LAPORAN HASIL PENELITIAN PENGARUH ZONASI

LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENGARUH ZONASI MANGROVE TERHADAP KEANEKARAGAMAN
GASTROPODA DI PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Konservasi Sumber
Daya Alam

Dosen Pengampu:
Ir. H. Mahmud Siregar, M.Si

Tim Peneliti:
Martha Alfiani

1113016100001

Ratih Aulia

1113016100012

Nurhasanah

1113016100019


Yolanda Mustika

1113016100022

Nuraida Achsani

1113016100026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016

1

LEMBAR PENGESAHAN


Laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap
Keanekaragaman Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran”,
merupakan laporan akhir pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh kelompok
VI, dan telah memenuhi ketentuan dan kriteria penulisan laporan akhir penelitian
sebagaimana yang ditetapkan oleh dosen pengampu matakuliah Pengantar
Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syraif Hidyatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Desember 2016

Koordinator Penelitian

Nuraida Achsani
NIM. 1113016100026

Mengetahui,

Pengampu Matakuliah PKSDA
Dan Dosen Pembimbing


Ketua Jurusan Prodi Pendidikan
Biologi

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si
NIP. 19540310 198803 1 001

Dr. Yanti Herlanti, M.Pd
NIP. 19710119 200801 2 010

2

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Kami yang bertandatangan di bawah ini ;
1. Nama
Jabatan

: Nuraida Achsani
: Koordinator


2. Nama
Jabatan

: Martha Alfiani
: Anggota

3. Nama
Jabatan

: Nurhasanah
: Anggota

4. Nama
Jabatan

: Yolanda Mustika
: Anggota

5. Nama
Jabatan


: Ratih Aulia
: Anggota

Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Judul penetian “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman
Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran” merupakan karya
orisinal kami.
2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari
laporan penelitian kami merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka
kami siap mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 27 Desember 2016

Koordinator Penelitian

Nuraida Achsani
NIM. 1113016100026
Anggota


Martha Alfiani
NIM. 1113016100001

Nurhasanah
NIM. 1113016100019

3

Ratih Aulia
NIM. 1113016100012

Yolanda Mustika
NIM. 1113016100022

ABSTRAK
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode transek plot.
Plot yang digunakan berukuran 5x5 m2 dari sepanjang transek secara sistematis.
Pencatatan data Gastropoda dilakukan dengan menghitung jumlah individu tiap
jenis Gastropoda yang ditemukan di dalam masing-masing plot 5x5 m2. Deskripsi

dilakukan di Laboratorium Biologi Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu juga dilakukan pengukuran data abiotik yang meliputi kelembaban, pH,
dan Cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona intertidal pantai Bama
Taman Nasional Baluran memiliki kondisi lingkungan dengan rata-rata
kelembaban air yaitu10%, pH 6,5-7,5 Cahaya (Ch) yaitu 200, dan ditemukan
variasi substrat diantaranya yaitu pasir, batu, dan lumpur berpasir. Pada kondisi
lingkungan tersebut, di zona intertidal pantai Bama Taman Nasional Baluran
ditemukan 9 jenis Gastropoda dengan indeks keanekaragaman jenis (H’) yaitu
sebesar 0,121-1,269 dan indeks keseragaman jenis (J’) sebesar 0,110- 0,915.
Menurut Fachrul (2008), Nilai indeks keanekaragaman tersebut tergolong rendah,
karena nilai H’= 1-2 menunjukkan tingkat keanekaragaman rendah. Sedangkan
nilai indeks keseragaman jenis (J’) menurut Soegianto (1994) termasuk sedang,
karena nilai J’= 0 menunjukkan tingkat keseragaman jenis rendah, dan nilai J’= 1
menunjukkan tingkat keseragaman tinggi.
Kata kunci : Zonasi, Mangrove, Keanekaragaman, Gastropoda, Pantai bama
baluran

