ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP
ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL COMMITMENT (Studi pada Karyawan Tetap di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung)
Emma Dwi Ariyani
Unit Sosio Manufaktur Politeknik Manufaktur Negeri Bandung Jl. Kanayakan 21 Dago Bandung, Telepon (022) 2500241 ext.152
E-mail : emma@polman-bandung.ac.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap komitmen karyawan pada organisasinya. Komitmen karyawan terhadap organisasi (organizational commitment) terdiri dari tiga komponen yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment. Penelitian ini dilakukan pada 100 orang karyawan tetap di Polman Bandung yang telah bekerja minimal 5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap affective commitment dan normative commitment. Sedangkan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap continuance commitment. Temuan-temuan dalam penelitian ini memperkuat penelitan-penelitian lain yang menunjukkan pengaruh kepuasan kerja terhadap organizational commitment.
Kata kunci: kepuasan kerja, organizational commitment, affective commitment, continuance commitment, normative commitment
JOB SATISFACTION ANALYSIS OF EFFECT OF ORGANIZATIONAL COMMITMENT Abstract
The purpose of this study was to analyse. the effect of job satisfaction on employee commitment to the organization. Employee commitment to the organization (organizational commitment) consists of three components i.e. affective commitment, continuance commitment and normative commitment. This study was conducted on 100 permanent employees in Polman Bandung who has worked at least 5 years. The results showed that job satisfaction had a positive effect on affective commitment and normative commitment. While job satisfaction had a negative effect on continuance commitment. The findings in this study are in line with other researches that showed the effect of job satisfaction on organizational commitment.
Key words: job satisfaction, organizational commitment, affective commitment, continuance commitment, normative commitment
yang menggambarkan hubungan individu di Setiap organisasi mempunyai berbagai
A. LATAR BELAKANG
dalam lingkungan pekerjaannya, dimana tujuan yang berbeda yang dalam pencapaiannya
individu bertingkah laku sesuai dengan tujuan dimotori oleh para karyawannya. Oleh karena
untuk memuaskan kebutuhan dalam dirinya. itu karyawan merupakan faktor utama dalam
Pendekatan yang dipergunakan adalah sebagai semua kegiatan organisasi guna mencapai
deskripsi psikologis bagaimana seseorang tujuan secara optimal. Karyawan dipandang
individu menyesuaikan diri dengan lingkungan sebagai aset organisasi yang vital karena selalu
pekerjaannya.
dibutuhkan dalam setiap proses produksi Seseorang akan memilih pekerjaan dan barang maupun jasa. Namun perlu diingat
melakukan aktivitas kerja karena ia yakin bahwa bahwa karyawan juga mempunyai harapan
pekerjaan tersebut akan memuaskan kebutuhan terhadap organisasi dimana karyawan bekerja.
yang muncul dalam dirinya. Karena keyakinan Karyawan yang merasa tidak terakomodir
tersebut maka akan muncul korespondensi atau harapan, potensi dan kemampuannya tersebut
hubungan yang saling terkait antara keduanya. dapat memiliki keinginan untuk pindah dan
Korespondensi ini terjadi karena adanya kondisi meninggalkan organisasi dimana dia berada
dimana individu memberikan respon terhadap untuk mencari, mendapatkan dan
kebutuhan lingkungan kerjanya dan lingkungan menggantungkan harapannya pada organisasi
kerja memberi respon terhadap kebutuhan yang yang mampu mengakomodir potensi dan
muncul dalam diri individu. Dalam hubungan keinginannya tersebut. Menurut definisi
tersebut menuntut individu mengerjakan tugas kepuasan kerja dari Theory of Work Adjusment
tertentu dan individu memiliki keterampilan
Sementara itu supaya dapat menjalankan berbagai peran dan tugasnya sebagai seorang karyawan hendaknya adalah karyawan yang berkualitas dan memiliki komitmen yang tinggi pada politeknik sehingga politeknik dapat menyusun berbagai rencana strategis pengembangan dengan lebih tepat dan berkesinambungan. Apabila dilihat pentingnya peran karyawan dalam keberlangsungan perguruan tinggi, maka diperlukan penelitian mengenai komitmen karyawan pada politeknik serta faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada politeknik sehingga politeknik dapat melakukan berbagai kegiatan dan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan komitmen karyawan pada politeknik. Secara khusus penelitian mengenai komitmen pada organisasi perlu dilakukan pada karyawan karena komitmen karyawan terhadap politeknik dapat mempengaruhi tingkah laku karyawan dalam berinteraksi dengan rekan kerja dan pimpinan politeknik, serta mempengaruhi produktivitas karyawan dalam melakukan tugas utamanya yaitu mencapai tujuan organisasi.
Secara umum komitmen terhadap organisasi adalah keterikatan karyawan pada organisasi dimana karyawan bekerja. Terdapat tiga komponen komitmen pada organisasi yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment (Allen & Meyer, 1990, Meyer & Allen, 1997). Affective commitment berkaitan dengan adanya keterikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Normative commitment berkaitan dengan adanya perasaan wajib dalam diri karyawan untuk tetap bekerja dalam organisasi. Continuance commitment berkaitan dengan pertimbangan untung rugi jika karyawan
meninggalkan organisasi. Ketiga komponen komitmen ini dapat muncul dalam derajat yang berbeda, serta dipengaruhi oleh anteseden yang berbeda pula.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen pada organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi dengan dasar kontinuans. Karyawan yang ingin menjadi anggota organisasi akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Perbedaan tampilan tingkah laku tersebut menunjukkan adanya faktor yang turut menentukan seseorang bertingkahlaku berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.
Pada penelitian ini peneliti menduga bahwa komitmen karyawan pada politeknik dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Pendapat ini didasarkan pada pendapat atau pemikiran bahwa kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya merupakan bentuk perasaan suka atau tidak suka pada pekerjaannya yang muncul sebagai hasil dari persepsi karyawan terhadap situasi dan kejadian di lingkungan kerjanya.
Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah hubungan kepuasan kerja dengan komitmen ditemukan pada penelitian Irving, dkk (1997) menemukan bahwa kepuasan kerja berkorelasi positif dengan affective commitment dan normatif commitment, tetapi berkorelasi negatif dengan continuance commitment. Penelitian Clugston (2000) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan komitmen karyawan, artinya dengan adanya perasaaan puas pada diri karyawan dapat mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi. Penelitian Lee, dkk (2000) juga membuktikan bahwa komitmen karyawan memiliki korelasi positif dengan kepuasan kerja. Hal itu berarti semakin tinggi kepuasan kerja karyawan maka akan semakin tinggi komitmen karyawan terhadap organisasi.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap masing-masing komponen
Wexley & Yukl, 1977), kepuasan kerja dicapai normative commitment.
jika tidak terdapat kesenjangan antara yang diinginkan/diharapkan dengan yang
Tujuan Penelitian
dipersepsikan pada kenyataannya. Semakin Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
tinggi kesenjangan yang dirasakan dari standard
1. Menguji dan menganalisis pengaruh minimum maka semakin besar pula kepuasan kerja terhadap affective commitment.
ketidakpuasan pekerja terhadap pekerjaannya.
2. Menguji dan menganalisis pengaruh Teori ini menekankan selisih antara kondisi yang kepuasan kerja terhadap continuance
diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), commitment.
jika ada selisih jauh antara keinginan dan
3. Menguji dan menganalisis korelasi kepuasan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kerja terhadap normative commitment.
kenyataan (kesenjangan negatif) maka orang menjadi tidak puas. Sebaliknya jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi
B. LANDASAN TEORITIS
ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat
1. Kepuasan Kerja ( Job satisfaction)
maka ia akan puas. Tetapi bila terjadi selisih
a. P e n g e r t i a n K e p u a s a n K e r j a ( Job
antara antara harapan yang diinginkan dengan
satisfaction)
kenyataan yang diterima lebih baik (kesenjangan Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan
positif) maka karyawan akan semakin puas. orientasi individu yang berpengaruh terhadap
peran dalam bekerja dan karakteristik dari
Equity Theory
pekerjaan. Kepuasan kerja senantiasa menarik Teori ini dikembangkan oleh J. Stacy Adam dan dianggap penting oleh ilmuwan dan praktisi
(Newstoom & Keith Davis, 1997), prinsip teori ini karena kepuasan kerja dipandang dapat
orang akan merasa puas atau tidak puas mempengaruhi jalannya organisasi secara
tergantung dari apakah ia merasakan adanya keseluruhan. Definisi kepuasan kerja
keadilan, kesepadanan (equity) atau tidak, dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (1977)
terhadap situasi tertentu. Perasaan equity dan menjelaskan kepuasan kerja sebagai perasaan
inequity terhadap suatu situasi diperoleh dengan seseorang terhadap pekerjaannya.
cara membandingkan dirinya dengan orang lain Demikian pula Davis dan Newton (1996)
yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah
pada tingkat hierarki yang sama (Wexley & Yukl, keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dimana karyawan Komponen utama dalam teori ini adalah : memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
Input, yaitu semua nilai yang diterima merupakan cermin perasaan seseorang terhadap
karyawan yang dapat menunjang dalam pekerjaannya. Sedangkan Robin (1996)
melaksanakan pekerjaan. menjelaskan kepuasan kerja didefinisikan
Outcomes, yaitu semua nilai yang diterima sebagai suatu sikap umum seorang individu
karyawan dan dia peroleh dari pekerjaannya. terhadap pekerjaannya.
Comparation person, yaitu dapat berupa Individu yang bergabung dengan suatu
seseorang di perusahaan yang sama atau organisasi pasti akan membawa seperangkat
yang di tempat lain atau bisa juga dengan keinginan, kebutuhan, hasrat yang membentuk
dirinya sendiri pada waktu yang lampau. harapan kerja (Tett & Meyer, 1993). Kepuasan
Equity – Inequity, yaitu keadilan/ kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan
keseimbangan. Setiap karyawan akan seseorang yang timbul berkaitan dengan
membandingkan rasio input dan outcomes pekerjaan, sebagai sekumpulan perasaan, maka
dirinya dengan inputs dan outcomes orang kepuasan kerja bersifat dinamis.
lain, apabila dirasakan tidak seimbang maka terjadi inequity. Inequity ini merupakan
b. Teori Kepuasan Kerja
sumber ketidakpuasan kerja, keadaan ini
Discrepancy Theory
akan mendorong pekerja untuk mencapai Teori ini dipelopori oleh Porter (1961), yang
keadaan equity.
berpendapat dalam mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara apa
Need Fulfillment Theory
yang seharusnya dengan kenyataan yang Teori ini menyatakan kepuasan kerja
ada kepuasan.
akan merasa puas bila mendapat apa yang karyawan butuhkan, semakin besar kebutuhan
Opponent – Process Theory
karyawan terpenuhi maka karyawan tersebut Teori proses-bertentangan dari Landy, 1978 akan merasa puas. Sebaliknya apabila
(dalam Smither, 1994:248) memandang kebutuhan karyawan tidak terpenuhi maka
kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda karyawan tersebut merasa tidak puas.
secara mendasar daripada pendekatan lain, yaitu menggunakan fungsi-fungsi central nervous
Social Reference Group Theory
system. Teori ini menekankan bahwa orang Menurut teori ini kepuasan karyawan bukan
cenderung mempertahankan suatu tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja,
keseimbangan emosional (emotional equilibrium). tetapi sangat tergantug pada pandangan dan
Kepuasan dan ketidakpuasan (dengan emosi pendapat kelompok yang oleh para karyawan
yang berhubungan) memacu mekanisme dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok
fisiologis dalam sistem saraf pusat yang acuan ini kemudian dijadikan tolok ukur untuk
membuat aktif emosi yang bertentangan atau menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi
berlawanan. Dihipostesiskan bahwa emosi yang karyawan akan merasa puas apabila hasil
berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan
yang asli, akan terus ada dalam jangka waktu yang diharapkan oleh kelompok acuan.
