PEMUDA OTONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT EKO
Judul:
TANTANGAN INDONESIA MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL
GLOBAL
DAN MENGAWAL INTEGRASI NASIONAL
Prosiding Seminar & Simposium Nasional
Makassar, 29 September 2016
HVS: 210x297 mm
Halaman 262 + 190
Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI
Cetakan I, 2016
Penyunting:
Dr. Mansyur Radjab, M.Si
Dr. Ramli AT, M.Si
Dr. Sakaria, M.Si
Dr. Rahmat Muhammad, M.Si
Drs. Arsyad, MA
Editor:
Musrayani Usman, S.Sos, M.Si
Muh. Taufiq Arif, S.Sos
Desain Sampul dan Foto : Mtrif
Penerbit:
Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Alamat Penerbit:
Departemen Sosiologi FISIP UNHAS
Kampus Univ. Hasanuddin Tamalanrea, Km. 10, Makassar
Tlp. +62411- 585024
E mail : sosiologi@unhas.ac.id
Website : fisip.unhas.ac.id/sosiologi
Puji Syukur senantiasa
PENGANTAR PENERBIT
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
iii
SAMBUTAN KETUA IKATAN SOSIOLOGI INDONESIA
REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN
Prof. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA
iv
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
SAMBUTAN KETUA ASOSIASI PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
(APPSI)
Dr. Nadjib Azca
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
v
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENERBIT .................................................................................................................... iii
SAMBUTAN KETUA IKATAN SOSIOLOGI INDONESIA REKTOR
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Prof. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA.................................................................................................. iv
SAMBUTAN KETUA ASOSIASI PROGRAM STUDI SOSIOLOGI (APPSI)
Dr. Nadjib Azca ........................................................................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. vi
BAGIAN I
Memetakan tantangan strategis Indonesia dalam perubahan ekonomi
politik dan arus global
Masyarakat Adat Versus Korporasi (Dinamika Konflik Sosial
Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah,
Periode 2013-2016)
Oleh: Dr. Suharko & Miersa Aqni Kurnia Universitas Gadjah Mada ..................................... 1
Dinamika Budaya Lokal dalam Era Globalisasi; Kajian Budaya
Sasi Tanaman Pala di Maluku
Oleh: Faidah Azuz Universitas Bosowa Makassar ...................................................................... 31
vi
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
PEMUDA, OTONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN
Harifuddin Halim[1]; Rasyidah Zainuddin[2]; H. Dahlan Hasan[3];
Haslinda B. Anriani[4]; Rosmawati[5]
[1,2]
FISIP Universitas Negeri Makassar; [3,4,5]FISIP Universitas Tadulako
Palu
Pendahuluan
Globalisasi sebagai sebuah realitas sosial merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Konsekuensi yang ditimbulkannya dapat dilihat secara positif dan
negatif. Secara positif, salah adalah terjadinya pertukaran informasi dan
kebudayaan antar negara dan secara negatif adalah terkikisnya nilai dan budaya
asli masyarakat Indonesia.
Secara regional, kerjasama negara-negara Asean dalam bidang ekonomi
sebagai wujud globalisasi-glokalisasi berpotensi menimbulkan berbagai dampak
positif dan negatif. Dalam konteks tersebut, salah satu entitas sosial yang
memiliki peran sentral sebagai ‘filter’ terhadap dampak ‘negatif’ adalah peran
para pemuda dan mahasiswa.
Berkaitan dengan dampak negatif MEA, maka peran pemuda dan
mahasiswa bukanlah mengantisipasinya melainkan harus memperkuat nilai
budaya pada level akar rumput atau masyarakat di pedesaan. Dalam konteks
tersebut, peran pemuda dan mahasiswa secara regional terkait erat dengan
eksistensi otonomi daerah.
Meski era otonomi daerah dimulai dengan gairah baru dan harapan bahwa
negeri ini akan mewujudkan pemerataan pembangunan pada ke-33 provinsi
yang ada di Indonesia, tetapi secara sosial kondisi tersebut melahirkan penguasa
baru dan tirani baru, tata hukum dan birokrasi baru, korupsi baru, dan konflik
pusat-daerah. Pada saat yang sama munculnya MEA dapat menjadi ‘pemicu’ bagi
daerah untuk melakukan eksploitasi sumberdaya lokal. Dengan demikian,
menjadi sebuah konsekuensi logis, bahwa peran pemuda dan mahasiswa perlu
menemukan pola baru dalam mengisi dinamika otonomi daerah di Indonesia.
Secara konstruktif bahwa adanya MEA dan otonomi daerah memberi
peluang daerah yang bersangkutan untuk bekerjasama secara langsung dengan
daerah tertentu di seluruh wilayah Asean. Dalam perspektif pembangunan,
kerjasama tersebut harus bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
220
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
masyarakat melalui kapitalisasi sumber daya untuk didistribusikan secara adil
untuk pembangunan. Untuk menjaga tujuan tersebut, pemuda dan mahasiwa
diposisikan sebagai oposisi konstruktif bagi pemerintah lokal yaitu kelompok
oposisi nonstruktural/ekstraparlementer yang aktif menyuarakan kritik dan
masukan kepada pemerintah, namun di sisi lain kelompok ini juga bergerak
dalam mendorong pembangunan melalui berbagai gerakan horizontal yang
dilakukan.
Dari semangat inilah, menurut Achmad (2011) pemuda dan mahasiswa
akan bergerak bukan untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintahan
yang ada –saja-, melainkan juga untuk berpartisipasi dalam pembangunan
daerah itu sendiri. Peran pemuda dan mahasiswa dalam otonomi daerah dan
MEA ibarat dua mata pedang, di satu sisi pemuda dan mahasiswa bisa menjadi
kelompok oposisi yang kerap memberikan hujan kritik, di sisi lain mereka dapat
berperan sebagai mitra pemerintah maupun swasta untuk membangun
masyarakat.
Substansi Pemuda dan Mahasiswa
Beberapa pengertian yang dikemukakan tentang mahasiswa antara lain:
“setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di
perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun’ (Sarwono dalam Utama
2010).
“Pelajar di perguruan tinggi yang dapat menjadi mahasiswa adalah
seseorang yang memiliki ijazah sekolah menengah atas dan peraturannya diatur
dengan peraturan menteri’ (UU No. 21 Tahun 1961).
Menurut Lembaga Pengembangan Informasi dan Sarana Pendidikan
(LPISP) (2007, dalam Listianti, 2010), umumnya batas usia minimal mahasiswa
adalah 18 tahun bila pendidikan sebelumnya, yaitu Sekolah Menengah Atas
diselesaikan secara normal. Batas usia maksimal mahasiswa tidak dapat
ditentukan karena yang disebut mahasiswa juga mencakup peserta program
pendidikan D3, S2, S3, serta Ekstensi.
Pemuda dan mahasiswa, secara hakikat keduanya adalah manusia emas
dalam suatu kehidupan serta pemegang estafet kemajuan bangsa di masa yang
akan datang karena para mereka yang lebih tajam dan menyukai tantangan yang
lebih ekstrim dibandingkan dengan manusia di masa yang lain. Kepekaan di
dalam menyelesaikan masalah ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini, inflasi,
serta semakin meningkatnya kuantitas kemiskinan yang begitu tajam, membuat
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
221
kondisi ekonomi indonesia semakin terpuruk, oleh karena itu peran pemuda
sangatlah penting dalam upaya penyelamatan ekonomi yang terjadi saat ini.
Pemuda dan mahasiswa merupakan sebuah miniatur masyarakat
intelektual yang memiliki corak keberagaman pemikiran, gagasan dan ide-ide
yang penuh dengan kreatifitas. Dengan sifat keintelektual dan idealismenya
mahasiswa lahir dan tumbuh menjadi model yang memiliki paradigma ilmiah
dalam memandang persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan. Kalangan
mahasiswa mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi secara logis, dan kritis,
serta mampu membedah persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu
dan pemikiran. Ciri dan gaya mahasiswa terletak pada ide atau gagasan yang
luhur dalam menawarkan solusi atas persoalan-persoalan yang ada.