4


KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah semata yang
telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas ini dengan segala
kemampuan yang Allah berikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang semoga kita semua senantiasa selalu
ada dijalan yang beliau telah ajarkan, yaitu jalan islam yang kaffah (menyeluruh)
dalam semua sendi kehidupan yang kita arungi sampai akhir hayat kita nanti.
Dibuatnya makalah ini sesungguhnya merupakan salah satu langkah dalam
menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Konservasi Sumber Daya Alam,
laporan hasil penelitian ini sekaligus menjadi bukti atau bentuk kesungguhan kami
dalam hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah tersebut. Laporan hasil
penelitian ini tentang Pengaruh Zonasi Keanekaragaman Gastropoda di Hutan
Manggrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran. Dengan dibuatnya laporan
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu wasilah atau perantara
yang bermanfaat bagi para pembacanya.
Pada penulisan laporan hasil penelitian ini tidaklah lepas dari berbagai
kekurangan dan tentunya masih banyak hal-hal yang perlu direvisi atau diperbaiki
sekiranya terdapat kesalahan ataupun kekurangan, karenanya kritik dan saran
yang membangun akan sangat berguna bagi penulis untuk kelangsungan
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Jakarta, Desember 2016

Peneliti

5

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .........................................................
ABSTRAK...................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
B. Identifikasi Masalah .........................................................................

C. Pembatasan .......................................................................................
D. Perumusan Masalah ..........................................................................
E. Tujuan ...............................................................................................
F. Kegunaan (Manfaat) Penelitian ........................................................
BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik .............................................................................
B. Hasil Penelitian yang Relevan ..........................................................
C. Kerangka Berpikir ............................................................................
D. Hipotesis Penelitian ..........................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
B. Metode Penelitian .............................................................................
C. Populasi dan Sampel .........................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
E. Teknik Analisis Data ........................................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ..................................................................................
B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................
C. Keterbatasan Penelitian ....................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Implikasi ..........................................................................................
C. Rekomendasi ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

iii
iv
v
vi
viii
Ix

6

1
2
3
3
3
3
4
13
14
15
16
16
16
16
17
20
29
33
35
35
36
37

DAFTAR TABEL
Tabel
1
Tabel
2
Tabel
3
Tabel
4
Tabel
5

Kondisi Habitat Mangrove ..........................................................

21

Keanekaragaman Gastropoda ......................................................

22

Analisis Nilai Penting (INP) .......................................................

26

Kepadatan Individu pada setiap zona ..........................................

28

Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C) Setiap
Zona .........................................................................................

7

28

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13

Zona A ...............................................................................
Zona B ................................................................................
Zona C ................................................................................
Keanekaragaman Spesies per Zona ....................................
Littorina scaba ....................................................................
Terebrli sulcata ..................................................................
Latirus polygonus ...............................................................
Monodonta labio ................................................................
Cymatium pileare ...............................................................
Nerita undata ......................................................................
Nerita plicats ......................................................................
Engina zonalis ....................................................................
Cypraea arabica .................................................................

8

20
20
21
22
23
23
24
24
24
25
25
25
25

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir tropis atau
sub-tropis yang sangat dinamis serta mempunyai produktivitas, nilai
ekonomis, dan nilai ekologis yang tinggi
(Susetiono, 2005; Suwondo, 2006). Hutan mangrove sebagai daerah
dengan produktivitas yang tinggi memberikan kontribusi besar terhadap
detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota
yang hidup di sekitarnya (Suwondo, 2006). Di dalam hutan mangrove
hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan mulai dari mikrobia, protozoa
hingga yang berukuran besar seperti ikan, moluska, krustacea, reptil,
burung (avifauna), dan mamalia. Krustacea dan moluska merupakan
kelompok hewan yang dominan dalam ekosistem hutan mangrove
(Hutchings dan Saenger, 1987 dalam Susetiono, 2005), dimana kelompok
hewan-hewan tersebut mempunyai peran penting dalam membangun
fungsi dan struktur dari mangrove itu sendiri (Lee, 1999 dalam Susetiono,
2005).
Hutan mangrove di Indonesia merupakan salah satu kawasan terluas di
dunia dengan tingginya keanekaragaman hayati serta strukturnya yang
paling bervariasi di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan
sekitar 4,25 juta ha (sekitar 27 % luas hutan mangrove dunia) (Irwanto,
2006). Menurut Giesen (1993), hutan mangrove di Jawa Timur berkurang
dari luasan 7.750 ha menjadi 500 ha dan kawasan mangrove yang tersisa
diperkirakan kurang dari 1%. Untuk itu diperlukan upaya konservasi
melalui upaya inventarisasi dan mengetahui kondisi keanekaragaman flora,
fauna dan jasad renik maupun ekosistemnya (Rugayah dan Suhardjono,
2007).