yang lama. Teori ini menyatakan bahwa jika seseorang memperoleh ganjaran pada pekerjaan
Two Factors Motivation Theory
maka mereka merasa senang, sekaligus tidak Teori ini dikembangkan dan dikemukakan
merasa senang (yang lebih lemah). Setelah oleh Herzberg, dimana sebagian besar didasari
beberapa saat rasa senang menurun dan oleh rumusan hierarki kebutuhan dari Maslow.
menurun terus sehingga orang akan merasa Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja
sedih sebelum kembali menjadi normal. Hal secara kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan
demikian terjadi karena emosi tidak senang kerja. Dalam teori Herzberg, memisahkan dua
(emosi yang berlawanan) berlangsung lebih faktor yang dapat menyebabkan kepuasan dan
lama.
ketidakpuasan karyawan, yaitu : Maintenance factors atau disebut juga Hygine
Theory of Work Adjustment (TWA)
factor, faktor-faktor ini merupakan faktor Theory of Work Adjustment (TWA) yang pemeliharaan yang berhubungan dengan
dikembangkan oleh Dawis, Lofquist & Weiss hakekat manusia yang ingin memperoleh
(1968) menggambarkan hubungan individu di ketentraman badaniah, yang termasuk faktor
dalam lingkungan pekerjaannya. Teori ini ini adalah gaji, kualitas supervise, adminstrasi
berasal dari sekelompok peneliti di Minnesota dan kebijakan organisasi, kualitas hubungan
University yang dilandasi oleh pemikiran bahwa diantara rekan kerja, atasan dan bawahan,
individu bertingkah laku sesuai dengan tujuan keamanan kerja, imbalan tambahan dan
untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dalam kondisi kerja. Pada saat faktor-faktor hygine
dirinya. Pendekatan yang mereka pergunakan ini ada, terkadang seseorang tetap merasa
adalah sebagai deskripsi psikologis bagaimana tidak puas akan tetapi tidak terjadi
seseorang individu menyesuaikan diri dengan ketidakpuasan.
lingkungan pekerjaannya. Motivational factors disebut juga Intrinsic factor
Definisi dari penyesuaian pekerjaan (work yaitu faktor yang menyangkut kebutuhan
adjustment) menurut Davis (1967) adalah proses psikologis seseorang. Faktor ini berhubungan
dimana individu meraih dan mempertahankan dengan penghargaan terhadap seseorang
penyesuaian dengan lingkungan kerja. Teori ini yang secara langsung terkait dengan
mengandung 3 pengertian penting yaitu : pekerjaannya, yang meliputi: prestasi,
Individu (individual), Penyesuaian kerja (work tangggung jawab, kemajuan atau promosi,
adjustment), dan Korespondensi (correspondence). dan perkembangan pekerjaan itu sendiri.
Fokus teori ini adalah aspek-aspek yang Pada saat faktor-faktor motivator ini ada
terseleksi dalam diri individu dan dalam dalam pekerjaan, maka faktor-faktor ini
lingkungan kerjanya serta hubungan yang saling secara jelas menyebabkan kepuasan dan
bergantung erat dengan keduanya. motivasi, dan pada saat faktor-faktor ini tidak
Seseorang akan memilih pekerjaan dan
Individual
Job Satisfaction
Tenure Work Environment
Correspondence
Job Satisfaction
Gambar 1. Gambaran konsekuensi dari correspondence
melakukan aktivitas kerja karena ia yakin bahwa yang tidak puas akan keluar dari lingkungan pekerjaan tersebut akan memuaskan kebutuhan
kerjanya tersebut, hal ini disebut dengan tenure yang muncul dalam dirinya. Karena keyakinan
yaitu sikap individu untuk tetap tinggal dalam tersebut maka akan muncul korespondensi atau
lingkungan kerja sebagai konsekuensi dari hubungan yang saling terkait antara keduanya.
korespondensi. Dari tingkat kepuasan individu Korespondensi ini terjadi karena adanya kondisi
dapat pula diprediksi tingkat satisfactorinesress- dimana individu memberikan respon terhadap
nya. Bila diskorespondensi tidak bisa ditoleransi kebutuhan lingkungan kerjanya dan lingkungan
lagi oleh individu maka ia akan melakukan 2 kerja memberi respon terhadap kebutuhan yang
model penyesuaian diri. Kedua model tersebut muncul dalam diri individu. Dalam hubungan
adalah :
tersebut menuntut individu mengerjakan tugas
1. Model active adjustment, yaitu dimana tertentu dan individu memiliki keterampilan
individu mencoba merubah lingkungan dan kemampuan untuk mengerjakannya, di lain
kerjanya.
pihak individu menuntut imbalan tertentu dari
2. Model reactive adjustment, dimana individu lingkungannya seperti kompensasi dari hasil
membuat penyesuaian sendiri terhadap kerjanya, tempat kerja yang nyaman, teman kerja
lingkungan kerjanya.
yang menyenangkan, atasan yang kompeten dan kesempatan untuk berprestasi. Kesesuaian
Ada 3 ide dasar dari TWA ini yaitu individu dengan lingkungan dapat dinilai dan
satisfaction, satisfactoriness dan tenure yang dapat terpenuhi kebutuhan individu oleh lingkungan
diprediksikan dari hubungan antara individu kerjanya, namun tidak semua kebutuhan dari
dengan lingkungan kerja. Dengan kata lain masing-masing unsur tersebut dapat dipenuhi
hubungan saling tergantung (correspondence) oleh karena itu akan terjadi tingkat
dapat dilihat dari pengetahuan tentang imbalan korespondensi tertentu diantara keduanya
atas kebutuhannya dan kapasitas kemampuan sehingga konsekuensinya akan terjadi pada
tingkah lakunya, atau dapat dilihat dari tingkah tingkat diskorespondensi. Berikut adalah
laku dan kapasitas kemampuan penguatan gambaran dari konsekuensi adanya
(reinforcement). Dari sudut pandang individu, korespondensi, yang dijelaskan pada Gambar 1.
