Disain Faktorial : Konsep Dasar Disain Faktorial

Disain Faktorial : Konsep Dasar Disain Faktorial
1.

Pengembangan Analisis Variansi
Analisis varians dapat dikembangkan aplikasinya untuk menganalisis data

penelitian yang terdiri dari satu variabel dependen kontinum dan lebih dari satu
variabel independen kategorik. Nah pengembangan ini yang dinamakan Analisis
Varians Desain Faktorial.
Mungkinkah kita melakukan analisis varians sederhana sebanyak variabel
independen saja. Ya…ya mungkin saja. Hanya saja, kita akan memperoleh
beberapa manfaat dengan melakukan analisis desain faktorial ini; yaitu analisis
interaksi antar variabel independen dan masalah tuntutan besarnya sampel.
Analisis interaksi antar variabel independen akan dijelaskan lebih jauh dalam
tulisan terkait dengan ini. Terkait dengan manfaat kedua, Analisis varians desain
faktorial menuntut jumlah subjek lebih sedikit dibandingkan dengan analisis
varians sederhana untuk memperoleh kekuatan analisis yang sama. Atau dengan
kata lain, dengan jumlah subjek yang sama, kekuatan analisis anava 2 jalur lebih
besar daripada anava satu jalur. Hal ini tidak dibahas di sini secara detil.

2.


Kembali ke Variasi Variabel Dependen

Masih ingat gambar ini bukan? Ini adalah gambar model dari analisis
varians sederhana (atau disebut juga satu jalur). Nah anggaplah kita kemudian
menambahkan satu variabel lagi untuk menjelaskan variasi prestasi siswa,

Alumniti

misalnya variasi jenis kelamin. Sehingga gambar modelnya sekarang menjadi
seperti ini:

Nah dalam gambar di atas, bisa dilihat bahwa variasi prestasi siswa
sekarang berusaha dijelaskan oleh variasi model pembelajaran dan variasi jenis
kelamin. Selain kedua variabel ini, ada satu bagian lagi yang menjadi akibat dari
‘pertemuan’ dua variabel ini, yaitu interaksi. Kemudian bagian lain dari variasi
prestasi siswa yang tidak dijelaskan oleh variasi model pembelajaran, jenis
kelamin,

3.


maupun

interaksi

keduanya

merupakan

error

atau

residu.

Apa Maksudnya Interaksi
Kita dapat membayangkan interaksi ini seperti mencampur dua bahan

kimia. Contoh klasiknya misalnya kita mencampur Hidrogen (yang mudah
terbakar) dan Oksigen (yang juga mudah terbakar). Ketika dicampur, kedua bahan

kimia ini menjadi air (H2O) yang justru memadamkan api.
Bagaimana contoh nyatanya.Begini, misalnya kita memiliki dua jenis
model pembelajaran; yaitu: diskusi dan experiential learning (EL). Nah misalnya
model pembelajaran yang efektif untuk tiap jenis kelamin itu berbeda. Siswa lakilaki memperoleh manfaat lebih banyak jika mereka mendapat model pembelajaran

Alumniti

diskusi, sementara siswa perempuan melalui model EL. Oleh karena itu, ketika
siswa laki-laki memperoleh EL, prestasinya tidak meningkat sebanyak siswa
perempuan. Sebaliknya ketika siswa perempuan memperoleh diskusi, prestasinya
tidak meningkat sebanyak siswa laki-laki. Nah jika ini terjadi, ini berarti ada
interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin.
3.

Main Effect
Main Effect (ME) ini merupakan efek yang ditimbulkan oleh adanya

variabel independen. Banyaknya ME ini sama dengan banyaknya variabel
independen yang dilibatkan dalam penelitian. ME ini bisa dibilang efek atau
‘pengaruh’ langsung suatu variabel independen terhadap variabel dependen, tanpa

memperhitungkan kehadiran variabel independen lain. (kata pengaruh saya beri
tanda kutip, karena interpretasi tentang adanya pengaruh hanya dapat dilakukan
jika kita melakukan penelitian eksperimental).
ME ini sama seperti ketika kita melakukan analisis varian sederhana (satu
jalur). Cara menghitungnya pun persis sama dengan analisis varian sederhana,
sehingga hasil perhitungannya juga akan sama saja.