1

Keberadaan organisme dalam hutan mangrove dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi fisik, kimia danbiologi dari suatu perairan
tersebut. Salah satunya biota yang dapat digunakan sebagai parameter
biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan
gastropoda.
Gastropoda adalah golongan invertebrata yang sebagian besar atau
seluruh hidupnya berada di dasar perairan, bergerak secara lambat dengan
ukuran lebih besar dari 1 mm (Parsons dkk. 1997:180). Perubahan
lingkungan perairan baik fisika, kimia dan penambahan bahan pencemar
dapat

berpengaruh

terhadap

kelimpahan,

komposisi

dan

tingkat

keanekaragaman gastropoda tersebut (Wilhm 1975:377).
Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam dekomposisi
serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat herbivore
dan detritivore dengan kata lain, gastropoda berkedudukan sebagai
dekomposer. Kehadiran gastropoda sangat ditentukan oleh adanya vegetasi
mangrove (Suwondo, dkk, 2006 dalam Sari, dkk, 2012).
Pemanfaatan mangrove yang mungkin sudah berlebihan oleh
masyarakat, tentunya akan berpengaruh pada kehadiran gastropoda. Untuk
itu, perlu diketahui komposisi dan keanekaragaman gastropoda ekosistem
mangrove di wilayah hutan mangrove Pantai Bama, Taman Nasional
Baluran, sehingga menjadi salah satu bentuk informasi dalam pengelolaan
dan pelestarian ekosistem mangrove di wilayah tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat di
identifikasi masalah-masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda
di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran ?
2. Bagaimanakah karakter morfologi, setiap jenis anggota Kelas

Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran ?
3. Bagaimanakah karakter substrat Gastropoda di Hutan Mangrove
Taman Nasional Baluran ?
C. Pembatasan
Agar penelitian ini terarah dan tidak terlalu meluas, ruang lingkup
masalah yang akan diteliti dibatasi pada keanekaragaman gastropoda dan
morgologi gastropoda di setiap zona.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah di
penelitian ini “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman
Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran”.
E. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di
Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran.
2. Mengetahui karakter morfologi, setiap jenis anggota Kelas
Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran.
F. Kegunaan (Manfaat) Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan data dan
informasi tentang keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di
Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran sehingga dapat dikembangkan
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Zonasi Hutan Mangrove
Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap
variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona
vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias
sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas
lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di
beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi
atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang.
Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering
dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang
tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang
tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu:
1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona
terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia
alba.
2. Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat
atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis:
Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avicennia
marina, Avicennia officinalis dan Ceriops tagal.
3. Zona distal adalah zona yang terjauh dari laut atau terbelakang.
Pada daerah ini biasa ditemukan jenis-jenis Heriteria littoralis,

Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus
tiliaceus.
2. Gastropoda
a. Anatomi dan Morfologi
Gastropoda adalah hewan dari filum Moluska yang
bercangkang tunggal. Gastropoda berasal dari kata gastros artinya
perut dan podos artinya kaki. Gastropoda berarti hewan yang
berjalan dengan kaki perut. Kelas Gastropoda merupakan kelas
terbesar dari Moluska. Lebih dari 75.000 jenis yang ada telah
Diidentifikasi dan 15.000 jenis di antaranya dapat dilihat bentuk
fosilnya (Ruppert & Barnes, 1994). Kelas Gastropoda sebagian
besar mempunyai cangkang (rumah) dan berbentuk kerucut terpilin
(spiral). Cangkang Gastropoda yang berputar kearah kanan searah
dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya
berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral
(Ruppert & Barnes, 1994). Namun ada pula Gastropoda yang tidak
memiliki cangkang, sehingga sering disebut siput telanjang
(vaginula). Hewan ini terdapat di laut dan ada pula yang hidup di
darat (Rusyana, 2011). Struktur umum morfologi cangkang
Gastropoda terdiri atas: protoconch/apex, whorl, axial sculpture,
spiral sculpture, suture, posterior canal, aperture, columella,
siphonal, outer lip, inner lip, dan operculum (Browning, 2013).
Sebagian besar cangkang Gastropoda terdiri atas tiga
lapisan, pertama yaitu lapisan periostrakum yang terdiri dari
protein seperti zat tanduk atau colchiolin, dan kedua yaitu lapisan
prismatik yang terbuat dari bahan kalsit atau aragonite. Sedangkan
pada lapisan yang ketiga adalah lapisan nacre atau lapisan mutiara
yang terdiri atas lapisan tipis CaCO3 yang jernih dan berkilap
(Rusyana, 2011). Cangkang Gastropoda dibuat oleh selaput yang
menempel pada tubuhnya yang disebut mantel. Cangkang
terbentuk secara bertahap. Setiap jenis Gastropoda mempunyai