pekerjaan atau lingkungan kerja mempunyai Tingkat korespondensi ini menjadi indikator
tuntutan kemampuan dan disisi lain berarti pula munculnya kepuasan individu dan lingkungan
ada penguat lain dari individu tersebut yaitu kerjanya. Kepuasan (satisfaction) disini dapat
sistem imbalan (reward system) yang mencakup didefinisikan sebagai the evaluation of
antara lain gaji, penghargaan, dan hubungan corespondence in cognitive and affective terms.
kerja yang menyenangkan. Artinya kepuasan tersebut adalah suatu evaluasi
Mengutip dari penelitian Swaraswati (2009) terhadap hubungan saling bergantung secara
menyebutkan beberapa pokok pikiran dalam kognitif dan afektif, untuk membedakan
Theory of Work Adjustment adalah : pengertian kepuasan kerja dalam diri individu
1. Pekerjaan secara konseptual merupakan maka hal ini sama dengan pernyataan bahwa
ineraksi antara seorang individu dengan individu juga puas dengan lingkungan kerjanya
suatu lingkungan kerja. ini.
2. Lingkungan kerja memerlukan tugas-tugas Korespondensi merupakan konsekuensi
tertentu yang harus dilaksanakan dan akhir yang dapat memprediksi individual
individu memiliki kecakapan untuk satisfaction dan satisfactoriness. Oleh karena itu,
melaksanakan tugas-tugas tersebut. individu yang puas terhadap pekerjaannya akan
3. Sebagai pertukaran, inidividu menuntut tetap bertahan dalam lingkungan kerjanya dan
kompensasi untuk pekerjaan yang telah
menghantarkan kepada kepuasan kerja yang dan keamanan dalam bekerja.
baik pula.
4. Penyelia, yaitu penyelia atau supervisor memenuhi kebutuhan masing-masing agar
4. Lingkungan dan individu harus saling
berhubungan langsung dengan interaksi yang sehat dapat terjaga. Tingkat
karyawannya dalam memberikan bantuan sejauhmana kebutuhan masing-masing
teknis dan mendukung perilaku para pihak terpenuhi tersebut dengan
karyawan dalam menumbuhkan kepuasan korespondensi.
kerja bagi mereka.
5. Pekerjaan itu sendiri, yaitu karyawan menjaga korespondensi. Penyesuaian kerja
5. Work Adjustment adalah proses mencapai dan
cenderung lebih menyukai pekerjaan- diindikasikan dengan kepuasan individu
pekerjaan yang memberikan kesempatan terhadap lingkungan kerjanya dan kepuasan
untuk menggunakan kemampuan dan lingkungan terhadap individu melalui
keterampilan, kebebasan dan umpan balik kepuasan kerja yang dirasakan individu.
mengenai betapa baik karyawan itu bekerja.
6. Satisfaction dan satisfactoriness menghasilkan tenure atau kesediaan untuk tetap bertahan di
Sedangkan Robbins (2001:76) menyebutkan suatu lingkungan kerja, yang merupakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi indikator utama adanya work adjustment.
kepuasan kerja adalah nature of the work, supervision, present pay, promotion opportunities
and relations with co-workers. Faktor individual Terdapat beberapa cara dalam pengukuran
c. Dimensi Kepuasan Kerja
yang berpengaruh adalah sikap kebutuhan yang kepuasan kerja, seperti Job Descriptive Index (DJI)
dimilikinya, nilai-nilai yang dianut, sifat yang dikembangkan oleh Smith, Kendall dan
kepribadian dan pengalaman pada masa lalu. Hulin, 1969 (dalam Smither, 1994:242 dan
Berdasarkan beberapa pendapat ahli seperti Luthans, 2011:141) menyebutkan lima dimensi
yang disebutkan di atas tentang dimensi dan kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan,
faktor-faktor dalam pengukuran kepuasan kerja yaitu :
menunjukkan adanya kesamaan dari beberapa
1. Pekerjaan itu sendiri, yaitu sejauhmana tugas dimensi yaitu pekerjaan itu sendiri, upah/gaji, kerja dianggap menarik dan memberikan
kesempatan promosi, rekan kerja dan kesempatan untuk belajar dan menerima
penyelia/supervisi.
tanggung jawab.
2. Kesempatan untuk promosi, yaitu adanya
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesempatan untuk maju.
kepuasan kerja
3. Supervisor atau atasan yaitu kemampuan Menurut Theory of Work Adjustment, terdapat atasan untuk membantu dan mendukung
20 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerjaan bawahannya.
karyawan. Ke-20 faktor tersebut dikelompokkan
4. Gaji atau upah, yaitu suatu jumlah yang ke dalam 3 kategori yaitu faktor intrinsik, faktor diterima dan keadaan yang dirasakan dari
ekstrinsik dan faktor umum. pembayaran.
1) Faktor intrinsik
a) Ability Utilization, diartikan sebagai bersahabat, kompeten dan saling
5. Rekan kerja, yaitu sejauhmana rekan kerja
kesempatan untuk memanfaatkan mendukung.
kemampuan atau skill yang dimiliki karyawan.
b) Activity, diartikan sebagai keinginan Fuad Mas'ud (2004) menyebutkan terdapat lima
Sementara Celluci dan De Vries (1978) dalam
untuk menyibukkan diri sepanjang dimensi dalam kepuasan kerja yaitu :
waktu.
c) Achievement, merupakan faktor yang memenuhi kebutuhannya.
1. Gaji, yaitu upah yang diterima seorang untuk
menyatakan perasaan untuk memperoleh
2. Promosi, yaitu perpindahan karyawan ke penghargaan atas tugas yang diemban. jenjang yang lebih tinggi dan memberikan
d) Authority, mengukur kekuasaan yang tanggun jawab yang lebih besar.
dimiliki untuk memberitahu orang lain
3. Rekan kerja, yaitu bagi karyawan rekan kerja apa yang harus dilakukan. merupakan kebutuhan akan interaksi sosial,
e) Independence, mengukur kesempatan tidak mengejutkan bila mempunyai rekan
untuk bekerja secara mandiri
memegang suatu jabatan atau posisi yang bertentangan dengan keyakinan.
ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan
g) Responsibility, mengukur kebebasan untuk pekerjaan. Bagi masing-masing pihak dalam mengambil keputusan dengan
organisasi baik karyawan maupun pengusaha bertanggungjawab.
penting untuk memahami arti komitmen agar
h) Security, mengukur rasa aman dalam tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga melakukan pekerjaan.
perusahaan dapat berjalan secara efisien dan
i) Creativity, mengukur kesempatan efektif. Komitmen merupakan sikap karyawan mengembangkan kreativitas untuk
untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat mencoba cara sendiri dalam
dalam upaya-upaya mencapai visi, misi dan menyelesaikan pekerjaan.
tujuan organisasi. Banyak pengertian komitmen j) Social Service, mengukur kesempatan
yang menekankan suatu organisasi sebagai melakukan sesuatu untuk orang lain.
objek dari komitmen (Meyer & Allen, 1997:252). k) Social Status, mengukur kesempatan
Pada dasarnya komitmen merupakan untuk mendapatkan status dalam
pernyataan yang tumbuh dari lubik hati yang masyarakat.
dalam untuk melaksanakan kewajibannya l) V a r i e t y , m e n g u k u r k e s e m p a t a n
dengan sungguh-sungguh. Tanpa adanya melakukan hak yang berbeda dari waktu
komitmen seseorang pada pekerjaannya, kecil ke waktu.
kemungkinan untuk pencapaian suatu tujuan, baik tujuan individu tetapi semuanya
2) Faktor ekstrinsik
melibatkan pengertian tentang adanya ikatan
a) Advancement, mengukur kesempatan individu karyawan dengan organisasi. untuk maju dalam tugas/pekerjaan.
Meyer & Allen (1991) mengelompokkan
b) Company policy and practices, mengukur definisi komitmen pada organisasi sebagai cara-cara penerapan kebijakan
berikut :
perusahaan secara praktis.
a. Affective Orientation
c) Compensation, mengukur gaji yang Untuk beberapa penulis, istilah komitmen memadai atas pekerjaan yang dilakukan.
digunakan untuk menggambarkan orientasi
d) Recognition, mengukur penghargaan atas secar afektif terhadap organisasi. Misalnya pekerjaan yang memuaskan.
Kanter (1968:507, dalam Meyer & Allen, 1997:12)
e) Supervision human relation, mengukur cara menyatakan komitmen sebagai : atasan menangani hubungan antara
The attachment of an individual's fund of sesama karyawan.
affectivity and emotion to the group. Dengan kata
f) Supervision technical, mengukur lain, komitmen merupakan ikatan secara afektif kemampuan atasan dalam membimbing
dan emosional terhadap kelompok. secara teknis kepada karyawan.
Penulis lain yaitu Buchanan (1974:533 dalam Meyer & Allen, 1997:12) mendeskripsikan
3) Faktor Umum
komitmen sebagai :
a) Working condition, mengukur kondisi Partisan, affectivement to the goals and values, kerja.
and to the organization for its own sake, apart from its
b) Co Worker, mengukur kerjasama antar purely instrumental worth. Komitmen sebagai karyawan.
pengikut, ikatan secara afektif terhadap tujuan dan nilai-nilai dan terhadap organisasi untuk
Selanjutnya ketiga faktor inilah yang akan kepentingan organisasi tersebut. dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja
Pendapat lain dari Mowday (1979:27, dalam pada penelitian ini, karena faktor-faktor yang
Meyer & Allen, 1997:12) mendeskripsikan dipakai dirasa dapat menjaring informasi yang
komitmen sebagai:
butuhkan, relevan serta cukup detail sesuai The relative strength of an individual's dengan tujuan dan kondisi tempat penelitian.
identification with the involvement in a particular organization. Komitmen merupakan kekuatan
2. Organizational Commitment (komitmen
relatif dari identifikasi seseorang terhadap
keterlibatannya dalam suatu organisasi. Pentingnya komitmen menyebabkan beberapa organisasi mencantumkan unsur
terhadap organisasi)
b. Cost – Based
Pendapat lain menyatakan komitmen sebagai kelanjutan dari suatu tindakan (menetap dalam suatu organisasi) yang merupakan hasil dari pemahaman akan kerugian yang dihubungkan dengan penghentian tindakan tersebut. Misalnya Becker (1960:32, dalam Meyer & Allen, 1997:12) mendeskripsikan komitmen sebagai :
A disposition to engage in consistent lines of activity, resulting from the accumulation of “side bet” which would be lost if the activity were discontinued. Komitmen merupakan kecenderungan untuk terlibat dalam aktivitas yang konsisten yang disebabkan oleh kumpulan tabungan (side bet) yang akan hilang jika aktivitas tersebut dihentikan. Side bet terjadi jika sesuatu yang sangat penting bagi seseorang (misalnya pensiun, kedudukan) menimbulkan ketergantungan dengan melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi tersebut.
Serupa dengan definisi Becker, Kanter (1968:504, dalam Meyer & Allen, 1997:12) mendefinisikan: Cognitive-continuance commitment as profit associated with continued participation and a cost associated with leaving. Dengan kata lain keuntungan yang dihubungkan dengan meneruskan keikutsertaan dan kerugian yang dihubungkan dengan meninggalkan organisasi.
c. Obligation or Moral Responsibility
Pandangan lain menyatakan komitmen sebagai suatu kewajiban untuk menetap dalam organisasi. Misalnya Marsh & Mannari (1977:59 dalam Meyer & Allen, 1997:12) mendefinisikan: The employee with lifetime commitment as one who consider it morraly right to stay in the company, regardless how much status enhancement or satisfaction the firm gives him over the year. Dalam arti bahwa karyawan yang berkomitmen seumur hidup sebagai karyawan di tempatnya bekerja, menganggap benar secara moral untuk menetap dalam perusahaan, tanpa memperhatikan seberapa besar peningkatan status atau kepuasan yang diberikan perusahaan selama bertahun-tahun.
