO menggunakan metoda yang berbeda untuk penulisan spesifikasi ulir. Spesifikasi UNS : diameter, pitch, dan kelas. Contoh spesifikasi UNS :

  

¼ - 20 UNC-2A

  menyatakan diameter 0.25”, jumlah ulir per inchi adalah 20 buah, tipe coarse, kelas 2 fit, dan external thread. Sedangkan contoh spesifikasi ISO :

  

M8x1.25

  menyatakan ulir dengan diameter 8 mm dan pitch 1.25 mm, tipe coarse. Perlu dicatat bahwa semua standard, baik UNS maupun ISO menganut “kaidah tangan kanan” (right hand rule) kecuali diberikan spesifikasi secara khusus.

  Tensile stress area

  Jika ulir mendapat beban tarik maka luas penampang yang paling kritis adalah pada diameter minor (d r ). Tetapi hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik batang berulir lebih tepat diwakili oleh diameter rata-rata antara diameter pitch dan diameter minor. Jadi luas penampang untuk perhitungan tegangan adalah :

  2

  • d d ⎛ ⎞

    π p r

    A =

  t ⎜⎜ ⎟⎟

  4

  2 ⎝ ⎠

  dimana diameter pitch adalah Ö d p = d – 0.649519/N d r = d – 1.299038/N ; untuk ulir UNS Ö d p = d – 0.649519p d r = d – 1.226869p ; untuk ulir ISO dengan d = diameter luar (major), N = jumlah ulir per inchi, dan p = picth dalam mm.

  Standard dimensi-dimensi utama ulir, diberikan dalam bentuk tabel. Tabel 8.1 dan 8.2 menunjukkan contoh dimensi-dimensi standard UNS dan ISO.

Tabel 8.1 Dimensi utama ulir berdasarkan ISOTabel 8.2 Dimensi utama ulir berdasarkan UNS

8.3. Mekanika Ulir Daya

  Ulir daya (power screw) adalah perlatan yang berfungsi untuk mengubah gerakan angular menjadi gerakan linear dan biasanya juga mentransmisikan daya. Secara khusus, ulir daya digunakan untuk : Ö untuk mendapatkan kelebihan mengangkat/menurunkan beban, seperti misalnya pada dongkrak mobil Ö untuk memberikan gaya tekan/tarik yang besar seperti misalnya pada kompaktor atau mesin press

  Ö untuk positioning yang akurat seperti pada mikrometer atau pada lead screw mesin bubut.

  Mengingat fungsi ulir daya, maka profil yang paling tepat dan banyak digunakan adalah profil square, Acme, dan buttress. Profil square memberikan efisiensi yang paling tinggi dan mampu mengeliminasi gaya dalam arah radial. Tetapi profil ini paling sulit dalam proses pembuatannya. Acme thread walaupun efisiensinya lebih rendah, namun lebih mudah dalam pembuatan, dan juga memiliki kekuatan yang lebih tinggi, sehingga profil ini paling banyak digunakan untuk ulir daya. Untuk aplikasi dimana arah beban adalah satu arah dan sangat besar, maka profil buttress lebih cocok digunakan karena memiliki kekuatan paling tinggi pada akar ulir.

8.3.1. Analisis Gaya dan Torsi ulir daya

Gambar 8.5 (a) menunjukkan sebuah mekanisme ulir daya yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan beban P. Beban dapat dinaikkan dan diturunkan dengan

  memutar nut (mur), jadi lama hal ini gerakan angular mur diubah menjadi gerakan linier

screw. Diagram benda bebas pasangan baut-mur ditunjukkan pada gambar (b).

Parameter inklinasi bidang ulir ( λ) juga disebut lead angle dapat dihitung dengan persamaan :

  L tan λ =

  π d p

Gambar 8.5 (a) mekanisme ulir daya , (b) diagram benda bebas Jika kita buka satu lilitan ulir dan dibuat menjadi garis lurus, maka akan hasilnya akan berbentuk seperti gambar 8.6 (a). Kotak menunjukkan potongan ulir dan gaya-gaya yang bekerja padanya pada saat menaikkan beban. Sedangkan gambar (b) menunjukkan diagram benda bebas pada saat menurunkan beban.

Gambar 8.6 Diagram benda bebas : (a) mengangkat beban, (b) menurunkan beban

  Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan gaya-gaya dalam arah x dan y maka didapatkan

  F F f cos N sin F N cos N sin Σ = = − λ − λ = − μ λ − λ x

  = N μ λ λ F N cos f sin P N cos N sin P Σ = = λ − λ − = λ − μ λ − y

  • Ö F ( cos sin )

  P

  Ö

  N = (cos λ − μ sin λ )

  dimana μ adalah koefisien gesekan antara screw dengan mur. Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas, maka besarnya gaya F yang diperlukan untuk mengangkat beban adalah

  ( cos sin ) μ + λ λ F

  = P (cos sin )

  λ − μ λ

  Sehingga torsi T s yang diperlukan untuk mengangkat beban adalah

  ( μ cos λ sin λ ) p p

  • d Pd

  T F = = su

  2 2 (cos λ − μ sin λ )

  atau dalam parameter lead L,

  • Pd ( d L ) μπ

  p p T = su

  2 ( π d − μ L ) p

  Gesekan pada collar juga memberikan kontribusi yang signifikan, maka perlu ditambahkan. Torsi yang diperlukan untuk melawan gesekan pada collar adalah

