MEMBANGUN LAYANAN PUBLIK YANG MENDEKATI

MEMBANGUN LAYANAN PUBLIK YANG
MENDEKATI SELERA KONSUMEN

Seti Gautama

mas_gout@kemenkeu.go.id

ASN PADA
KANWIL DITJEN
PERBENDAHARAAN
PROVINSI KEPUAUAN RIAU

Jumlah Kata: 1124

Dipublikasikan pada harian
Tanjungpinang Pos, 5 Mei
2018 halaman 2

Ada uang, ada barang, begitu pepatah umum yang kita
dengar di perdagangan. Sesuatu yang wajar bahwa
produsen dan konsumen akan menyepakati barang/jasa

dalam skala harga dan kualitas yang relevan. Semakin
mahal, maka semakin tinggi pula ekspektasi konsumen.
Lalu bagaimana hal ini berlaku di layanan publik?
Siapakah konsumen dan produsen? Bagaimana mereka
menentukan kualitas layanan? Apakah setiap warga
negara atau hanya pembayar pajak? Bagaimana cara
membangun layanan publik yang mendekati selera
konsumen?
Pada sisi lain, laporan Kepala Ombudsman Perwakilan
Provinsi Kepri, Yusron Roni atas penilaian kepatuhan
standar pelayanan publik 2017, menyatakan Kabupaten
Karimun dan Bintan masuk dalam zona merah penilaian
kepatuhan standar pelayanan publik.
Keduanya
mendapatkan nilai tidak lebih dari 50.00 dari 100.00.
Kabupaten Karimun kata Yusron hanya memperoleh nilai
rata-rata 46,49 dan Bintan 47,91.1
Secara umum, kualitas layanan publik sudah diatur di
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tenang Pelayanan
Publik. Supervisi implementasinya ada pada badan

Ombudsman.
Dalam konteks tulisan ini, ijinkan saya menawarkan opini
bahwa membangun layanan publik yang memenuhi
selera konsumen dapat dilakukan melalui implementasi
Sistem Manajemen Mutu ISO pada kantor penyedia
layanan publik. Hal ini karena, kantor layanan publik
akan semakin dituntut untuk memenuhi pemenuhan
capaian kinerja sekaligus menjaga kepuasan para
stakeholder dalam kerangka kerja ISO yang disupervisi
oleh pihak eksternal (swasta). Layaknya rumah yang
sering menerima tamu akan cenderung lebih bersih dan
tertata dibandingkan rumah yang jarang menerima
tamu.
Perspektif
pembayar
pajak
sebenarnya
dapat
dianalogikan seperti perdagangan. Terdapat semacam
transaksi antara pemerintah sebagai penjual jasa dan

masyarakat sebagai pengguna jasa. Pajak merupakan
bentuk kontribusi pembiayaan pengguna jasa pada

1Sumber:
http://www.ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--dalam-penilaian-kepatuhanstandar-pelayanan-publik-kabupaten-karimun-dan-bintan-masuk-dalam-zona-merah

1

operasional pemerintahan dan sifatnya wajib. Perbedaan
dengan
transaksi
perdagangan
adalah
layanan
pemerintah tidak dapat didiskriminasi menurut nominal
pembayaran. Semua warga negara baik yang mampu
membayar pajak atau pun tidak, harus menerima
standar layanan yang sama dari pemerintah.
Pada sistem demokrasi, pembayar pajak yang juga
sekaligus pemilik suara sebenarnya memiliki daya tawar

sangat besar untuk menetapkan sendiri kualitas layanan
yang diharapkan. Oleh karena itu, sangat umum di
masyarat demokratis yang relative mapan, debat antar
calon pemimpin. Hal ini karena masyarakat akan
menunjuk seseorang sebagai pemimpin institusi
pemerintahan yang sekaligus menguasai sumberdaya
perpajakan
yang
diterima
institusi
berkenaan.
Sebagaimana layaknya transaksi, ekspektasi dari
pembayar merupakan ukuran sukses tidaknya penyedia
layanan, dalam hal ini juga berkaitan dengan ukuran
kinerja pribadi yang menjadi pucuk pemerintahan.
Namun demikian, pengendalian pembayar pajak atas
layanan publik seringkali hanya terjadi saat pemilihan
umum
digelar.
Selama

proses
pemerintahan
berlangsung, kontrol publik relative lemah. Hal ini
sebagaimana dapat kita lihat dari tingginya jumlah
pejabat yang tertangkap tangan dalam tindak pidana
korupsi, rendahnya kualitas wakil rakyat yang duduk di
DPR dan DPRD, dan pada sisi lain masyarakat apatis
dengan urgensi kedudukan mereka bagi pengelolaan
layanan publik. Bagi masyarakat umum, protes pada
kualitas layanan publik yang rendah dapat menjadi
masalah bagi pelapor, yang akhirnya rendah pula
laporan yang diterima badan pengawas layanan publik
seperti Ombudman, dan selanjutnya tidak ada
perubahan signifikan pada layanan masyarakat.
Implementasi SMM ISO dapat mengurangi kesenjangan
antara harapan masyarakat dengan kualitas output
kantor layanan publik. Penulis menemukan Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Provinsi
Kepualauan Riau yang sudah menerapkan SMM ISO 9001
lebih baik kualitas kinerja pelayanannya daripada KPPN

yang belum mengimplementasikan.
Terdapat dua KPPN di Provinsi Kepualaun Riau yaitu KPPN
Tanjungpinang dan KPPN Batam. Tugas utama KPPN
adalah penyaluran dana APBN pada instansi pemerintah
yang menerima alokasi anggaran dari pemerintah pusat
di wilayah kerja masing-masing. Pada tahun 2016, KPPN
Batam mendapat kesempatan untuk menjadi piloting
kantor layanan yang mengimplementasikan SMM ISO
9001:2008. Sedangkan KPPN Tanjungpinang baru