Kedua tabel di atas berasal dari data yang sama. Tabel pertama, merupakan hasil
analisis varians 2 jalur dengan melibatkan model pembelajaran (model) dan jenis

Alumniti

kelamin (jenkel), sementara tabel kedua merupakan hasil analisis varians satu
jalur dengan model sebagai variabel independennya. Kedua tabel menunjukkan
antara hasil hitung yang sama antara Jumlah Kuadrat (Sum of Squares), db (df),
dan Mean Kuadrat (Mean Squares) untuk model dalam tabel pertama dan kedua.
“Tapi … nilai F dan p nya berbeda,” Ya nilai F dan p nya memang
berbeda, karena dalam analisis dua jalur, variasi error yang tidak dapat dijelaskan
menjadi lebih kecil karena kehadiran variabel lain (dalam contoh kita tadi variabel
lain ini adalah jenis kelamin), dan interaksi antar variabel independen. Oleh

karena itu dalam analisis varian 2 jalur, kita memiliki kemungkinan lebih besar
untuk menolak hipotesis nol. (Ini yang saya sebut di atas “dengan jumlah subjek
yang sama, kekuatan analisis anava 2 jalur lebih besar daripada anava satu jalur”).
Kita akan bahas ini lebih detil ketika sampai pada masalah variasi error.
4.

Interaction Effect

Kita singkat IE saja ya. Ini adalah efek dari kehadiran kedua variabel independen
bersama-sama

seperti

yang

sudah

saya

ilustrasikan


di

atas.

Bagaimana menghitungnya. Perhitungan IE ini diawali dengan perhitungan JK
antar sel yang diakibatkan pertemuan dua variabel independen. Konkretnya dapat
dilihat dalam gambar berikut:

Kita memiliki 4 sel dalam kasus ini, karena tiap variabel independent terdiri dari 2
kelompok. Banyaknya sel akan sama dengan perkalian jumlah level/kelompok
dalam tiap variabel independen. Ok lalu bagaimana menghitung Jumlah Kuadrat
antar sel ini. Menghitung jumlah kuadrat dari sel, sangat mirip dengan
menghitung jumlah kuadrat antar di analisis varian satu jalur. Hanya saja,
sekarang kita menghitung jumlah kuadrat antar sel di analisis varians dua jalur.
Masih ingat kan dengan rumus JK antar di anava 1 jalur. Begini:

Alumniti

Nah, jika menghitung JK antar sel, maka rumusnya akan menjadi begini:


Atau jika kita bongkar rumus ini akan menjadi seperti ini:

Lagi-lagi jangan kuatir harus menghafal banyak rumus. Cobalah lihat persamaanpersamaannya dengan JK antar. Ketika menghitung JK sel, kita hanya
memperlakukan sel seolah-olah sebagai kelompok. (kalau kamu bandingkan,
rumus JK sel dan JK antar persis sama. Yang berbeda hanya konteksnya saja).
Setelah kita menghitung JK sel, berikutnya kita baru bisa menghitung JK interaksi
dengan rumus berikut:

Mengapa JK interaksi didapat dari mengurangi JK sel dengan JKA dan JKB?
Karena begini pandangannya: Variasi antar sel itu di’pengaruhi’ oleh variasi dari
JKA, JKB dan JK interaksi. JK interaksi sendiri agak sulit untuk dihitung secara
langsung, sementara JK sel cukup mudah dihitung secara langsung dari data. Oleh
karena itu kita menghitung dulu JK sel, lalu mengurangi variasi yang terjadi antar
sel ini dengan JKA dan JKB.

Alumniti

5.