  • μπ = + =

  ) ( ) (

  μ + μ + α π

α − μπ

= + =

  2 Pd T T T c c p p p c sd d

  L d

  2 d P

L d

  ) cos ( ) cos (

  μ + μ − α π

α + μπ

= + =

  2 Pd T T T c c p p p c su u

  L d

  2 d P

L d

  Dengan menggunakan metoda penurunan yang sama dengan sebelumnya, maka torsi yang dibutuhkan untuk menaikkan dan menurunkan beban adalah :

Gambar 8.7 Diagram benda bebas ulir daya Acme

  Untuk profil Acme, maka ada komponen gaya tambahan yang harus diperhitungkan karena adanya sudut α. Diagram benda bebas untuk profil Acme ditunjukkan pada gambar 8.7.

  μ + μ + π − μπ = + =

  2 d P T c c c

  2 Pd T T T c c p p p c sd d

  L d

  2 d P L d

  Dengan metoda yang sama, torsi yang diperlukan untuk menurunkan beban dapat diturunkan menjadi

  ) ( ) (

  μ + μ − π

  2 Pd T T T c c p p p c su u

  L d

  2 d P L d

  μ c adalah koefisien gesekan pada collar. Jadi torsi total yang diperlukan untuk menaikkan beban adalah

  collar dan

  dimana d c adalah diameter rata-rata

  μ =

  ) cos ( ) cos (

  8.3.2. Self Locking

  Pada kondisi khusus, mekanisme ulir daya dapat mengunci sendiri tanpa harus diberikan torsi untuk menahan beban. Kondisi ini sering disebut dengan “self locking”. Hal ini sangat berguna dalam aplikasi, misalnya untuk dongkrak mobil. Torsi diberikan pada saat mengangkat beban, dan begitu posisi yang diinginkan tercapai, torsi dapat dilepaskan dan dongkrak akan mengunci sendiri. Untuk mendapatkan mekanisme “self locking” maka ada hubungan tertentu yang harus dipenuhi antara koefisien gesekan dan geometri ulir. Dengan men-set torsi sama dengan nol atau negatif untuk penurunan beban, maka kondisi self locking akan terjadi jika :

  L cos tan cos

  μ ≥ α atau μ ≥ λ α π d p

  8.3.3. Efisiensi ulir daya

  Efisiensi suatu sistem didefinisikan sebagai usaha yang dihasilkan dibagi dengan usaha yang dimasukkan. Kerja masukan ulir daya adalah hasil pekalian antara torsi dan perpindahan angular (radian). Untuk satu putaran, maka kerja masukkan adalah

  W ( 2 ) T

= π

in

  Sedangkan kerja yang dihasilkan untuk satu putaran adalah perkalian beban dengan perpindahan 1 lead :

  

W = PL

out

  Jadi effisiensi adalah

  W PL out

  η = = W 2 π T in

  dengan mensubstitusikan persamaan untuk torsi maka efisiensi ulir daya profil Acme adalah :

  1 tan p − μ λ

  d cos L π α − μ PL

  

η = atau dalam lead angle η = ,

d d L cos 1 cot

π πμ α μ λ

  p p

  sedangkan untuk profil square dapat disederhanakan, dimana α = 0. Dari persamaan di atas terlihat bahwa efisiensi tergantung pada koefisien gesek dan lead angle. Gambar 8.7 menunjukkan grafik karakteristik efisiensi ulir daya dengan profil Acme.

Gambar 8.8 Karkateristik efisiensi ulir daya profil AcmeTabel 8.3 Dimensi utama ulir ACME

  Contoh Soal 1 :

  Mekanisme ulir daya digunakan untuk menaikkan dan menurunkan beban seperti ditunjukkan pada gambar. Ulir daya adalah tipe square dengan diameter mayor 32 mm, pitch 4 mm, dan berulir ganda. Beban yang bekerja adalah 6,4 kN per ulir. Diameter rata-rata colar adalah 40 mm, dengan koefisien gesekan c = 0,08. Tentukanlah :

  μ = μ Ö Kedalaman ulir, lebar ulir, diameter pitch dan rata-rata, diameter minor, dan lead.

  Ö Torsi yang dibutuhkan untuk mengangkat beban Ö Torsi yang dibutuhkan untuk menurunkan beban Ö Efisiensi total

Gambar 8.9 Contoh soal ulir daya

  Jawaban :

  Ö Dari gambar 8.4a diketahui bahwa lebar dan tinggi ulir jenis square adalah sama dengan setengah pitch-nya atau sebesar 2 mm. Jadi

  p d = − = d − = mm p 32 2

  30

  2 d = − = d p 32 4 − = r 28 mm l = np = 2 4 =

  8 mm ( )

  Ö Torsi yang dibutuhkan untuk mengangkat beban

  ⎛ ⎞

  • Pd l πμ d

  P μ d p p c

  • T =

  ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 2 dl

  2 π μ p ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ 8 π 0,08 30 6,4 0,08 40

  • 6,4 30

  ( ) ( )( ) ( )( )

  • = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 2 π

  30 − 0,08 8

  2 ( ) ( )

  ⎝ ⎠

  • = 15,94 10,24 = 26,18 Nm

  Ö Torsi yang dibutuhkan untuk menurunkan beban

  Pddl ⎞ πμ P d p p μ c

  • T =

  ⎜ ⎟ ⎜ ⎟

  • 2 π d μ l p

  2 ⎝ ⎠ 6,4 30 ⎛ 0,08 30 − 8 ⎞ 6,4 0,08 40 π

  ( ) ( )( ) ( )( ) = + ⎜ ⎟

  ⎜ ⎟ 2 π 30 0,08 8

  • ⎝ ⎠
  • = − 0,466 10,24 = 9,77 Nm

  2 ( ) ( )

  Ö Efisiensi total

  6,4 8 Pl

  ( ) e = = = 0,311 T

  2 π 2 π 26,18 ( )

8.4. Threaded Fastener (Sambungan baut)

  Fastener adalah alat yang digunakan untuk memegang, mengencangkan atau

  menyambung dua elemen atau lebih. Threaded fastener atau sambungan baut menggunakan alat yang ber-ulir untuk menyambungkan dua elemen atau lebih. Kelebihan jenis sambungan ini adalah kemungkinan untuk melepas dan memasang kembali. Sehingga sambungan jenis ini sangat cocok untuk peralatan yang sering dilepas dan dipasang untuk keperluan perawatan atau penggantian komponen yang aus. Gambar 8.10 menunjukkan tiga buah tipe sambungan baut yang umum digunakan yaitu

  threaded

  sambungan baut-mur, sambungan cap-screw, dan sambungan stud. Klasifikasi

  

fastener umumnya dilakukan berdasarkan konstruksi dan kegunaan, tipe ulir, dan jenis

kepala baut.

Gambar 8.10 Konstruksi sambungan baut (a) baut-mur, (b) sambungan cap-screw, (c) sambungan stud.

  Variasi mur (nut) juga sangat banyak variasinya untuk memenuhi berbagai fungsi khusus.

Gambar 8.11 menunjukkan beberapa tipe mur standar. Washer adalah ring datar yang biasanya digunakan pada sambungan baut mur. Fungsinya adalah untuk memperluas

  bidang kontak antara mur dengan elemen yang disambung. Teknologi pembuatan atau

  

manufacturing baut-mur saat ini umumnya dilakukan dengan proses machining, rolling,

dan head forming.

Gambar 8.11 Tipe-tipe mur standard

8.4.1. Standar dan Kekuatan Baut Standar geometri baut tipe kepala segi enam ditunjukkan pada gambar 8.12.

  Bagian yang akan mengalami konsentrasi tegangan adalah pada fillet kepala baut dan pada titik awal ulir. Standard panjang bagian yang berulir berdasarkan UNS adalah

  • 2 D .

  25 in in ⎧ ; L ≤

  

6

L = T ⎨

  • 2 D .

  5 in in ; L >

6

  dan untuk metrik (ISO), dalam mm :

  • 2 D

  6 ; L ≤

  1

  25 D ≤

  48 ⎧ ⎪

2 D

  12

  • L

  2 T ⎨ ⎪

  00 = ; 125 ≤ L ≤

  25

  • 2 D

  00

; L >

2 ⎩

Gambar 8.12 Standard baut kepala hexagonal

  Penggunaan baut-mur untuk struktur dan aplikasi beban yang besar, maka baut harus dipilih berdasarkan proof strength S p seperti yang dispesifikasikan di SAE, ASTM, dan ISO. Standar-standar ini mengklasifikasikan grade baut berdasarkan material, heat treatment, dan proof strength minimum. Proof strength adalah tegangan dimana baut akan mulai mengalami “permanent set”. Nilainya sangat dekat dengan kekuatan yield material, tetapi lebih rendah. Grade atau kelas baut dapat dilihat dari tanda pada kepala bautnya. Tabel 8.4 dan 8.5 menunjukkan standard baut SAE dan ISO yang terbuat dari baja.

Tabel 8.4 Spesifikasi baut baja menurut SAETabel 8.5 Spesifikasi baut baja menurut ISO (metrik)

8.4.2. Preload dan Faktor Kekakuan Sambungan Baut

  Sebagai fastener, fungsi baut-mur adalah untuk mencekam komponen bersama, dimana beban yang bekerja akan menimbulkan tegangan tarik pada baut seperti ditunjukkan pada gambar 8.13. Dalam dunia praktis, pencekaman ditimbulkan oleh beban awal ( preload) dengan mengencangkan baut. Pengencangan baut dapat dilakukan dengan memberikan torsi yang cukup sehingga menimbulkan beban tarik yang mendekati proof strength. Untuk sambungan yang mendapat beban statik, beban awal biasanya diberikan sampai 90% proof strength. Sedangkan untuk sambungan yang mendapat beban dinamik (fatigue) maka beban awal umumnya diberikan sampai 75% proof strength.