Sedangkan Wiener (1982:421, dalam Meyer & Allen, 1997:12) mendefinisikan komitmen sebagai :
The totality internalized normative pressure to act in away which mets organizational goals and interest and suggested that individuals excibits these behavior solely because they believe it is the right and moral thing to do. Komitmen adalah totalitas dari internalisasi tekanan-tekanan normatif untuk bertindak dengan cara yang sesuai dengan
tujuan dan kepentingan organisasi dan menganggap bahwa individu menampilkan tingkah laku tersebut semata-mata karena mereka yakin bahwa tingkah laku tersebut sesuai dengan moral dan benar.
Dalam dunia organisasi, komitmen sering disebut dengan istilah “komitmen pada organisasi” dan telah mendapat banyak perhatian dalam bidang perilaku organisasi. Menurut Meyer dan Herscovitch (2002) secara umum komitmen dapat didefinisikan sebagai suatu kekuatan atau pola pikir (mind-set) yang mengikat seseorang untuk menjalankan suatu perbuatan yang relevan pada satu atau lebih dari satu target. Kekuatan atau pola berpikir ini dapat berupa keinginan berdasarkan nilai-nilai (disebut affective commitment), merasa berharga berdasarkan untung rugi (disebut continuance commitment) atau kewajiban/keharusan (disebut normative commitment). Ketiganya berhubungan dengan perkembangan kelekatan individu terhadap organisasi. Karyawan secara emosional terikat pada organisasi dimana ia bergabung atau bekerja dianggap sebagai determinan penting tentang dedikasi dan loyalitas. Hal ini akan tampak pada rasa memiliki dan pengenalan yang akan meningkatkan keterlibatan mereka pada aktivitas organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan mereka untuk tetap tinggal dalam organisasi tersebut (Meyer & Allen, 1997).
2.1. Pengertian Organizational commitment
Kata komitmen sering digunakan untuk menjelaskan keterikatan atau suatu perasaan yang terikat secara emosional maupun proposional pada aktivitasnya yang di dalamnya termasuk hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan individu dengan organisasi. Meyer & Allen (1991:67) dalam Meyer & Allen (1997:11) mengungkapkan bahwa organizational
commitment is a psychological state that (a) characterizes the employee's relationship, and (b) has implications for the decision to continue membership in organization. Dengan kata lain komitmen pada organisasi adalah suatu kondisi psikologis yang menggambarkan hubungan antara karyawan dengan organisasi, dan berdampak terhadap keputusannya untuk terus bertahan atau tetap menjadi anggota organisasi.
Porter et al. (1982:27) mengemukakan bahwa komitmen pada organisasi adalah sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya
yang menyatakan bahwa komitmen pada karyawan terhadap perusahaan tempatnya
organisasi didefiniskan sebagai suatu keadaan bekerja. Semakin tinggi komitmen karyawan
dimana seseorang karyawan memihak pada terhadap organisasi berarti semakin tinggi
suatu organisasi tertentu dengan tujuan- keterikatan seorang karyawan pada organisasi
tujuannya serta berniat memelihara tersebut.
keanggotaan dalam organisasi tersebut. Porter dan Steers (1982:27) mendefinisikan
Keterlibatan yang tinggi seorang karyawan komitmen pada organisasi sebagai keterikatan
dalam suatu perusahaan menunjukkan bahwa individu secara psikologis terhadap organisasi,
seorang karyawan tersebut mempunyai loyalitas termasuk rasa keterlibatan kerja, kesetiaan, dan
yang tinggi terhadap pekerjaannya. Sebagai kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi.
konsekuensi dari tindakan tersebut karyawan Definisi di atas mengandung makna bahwa
berkeinginan untuk tetap bergabung dengan komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari
organisasi dalam jangka waktu yang lebih lama. sekedar keanggotaan formal, karena meliputi
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk
dapat disimpulkan bahwa komitmen pada mengusahakan upaya yang tinggi bagi
organisasi memegang peranan yang penting kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan
dalam organisasi, dalam hal ini anggota organisasi. Dari definisi tersebut juga dapat
organisasi akan memberikan semua disimpulkan bahwa komitmen pada organisasi
kemampuannya, mau bekerja keras untuk merupakan proses dalam diri individu dalam
keberhasilan organisasi dan bersedia terlibat mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai,
dalam segala aktivitas yang ada dalam aturan dan tujuan organisasi. Selain itu
organisasi. Komitmen pada organisasi dapat komitmen pada organisasi mengandung
menumbuhkan kesetiaan dan ketaatan kerja pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari
karyawan, memberikan ketenangan kerja, sekedar kesetiaan yang pasif terhadap
kemantapan dan perasaan diperhatikan atau organisasi, dengan kata lain komitmen pada
dilindungi oleh perusahaan serta pemenuhan organisasi menyiratkan hubungan karyawan
kesejahteraan karyawan dan masa depan yang dengan organisasi secara aktif.
lebih terjamin.
Pendapat lain dari Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1994:244-245) menyatakan komitmen
2.2. Komponen Organizational Commitment
terhadap organisasi melibatkan tiga sikap yaitu Menurut Meyer dan Allen (1991) komitmen (1) Identifikasi dengan tujuan organisasi, (2)
dinyatakan sebagai keadaan psilologis Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas
(Psychological state) atau pola pikir yang organisasi, (3) Perasaan loyalitas terhadap
meningkatkan kemungkinan seseorang organisasi. Hal ini berarti karyawan yang komit
karyawan memelihara keanggotaannya di terhadap organisasi memandang nilai dan
dalam suatu organisasi. Selanjutnya konsep kepentingan mengintegrasikan tujuan pribadi
komitmen pada organisasi dikembangkan oleh dan organisasinya, sehingga tujuan organisasi
Meyer dan Allen (1997:11) memunculkan tiga merupakan tujuan pribadinya. Pekerjaan yang
komponen komitmen yaitu : menjadi tugasnya dipahami sebagai
1. Affective commitment (AC) kepentingan pribadi, dan memiliki keinginan
Affective commitment adalah tingkat seberapa untuk selalu loyal demi kemajuan organisasi.