cara sendiri-sendiri dalam membentuk cangkangnya, sehingga
cangkang tersebut tidak sama dengan cangkang Gastropoda dari
jenis lainnya (Heryanto et al., 2003).
Pada saat Gastropoda aktif sebagian tubuhnya menjulur
dari cangkangnya, yaitu bagian kepala, leher dan kaki perut. Pada
bagian kepala Gastropoda terdapat mulut dan dua pasang tentakel,
kemudian pada ujung tentakel yang lebih panjang terdapat mata,
pada sisi sebelah kanan leher terdapat lubang genital, kaki perut
merupakan otot yang kuat dan memiliki bentuk yang melebar pipih
dan mengeluarkan lendir yang berfungsi untuk memudahkan
pergerakan

(Oemarjati

&

Wardhana,

1990).

Gastropoda

mempunyai tubuh yang asimetri dengan mantel yang terletak di
bagian anterior, isi perutnya tergulung spiral ke arah posterior. Di
dalam rongga mantel terdapat organ-organ diantaranya organ
pencernaan, pernafasan, serta organ genitalis untuk reproduksi.
Saluran pencernaan berupa mulut (terdapat lidah parut dan gigi
radula), faring yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, dan
anus (Sutikno, 1995). Alat pernapasan Gastropoda darat berupa
paru-paru (modifikasi dari rongga mantel yang kaya dengan kapiler
darah) dan berupa insang pada Gastropoda laut. Gastropoda
umumnya

hermaprodit,

tetapi

untuk

fertilisasi

diperlukan

spermatozoa dari individu lain, spermatozoa dari induk yang sama
tidak dapat membuahi sel telur karena pematangan gamet tidak
serentak (Rusyana, 2011). Makanan Gastropoda adalah tumbuhan
air (baik yang masih segar maupun yang telah membusuk), sisa
hewan, cacing air, dan ada pula yang memangsa jenis Gastropoda
lainnya (Djajasasmita, 1999).

b. Klasifikasi
Berdasarkan alat pernafasannya, Gastropoda dapat digolongkan
menjadi

tiga

subkelas,

yaitu

Subkelas

Opisthobranchia,

Prosobanchia, dan Pulmonata. Gastropoda anggota subkelas
Prosobanchia

dan

Opisthonbranchia

bernafas

dengan

menggunakan insang, sedangkan Gastropoda anggota subkelas
Pulmonata bernafas dengan menggunakan paru-paru. Gastropoda
anggota subkelas Prosobanchia dan Opisobranchia memiliki
perbedaan pada letak insang. Insang Prosobanchia terletak pada
bagian anterior sedangkan insang Opisthobranchia terletak pada
bagian posterior (Pechenik, 1996).
1) Subkelas Prosobranchia
Subkelas Prosobranchia

umumnya

mempunyai

cangkang

berbentuk spiral, rongga mantel biasanya berada di anterior
dekat kepala. Di dalam rongga mantel terdapat osphradia,
ctenidia, kelenjar hypobranchial, anus, dan nephridiopores.
Subkelas ini memiliki tentakel, cangkang tertutup oleh
operculum (Brusca & Brusca, 2003). Subkelas Prosobranchia
terbagi menjadi 3 ordo yaitu:
a) Ordo Archaeogastropoda
Ordo Archaeogastropoda umumnya

hidup di lautan,

memiliki gigi radula yang termodifikasi untuk pemakan
tumbuhan (herbivora), memiliki 26 famili (Brusca & Brusca,
2003). Insang primitif berjumlah satu atau dua buah yang
tersusun dalam dua baris filamen, jantung beruang dua,
metanephridia berjumlah dua buah. Beberapa dari ordo ini
berbentuk simetri bilateral dengan sepasang ginjal, jantung
dengan dua atrium (Verma, 2005). Mereka dapat ditemukan
di laut dangkal yang bertemperatur hangat, menempel di
permukaan karang di daerah pasang surut serta di muara
sungai. Contoh ordo Archaeogastropoda adalah Haliotis,
Trochus, Turbo, Nerita dan Acmaea (Dharma, 1988).
b) Ordo Mesogastropoda
Ordo Mesogastropoda memiliki 100 famili yang tersebar di
lautan, air tawar dan di daratan (Brusca & Brusca, 2003).