Gambar 8.13 (a) Sambungan baut, (b)diagram benda bebas baut yang mendapat beban tarik

  Konstruksi sambungan baut dapat dianalogikan sebagai sistem pegas seperti ditunjukkan pada gambar 8.14. Baut dapat dipandang sebagai pegas tarik dengan kekakuan k b dan komponen yang disambung dapat dianalogikan sebagai pegas tekan dengan kekakuan k . Baut yang terdiri dari bagian tanpa ulir dan bagian j berulir dapat dianggap sebagai pegas susunan seri, lihat gambar

  8.14. Untuk jenis baut tertentu mungkin terdapat beberapa jenis ukuran diameter. Recall defleksi batang yang mendapat beban

  F AE

  uniaksial, k = = , maka kekakuan baut dapat dituliskan

  L δ

  menjadi

  L L

  1

  = k A E A E b t b b b

  • t s

  dimana A adalah tensile stress area baut, dan A adalah luas penampang bagian yang t b tidak berulir.

  Kekakuan komponen yang disambung juga merupakan susunan seri. Kekakuan totalnya adalah Gambar 8.14

  L L

  1

  2 = k A E A E j m

  • 1

  1 1 m

  2

  2

  dimana L 1 dan L 2 adalah masing-masing tebal komponen yang disambung, A m luas efektif material yang dicekam. Khusus jika material komponen yang dicekam sama maka

  A E m m k = j

  L

  Menentukan nilai kekakuan sambungan jauh lebih sulit dan kompleks dibandingkan dengan kekakuan baut. Kesulitan terutama terletak pada penentuan luas efektif pencekaman, A m . Pendekatan umumnya dilakukan untuk menyederhanakan analisis. Berdasarkan analisis numerik dengan metoda elemen hingga diketahui bahwa distribusi tegangan pencekaman pada komponen yang signitfikan terjadi pada daerah berbentuk frusta cone seperti ditunjukkan pada gambar 8.15. Jika komponen yang dicekam terbuat dari material yang sama, maka . Nilai ini juga

  φ berharga sekitar 42 masih belaku untuk tebal komponen yang dicekam tidak sama. Volume efektif komponen yang dicekam dapat ditentukan dengan menghitung volume “ double cone shape barrel” seperti ditunjukkan pada gambar 8.15 (a) dan (b). Jika material komponen yang dicekam jenisnya sama, maka dapat dibuat volume silinder yang ekivalen dengan volume frusta cone seperti ditunjukkan pada gambar (c). Jika material tidak sama maka konsep pegas seri harus digunakan dan parameter E masing-masing material harus dimasukkan.

Gambar 8.15 Volume efektif pencekaman

  Luas penampang efektif komponen yang mengalami kompresi adalah luas penampang rata-rata frustum-cone barrel :

  2 ⎡ ⎤

  • d d π π ⎛ ⎞

  2

  2

  2

  3

  2 A = ( d − d ) ≅ ⎢ − d ⎥ ⎜ ⎟ m eff

  4

  

4

  2 ⎢ ⎝ ⎠ ⎥ ⎣ ⎦

  dimana d adalah diameter baut, d 2 dan d 3 seperti ditunjukkan pada gambar :

  1,5d; jika tidak menggunakan washer ⎧⎪ d = 2

  2d; jika washer digunakan pada kepala baut&mur ⎪⎩ d d L tan = +

  φ

  3

2 Gasket

  Gasket adalah komponen yang sering digunakan pada sambungan baut untuk mencegah kebocoran. Tipe dan jenis gasket sangat banyak, tetapi secara umum dadapat dibedakan menjadi dua kelas yaitu (1) confined dan (2) unconfined. Gambar 8.16 menunjukkan contoh kedua kelas gasket. Gasket umumnya terbuat dari material yang jauh lebih lunak dari komponen yang disambung. Tabel 8.5 menunjukkan modulus elastisitas material gasket.

Gambar 8.16 Confined dan unconfined gasketTabel 8.6 Modulus elastisitas beberapa material gasket yang sering digunakan

  Konstruksi sambungan yang menggunakan confined gasket memberikan kondisi dimana permukaan komponen yang disambung dapat berkontak langsung. Dengan demikian kekakuan sambungan tidak akan dipengaruhi oleh adanya confined gasket. Sedangkan untuk konstruksi yang menggunakan unconfined gasket maka kekakuan komponen menjadi

  1

  1

  1

  1

  • = + k k k k

  j m

1 m

2 g

  dimana k g adalah kekakuan material gasket. Mengingat gasket terbuat dari material yang lunak maka modulus elastistasnya juga jauh lebih kecil (E g << E m1 , E m2 , ..). Karena modulus berbanding lurus dengan kekakuan maka k g << k m1 , k m2 , …. Jadi dapat dismpulkan bahwa kekakuan keseluruhan komponen :

  1

  1

  1

  1

  1

  • = ≅ atau k ≅ k

  j g k k k k k j m 1 m 2 g g

8.5. Sambungan yang mendapat beban statik

Gambar 8.17 (a) menunjukkan karakteristik gaya-deformasi sambungan baut jika diberikan beban awal untuk mengencangkan sambungan. Gaya awal dinaikkan dari nol

  sampai F . Akibat gaya awal tersebut maka baut akan mengalami defleksi dan i δ k komponen mengalami defleksi . Baut memiliki slope positif karena dengan

  δ m bertambahnya beban pengencangan maka panjangnya juga bertambah. Hal sebaliknya untuk komponen yang disambung. Terlihat juga untuk gambar tersebut bahwa kekakuan komponen yang disambung lebih tinggi daripada kekakuan baut sehingga deformasi material lebih rendah berbeda dengan deformasi baut. Gaya yang bekerja pada keduanya tetap sama.