Peran pemuda dan mahasiswa dalam memonitor isu-isu publik (Sari, 2012)
yaitu mahasiswa sebagai pengawas terhadap pemerintah baik dari segi kebijakan
maupun kinerja pemerintah baik di pusat maupun di daerah, apakah kebijakan
pemerintah pusat maupun daerah tersebut sudah pro terhadap masyarat atau
sebaliknya. Mahasiswa mengawasi dan memberi masukan pada saat perumusan
suatu kebijakan pemerintah, ikut bersama-sama mengawasi implementasi
kebijakan yang telah dilakukan, dan mengawasi sekaligus mengevaluasi
efektivitas saat pelaksanaan kebijakan dan manfaatnya bagi masyarakat. Pemuda
dan mahasiswa mampu mempengaruhi kebijakan publik, karena mahasiswa
merupakan agen bagi perubahan baik sosial, budaya, paradigma, ekonomi dan
politik masyarakat secara luas. Bahkan menurut Naafs & White (2012) bahwa
masa muda juga merupakan periode jalan hidup utama di mana identitas
(termasuk identitas politik) dibentuk.Dengan demikian, kepentingan masyarakat
menjadi barometer utama bagi keberhasilan suatu perubahan sosial yang
dilakukan oleh mahasiswa. Namun gerakan mahasiswa saat ini kerap ditunjukkan
dengan gerakan suatu aksi dengan turun ke jalan. Dalam melakukan gerakan
tersebut, kepedulian mahasiswa akan masalah dan situasi politik harus bertumpu
pada idealisme kerakyatan, yaitu mengkritisi peran atau kebijakan penguasa yang
tidak sesuai dengan aspirasi rakyat dengan memberikan solusinya. Oleh karena
itu, gerakan mahasiswa diharapkan mampu memberikan jawaban atas kondisi
zaman yang terus berubah. Karena pada hakikatnya mahasiswa memiliki peran
pengabdian masyarakat yaitu sebagai agen of change, Iron stock,dan Social
Control (Atep, 2012).
222
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
Pemuda dan mahasiswa merupakan agent of change, dimana mereka
merupakan agen perubahan di dalam suatu Negara. Mereka diharapkan dapat
menjadi generasi pembangun bangsa baik dalam segi teknologi, ekonomi, politik
dan lain-lain. Mereka diharapkan mampu membawa perubahan-perubahan yang
positif. Dimana saat kondisi bangsa ini sekarang tidaklah ideal, banyak sekali
permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi, penggusuran, ketidakadilan,
dan lain sebagainya. Mereka yang mempunyai idealisme sudah seharusnya
berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal
dan stabil kembali. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi
di tangan generasi muda.
Kemudian peranan sebagai iron stock, yaitu dengan ketangguhan
idealismenya akan menjadi pengganti generasi-generasi sebelumnya. Dapat
dikatakan, bahwa pemuda dan mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan
bangsa masa depan.
Peran sebagai social control terjadi ketika ada yang tidak beres atau ganjil
dalam masyarakat dan pemerintah. Mereka dengan gagasan dan ilmu yang
dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial
dalam masyarakat. Mereka harus menjadi social control karena mereka lahir dari
rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mereka memiliki peran sosial, peran yang
menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.
Kapasitas & Kapabilitas Yang Harus Dimiliki
Berbicara tentang kapasitas dan kapabilitas yang perlu dimiliki pemuda
dan mahasiswa dalam membangun gerakan mahasiswa di daerah, maka hal ini
bukan menjadi sebuah syarat awal untuk menjalankan gerakan mahasiswa di
tingkat daerah, akan tetapi akan menjadi penunjang dan penguat gerakan bila
mereka memilikinya. Kapasitas dan kapabilitas tersebut (Anonim, 2011) adalah;
1. Pemahaman Kondisi Daerah
Pemahaman mendasar mengenai kondisi daerah menjadi sebuah syarat
mutlak yang harus dimiliki. Potensi daerah yang ada, tantangan pembangunan,
aspirasi dari rakyat, sejarah pembangunan daerah, kesempatan dan inovasi yang
mungkin dimanfaatkan hingga tata pemerintah dan birokrasi yang ada di daerah.
Pemahaman ini akan memberikan gambaran umum yang baik kepada mahasiswa
dan akan berguna untuk memilih isu gerakan yang sesuai. Pemahaman akan
kondisi daerah ini perlu diperkuat dengan keberadaan data yang akurat,
mahasiswa dapat mengakses data statistik atau pembangunan di daerah melalui
biro statisitik atau sumber-sumber lain yang dipercaya. Kebutuhan pemahaman
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
223
kondisi daerah akan menjadi bekal yang penting agar mahasiswa memiliki
konten, data dan fakta saat berdiskusi dengan pihak-pihak tertentu.
2. Jaringan Pemerintah Daerah
Di era keterbukaan dan demokrasi ini sudah sewajarnya gerakan pemuda
dan mahasiswa memiliki akses dan membangun komunikasi dengan Gubernur/
Bupati/ Walikota serta Kepala Dinas Organisasi Perangkat Daerah, dan
Kepolisian/ Militer setempat. Jaringan ini menjadi sebuah kebutuhan tersendiri
bagi gerakan mahasiswa, karena bagaimana mungkin gerakan mahasiswa bisa
menjustifikasi secara bijak atau bermitra dengan profesional bila tidak mengenal
siapa dan apa yang dikerjakan oleh pemerintah. Jaringan akan pemerintah daerah
dapat menunjang gerakan mereka dengan data yang lebih terkini serta
kesempatan kerjasama untuk program tertentu.
3. Komunikasi Tokoh dan Simpul Daerah
Tokoh dan simpul daerah hingga kini masih sangat krusial pengaruhnya.
Setiap calon kepala daerah yang akan mencalonkan diri tentu akan menemui
tokoh daerah dan meminta “restu” dari mereka. Karena tokoh dan simpul daerah
ini merepresentasikan masyarakat berikut dengan aspirasi dan gagasan yang
mereka miliki. Tokoh atau simpul daerah dapat merupakan seorang tokoh atau
simpul adat, agama, kelompok masyarakat lokal, ormas, partai politik, gerakan
ekstra-kampus, LSM, dan pengusaha. Membangun komunikasi dengan tokoh
dan simpul daerah akan memberikan kesempatan bagi gerakan pemuda dan
mahasiswa untuk dapat memiliki “sahabat seperjuangan” dengan visi yang sama,
lebih mengenal peta relasi politik dan sosial di tingkat daerah, dan membangun
sebuah aliansi dalam mengusung gerakan atau isu tertentu.
4. Akses ke Media Daerah dan Lokal
Tak bisa dipungkiri media sebagai pilar ke-empat demokrasi memberikan
peran sangat signifikan dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Media
telah berperan sebagai corong opini dari rakyat ke pemerintah, begitu pula
sebaliknya. Akses ke media menjadi sebuah penguat atas gerakan pemuda dan
mahasiswa untuk dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pemuda
dan mahasiswa dapat bekerjasama dengan media dalam penyampaian pesan
atau sikap melalui tulisan, maupun menyebarkan berita program atau aksi melalui
liputan. Mitra yang konstruktif antara pemuda, mahasiswa dan media akan
membuahkan bertambah besarnya dampak gerakan pemuda dan mahasiswa
kepada masyarakat.
224
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
Menurut Achmad dalam tulisannya tentang “Gerakan Mahasiswa dan
Globalisasi (2011) bahwa landasan gerakan pemuda dan mahasiswa di daerah
perlu berbasis local knowledge dan local content yang kokoh. Isu-isu daerah
perlu dipahami secara seksama meski hingar bingar isu nasional tampak lebih
“menarik” ketimbang isu daerah. Pasca kebijakan otonomi daerah, pemerintah
pusat hanya berwenang untuk mengatur bidang politik luar negeri; pertahanan;
keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama. Sedangkan
pemerintah daerah memiliki wewenang pada isu-isu yang terkait dengan: (1)
melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat;
(3) mengembangkan kehidupan demokrasi; (4)
mewujudkan keadilan dan pemerataan; (5) meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan; (6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; (7) menyediakan
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; (8) mengembangkan sistem jaminan
sosial; (9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; (10) mengembangkan
sumber daya produktif di daerah; (11) melestarikan lingkungan hidup; (12)
mengelola administrasi kependudukan; (13) melestarikan nilai sosial budaya; (14)
membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya.