jauh seorang karyawan secara emosi terikat, Menurut Richard M. Steers, komitmen pada
mengenal dan terlibat dalam organisasi. Affective organisasi didefinisikan sebagai identifikasi
commitment terjadi jika keinginan karyawan (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi),
untuk bertahan di dalam organisasi didasarkan keterlibatan (kesediaan berusaha sebaik
atas adanya keterikatan emosional atau mungkin untuk kepentingan organisasi) dan
keterikatan psikologis karyawan terhadap loyalitas (keinginan untuk tetap berada di
organisasi. Komitmen ini muncul karena organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan
keinginan artinya komitmen dipandang sebagai oleh seorang karyawan terhadap organisasi.
suatu sikap yaitu suatu usaha individu untuk Steers juga berpendapat bahwa komitmen pada
mengidentifikasi dirinya pada organisasi beserta organisasi merupakan kondisi dimana
tujuannya. Affective commitment ditunjukkan karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-
dengan keinginan karyawan untuk tetap tinggal nilai dan sasaran organisasinya.
di organisasi dengan datang bekerja secara
2. Continuance commitment (CC)
Continuance commitment muncul karena kebutuhan dan memandang bahwa komitmen sebagai perilaku yaitu karena adanya suatu ketergantungan terhadap aktifitas- aktifitasnyang telah dilakukan di dalam organisasi pada masa lalu dan itu tidak dapat
ditinggalkan karena akan merugikan. Continuance commitment terjadi jika seseorang harus bertahan di dalam organisasi karena ia membutuhkan gaji dan keuntungan yang tidak ia dapatkan di pekerjaan yang lain. Dalam hal ini seorang karyawan secara akumulatif telah banyak menanamkan investasi bagi organisasi dan jika meninggalkan organisasi akan sangat merugikan. Continuance commitment dilandasi oleh pertukaran (exchange) antara individu karyawan dengan organisasi, dan kekuatan komitmennya didasari oleh derajat terhadap bagaimana individu karyawan memandang bahwa pertukaran tersebut sesuai dengan keinginannya. Continuance commitment merupakan hasil dari pilihan karyawan untuk terus bekerja di organisasi karena imbalan dan keuntungannya melebihi kerugiannya, atau kerugian yang diderita jika meninggalkan organisasi lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan meninnggalkan organisasi. Continuance commitment ditunjukkan dengan sikap menghindari kerugian, merasa rugi bila pergi meninggalkan organisasi, melakukan sedikit lebih dari yang disyaratkan untuk memelihara keanggotaannya. Continuance commitment dihasilkan dari investasi terhadap pekerjaan dan kesulitan untuk mencari pekerjaan lain.
3. Normative commitment (NC) Normative commitment melihat pada
sejauhmana seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, afeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan dan lain- lain. Komitmen ini muncul karena memang “sudah seharusnya”. Normative commitment bersumber dari nilai-nilai yang dipegang oleh karyawan. Karyawan merasa bahwa ia berhutang budi kepada organisasi sehingga
bertahan dalam organisasi adalah tindakan yang benar. Normative commitment ditandai dengan adanya beliefs pada karyawan bahwa seseorang harus bertanggung jawab terhadap organisasi dan bertahan di organisasi karena loyalitas dan kesetiannya (Meyer dan Allen, 1991). Normative commitment seringkali disebut dengan komitmen moral dan mencerminkan bagaimana seseorang karyawan memperepsikan norma dan perilaku yang dianggap dapat diterima. Komitmen ini ditunjukkan dengan perasaan wajib untuk tinggal di organisasi dan merasa berharga tinggal di organisasi, berbuat demikian juga untuk hal-hal yang dipandang sebagai bagian dari tugas. Normative commitment berasal dari perasaan berkewajiban karena nilai-nilai personal maupun perlakuan organisasi terhadap karyawan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen pada organisasi adalah keterikatan karyawan pada organisasi yang didasari oleh adanya keinginan, kebutuhan dan kewajiban untuk bertahan pada organisasi. Meyer & Allen menyatakan ketiganya merupakan komponen dan bukan tipe, karena keterikatan karyawan dan organisasi tercermin dari tingkat variasi yang berbeda dari ketiganya. Seorang karyawan bisa saja mempunyai keterikatan emosional dan merasa mempunyai kewajiban terhadap organisasi tetapi karena pertimbangan ekonomi maka ia membutuhkan pekerjaan lain di luar organisasi. Disisi lain, karena sulit mendapatkan alternatif pekerjaan lain maka seorang karyawan tetap bertahan di organisasi sekalipun tidak memiliki keterikatan emosional yang kuat dengan organisasi. Disamping itu komitmen pada organisasi berkembang sebagai hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula. Oleh karena itu Meyer & Allen mengatakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai hubungan karyawan dengan organisasi maka dalam pengukuran komitmen pada organisasi seharusnya juga merefleksikan ketiga komponen tersebut yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen terhadap organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan pada continuance commitment. Seorang karyawan yang ingin menjadi anggota
struktur, iklim), karakteristik personal organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa
(demografi, nilai dan harapan), pengalaman menjadi anggota organisasi akan menghindari
sosial (budaya, adat, keorganisasian), kerugian financial dan kerugian lain, sehingga
management practice (seleksi, training dan mungkin hanya akan melakukan usaha yang
kompensasi), dan kondisi lingkungan tidak maksimal. Sementara itu normative
(unemployeement rate, tanggung jawab commitment berkembang sebagai hasil dari
terhadap keluarga, kewarganegaraan). pengalaman sosialisasi, tergantung dari
Proximal antecedents
sejauhmana perasaan kewajiban yang dimiliki Proximal antecedents adalah variabel yang karyawan. Komponen normatif menimbulkan
secara langsung mempengaruhi komitmen perasaan kewajiban pada karyawan untuk
pada organisasi. Diantaranya adalah memberi balasan atas apa yang telah
pengalaman kerja (ruang lingkup kerja, diterimanya dari organisasi.