  Jika beban luar sebesar P diberikan pada sambungan seperti gambar 8.17 (b) maka akan terjadi pertambahan deformasi ∆δ pada baut dan komponen seperti ditunjukkan pada gambar 8.17 (c). Deformasi tambahan ini selalu bernilai sama untuk baut dan komponen sampai sambungan terpisah.

Gambar 8.17 Karakteristik sambungan baut yang mendapat beban statik

  Adanya beban eksternal akan mengubah situasi beban yang dialami baik oleh baut maupun komponen. Gaya yang bekerja pada baut akan mendapat tambahan sebesar P b sehingga gaya total pada baut menjadi F . Sedangkan komponen mengalami b pengurangan gaya sebesar P m sehingga gaya total pada komponen menjadi F m . Atau dengan kata lain dicatat bahwa gaya luar P dipecah menjadi dua bagian yaitu P b untuk baut dan P m untuk komponen.

  P = P m + P b Gaya total masing masing pada baut dan komponen adalah

  F = F + P F = F - P b i b m i m Sambungan akan mulai terpisah atau gagal jika beban luar yang diberikan, P, mencapai beban awal pencekaman F i . Pada kondisi ini seluruh gaya luar akan ditahan oleh baut.

  Untuk menjaga sambungan tidak mudah terpisah, yang berarti gagal, maka dari itulah

  preload yang tinggi. Untuk aplikasi praktis, preload

  disarankan supaya menggunakan disarankan

  ,

  ⎪ F = i ⎨

  75 F untuk reused connection ⎧ ps

  ,

90 F untuk permanent connection

  ps ⎪⎩

  dimana F ps adalah proof preload = S p A t . Perhitungan faktor keamanan sambungan dapat dilakukan dengan analisis sebagai berikut : Ö Hubungan antara deformasi dan gaya

  P k b m b

  

Δ δ = P = atau P = P

b m k k k b m m

  mengingat P = P m + P b maka k b

  

P = P atau P = CP

b b

  • k k

  m b k b dimana C .

  =

  • k k

  m b

  C sering disebut sebagai konstanta kekakuan atau konstanta sambungan. Konstanta C ini nilainya biasanya < 1, dan jika k b relatif kecil dibandingkan k m , C nilainya akan makin kecil. Jadi dapat dikonfirmasikan bahwa baut akan mendapat porsi yang kecil dari beban luar P.

  Dengan cara yang sama dapat diturunkan bahwa

  k m

  P = P = ( 1 − C ) P

  k k m b

  • m

  Ekspresi P dan P dapat digantikan untuk mendapatkan gaya total yang diterima baut b m dan komponen.

  • F F CP dan F F (

  1 C ) P = = − − b i m i

  Persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan berapa besar

  preload yang harus diberikan pada suatu sambungan jika beban luar

  yang bekerja sudah ditentukan, dan baut sudah dipilih sehingga proof strength-nya diketahui.

  Beban luar untuk memisahkan sambungan P dapat ditentukan dengan men-set F m sama dengan nol.

  F i

  P = (

  1 C )

  Sehingga faktor keamanan terhadap pemisahan sambungan adalah

  Gambar 8.18 P F i

  Sambungan SF = = samb

  P P (

  1 C ) yang terpisah − Contoh soal 2 :

  Gambar dibawah ini menunjukkan potongan silinder bertekanan. Baut dengan jumlah total N digunakan untuk menahan gaya pemisah 36 kip.

  (a) Tentukan kekakuan dan konstanta sambungan C

  (b) Cari jumlah baut yang dibutuhkan jika diingunkan faktor keamanan 2 dan juga dengan menganggap bahwa baut dapat digunakan kembali jika sambungan dibongkar-pasang.

Gambar 8.19. Contoh soal : Sambungan baut yang mendapat beban statik

  Jawaban :

  (a) Kekauan baut dapat dihitung sebagai berikut : 2 2

  0,625

  30 AE d E π π ( ) ( ) k = = = b l l

  4 4 1,5 ( )

  = 6,13 Mlb in / dimana panjang cekaman l =1,5 in. Modulus elastisitas besi cor no.25 adalah 12 Mpsi.

  Jadi kekakuan dari eleman yang disambung dengan manngasumsikan bahwa tekanan pada elemen sambungan berbentuk potongan kerucut ( frustum cone) adalah :

  0,577 12 0,625 Ed π

  0,577 π ( )( ) k = = m +

  ⎛ ⎞ ⎛ 0,577 1,5 0,5 0,625 ⎞ ( ) ( )

  • 0,577 l 0,5 d 2ln 5 ⎜ ⎟ 2ln 5 ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
  • 0,577 l 2,5 d ⎝ ⎠ 0,577 1,5 2,5 0,625