Dengan keberadaan bidang-bidang yang dikelola oleh pemerintah
daerah, gerakan pemuda dan mahasiswa dituntut untuk selalu dapat mengikuti
perkembangan isu daerah. Tantangan terbesar dari mengikuti atau mengangkat
isu daerah adalah kurangnya perhatian media terhadap isu daerah, terutama
media nasional. Sehingga ada kecenderungan gerakan di daerah tampak “tidak
terlihat”. Padahal dengan berkembangan otonomi daerah, potensi korupsi, dan
bentuk penyimpangan birokrasi lainnya sangat mungkin terjadi di daerah.
Pemuda & Mahasiswa: Strategi dan Peran di Era MEA
Gerakan pemuda dan mahasiswa dituntut untuk dapat mengawal proses
birokrasi dan demokrasi yang dijalankan di daerah. Bukan hanya sebagai
kelompok penekan atau penyeimbang, akan tetapi gerakan pemuda dan
mahasiswa
diharapkan
dapat
mendorong
pemerintah
untuk
dapat
mengalokasikan anggarannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Pada sisi lain,
gerakan pemuda dan mahasiswa dapat pula berperan sebagai agen untuk
membantu pemerintah menyentuh daerah terpencil di sebuah provinsi, melalui
kegiatan pengembangan masyarakat atau kuliah kerja nyata, mahasiswa dapat
turut membantu pembangunan.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
225
Bagi Achmad dalam uraiannya tentang “Mahasiswa dan Kebijakan
Otonomi Daerah” (2011), setidaknya ada tiga pola yang bisa dikembangkan oleh
gerakan pemuda dan mahasiswa untuk mengawal pemerintahan dan
pembangunan daerah, yakni gerakan yang bersifat advokasi kebijakan publik dan
penyimpangan birokrasi, gerakan sosial kemasyarakatan, dan gerakan advokasi
aspirasi masyarakat.
1. Gerakan Advokasi Kebijakan Publik dan Penyimpangan Birokrasi
Advokasi kebijakan dan anggaran di tingkat daerah akan berbeda pola
dengan gerakan yang bersifat nasional. Pola yang dibangun untuk gerakan
tingkat daerah tidak perlu selalu dengan aksi masa di jalan. Gerakan pemuda dan
mahasiswa dapat menguji kemampuan dialektika dan kedalaman kajiannya
dengan melakukan audiensi langsung dengan pihak yang bersangkutan.
Sebagai contoh, isu korupsi anggaran pendidikan di sebuah provinsi.
Pemuda dan mahasiswa bisa memulai gerakannya dari kajian dan diskusi dengan
data yang di dapatkan dari internet, media massa, kelompok oposisi pemerintah,
LSM, atau pejabat dari dinas pendidikan. Dari data yang ada ini pemuda dan
mahasiswa dapat mengeluarkan kesimpulan dan sikap awal terkait isu
pendidikan. Dari kesimpulan dan sikap awal ini, mereka bisa melakukan audiensi
atau debat terbuka dengan kepala dinas pendidikan terkait dan mengundang
media massa untuk meliput diskusi tersebut. Dari proses dialog ini, gerakan
pemuda dan mahasiswa dapat menekan atau mendorong pemerintah untuk
merevisi kebijakan atau mengeluarkan komitmen untuk melakukan reformasi
institusi terkait isu korupsi tersebut. Gerakan advokasi dapat berlanjut dengan
penulisan opini di media massa lokal dan nasional serta di iringi dengan aksi
massa untuk membangun public awareness terkait isu tersebut.
2. Gerakan Pengembangan Masyarakat
Community development mahasiswa adalah ke-khasan dari gerakan
horizontal yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa. Namun demikian, pemuda
dan mahasiswa perlu menonjolkan perbedaan gerakan community development
yang dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa dengan yang dilakukan oleh
kelompok lain. Community
development mahasiswa berbasis analisis yang
mendalam terhadap permasalahan lokal dan mengupayakan solusi dari potensi
lokal yang ada dengan melibatkan pula masyarakat setempat. Selain itu, gerakan
ini adalah sebuah kesempatan bagi pemuda dan mahasiswa untuk berpraktikum
dengan inovasi dan teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
226
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
permasalahan masyarakat. Di sinilah pemuda dan mahasiswa bisa membangun
sebuah pola gerakan lain, yakni Gerakan Keprofesian.
Tantangan lain dari gerakan pemuda dan mahasiswa khususnya para
aktivis pemuda dan mahasiswa adalah menjadi dan merasakan apa yang
masyarakat rasakan. Hal ini bisa dibangun bila mereka mau dan mampu untuk
berdialog dan terjun langsung ke masyarakat. Pemuda dan mahasiswa sebagai
agen perubahan jangan sampai berkecimpung di kalangan elit penguasa saja,
tetapi juga dekat dengan alit. Kesolidan antara elit pemuda, dan mahasiswa dapat
menjadi kekuatan penekan yang efektif untuk pemerintah. Pemuda dan
mahasiswa bisa membuka komunikasi dengan basis masyarakat yang
berkelompok seperti serikat pekerja, organisasi masyarakat atau lembaga
swadaya masyarakat.
Pada dasarnya pemerintah daerah juga memiliki keterbatasan untuk
melaksanakan pembangunan pada skala komunitas khususnya di daerah
terpencil. Pemuda dan mahasiswa dapat berperan sangat strategis untuk
mempertemukan
kebuntuan
pembangunan
ini
dengan
menjadi
agen
pengembangan masyarakat. Ide dan gagasan pengembangan masyarakat serta
idealisme untuk mau dan mampu bersentuhan langsung ke masyarakat adalah
modal besar yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa.
Pola yang dikembangkan sebagai berikut, pemuda dan mahasiswa
membawa ide pengembangan masyarakat ke pemerintah. Lalu pemerintah dapat
mengarahkan ide mereka tersebut ke lokasi tertentu yang mereka nilai tepat
beserta dukungan pendanaan agar kegiatan tersebut dapat berlangsung sesuai
dengan arahan rencana pembangunan daerah yang ada. Dengan pola ini akan
terbentuk sebuah kolaborasi antara pemerintah dengan pemuda dan mahasiswa
dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Gerakan Advokasi Aspirasi Rakyat
Kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat terutama dalam alur
informasi dan akses aspirasi dapat di isi oleh mahasiswa yang memiliki
kemampuan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dari berbagai kelas.
Tantangan terbesar dalam advokasi aspirasi ini adalah kemampuan pemuda dan
mahasiswa untuk memahami dengan apa yang berada di benak masyarakat,
khususnya golongan kelas ekonomi lemah. Mereka adalah kelompok silent
majority yang cenderung pasrah dengan keadaan yang mereka alami saat ini.
Padahal mereka memiliki banyak sekali aspirasi yang seharusnya di dengar oleh
pemerintah.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
227
Di sinilah tanggung jawab pemuda dan mahasiswa diuji, mampukah
mereka benar-benar bergerak bersama rakyat ataukah akan terbenam dalam
kenyamanan bersama para birokrat dan pengusaha. Sejatinya, menjadi bagian
dan merasakan penderitaan rakyat adalah sebuah keniscayaan yang melekat
pada gerakan mereka. Dari kedekatan dengan rakyat, pemuda dan mahasiswa
akan bergerak dengan sebuah idealisme untuk berjuang demi kebaikan, atau
seringkali di analogikan, gerakan mereka ditunggangi oleh kepentingan rakyat.
4. Gerakan Mahasiswa dengan Masyarakat Sipil dan Media
Membangun komunikasi rutin yang harmonis adalah kunci dari relasi yang
perlu dibangun antara gerakan pemuda dan mahasiswa dan media. Media
sebagai pilar ke-empat dari demokrasi kini menjadi ikon baru baru di Indonesia
pasca-reformasi. Media telah hadir sebagai pilar yang sangat penting dalam
menyampaikan data dan fakta mengenai isu tertentu, menginvestigasi sebuah
kasus secara mendalam, bahkan mengeluarkan propaganda sebuah opini
dengan tujuan tertentu. Media telah berdiri tegak sebagai pemain penting dalam
demokrasi.
Dengan potensi menggiring opini masyarakat yang dimiliki oleh media,
sudah sewajarnya gerakan pemuda dan mahasiswa dekat dengan media.