Insangnya tersusun dalam satu baris filamen, jantung
beruang satu, nefridium berjumlah satu buah, mulut
dilengkapi dengan radula yang berjumlah tiga buah dalam
satu baris. Hewan ini hidup di daerah hutan bakau atau
pohon-pohon, karang-karang di tepi pantai, laut dangkal
bertemperatur hangat, laut dalam, di balik koral, di atas
hamparan pasir dan parasit pada binatang laut. Contoh ordo
Mesogastropoda adalah Crepidula, Littorina, Campeloma,
Pleurocera, Strombus, Charonia, dan Vermicularia (Dharma,
1988).
c) Ordo Neogastropoda
Ordo Neogastropoda memiliki 24 famili yang umumnya
hidup di lautan (Brusca & Brusca, 2003). Insang hanya satu
dan tersusun dalam satu baris filamen, nefridium berjumlah
satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah
tujuh buah atau kurang dalam satu baris. Hewan ini hidup di
daerah pasang surut beriklim tropis, pada batu karang yang
bertemperatur panas, laut lepas pantai, laut dangkal dan laut
yang berlumpur. Contoh ordo Neogastropoda adalah Murex,
Conus, Colubraria, Hemifusus, dan Bagylonia (Dharma,
1988).
2) Subkelas Ophistobranchia
Anggota subkelas Ophistobranchia umumnya Gastropoda laut
yang memiliki dua buah insang yang terletak di posterior,
operculum umumnya tereduksi dan organ reproduksi berumah
satu (Verma, 2005). Ophistobranchia memiliki tentakel 1-2
pasang, cangkang sangat tipis atau tidak ada, hermaprodit, dan
memiliki lebih dari 100 famili (Brusca & Brusca, 2003).
Dharma (1988), subkelas ini dibagi menjadi delapan ordo yaitu:
a) Ordo Cephalaspidae
Cangkang terletak eksternal, besar dan tipis, beberapa
spesies

mempunyai

cangkang

internal,

kepala

besar

dilengkapi dengan rongga mantel, parapodia biasanya ada
dan lebar. Contoh ordo Cephalaspidea adalah Bulla.
b) Ordo Anaspidea
Cangkang tereduksi atau jika ada terletak internal, kepala
tanpa rongga mantel dan jika ada sangat kecil, rongga
mantel pada sisi kanan menyempit dan tertutup oleh
parapodia yang lebar. Contoh ordo Anaspidea adalah
Aplysia.
c) Ordo Thecosomata
Cangkang berbentuk kerucut rongga mantel besar, parapodia
lebar dan merupakan modifikasi dari kaki yang berfungsi
sebagai alat renang, hewan berukuran mikroskopik dan
bersifat planktonik. Contoh ordo Thecosomata adalah
cavolinia.
d) Ordo Gymnosomata
Tanpa cangkang dan mantel, hewan berukuran mikroskopik
dan

bersifat

planktonik.

Misalnya

Clione

Cliopsis,

Pneumoderma.
e) Ordo Notaspidea
Cangkang terletak internal dan sebagian eksternal, rongga
mantel tidak ada, plicate gil satu buah, terletak disisi kanan.
Contoh ordo Notaspidea adalah Umbraculum.
f) Ordo Acohilidiacea
Tubuh kecil diliputi spikula, tanpa cangkang, insang ataupun
gigi, visceral mass besar dan memipih pada batas kaki.
Contohnya Hedylopsis dan Microhedyle.
h) Ordo Sacoglossa
Radula dan cangkang mengalami modifikasi menjadi alat
penusuk dan pengisap alga. Contoh ordo Sacoglossa adalah
i)