  ( ) ( ) ⎝ ⎠ = 7,67 Mlb in /

  Dengan demikian konstanta sambungan C dapat dihitung sebagai berikut :

  k 6,13 b C = = = 0,444 b m + + k k 6,13 7,67 2

  (b) Dari tabel 8.2 dan 8.4 diperoleh A t = 0,226 in dan S p = 85 kpsi. Kemudian beban awal yang direkomendasikan dapat dihitung sebagai berikut :

  F = 0,75 A S = 0,75 0,226 85 = 14,4 kip i t p ( )( ) Hubungan antara jumlah baut dengan faktor keamanan dapat dinyatakan sebagai berikut :

  S AF p t i CnF n = atau N = C F N / S AF

  ( ) p t i

  Kemudian dengan memasukkan, parameter-parameter yang sudah diketahui, diperoleh jumlah baut N,

  0,444 2 36 ( )( )

  N = = 6,65 85 0,226 − 14,4

  ( )

  Jadi dipakai jumlah baut sebanyak 7 buah. Dengan menggunakan jumlah baut sebanyak ini, diperoleh faktor keamanan sebagai berikut :

  85 0,226 − 14,4 ( ) n = = 2,11

  0,444 36 / 7 ( )

  yang nilainya lebih besar daripada nilai yang disyaratkan. Dengan demikian dipilih 7 buah baut dengan beban awal yang direkomendasikan dalam pengencangan.

8.6. Momen Torsi untuk Preload

  Beban awal atau preload, F i , pada sambungan dapat baut dilakukan dengan memutar kepala baut atau mur, yang berarti diperlukan momen puntir untuk mendapatkan preload yang diinginkan. Pada saat pemberian beban awal baut akan mengalami tegangan tarik dan juga tegangan geser karena adanya torsi. Diagram benda bebas dan elemen tegangan saat pengencangan ditunjukkan pada gambar 8.20. Setelah sambungan digunakan baut biasanya mengalami sedikit “unwind” untuk melepas hampir seluruh tegangan geser sisa yang diakibatkan oleh momen puntir. Nilai preload dapat diukur atau dikontrol dengan beberapa metoda yaitu : (1) mengukur elongation atau pertambahan panjang baut, dan (2) mengukur momen torsi yang diberikan. Metoda pertama dapat dilakukan dengan menggunakan strain gage atau ultrasonic transduser. Tetapi hal ini sangat tidak praktis untuk aplikasi di lapangan. Metoda kedua dapat dilakukan dengan menggunakan “torque wrench”. Metoda ini sangat praktis tetapi memiliki akurasi yang rendah yaitu sekitar ± 30%.

  Besarnya momen puntir yang harus diberikan untuk menghasilkan preload yang diinginkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan momen torsi yang telah diturunkan pada ulir daya :

  ( tan cos ) d p μ λ α

  • d

  T = F F μ i i i c

  • c

  2 (cos tan )

  2 α − μ λ

Gambar 8.20 Beban dan tegangan yang terjadi pada baut saat diberi preload

  (T 1 = T 2 +T 3 + T 4 ; T 1 = torsi luar yang diberikan pada mur, T 2 = torsi karena

gesekan pada permukaan mur, T = torsi karena gesekan pada kepala

3 baut, dan T 4 = torsi luar yang harus diberikan pada kepala baut suapay baut tidak berputar)

  Untuk baut/mur yang digunakan sebagai fastener, diameter pitch dapat diasumsikan sama dengan diameter baut, d. Diameter colar dapat didekati dengan rata-rata antara diameter baut dan standard kepala baut, 1,5d.

  1 + μ λ + d ( tan cos α ) ( 1 , 5 ) d

  • T ≅ F F μ

  i i i c 2 (cos α − μ tan λ )

  2 Dengan mendefinisikan koefisien torsi K i , ⎡ ( μ tan λ cos α ⎤ + ) K ≅ , 5 , 625 F μ +

i i c

  ⎢ ⎥ (cos α − μ tan λ )

  ⎣ ⎦

  formula di atas dapat ditulis menjadi

  

T K F d ≅

i i i Hasil eksperimental nilai koefisien torsi, k i , baut standard UNS, untuk koefisien gesek μ = μ c = 0,15 adalah :

  Ukuran baut Koefisien torsi, Ki Tipe UNC Tipe UNF

  1”,2”,3”,4”,5”,6”,7”,8”,10”,12” 0,22 0,22 ¼”, 5/16”, 3/8” 0,22 0,21

  7/16”, ½”, 9/16”, 5/8”, ¾”, 7/8”, 1 1/8”, 1 ¼”, 1 3/8” 0,21 0,21 1 ½” 0,21 0,20 Dari data eksperimental di atas, maka terlihat bahwa variasi kofisien torsi untuk preload sangatlah kecil baik terhadap ukuran baut maupun kelas baut itu sendiri. Variasi koefisein torsi juga sangat kecil jika kita menggunakan d untuk formula koefisien torsi. Jadi momen p puntir atau torsi yang diperlukan untuk mendapatkan preload F i , (ulir dilumasi, μ=μ c = 0,15) dapat didekati dengan :