Hubungan komunikasi rutin yang harmonis ini dapat dibangun dengan
korespondensi rutin dengan wartawan, kunjungan ke media, atau berkontribusi
tulisan kepada media. Pemuda dan mahasiswa dapat pula membangun
hubungan timbal balik berupa berbagi data dengan media. Media bisa jadi punya
akses yang membuat mereka mendapatkan data terkini, akan tetapi mereka juga
dapat memiliki keunggulan data bila mampu membangun jaringan ke berbagai
pihak.
5. Gerakan Mahasiswa dengan Pemerintah
Menjadi oposisi konstruktif bagi pemerintah dengan gerakan berbasis
politik nilai adalah citra gerakan pemuda dan mahasiswa kini. Gerakan politik
yang berbasis nilai yang dibangun dari moralitas dan intelektualitas pemuda dan
mahasiswa. Mereka memainkan peranan sebagai kelompok yang mengingatkan
dan menekan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bila tidak
menguntungkan untuk rakyat. Kata “nilai” dalam terminologi “politik nilai” ini
adalah nilai yang terkait dengan kerakyatan dan kesejahteraan. Rakyat mana yang
dibela oleh pemuda dan mahasiswa, tentu kelompok rakyat ekonomi menengah
228
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
ke bawah atau ekonomi lemah yang memiliki sedikit akses untuk menyuarakan
aspirasinya.
Pemerintah bisa saja berdalih bahwa kebijakan yang dikeluarkan untuk
menyelamatkan rakyat, akan tetapi pemuda dan mahasiswa harus cukup jeli
untuk memahami konteks rakyat yang digunakan oleh pemerintah. Atau dalam
kondisi lain, dimana pemerintah telah mengeluarkan analisis dan teori yang
mendukung untuk dikeluarkannya kebijakan yang tidak pro-rakyat. Pemuda dan
mahasiswa harus dapat memutar otaknya, dan mencari referensi dari pakar
lainnya untuk mengeluarkan anti-tesis yang kuat untuk menekan pemerintah
dengan alternatif kebijakan lain. Sehingga logika yang digunakan oleh pemuda
dan mahasiswa adalah logika rakyat, pemuda dan mahasiswa memutar
pikirannya untuk mencari jalan dari apa yang diharapkan oleh rakyat.
Gerakan Politik Nilai memang kerap dekat dengan isu penunggangan oleh
kelompok tertentu. Terkadang pemerintah juga menuduh sebuah gerakan yang
dibangun oleh pemuda dan mahasiswa telah dikoptasi oleh kepentingan politik
praktis. Pemuda dan mahasiswa harus dapat membuktikan kebersihan idealisme
mereka dalam bergerak, mereka harus menunjukkan bahwa hanya satu
kelompok yang bisa dan boleh menunganggi mereka, yaitu KEPENTINGAN
RAKYAT.
6. Gerakan kewirausahaan pemuda dan mahasiswa
Gerakan Entrepreneurship pemuda dan mahasiswa telah menjadi
sebuah trend baru dalam gerakan pemuda dan kemahasiswaan. Berawal dari
kebutuhan akan kemandirian finansial dari organisasi pemuda dan mahasiswa,
gerakan kewirausahaan ini telah berkembang menjadi sebuah pola baru untuk
mencetak calon-calon pengusaha muda yang berjiwa aktivis. Kelebihan dari
pengusaha yang lahir dari kalakangan aktivis gerakan adalah nilai kerakyatan
yang tetap terasa dalam membangun kerajaan bisnisnya. Relasi antara pemuda
dan mahasiswa dengan kalangan pengusaha menjadi sebuah kunci atas gerakan
ini.
Dengan membangun jaringan ke kalangan pengusaha, pemuda dan
mahasiswa
dapat
belajar
cara
membangun
usaha,
menyerap
gairah
berwirausaha, hingga mendapatkan akses permodalan untuk membangun
sebuah kegiatan usaha. Sehingga pemuda dan mahasiswa tidak hanya berbicara
di tataran narasi perubahan bangsa dalam bidang politik dan kebijakan publik,
tetapi pemuda dan mahasiswa akan mampu berbicara dalam tataran
membangun roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Tidak bisa dipungkiri
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
229
bahwa gerakan kewirausahaan pemuda dan mahasiswa ini dapat membuka
paradigma mahasiswa setelah lulus, dimana biasanya “saya kerja dimana”
menjadi “berapa banyak lapangan kerja yang bisa saya buka?”.
Selain dengan kalangan pengusaha, gerakan pemuda dan mahasiswa
dapat juga membangun komunikasi dan kerjasama ke kalangan industri. Jejaring
ini dapat dimanfaatkan oleh GERAKAN KEPROFESIAN pemuda dan mahasiswa
untuk mengembangkan inovasi yang telah mereka buat dalam bentuk prototipe
menjadi sebuah produk yang dapat diproduksi secara massal dan berguna untuk
masyarakat. Hubungan kerjasama ini dapat mendorong pengusaha muda
berbasis teknologi atau kerap dikenal dengantechnopreneur.
Penutup
Pada akhirnya gerakan pemuda dan mahasiswa akan mampu berbicara di
hampir seluruh bidang pembangunan sebuah bangsa. Itulah keunggulan gerakan
pemuda dan mahasiswa yang telah banyak berbicara sepanjang sejarah
peradaban. Pemuda dan mahasiswa tidak bisa pula terlalu narsistik-intelektualis
dalam membangun gerakan, tetapi perlu adanya keterlibatan masyarakat di
dalamnya. Karena, hanya masyarakat yang mengetahui apa yang mereka
butuhkan. Bila pemuda dan mahasiswa tetap ingin suaranya terkait usulan
pembangunan tetap pro-rakyat, maka tidak ada pilihan lain selain menjadi bagian
dari rakyat itu sendiri.
Sekali lagi pemuda dan mahasiswa diharapkan dapat terjun ke arena
politik dalam rangka berpartisipasi dalam pengawasan, formulasi, serta
implementasi kebijakan pemerintah. Demi terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera, makmur dan berkeadilan secara demokratis. Di sini pemuda dan
mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus berani unjuk gigi dalam
mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang
menjadi kehendak dari mayoritas rakyat demi kepentingan masyarakat dan
bangsa. Masih banyak tugas-tugas yang harus kita selesaikan sebagai pemuda
dan mahasiswa untuk memperbaiki bangsa ini. Maka sebagi generasi muda harus
bisa membuat bangsa ini menjadi lebih baik daripada sekarang.
Daftar Pustaka
Achmad, Ridwansyah Yusuf. 2011. Gerakan Mahasiswa dan Kebijakan otonomi
Daerah:
Mari
Kita
Buat
Indonesia
Tersenyum.
230
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
http://ridwansyahyusufachmad.com/2011/04/02/diunduh: Kamis, 15
September 2016.
____________________________.
Gerakan
Mahasiswa
dan
Globalisasi.
http://ridwansyahyusufachmad.com/2011/04/02/diunduh: Kamis, 15
September 2016.
Anonim. 2011. Aktualisasi Nilai Kader Mengawal Kebijakan Publik.
“www.dpr.go.id/parlementaria/magazine/m-89-2011.pdf.,
diunduh:
Jumat, 16 September 2016”.
Atep. 2012. Mission HMI. http://jamansubang.blogspot.com/2012/12/diunduh:
Jumat, 16 September 2016.
Listianti, Ika Nurfitriani. 2010. Trait Kepribadian dan Psychological Distress pada
Mahasiswa UI Berdasarkan Rumpun Ilmu. Skripsi. Depok. Sarjana Fakultas
Psikologi UI.
Naafs, Suzanne & Ben White. 2012. Generasi Antara: Refleksi Studi Tentang
Pemuda Indonesia. Diterbitkan dalam Jurnal STUDI PEMUDA • VOL. I NO.
2 SEPTEMBER 2012, Hal: 89 -106
Sari, Azriana. 2012. Peran Mahasiswa Dalam Memonitor Isu-Isu.
http://azrianasari867.blogspot.com/2012/10/diunduh:
Jumat,
16
September 2016.
Utama, B. 2010. Kesehatan Mental dan Masalah-Masalah Utama pada Mahasiswa
S1 Universitas Indonesia. Skripsi. Depok. Sarjana Fakultas Psikologi UI.