Berthelinia.
Ordo Nudibranchia
Cangkang anggota ordo Nudibranchia tereduksi, tanpa
insang sejati, bernafas dengan insang sekunder yang
terdapat di sekeliling anus, rongga mantel tidak ada,

permukaan dorsal tubuh dilengkapi cerata berupa tonjolan
dari kelenjar pencernaan. Contoh ordo Nudibranchia adalah
Glossodoris.
3) Subkelas Pulmonata
Subkelas Pulmonata umumnya hidup di daratan sehingga sering
disebut siput tanah (Brusca & Brusca, 2003). Anggota subkelas
ini bernapas dengan paru-paru, cangkang berbentuk spiral,
kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel,
sepasang di antaranya mempunyai mata, rongga mantel terletak
di anterior yang termodifikasi dan berfungsi sebagai paru-paru
(Verma, 2005). Sub kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
a) Ordo Stylommatophora
Ordo Stylommatophora umumnya hidup di daratan,
memiliki cangkang atau tidak bercangkang, spesies dari ordo
ini ± 15.000 spesies (Brusca & Brusca, 2003). Tentakel
berjumlah dua pasang, sepasang di antaranya mempunyai
mata pada bagianujungnya (Dharma, 1988). Contoh anggota
Ordo Stylommatophora adalah Achattina, Triodopsin dan
Limax.

b) Ordo Basommatophora
Ordo Basommatophora umumya hidup di air tawar, tidak
memiliki operculum, memiliki cangkang yang bervariasi dan
spiral (Brusca & Brusca, 2003). Tentakel berjumlah dua
pasang, sepasang di antaranya mempunyai mata. Contoh
ordo Basomatophora adalah Physa (Dharma, 1988).
3. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Habitat Gastropoda
Keberadaan Gastropoda laut sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
terdiri dari pohon mangrove dan fitoplankton yang merupakan sumber
makanan utama bagi Gastropoda. Faktor abiotik terdiri dari suhu,

salinitas, substrat dasaran, pH, dan kandungan bahan organik. Tiap
Jenis Gastropoda memerlukan suatu kombinasi faktor abiotik yang
optimum agar jenis tersebut dapat hidup, tumbuh, dan berkembang
dengan

baik

(Ayunda,

2011).

Parameter

lingkungan

yang

mempengaruhi kehidupan Gastropoda antara lain yaitu:
a. Suhu
Perubahan suhu dapat mempengaruhi perubahan komposisi,
kelimpahan dan keanekaragaman suatu perairan. Secara umum
kisaran suhu untuk hidup aktif organisme laut dan air payau adalah
0-35ºC. Organisme yang mampu bertahan pada kisaran suhu yang
luas disebut eurythermal, sedangkan organisme yang tahan pada
kisaran suhu yang sempit disebut stenothermal (Supriharyono,
2000). Batasan suhu untuk kehidupan di ekosistem mangrove
berkisar 20-40ºC (Barnes, 1978). Menurut Hutabarat & Evans
(1985), Gastropoda dapat hidup dengan baik pada kisaran suhu 2535ºC.
b. Salinitas
Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan
perkembangan hutan mangrove. Salinitas akan mempengaruhi
penyebaran suatu organisme karena berkaitan dengan kemampuan
organisme untuk dapat hidup pada suatu perairan dengan salinitas
tertentu (Kustanti, 2011). Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal
biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu
hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota biota bersifat
stenohaline dan sebaliknya biota yang mampuhidup pada kisaran
luas disebut sebagai biota euryhaline. Hutan mangrove dapat
tumbuh pada kisaran salinitas antara 1,9 o/oo-87 o/oo akan tetapi
kisaran optimal bagi pertumbuhan mangrove adalah 30 o/oo-37
o/oo (Nybakken, 1992). Salinitas optimal bagi Moluska khususnya
Gastropoda berkisar antara 26 o/oo-32 o/oo (Odum, 1993).
c. pH

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup disuatu
perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan
mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang ada di dalamnya
(Odum, 1993). Gastropoda umumnya membutuhkan pH antara 6 8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi (Gasper, 1990 dalam
Odum, 1993).
d. Substrat
Faktor utama yang menentukan penyebaran Gastropoda adalah
substrat dasar perairan. Substrat dengan ukuran partikel yang besar
dan kasar mengandung lebih sedikit bahan organik dibandingkan
substrat dasaran yang halus. Hal tersebut dikarenakan bahan
organik lebih mudah mengendap di substrat dengan partikel halus.
Bahan organik merupakan salah satu penyusun sedimen yang
berasal dari sisa tumbuhan dan hewan yang mati. Oleh karena itu,
keadaan sedimen yang banyak mengandung lumpur, memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi sehingga merupakan habitat
yang sesuai bagi Gastropoda (Bolam, dalam Ayunda, 2011).
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini diajukan berdasarkan sumber penelitian terdahulu
yang relevan seperti skripsi serta jurnal yang sudah diuji coba sebelumnya
yaitu berdasarkan penelitian Dian Saptarini, dkk dengan judul Struktur
Komunitas Gastropoda ( Moluska) Hutan Manggrove Sendang Biru,
Malang selatan menpyebutkan bahwa Distribusi Gastropoda di Zonasi
Hutan Mangrove Sendang Biru yang dibagi ke dalam 3 mikrohabitat, yaitu
akar, batang, dan substrat pada jenis mangrove Ceriops, Rhizophora,
Bruguiera, dan Xylocarpus menunjukkan hasil bahwa distribusi jenis
Gastropoda terdapat pada mikrohabitat substrat yang ditemukan sebanyak
1188 individu (79,8%) kemudian pada mikrohabitat sebanyak 220 individu
(14,8%) dan pada mikrohabitat batang sebanyak 81 individu (54%) dari
total 1489 individu yang ditemukan di seluruh stasiun.