JK residu/error
Nah setelah menghitung semua urusan efek-efek tadi, sekarang saat nya

kita menghitung JK residu. JK residu atau disebut juga JK dalam, dihitung dari
variasi antar individu di dalam sel. Masih ingat menghitung JK dalam di Anava
satu jalur? Cara menghitungnya persis sama, hanya berbeda konteks.

Rumus di atas merupakan rumus mencari JK dalam untuk anava satu jalur.
Jika diterapkan pada anava desain faktorial, maka rumus tersebut diterapkan pada
sel, menjadi begini:

Huruf a dan b itu menunjukkan kelompok pada variabel independen
pertama (a) dan kedua (b). Jadi jika menggunakan contoh di atas, jika a=1 dan
b=1, ini berarti kita menghitung JK dalam kelompok pria yang diberi treatment
diskusi. Setelah tiap sel kita hitung JK dalam tiap sel, kemudian kita jumlahkan
menjadi JK dalam.

Alumniti

6.


Mean Square/Mean Kuadrat
Perhitungan mean kuadrat (MK) untuk anava 2 jalur sama dengan anava 1

jalur, yaitu JK dibagi df.

Banyaknya MK antar akan sama dengan banyaknya variabel independen.
Dalam contoh kita di atas, kita akan memiliki 2 MK antar, satu untuk variabel
model

pembelajaran

dan

satu

untuk

jenis


kelamin.

Tapi bagaimana menghitung db nya. Pada dasarnya sama saja dengan sebelumnya
:

Alumniti

7.

Nilai F dan Signifikasi
Seperti anava satu jalur, nilai F didapatkan dari pembagian MK dari efek

yang diteliti dengan MK dalam. Dalam contoh kita memiliki tiga efek yang ingin
dilihat, yaitu efek dari metode pembelajaran, efek dari jenis kelamin dan efek
interaksi metode pembelajaran dengan jenis kelamin. Oleh karena itu kita akan
mendapatkan tiga nilai F, satu untuk masing-masing efek
.

Nah masing-masing nilai F ini tentunya juga memiliki nilai p yang akan
menentukan apakah variabel independen tersebut memiliki efek yang signifikan

terhadap variabel dependen. Kita dapat mengetahui besarnya nilai p ini dari tabel
F,

8.

atau

menggunakan

program

komputer

seperti

excell

dan

SPSS.

Contoh Hasil Analisis Menggunakan SPSS
Karena artikel dalam blog ini lebih menekankan pada ide dan konsep,

maka saya memutuskan untuk tidak menampilkan contoh hitungan manual.
Semua perhitungan manual akan mirip dengan analisis varian satu jalur. Jadi
pembaca bisa membaca-baca lagi artikel tersebut. Walaupun demikian saya tetap
menganjurkan pembaca untuk mencoba-coba menganalisis secara manual untuk
mendapatkan ‘feeling’ dari proses analisisnya, khususnya jika jumlah data yang
dianalisis tidak banyak. Dalam arti, kita akan lebih memahami bagaimana kita
bisa

sampai

pada

hasil

analisis

seperti

ini

Contoh dalam tabel berikut diproduksi dari program analisis SPSS.

Alumniti

atau

itu.

Dalam tabel di atas, dapat kita lihat bahwa kedua variabel independen
tidak memberikan efek yang signifikan terhadap prestasi siswa. Dengan kata lain
tidak ada perbedaan mean antara mereka yang berjenis kelamin pria dan wanita
(F(1,16)=1.855, p=0.192), dan antara mereka yang mendapat model diskusi dan
EL (F(1,16)=.464, p=.506). Selain kedua Main Effect tersebut, kita bisa melihat
bahwa interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin memiliki efek yang
signifikan (F(1,16) = 9.391, p = 0.007).

Lalu artinya apa. Mengapa Main Effects nya tidak signifikan tetapi interaksinya
bisa signifikan. Seperti apa interaksi yang terjadi antara kedua variabel
independen tersebut.

Rujukan :
www.psikologistatistik.blogspot.com (diunduh pada tanggal 16 september 2009)

Alumniti