  T ,

  21 F d ≅ i i

8.7. Beban Dinamik Berfluktuasi

  Untuk kasus sambungan yang mendapat beban dinamik siklus atau berfluktuasi, maka pengaruh beban awal akan lebih dominan dibandingkan dengan pembebanan statik. Dalam prakteknya kebanyakan beban luar P dinamik yang bekerja pada sambungan baut adalah tipe “fluctuating” dimana beban P terendah, P min adalah nol. Jadi pada saat beban luar bernilai nol maka hanya beban awal F i , yang bekerja pada sambungan seperti terlihat pada gambar 8.21(a) Pada saat beban maksimum, P max , maka beban tersebut akan ditanggung bersama oleh baut dan komponen bersama-sama. Karena kekakuan baut lebih rendah maka sebagian besar beban berfluktuasi akan ditanggung oleh komponen yang disambung. Hal ini terlihat jelas pada gambar 8.21 (b). Hal ini secara drastis akan menurunkan tegangan berfluktuasi tarik (tensile) yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan fatigue pada baut. Tegangan fluktuatif tekan pada komponen tidak perlu dikhawatirkan karena kegagalan fatigue selalu disebabkan oleh tegangan tarik.

Gambar 8.21 Karakteristik gaya-deformasi baut yang mendapat beban berfluktuasi

  Dengan F b , adalah gaya total yang bekerja pada baut, maka amplitudo dan gaya rata-rata pada baut adalah

  • F − F F F

  b i b i F , F = = amp rata

  2

  2

  sehingga tegangan pada baut menjadi

  F F amp rata

  K K σ = dan σ = amp f rata fm

  A A t t

  A t adalah tensile stress area baut, K f adalah faktor konsentrasi tegangan fatigue baut dan K fm adalah faktor konsentrasi tegangan rata-rata. Untuk sambungan yang diberikan beban awal maka K fm biasanya bernilai 1,0. Faktor konsentrasi tegangan pada beberapa tipe baut ditunjukkan pada tabel 8.6.

Tabel 8.7 Faktor konsentrasi tegangan fatigue untuk baut

  Tegangan baut karena beban awal

  F i

  K σ = i fm

  A t

  Perlu diketahui bahwa hasil penelitian Peterson terhadap kegagalan baut adalah : Ö 15% kegagalan terjadi pada fillet dibawah kepal baut Ö 20% kegagalan terjadi pada titik awal bagian berulir Ö 65% kegagalan terjadi pada ulir yang berkontak dengan mur

  Untuk menentukan faktor keamanan baut terhadap beban yang berfluktuasi, beberapa kriteria dapat digunakan seperti kriteria modified-Goodman, Gerber parabola, atau ASME elliptic line. Dengan menggunakan “modified Goodman diagram” maka formula untuk perhitungan faktor keamanan terhadap fatigue adalah :

  S ( S ) − σ e ut i

  SF =

  S ( σ − σ ) S σ e rata i ut amp

  • lelah

  Hal penting yang perlu diingat, preload yang tinggi akan menurunkan pengaruh beban fatigue pada baut. Jika sambungan tidak diberi preload, maka tegangan fluktuatif yang harus ditanggung baut akan meningkat sesuai dengan faktor 1/C. karena C adalah bilangan yang kecil, maka faktor 1/C adalah bilangan yang besar.

  Contoh Soal 3 : Sebuah komponen mesin terdiri dari dua buah pelat baja yang dicekam sambungan baut.

  Baut yang digunakan adalah tipe 0,5”-13UNC grade 5. komponen mesin tersebut mendapat beban berfluktuasi dari 0 s/d F max . Tentukanlah nilai F max yang dapat ditahan baut sehingga memiliki umur tak hingga untuk kasus (a) sambungan tidak diberi beban awal, dan (b) baut diberi beban awal sampai proof load.

Gambar 8.22 Contoh soal : komponen mesin mendapat beban berfluktuasi

  Jawaban :

  Asumsi :

  1. Sisa panjang ulir baut hanya sedikit diatas mur, dan tangkai baut berdiameter 0,5 inchi sepanjang baut tersebut.

  2. Kedua pelat baja tersebut mempunyai permukaan yang halus dan datar, dan tidak ada gasket diantaranya.

  3. Luas efektif elemen yang dijepit dapat diaproksimasi dengan gambar berikut :

Gambar 8.23 Salah satu metode penentuan luas efektif elemen yang dijepit

  Analisis :

  1. Untuk kasus a , tegangan yang ada hanya diakibatkan beban fluktuatif saja. Tensile stress area dan koefisien beban fluktuatif diperoeh dari tabel 8.2 dan tabel 8.7.

  F F max max σ = σ = K = 3,8 = 13,39 F a m f max

  2 A 2 0,1419 t ( )( )

  2. Dengan menggunakan grafik 8.22c dan hasil di atas, diperoleh = = 37000 psi

  σ σ a m

  Dengan demikian, 13,39 F = 37000 atau F = 2760 lb max max

  3. Untuk kasus b , beban tarik awalnya adalah :

  F = A S = 0,1419 85000 = 12060 lb i t p ( )( ) 4. Dengan asumsi nomor 2, maka k b dan k c adalah proporsional terhadap A b dan A c .