UU No. 21 Tahun 1961 Tentang Hak Kekayaan Intelektual.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
231
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
263
TANTANGAN INDONESIA MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL
GLOBAL
DAN MENGAWAL INTEGRASI NASIONAL
Prosiding Seminar & Simposium Nasional
Makassar, 29 September 2016
HVS: 210x297 mm
Halaman 262 + 190
Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI
Cetakan I, 2016
Penyunting:
Dr. Mansyur Radjab, M.Si
Dr. Ramli AT, M.Si
Dr. Sakaria, M.Si
Dr. Rahmat Muhammad, M.Si
Drs. Arsyad, MA
Editor:
Musrayani Usman, S.Sos, M.Si
Muh. Taufiq Arif, S.Sos
Desain Sampul dan Foto : Mtrif
Penerbit:
Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Alamat Penerbit:
Departemen Sosiologi FISIP UNHAS
Kampus Univ. Hasanuddin Tamalanrea, Km. 10, Makassar
Tlp. +62411- 585024
E mail : sosiologi@unhas.ac.id
Website : fisip.unhas.ac.id/sosiologi
Puji Syukur senantiasa
PENGANTAR PENERBIT
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
iii
SAMBUTAN KETUA IKATAN SOSIOLOGI INDONESIA
REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN
Prof. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA
iv
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
SAMBUTAN KETUA ASOSIASI PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
(APPSI)
Dr. Nadjib Azca
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
v
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENERBIT .................................................................................................................... iii
SAMBUTAN KETUA IKATAN SOSIOLOGI INDONESIA REKTOR
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Prof. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA.................................................................................................. iv
SAMBUTAN KETUA ASOSIASI PROGRAM STUDI SOSIOLOGI (APPSI)
Dr. Nadjib Azca ........................................................................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. vi
BAGIAN I
Memetakan tantangan strategis Indonesia dalam perubahan ekonomi
politik dan arus global
Masyarakat Adat Versus Korporasi (Dinamika Konflik Sosial
Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah,
Periode 2013-2016)
Oleh: Dr. Suharko & Miersa Aqni Kurnia Universitas Gadjah Mada ..................................... 1
Dinamika Budaya Lokal dalam Era Globalisasi; Kajian Budaya
Sasi Tanaman Pala di Maluku
Oleh: Faidah Azuz Universitas Bosowa Makassar ...................................................................... 31
vi
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
PEMUDA, OTONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN
Harifuddin Halim[1]; Rasyidah Zainuddin[2]; H. Dahlan Hasan[3];
Haslinda B. Anriani[4]; Rosmawati[5]
[1,2]
FISIP Universitas Negeri Makassar; [3,4,5]FISIP Universitas Tadulako
Palu
Pendahuluan
Globalisasi sebagai sebuah realitas sosial merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Konsekuensi yang ditimbulkannya dapat dilihat secara positif dan
negatif. Secara positif, salah adalah terjadinya pertukaran informasi dan
kebudayaan antar negara dan secara negatif adalah terkikisnya nilai dan budaya
asli masyarakat Indonesia.
Secara regional, kerjasama negara-negara Asean dalam bidang ekonomi
sebagai wujud globalisasi-glokalisasi berpotensi menimbulkan berbagai dampak
positif dan negatif. Dalam konteks tersebut, salah satu entitas sosial yang
memiliki peran sentral sebagai ‘filter’ terhadap dampak ‘negatif’ adalah peran
para pemuda dan mahasiswa.
Berkaitan dengan dampak negatif MEA, maka peran pemuda dan
mahasiswa bukanlah mengantisipasinya melainkan harus memperkuat nilai
budaya pada level akar rumput atau masyarakat di pedesaan. Dalam konteks
tersebut, peran pemuda dan mahasiswa secara regional terkait erat dengan
eksistensi otonomi daerah.
Meski era otonomi daerah dimulai dengan gairah baru dan harapan bahwa
negeri ini akan mewujudkan pemerataan pembangunan pada ke-33 provinsi
yang ada di Indonesia, tetapi secara sosial kondisi tersebut melahirkan penguasa
baru dan tirani baru, tata hukum dan birokrasi baru, korupsi baru, dan konflik
pusat-daerah. Pada saat yang sama munculnya MEA dapat menjadi ‘pemicu’ bagi
daerah untuk melakukan eksploitasi sumberdaya lokal. Dengan demikian,
menjadi sebuah konsekuensi logis, bahwa peran pemuda dan mahasiswa perlu
menemukan pola baru dalam mengisi dinamika otonomi daerah di Indonesia.
Secara konstruktif bahwa adanya MEA dan otonomi daerah memberi
peluang daerah yang bersangkutan untuk bekerjasama secara langsung dengan
daerah tertentu di seluruh wilayah Asean. Dalam perspektif pembangunan,
kerjasama tersebut harus bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
220
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
masyarakat melalui kapitalisasi sumber daya untuk didistribusikan secara adil
untuk pembangunan. Untuk menjaga tujuan tersebut, pemuda dan mahasiwa
diposisikan sebagai oposisi konstruktif bagi pemerintah lokal yaitu kelompok
oposisi nonstruktural/ekstraparlementer yang aktif menyuarakan kritik dan
masukan kepada pemerintah, namun di sisi lain kelompok ini juga bergerak
dalam mendorong pembangunan melalui berbagai gerakan horizontal yang
dilakukan.
Dari semangat inilah, menurut Achmad (2011) pemuda dan mahasiswa
akan bergerak bukan untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintahan
yang ada –saja-, melainkan juga untuk berpartisipasi dalam pembangunan
daerah itu sendiri. Peran pemuda dan mahasiswa dalam otonomi daerah dan
MEA ibarat dua mata pedang, di satu sisi pemuda dan mahasiswa bisa menjadi
kelompok oposisi yang kerap memberikan hujan kritik, di sisi lain mereka dapat
berperan sebagai mitra pemerintah maupun swasta untuk membangun
masyarakat.
Substansi Pemuda dan Mahasiswa
Beberapa pengertian yang dikemukakan tentang mahasiswa antara lain:
“setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di
perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun’ (Sarwono dalam Utama
2010).
“Pelajar di perguruan tinggi yang dapat menjadi mahasiswa adalah
seseorang yang memiliki ijazah sekolah menengah atas dan peraturannya diatur
dengan peraturan menteri’ (UU No. 21 Tahun 1961).
Menurut Lembaga Pengembangan Informasi dan Sarana Pendidikan
(LPISP) (2007, dalam Listianti, 2010), umumnya batas usia minimal mahasiswa
adalah 18 tahun bila pendidikan sebelumnya, yaitu Sekolah Menengah Atas
diselesaikan secara normal. Batas usia maksimal mahasiswa tidak dapat
ditentukan karena yang disebut mahasiswa juga mencakup peserta program
pendidikan D3, S2, S3, serta Ekstensi.
Pemuda dan mahasiswa, secara hakikat keduanya adalah manusia emas
dalam suatu kehidupan serta pemegang estafet kemajuan bangsa di masa yang
akan datang karena para mereka yang lebih tajam dan menyukai tantangan yang
lebih ekstrim dibandingkan dengan manusia di masa yang lain. Kepekaan di
dalam menyelesaikan masalah ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini, inflasi,
serta semakin meningkatnya kuantitas kemiskinan yang begitu tajam, membuat
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
221
kondisi ekonomi indonesia semakin terpuruk, oleh karena itu peran pemuda
sangatlah penting dalam upaya penyelamatan ekonomi yang terjadi saat ini.
Pemuda dan mahasiswa merupakan sebuah miniatur masyarakat
intelektual yang memiliki corak keberagaman pemikiran, gagasan dan ide-ide
yang penuh dengan kreatifitas. Dengan sifat keintelektual dan idealismenya
mahasiswa lahir dan tumbuh menjadi model yang memiliki paradigma ilmiah
dalam memandang persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan. Kalangan
mahasiswa mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi secara logis, dan kritis,
serta mampu membedah persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu
dan pemikiran. Ciri dan gaya mahasiswa terletak pada ide atau gagasan yang
luhur dalam menawarkan solusi atas persoalan-persoalan yang ada.