2

implementasi pada tahun 2017. Sehingga saat ini semua
KPPN di Provinsi Kepualaun Riau telah memenuhi
kualifikasi ISO.
SMM ISO ini memastikan kualitas layanan dapat terukur
dan terverifikasi oleh pihak external secara rutin. Hal ini
karena sistem ISO yang mengharuskan semua kegiatan
tercatat; dan, semua yang tercatat dilakukan. Dengan
kata lain, komitmen tertulis yang dinyatakan oleh

manajemen, harus dapat dibuktikan pelaksanaannya.
Misalnya, komitmen penyelesaian pekerjaan dalam
norma waktu tertentu dilaksanakan sebagaimana
dijanjikan. Selanjutnya secara periodic minimal satu
tahun sekali, kantor layanan harus diaudit surveillance
oleh pihak swasta yang tersertifikasi.
Peningkatan kinerja pelayanan adalah hal yang paling
berbeda antara kedua KPPN. KPPN yang telah
menerapkan SMM ISO akan lebih peka terhadap kritikan
dari pengguna layanan. Hal ini karena adanya audit
external yang melibatkan pihak swasta. Kehadiran pihak
swasta
memberikan
perspektif
yang
berbeda
dibandingkan audit yang diberikan oleh Kanwil DJPb
Provinsi Kepulauan Riau, Inspektorat Jenderal, maupun
BPK. Auditor swasta saat beraudiensi selalu memberikan
ilustrasi praktik birokrasi yang efisien di perusahaan

swasta. Dari diskusi ini, seringkali auditee (kantor
layanan) terinspirasi untuk menggunakan tatakelola
yang lebih efisien, misalnya checklist yang lebih simple
dan fungsional.
Contoh paling mudah adalah kualitas layanan toilet. Pada
prinsipnya kedua KPPN sampel memiliki layanan toilet
yang baik. Namun pada KPPN yang telah menerapkan
ISO, standar supervisi kebersihan lebih terkontrol, dan
lebih lengkap fasilitas yang dipasang didalam fasilitas
berkenaan. Terdapat petugas yang tercatat wajib
melalukan supervisi secara berkala dan terdapat
tatacara jika terjadi kendala, termasuk tatacara
bagaimana pengguna layanan membuat aduan atas
fasilitas berkenaan.
Pada kantor layanan yang telah memenuhi Standar audit
ISO, kepedulian pimpinan unit atas urgensi persepsi
stakeholder juga meningkat. Standar audit ISO yang
ketat dan terstandar internasioan menyebabkan pihak
swasta kukuh menjaga professional karena terkait
reputasi perusahaan dalam penerbitan sertifikat

pengakuan.
Keterangan petugas yang tidak disertai
dokumen tertulis dan kurang memuaskan, akan
menyebabkan temuan baik mayor, minor, ataupun
saran. Temuan tersebut harus mendapat tanggapan
dalam 2 minggu. Dalam pengalaman saya selama

3

mendampingi audit external, temuan mayor/minor relatif
berdampak pada citra kapasitas pimpinan unit dalam
supervisi manajemen kantornya.
Kantor layanan yag telah terstandar ISO juga memiliki
kontrol atas capaian indicator kinerja. Pengendalian ini
sesuai dengan paradigma APBN terkini yaitu anggaran
berbasis kinerja. Setiap unit kerja pemerintah memiliki
indikator
kinerja
serta
rencana

kerja
untuk
pemenuhannya. Dalam diskusi ISO, pihak auditor akan
mempertanyakan apa saja bukti yang dimiliki terkait
indicator kinerja yang dimiliki beserta cara pencapaian,
kesulitan, risiko dan mitigasinya. Diskusi audit ini
sebenarnya serupa dengan supervisi yang dilakukan
pada audit internal baik yang dilakukan oleh Kanwil,
Itjen, Setjen. Namun karena auditor adalah pihak swasta,
maka seringkali terdapat terobosan/perspektif baru yang
berasal dari operasional perusahaan privat yang dapat
dicoba.
Pada prinsipnya indikator kinerja layanan merupakan
turunan dari kinerja pimpinan pemerintah dalam hal ini
pemenang
pemilu.
Janji
kampanye
pimpinan
pemerintahan akan diterjemahkan dalam berbagai

capaian indicator kinerja unit pemerintah secara
berjenjang dari kementerian/dinas, eselon I, hingga
pelaksana/staf. Sehingga secara filosofis, petugas yang
ada di instansi pemerintah harus mewujudkan janji
kampanye
pimpinan
pemerintahan
sebagaiman
kewenangan yang dimilikinya.
Oleh karena itu, ISO membuat kantor layanan
pemerintah menjadi terbuka dari 2 sisi stakeholder
utamanya yaitu pengguna layanan dan pimpinan pucuk
pemerintahan. Oleh karena itu, SMM ISO dapat menjadi
salah satu cara untuk perbaikan layanan publik terutama
di Kepri sehingga memenuhi harapan Ombudsman
Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau. Namun perlu
diingat, bahwa standar ISO tidak dapat menjamin
hilangnya korupsi dalam organisasi, namun berpengaruh
kuat dalam penguatan standar tatakelola organisasi.

4