  Kemudian dengan menggunakan asumsi pertama, diperoeh : 2

  π 2 π 2 A = d = 0,5 = 0,196 in b

( )

  4

4 Dengan menggunakan gambar 8.23 untuk memperkirakan A c diperoleh :

  alternating pada baut : ( )

max

max

  Konstruksi yang menggunakan sambungan baut juga dapat menahan beban geser. Penggunaan sistem sambungan ini yang luas lebih banyak untuk struktur seperti misalnya jembatan, bangunan, boiler, tangki dan lain-lain. Contoh sistem sambungan ini dan aplikasinya ditunjukkan pada gambar 8.23. Beban awal tensile pada baut diberikan untuk menimbulkan gaya gesek yang besar pada komponen yang disambung. Gaya gesek inilah yang berfungsi menahan sebagian besar beban geser. Jadi baut tetap harus diberikan beban awal tarik yang tinggi. Jika gaya gesek pada sambungan tidak cukup kuat menahan beban maka baut akan lanngsung mendapat gaya geser.

  Titik ini tepat berada dibawah garis Goodman untuk umur tak terbatas. Jadi jawaban untuk kasus b adalah F max =12060 lbf.

  

= =

  ( ) max

1,88 1,88 12060 22670

a F psi σ =

  lbf tidak akan menyebabkan pemisahan sambungan. Dengan demikian, F max =12060 lbf merupakan solusi kasus ini jika tegangan baut tidak menyebabkan kegagalan fatigue. Untuk F max =12060 lbf,

  F A S lb = = , beban eksternal yang lebih besar sedikit dari 12060

  6. Dengan 12060 i t p

  F F K F A σ = = =

  0,07 3,8 1,88 0,1419 a a f t

  5. Beban alternating pada baut adalah setengah dari fluktuasi peak-to-peaknya atau 0,07F max . Jadi beban

  ( ) ( ) ( )( )( ) ( ) ( )

  Yang berarti bahwa hanya 14% dari fluktuasi gaya eksternal yang ditahan oleh baut, sedangkan sisanya digunakan untuk melawan tekanan jepitnya.

  

= = =

  0,196 0,14 0,196 1,19 b b b c b c k A k k A A

  Dengan demikian diperoleh :

  π π = + ° + ° = + + =

  16 1,19 c A d dg g in

  16 5 0,5 6 0,5 2 0,577 2 0,333

  5

6 tan30 tan 30

  ( ) 2 2 2 2 2 2

8.8. Sambungan Baut yang Mendapat Beban Geser

  (a) (b)

Gambar 8.24 Konstruksi sambungan baut yang mendapat beban geser

  Untuk kasus dimana sambungan mendapat beban geser langsung seperti pada gambar 8.24(a) maka beban geser P dapat diasumsikan ditanggung secara merata oleh masing masing baut. Sehingga tegangan geser yang dialami baut dapat dihitung dengan formula sederhana

  ( P / i ) τ = baut

  A t dimana i adalah jumlah baut.

  Untuk kasus dimana sambungan mendapat beban geser dan momen seperti

gambar 8.24 (b) maka baut akan menerima dua jenis gaya geser yaitu (1) F’, akibat gaya geser langsung yang disebut primary shear, dan (2) F”, akibat momen puntir pada

  sambungan yang disebut secondary shear. Analisis sambungan baut jenis ini terdiri dari empat tahap utama yaitu : Ö menentukan titik pusat (centroid) Ö menentukan gaya geser langsung (primary shear) Ö menentukan gaya geser akibat momen (secondary shear) Ö Menentukan resultan gaya yang bekerja pada baut

Gambar 8.25 Analisis gaya-gaya pada baut akibat gaya geser langsung dan momen

  Dalam sistem koordinat kartesian (x,y), centroid atau titik pusat sekumpulan baut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

  n n A x A y i i i i

  ∑ ∑

  1

  1 x y = dan =

n n

  A A i i

  

∑ ∑

  1

  1

  dimana n adalah jumlah baut, A i luas penampang baut yang ke-i, dan x i , y i adalah koordinat masing-masing baut yang ke i.

  Dengan mengasumsikan bahwa beban geser langsung akan diterima secara

  primary shear) dapat

  merata oleh masing-masing baut, maka komponen beban langsung ( langsung dihitung dengan membagi gaya V dengan jumlah baut atau F” = V/n. Gaya geser akibat momen atau secondary shear dapat dihitung dari menggunakan persamaan

  " " " M F r F r F r ...

  = + + +

A A B B C C

  dengan r A , r B , dst adalah jarak antara centroid dengan ke masing-masing titik tengah baut, dan F” adalah secondary shear. Gaya yang ditanggung setiap baut tergantung pada jarak radial dari centroid ke baut. Baut yang terjauh akan menanggung gaya paling besar, sedangkan yang terdekat mendapat beban paling kecil. Jadi dapat ditulis dalam bentuk perbandingan

  " " " F F F A B C

= = = ...

r r r

  A B C Kombinasi kedua persamaan di atas menghasilkan persamaan secondary shear untuk baut yang ke-i

  Mr " i

  F = i

  2

  2

  2

  2 r r ... r ... r

  A B i n

  Langkah berikutnya adalah menghitung resultan gaya geser yang bekerja pada masing-masing baut dengan melakukan penjumlahan vectorial antara primary shear dan secondary shear. Selanjutnya tegangan dan kekuatan baut dapat dihitung dengan kriteria- kriteria yang telah dibahas sebelumnya.

  Contoh Soal 4 :