Peran pemuda dan mahasiswa dalam memonitor isu-isu publik (Sari, 2012)
yaitu mahasiswa sebagai pengawas terhadap pemerintah baik dari segi kebijakan
maupun kinerja pemerintah baik di pusat maupun di daerah, apakah kebijakan
pemerintah pusat maupun daerah tersebut sudah pro terhadap masyarat atau
sebaliknya. Mahasiswa mengawasi dan memberi masukan pada saat perumusan
suatu kebijakan pemerintah, ikut bersama-sama mengawasi implementasi
kebijakan yang telah dilakukan, dan mengawasi sekaligus mengevaluasi
efektivitas saat pelaksanaan kebijakan dan manfaatnya bagi masyarakat. Pemuda
dan mahasiswa mampu mempengaruhi kebijakan publik, karena mahasiswa
merupakan agen bagi perubahan baik sosial, budaya, paradigma, ekonomi dan
politik masyarakat secara luas. Bahkan menurut Naafs & White (2012) bahwa
masa muda juga merupakan periode jalan hidup utama di mana identitas
(termasuk identitas politik) dibentuk.Dengan demikian, kepentingan masyarakat
menjadi barometer utama bagi keberhasilan suatu perubahan sosial yang
dilakukan oleh mahasiswa. Namun gerakan mahasiswa saat ini kerap ditunjukkan
dengan gerakan suatu aksi dengan turun ke jalan. Dalam melakukan gerakan
tersebut, kepedulian mahasiswa akan masalah dan situasi politik harus bertumpu
pada idealisme kerakyatan, yaitu mengkritisi peran atau kebijakan penguasa yang
tidak sesuai dengan aspirasi rakyat dengan memberikan solusinya. Oleh karena
itu, gerakan mahasiswa diharapkan mampu memberikan jawaban atas kondisi
zaman yang terus berubah. Karena pada hakikatnya mahasiswa memiliki peran
pengabdian masyarakat yaitu sebagai agen of change, Iron stock,dan Social
Control (Atep, 2012).
222
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
Pemuda dan mahasiswa merupakan agent of change, dimana mereka
merupakan agen perubahan di dalam suatu Negara. Mereka diharapkan dapat
menjadi generasi pembangun bangsa baik dalam segi teknologi, ekonomi, politik
dan lain-lain. Mereka diharapkan mampu membawa perubahan-perubahan yang
positif. Dimana saat kondisi bangsa ini sekarang tidaklah ideal, banyak sekali
permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi, penggusuran, ketidakadilan,
dan lain sebagainya. Mereka yang mempunyai idealisme sudah seharusnya
berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal
dan stabil kembali. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi
di tangan generasi muda.
Kemudian peranan sebagai iron stock, yaitu dengan ketangguhan
idealismenya akan menjadi pengganti generasi-generasi sebelumnya. Dapat
dikatakan, bahwa pemuda dan mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan
bangsa masa depan.
Peran sebagai social control terjadi ketika ada yang tidak beres atau ganjil
dalam masyarakat dan pemerintah. Mereka dengan gagasan dan ilmu yang
dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial
dalam masyarakat. Mereka harus menjadi social control karena mereka lahir dari
rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mereka memiliki peran sosial, peran yang
menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.
Kapasitas & Kapabilitas Yang Harus Dimiliki
Berbicara tentang kapasitas dan kapabilitas yang perlu dimiliki pemuda
dan mahasiswa dalam membangun gerakan mahasiswa di daerah, maka hal ini
bukan menjadi sebuah syarat awal untuk menjalankan gerakan mahasiswa di
tingkat daerah, akan tetapi akan menjadi penunjang dan penguat gerakan bila
mereka memilikinya. Kapasitas dan kapabilitas tersebut (Anonim, 2011) adalah;
1. Pemahaman Kondisi Daerah
Pemahaman mendasar mengenai kondisi daerah menjadi sebuah syarat
mutlak yang harus dimiliki. Potensi daerah yang ada, tantangan pembangunan,
aspirasi dari rakyat, sejarah pembangunan daerah, kesempatan dan inovasi yang
mungkin dimanfaatkan hingga tata pemerintah dan birokrasi yang ada di daerah.
Pemahaman ini akan memberikan gambaran umum yang baik kepada mahasiswa
dan akan berguna untuk memilih isu gerakan yang sesuai. Pemahaman akan
kondisi daerah ini perlu diperkuat dengan keberadaan data yang akurat,
mahasiswa dapat mengakses data statistik atau pembangunan di daerah melalui
biro statisitik atau sumber-sumber lain yang dipercaya. Kebutuhan pemahaman
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
223
kondisi daerah akan menjadi bekal yang penting agar mahasiswa memiliki
konten, data dan fakta saat berdiskusi dengan pihak-pihak tertentu.
2. Jaringan Pemerintah Daerah
Di era keterbukaan dan demokrasi ini sudah sewajarnya gerakan pemuda
dan mahasiswa memiliki akses dan membangun komunikasi dengan Gubernur/
Bupati/ Walikota serta Kepala Dinas Organisasi Perangkat Daerah, dan
Kepolisian/ Militer setempat. Jaringan ini menjadi sebuah kebutuhan tersendiri
bagi gerakan mahasiswa, karena bagaimana mungkin gerakan mahasiswa bisa
menjustifikasi secara bijak atau bermitra dengan profesional bila tidak mengenal
siapa dan apa yang dikerjakan oleh pemerintah. Jaringan akan pemerintah daerah
dapat menunjang gerakan mereka dengan data yang lebih terkini serta
kesempatan kerjasama untuk program tertentu.
3. Komunikasi Tokoh dan Simpul Daerah
Tokoh dan simpul daerah hingga kini masih sangat krusial pengaruhnya.
Setiap calon kepala daerah yang akan mencalonkan diri tentu akan menemui
tokoh daerah dan meminta “restu” dari mereka. Karena tokoh dan simpul daerah
ini merepresentasikan masyarakat berikut dengan aspirasi dan gagasan yang
mereka miliki. Tokoh atau simpul daerah dapat merupakan seorang tokoh atau
simpul adat, agama, kelompok masyarakat lokal, ormas, partai politik, gerakan
ekstra-kampus, LSM, dan pengusaha. Membangun komunikasi dengan tokoh
dan simpul daerah akan memberikan kesempatan bagi gerakan pemuda dan
mahasiswa untuk dapat memiliki “sahabat seperjuangan” dengan visi yang sama,
lebih mengenal peta relasi politik dan sosial di tingkat daerah, dan membangun
sebuah aliansi dalam mengusung gerakan atau isu tertentu.
4. Akses ke Media Daerah dan Lokal
Tak bisa dipungkiri media sebagai pilar ke-empat demokrasi memberikan
peran sangat signifikan dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Media
telah berperan sebagai corong opini dari rakyat ke pemerintah, begitu pula
sebaliknya. Akses ke media menjadi sebuah penguat atas gerakan pemuda dan
mahasiswa untuk dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pemuda
dan mahasiswa dapat bekerjasama dengan media dalam penyampaian pesan
atau sikap melalui tulisan, maupun menyebarkan berita program atau aksi melalui
liputan. Mitra yang konstruktif antara pemuda, mahasiswa dan media akan
membuahkan bertambah besarnya dampak gerakan pemuda dan mahasiswa
kepada masyarakat.
224
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
Menurut Achmad dalam tulisannya tentang “Gerakan Mahasiswa dan
Globalisasi (2011) bahwa landasan gerakan pemuda dan mahasiswa di daerah
perlu berbasis local knowledge dan local content yang kokoh. Isu-isu daerah
perlu dipahami secara seksama meski hingar bingar isu nasional tampak lebih
“menarik” ketimbang isu daerah. Pasca kebijakan otonomi daerah, pemerintah
pusat hanya berwenang untuk mengatur bidang politik luar negeri; pertahanan;
keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama. Sedangkan
pemerintah daerah memiliki wewenang pada isu-isu yang terkait dengan: (1)
melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat;
(3) mengembangkan kehidupan demokrasi; (4)
mewujudkan keadilan dan pemerataan; (5) meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan; (6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; (7) menyediakan
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; (8) mengembangkan sistem jaminan
sosial; (9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; (10) mengembangkan
sumber daya produktif di daerah; (11) melestarikan lingkungan hidup; (12)
mengelola administrasi kependudukan; (13) melestarikan nilai sosial budaya; (14)
membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya.