relationship, participation, dukungan dan Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan
keadilan), status peran (ambiguity, konflik, yang mendasar yaitu komitmen adalah suatu
dan overload) dan kontrak psikologis sikap setuju seseorang terhadap tujuan dan nilai-
(perubahan ekonomi dan sosial). nilai organisasi, adanya kemauan kuat untuk memberikan usaha ekstra untuk kepentingan
Setiap komponen dari komitmen pada dan keuntungan organisasi, serta keinginan kuat
organisasi terpengaruh oleh antecedents yang untuk tetap tinggal dan memelihara
terpisah. Berikut merupakan penjelasan lebih keanggotaannya di dalam organisasi, terlibat
lanjut mengenai penyebab dari tiap-tiap dalam kegiatan organisasi dan melakukan
komponen dari komitmen, yaitu: semuanya itu dengan efisien. Terdapat tiga
1. Affective commitment
komponen komitmen yang akan diteliti dalam Organizational characteristic, personal penelitian ini yaitu affective commitment,
characteristic dan work experience merupakan continuance commitment dan normative
penyebab dari terjadinya affective commitment. commitment. Affective commitment ditunjukkan
Sebagai contoh pada karakter personal, pekerja dengan adanya keinginan untuk tetap tinggal
yang memiliki kepercayaan diri akan dalam organisasi yang dinyatakan dengan
kemampuannya akan memiliki komitmen yang datang bekerja secara teratur, mengikuti
lebih kuat dibandingkan pekerja yang kurang kegiatan yang diadakan organisasi,
percaya diri akan kemampuannya. menampilkan tugas dan tanggung jawab terbaik,
2. Continuance commitment
serta melakukan tugas ekstra untuk menolong Management factor, environmental conditions, orang lain. Continuance commitment ditunjukkan
role states merupakan penyebab dari terjadinya dengan melakukan sesuatu lebih dari yang
continuance commitment. Contohnya, kondisi disyaratkan untuk memelihara keanggotaan.
lingkungan dimana adanya tanggung jawab Serta normative commitment ditunjukkan dengan
pada keluarga untuk memberikan nafkah, akan merasa wajib tinggal dalam organisasi, merasa
membuat seorang pekerja memiliki komitmen berharga bila berada di organisasi dan
yang baik, dikarenakan pekerja tersebut takut melakukan hal yang berhubungan dengan
kehilangan sumber penghasilan. organisasi sebagai bagian dari tugas.
3. Normative commitment
Socialization experience dan psychological
contract merupakan penyebab dari terjadinya Model multidemensional merupakan
2.3. Sebab-sebab Organizational Commitment
normative commitment. Sebagai contoh pekerja pengembangan dari tiga komponen komitmen
yang memiliki psychological contact dengan pada organisasi yang dikembangkan oleh Meyer
bentuk relational (berisi tentang tanggung jawab & Allen (1997:106), dimana terdapat dua
yang berhubungan antara kedua pihak, antecedent yaitu distal antecedent dan proximal
perusahaan dan pekerja, lebih abstrak dan antecedent
berdasarkan pada prinsip sosial exchange). Maka Distal antecedents
pekerja ini akan memiliki normative commitment Distal antecedents merupakan variabel yang
yang tinggi, ia akan bekerja karena merasa secara tidak langsung mempengaruhi
tanggung jawabnya terhadap psychological komitmen pada organisasi. Adapun yang
contract yang ia yakini.
termasuk ke dalam distal antecedents ini
2.4. Proses Organizational Commitment
Menurut Meyer & Allen (1997:106) terjadinya tiga komponen komitmen melalui proses komitmen, yaitu :
1. Affective commitment
Proses terjadinya affective commitment melibatkan atribusi, rationalization, met expectation, person job fit dan need satisfaction. Proses ini akan berbeda-beda pada setiap orang sesuai dengan karakteristik personal, dan pengalaman yang pernah didapatkan. Atribusi adalah proses dimana individu memahami penyebab dari tingkah lakunya, sedangkan rationalization adalah proses dimana individu akan mencoba untuk menyesuaikan tindakannya dengan nilai atau tujuan yang sudah dipahaminya. Met expectation adalah harapan dari pekerja di dalam perusahaan yang dapat terpenuhi atau tidak. Sedangkan person job fit adalah kesesuaian antar pekerja dengan pekerjaannya. Need satisfaction adalah kepuasan pekerja akan terpenuhinya kebutuhannya. Proses ini akan mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen pekerja. Dalam hal ini penelitian menunjukkan bahwa pengalaman yang kongruen dengan nilai yang ada pada pekerja akan menjadikan reward bagi pekerja yang mempengaruhi komitmen.
2. Normative commitment
Dalam hal ini proses yang terjadi adalah adanya harapan dan kewajiban pekerja. Karena adanya psychological contract maka akan menyebabkan terjadinya tanggung jawab dari pekerja terhadap perusahaan. Proses inilah yang akan menyebabkan terjadinya normative commitment.
3. Continuance commitment
Terdapat dua hal yang dapat dilihat dalam proses terjadinya continuance commitment yaitu alternatives dan investments. Alternatives dimaksudkan dengan hal-hal apa saja yang mungkin akan didapatkan pekerja jika ia keluar dari pekerjaannya, sedangkan investments adalah hal-hal apa saja yang sudah pekerja dapatkan atau berikan kepada perusahaan sehingga ia merasa rugi jika meninggalkan perusahaan. Dua proses ini yang nantinya akan mempengaruhi rendahnya komitmen. Disebutkan juga bahwa jika semakin banyak dan baik alternatives yang ditawarkan pada pekerja diluar dari perusahaannya, maka akan menjadikan continuance commitment yang
rendah. Sedangkan jika investments semakin banyak maka semakin tinggi tingkat komitmen pekerja.
2.5 Dampak Organizational Commitment