Dengan keberadaan bidang-bidang yang dikelola oleh pemerintah
daerah, gerakan pemuda dan mahasiswa dituntut untuk selalu dapat mengikuti
perkembangan isu daerah. Tantangan terbesar dari mengikuti atau mengangkat
isu daerah adalah kurangnya perhatian media terhadap isu daerah, terutama
media nasional. Sehingga ada kecenderungan gerakan di daerah tampak “tidak
terlihat”. Padahal dengan berkembangan otonomi daerah, potensi korupsi, dan
bentuk penyimpangan birokrasi lainnya sangat mungkin terjadi di daerah.
Pemuda & Mahasiswa: Strategi dan Peran di Era MEA
Gerakan pemuda dan mahasiswa dituntut untuk dapat mengawal proses
birokrasi dan demokrasi yang dijalankan di daerah. Bukan hanya sebagai
kelompok penekan atau penyeimbang, akan tetapi gerakan pemuda dan
mahasiswa
diharapkan
dapat
mendorong
pemerintah
untuk
dapat
mengalokasikan anggarannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Pada sisi lain,
gerakan pemuda dan mahasiswa dapat pula berperan sebagai agen untuk
membantu pemerintah menyentuh daerah terpencil di sebuah provinsi, melalui
kegiatan pengembangan masyarakat atau kuliah kerja nyata, mahasiswa dapat
turut membantu pembangunan.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
225
Bagi Achmad dalam uraiannya tentang “Mahasiswa dan Kebijakan
Otonomi Daerah” (2011), setidaknya ada tiga pola yang bisa dikembangkan oleh
gerakan pemuda dan mahasiswa untuk mengawal pemerintahan dan
pembangunan daerah, yakni gerakan yang bersifat advokasi kebijakan publik dan
penyimpangan birokrasi, gerakan sosial kemasyarakatan, dan gerakan advokasi
aspirasi masyarakat.
1. Gerakan Advokasi Kebijakan Publik dan Penyimpangan Birokrasi
Advokasi kebijakan dan anggaran di tingkat daerah akan berbeda pola
dengan gerakan yang bersifat nasional. Pola yang dibangun untuk gerakan
tingkat daerah tidak perlu selalu dengan aksi masa di jalan. Gerakan pemuda dan
mahasiswa dapat menguji kemampuan dialektika dan kedalaman kajiannya
dengan melakukan audiensi langsung dengan pihak yang bersangkutan.
Sebagai contoh, isu korupsi anggaran pendidikan di sebuah provinsi.
Pemuda dan mahasiswa bisa memulai gerakannya dari kajian dan diskusi dengan
data yang di dapatkan dari internet, media massa, kelompok oposisi pemerintah,
LSM, atau pejabat dari dinas pendidikan. Dari data yang ada ini pemuda dan
mahasiswa dapat mengeluarkan kesimpulan dan sikap awal terkait isu
pendidikan. Dari kesimpulan dan sikap awal ini, mereka bisa melakukan audiensi
atau debat terbuka dengan kepala dinas pendidikan terkait dan mengundang
media massa untuk meliput diskusi tersebut. Dari proses dialog ini, gerakan
pemuda dan mahasiswa dapat menekan atau mendorong pemerintah untuk
merevisi kebijakan atau mengeluarkan komitmen untuk melakukan reformasi
institusi terkait isu korupsi tersebut. Gerakan advokasi dapat berlanjut dengan
penulisan opini di media massa lokal dan nasional serta di iringi dengan aksi
massa untuk membangun public awareness terkait isu tersebut.
2. Gerakan Pengembangan Masyarakat
Community development mahasiswa adalah ke-khasan dari gerakan
horizontal yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa. Namun demikian, pemuda
dan mahasiswa perlu menonjolkan perbedaan gerakan community development
yang dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa dengan yang dilakukan oleh
kelompok lain. Community
development mahasiswa berbasis analisis yang
mendalam terhadap permasalahan lokal dan mengupayakan solusi dari potensi
lokal yang ada dengan melibatkan pula masyarakat setempat. Selain itu, gerakan
ini adalah sebuah kesempatan bagi pemuda dan mahasiswa untuk berpraktikum
dengan inovasi dan teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
226
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
permasalahan masyarakat. Di sinilah pemuda dan mahasiswa bisa membangun
sebuah pola gerakan lain, yakni Gerakan Keprofesian.
Tantangan lain dari gerakan pemuda dan mahasiswa khususnya para
aktivis pemuda dan mahasiswa adalah menjadi dan merasakan apa yang
masyarakat rasakan. Hal ini bisa dibangun bila mereka mau dan mampu untuk
berdialog dan terjun langsung ke masyarakat. Pemuda dan mahasiswa sebagai
agen perubahan jangan sampai berkecimpung di kalangan elit penguasa saja,
tetapi juga dekat dengan alit. Kesolidan antara elit pemuda, dan mahasiswa dapat
menjadi kekuatan penekan yang efektif untuk pemerintah. Pemuda dan
mahasiswa bisa membuka komunikasi dengan basis masyarakat yang
berkelompok seperti serikat pekerja, organisasi masyarakat atau lembaga
swadaya masyarakat.
Pada dasarnya pemerintah daerah juga memiliki keterbatasan untuk
melaksanakan pembangunan pada skala komunitas khususnya di daerah
terpencil. Pemuda dan mahasiswa dapat berperan sangat strategis untuk
mempertemukan
kebuntuan
pembangunan
ini
dengan
menjadi
agen
pengembangan masyarakat. Ide dan gagasan pengembangan masyarakat serta
idealisme untuk mau dan mampu bersentuhan langsung ke masyarakat adalah
modal besar yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa.
Pola yang dikembangkan sebagai berikut, pemuda dan mahasiswa
membawa ide pengembangan masyarakat ke pemerintah. Lalu pemerintah dapat
mengarahkan ide mereka tersebut ke lokasi tertentu yang mereka nilai tepat
beserta dukungan pendanaan agar kegiatan tersebut dapat berlangsung sesuai
dengan arahan rencana pembangunan daerah yang ada. Dengan pola ini akan
terbentuk sebuah kolaborasi antara pemerintah dengan pemuda dan mahasiswa
dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Gerakan Advokasi Aspirasi Rakyat
Kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat terutama dalam alur
informasi dan akses aspirasi dapat di isi oleh mahasiswa yang memiliki
kemampuan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dari berbagai kelas.
Tantangan terbesar dalam advokasi aspirasi ini adalah kemampuan pemuda dan
mahasiswa untuk memahami dengan apa yang berada di benak masyarakat,
khususnya golongan kelas ekonomi lemah. Mereka adalah kelompok silent
majority yang cenderung pasrah dengan keadaan yang mereka alami saat ini.
Padahal mereka memiliki banyak sekali aspirasi yang seharusnya di dengar oleh
pemerintah.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
227
Di sinilah tanggung jawab pemuda dan mahasiswa diuji, mampukah
mereka benar-benar bergerak bersama rakyat ataukah akan terbenam dalam
kenyamanan bersama para birokrat dan pengusaha. Sejatinya, menjadi bagian
dan merasakan penderitaan rakyat adalah sebuah keniscayaan yang melekat
pada gerakan mereka. Dari kedekatan dengan rakyat, pemuda dan mahasiswa
akan bergerak dengan sebuah idealisme untuk berjuang demi kebaikan, atau
seringkali di analogikan, gerakan mereka ditunggangi oleh kepentingan rakyat.
4. Gerakan Mahasiswa dengan Masyarakat Sipil dan Media
Membangun komunikasi rutin yang harmonis adalah kunci dari relasi yang
perlu dibangun antara gerakan pemuda dan mahasiswa dan media. Media
sebagai pilar ke-empat dari demokrasi kini menjadi ikon baru baru di Indonesia
pasca-reformasi. Media telah hadir sebagai pilar yang sangat penting dalam
menyampaikan data dan fakta mengenai isu tertentu, menginvestigasi sebuah
kasus secara mendalam, bahkan mengeluarkan propaganda sebuah opini
dengan tujuan tertentu. Media telah berdiri tegak sebagai pemain penting dalam
demokrasi.
Dengan potensi menggiring opini masyarakat yang dimiliki oleh media,
sudah sewajarnya gerakan pemuda dan mahasiswa dekat dengan media.
Hubungan komunikasi rutin yang harmonis ini dapat dibangun dengan
korespondensi rutin dengan wartawan, kunjungan ke media, atau berkontribusi
tulisan kepada media. Pemuda dan mahasiswa dapat pula membangun
hubungan timbal balik berupa berbagi data dengan media. Media bisa jadi punya
akses yang membuat mereka mendapatkan data terkini, akan tetapi mereka juga
dapat memiliki keunggulan data bila mampu membangun jaringan ke berbagai
pihak.
5. Gerakan Mahasiswa dengan Pemerintah
Menjadi oposisi konstruktif bagi pemerintah dengan gerakan berbasis
politik nilai adalah citra gerakan pemuda dan mahasiswa kini. Gerakan politik
yang berbasis nilai yang dibangun dari moralitas dan intelektualitas pemuda dan
mahasiswa. Mereka memainkan peranan sebagai kelompok yang mengingatkan
dan menekan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bila tidak
menguntungkan untuk rakyat. Kata “nilai” dalam terminologi “politik nilai” ini
adalah nilai yang terkait dengan kerakyatan dan kesejahteraan. Rakyat mana yang
dibela oleh pemuda dan mahasiswa, tentu kelompok rakyat ekonomi menengah
228
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
ke bawah atau ekonomi lemah yang memiliki sedikit akses untuk menyuarakan
aspirasinya.
Pemerintah bisa saja berdalih bahwa kebijakan yang dikeluarkan untuk
menyelamatkan rakyat, akan tetapi pemuda dan mahasiswa harus cukup jeli
untuk memahami konteks rakyat yang digunakan oleh pemerintah. Atau dalam
kondisi lain, dimana pemerintah telah mengeluarkan analisis dan teori yang
mendukung untuk dikeluarkannya kebijakan yang tidak pro-rakyat. Pemuda dan
mahasiswa harus dapat memutar otaknya, dan mencari referensi dari pakar
lainnya untuk mengeluarkan anti-tesis yang kuat untuk menekan pemerintah
dengan alternatif kebijakan lain. Sehingga logika yang digunakan oleh pemuda
dan mahasiswa adalah logika rakyat, pemuda dan mahasiswa memutar
pikirannya untuk mencari jalan dari apa yang diharapkan oleh rakyat.
Gerakan Politik Nilai memang kerap dekat dengan isu penunggangan oleh
kelompok tertentu. Terkadang pemerintah juga menuduh sebuah gerakan yang
dibangun oleh pemuda dan mahasiswa telah dikoptasi oleh kepentingan politik
praktis. Pemuda dan mahasiswa harus dapat membuktikan kebersihan idealisme
mereka dalam bergerak, mereka harus menunjukkan bahwa hanya satu
kelompok yang bisa dan boleh menunganggi mereka, yaitu KEPENTINGAN
RAKYAT.
6. Gerakan kewirausahaan pemuda dan mahasiswa
Gerakan Entrepreneurship pemuda dan mahasiswa telah menjadi
sebuah trend baru dalam gerakan pemuda dan kemahasiswaan. Berawal dari
kebutuhan akan kemandirian finansial dari organisasi pemuda dan mahasiswa,
gerakan kewirausahaan ini telah berkembang menjadi sebuah pola baru untuk
mencetak calon-calon pengusaha muda yang berjiwa aktivis. Kelebihan dari
pengusaha yang lahir dari kalakangan aktivis gerakan adalah nilai kerakyatan
yang tetap terasa dalam membangun kerajaan bisnisnya. Relasi antara pemuda
dan mahasiswa dengan kalangan pengusaha menjadi sebuah kunci atas gerakan
ini.
Dengan membangun jaringan ke kalangan pengusaha, pemuda dan
mahasiswa
dapat
belajar
cara
membangun
usaha,
menyerap
gairah
berwirausaha, hingga mendapatkan akses permodalan untuk membangun
sebuah kegiatan usaha. Sehingga pemuda dan mahasiswa tidak hanya berbicara
di tataran narasi perubahan bangsa dalam bidang politik dan kebijakan publik,
tetapi pemuda dan mahasiswa akan mampu berbicara dalam tataran
membangun roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Tidak bisa dipungkiri
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
229
bahwa gerakan kewirausahaan pemuda dan mahasiswa ini dapat membuka
paradigma mahasiswa setelah lulus, dimana biasanya “saya kerja dimana”
menjadi “berapa banyak lapangan kerja yang bisa saya buka?”.
Selain dengan kalangan pengusaha, gerakan pemuda dan mahasiswa
dapat juga membangun komunikasi dan kerjasama ke kalangan industri. Jejaring
ini dapat dimanfaatkan oleh GERAKAN KEPROFESIAN pemuda dan mahasiswa
untuk mengembangkan inovasi yang telah mereka buat dalam bentuk prototipe
menjadi sebuah produk yang dapat diproduksi secara massal dan berguna untuk
masyarakat. Hubungan kerjasama ini dapat mendorong pengusaha muda
berbasis teknologi atau kerap dikenal dengantechnopreneur.
Penutup
Pada akhirnya gerakan pemuda dan mahasiswa akan mampu berbicara di
hampir seluruh bidang pembangunan sebuah bangsa. Itulah keunggulan gerakan
pemuda dan mahasiswa yang telah banyak berbicara sepanjang sejarah
peradaban. Pemuda dan mahasiswa tidak bisa pula terlalu narsistik-intelektualis
dalam membangun gerakan, tetapi perlu adanya keterlibatan masyarakat di
dalamnya. Karena, hanya masyarakat yang mengetahui apa yang mereka
butuhkan. Bila pemuda dan mahasiswa tetap ingin suaranya terkait usulan
pembangunan tetap pro-rakyat, maka tidak ada pilihan lain selain menjadi bagian
dari rakyat itu sendiri.
Sekali lagi pemuda dan mahasiswa diharapkan dapat terjun ke arena
politik dalam rangka berpartisipasi dalam pengawasan, formulasi, serta
implementasi kebijakan pemerintah. Demi terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera, makmur dan berkeadilan secara demokratis. Di sini pemuda dan
mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus berani unjuk gigi dalam
mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang
menjadi kehendak dari mayoritas rakyat demi kepentingan masyarakat dan
bangsa. Masih banyak tugas-tugas yang harus kita selesaikan sebagai pemuda
dan mahasiswa untuk memperbaiki bangsa ini. Maka sebagi generasi muda harus
bisa membuat bangsa ini menjadi lebih baik daripada sekarang.
Daftar Pustaka
Achmad, Ridwansyah Yusuf. 2011. Gerakan Mahasiswa dan Kebijakan otonomi
Daerah:
Mari
Kita
Buat
Indonesia
Tersenyum.
230
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
http://ridwansyahyusufachmad.com/2011/04/02/diunduh: Kamis, 15
September 2016.
____________________________.
Gerakan
Mahasiswa
dan
Globalisasi.
http://ridwansyahyusufachmad.com/2011/04/02/diunduh: Kamis, 15
September 2016.
Anonim. 2011. Aktualisasi Nilai Kader Mengawal Kebijakan Publik.
“www.dpr.go.id/parlementaria/magazine/m-89-2011.pdf.,
diunduh:
Jumat, 16 September 2016”.
Atep. 2012. Mission HMI. http://jamansubang.blogspot.com/2012/12/diunduh:
Jumat, 16 September 2016.
Listianti, Ika Nurfitriani. 2010. Trait Kepribadian dan Psychological Distress pada
Mahasiswa UI Berdasarkan Rumpun Ilmu. Skripsi. Depok. Sarjana Fakultas
Psikologi UI.
Naafs, Suzanne & Ben White. 2012. Generasi Antara: Refleksi Studi Tentang
Pemuda Indonesia. Diterbitkan dalam Jurnal STUDI PEMUDA • VOL. I NO.
2 SEPTEMBER 2012, Hal: 89 -106
Sari, Azriana. 2012. Peran Mahasiswa Dalam Memonitor Isu-Isu.
http://azrianasari867.blogspot.com/2012/10/diunduh:
Jumat,
16
September 2016.
Utama, B. 2010. Kesehatan Mental dan Masalah-Masalah Utama pada Mahasiswa
S1 Universitas Indonesia. Skripsi. Depok. Sarjana Fakultas Psikologi UI.
UU No. 21 Tahun 1961 Tentang Hak Kekayaan Intelektual.
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
231
Prosiding : Seminar dan Simposium Nasional | UNHAS | ISI | APSSI
263