Penelitian kedua yaitu dari Joko Swasono Adi, dkk yang berjudul
Komposisi Jenis dan Pola Penyebaran Gastropoda Hutan Manggrove Blok
Bedul Segoro

Anak Tman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

menyebutkan bahwa Kelompok Gastropoda yang ditemukan terdiri 18
Famili dan terbagi menjadi 37 jenis. Keanekaragaman Gastropoda di Blok
Bedul Segara Anak tersebut dalam Kategori keci H’ = 0,53. Hal ini
disebabkan oleh adanya dominasi dari spesies tertentu yang tidak tersebar
secara merata sehingga menyebabkan keanekaragamannya menjadi kecil.
C. Kerangka Pikir
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang
unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Fungsi
ekologis ekosistem mangrove antara lain: pelindung pantai dari serangan
angin, arus dan ombak dari laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari
makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),
dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi biota perairan (Printrakoon
and Temkin, 2008: 75).
Makrozoobentos yang hidup di kawasan mangrove lebih
didominasi oleh filum moluska yang diwakili oleh beberapa spesis
gastropoda yang umumnya hidup menempel pada akar dan batang
mangrove serta pada permukaan sedimen (Agard, et al., 1993 dalam
Haryoardyantoro, dkk, 2013).
Moluska adalah salah satu organisme yang mempunyai peranan
penting dalam fungsi ekologis pada ekosistem mangrove. Moluska yang
diantaranya adalah Gastropoda dan Bivalvia merupakan salah satu filum
dari makrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pada
ekosistem perairan (Macintosh, Ashton dan Havanon, 2002: 332). Selain
berperan di dalam siklus rantai makanan, ada juga jenis moluska yang
mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis kerang-kerangan

dan berbagai jenis keong. Molusaca merupakan kelompok hewab yang
dominan dala ekosistem mangrove (Hutchings dan Saenger, 1987 dalam
Susetiono, 2005), dimana kelompok hewan-hewan tersebut mempunyai
peran penting dalam membangun fungsi dan struktur dari mangrove itu
sendiri (Lee, 1999 dalam Susetiono, 2005).
Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses
pemecahan serasah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dari materi
organik terutama yang bersifat herbivora dan detrivor (Suwondo et.al.,
2006). Menurut Kartawinata dkk. (1979), adanya perbedaan jenis substrat
dan kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan menyebabkan
Gastropoda menyebar secara menegak dan mendatar diperlukan kajian
tentang Gastropoda sebagai salah satu kelas dari filum Moluska yang
dominan pada ekosistem mangrove. Kajian tentang komunitas Gastropoda
di dalam kawasan hutan mangrove pantai bama taman nasional baluran.
Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui keanekaragaman jenis
dan karakter morfologi setiap jenis dan karakter substrat anggota Kelas
Gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran
dan

diharapkan

dapat

memberikan

data

dan

informasi

tentang

keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove
Taman Nasional Baluran sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
secara berkelanjutan, Sebagai informasi tambahan mengenai karakterkarakter morfologi jenis anggota Gastropoda yang dapat digunakan
sebagai karakter pembeda antar takson sehingga dapat bermanfaat
untuk kepentingan studi dan penelitian lanjutan.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
keanekaragaman Gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Bama Taman
Nasional Baluran.
D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Zonasi Mangrove
Terhadap Keanekaragaman Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional
Baluran”.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.

Tempat dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian

: 23 November - 25 November 2016

Tempat Penelitian

: Hutan Mangrove dikawasan Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran

B.

Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode transek plot secara
sistematis. Banyak plot yang digunakan yaitu 3 Plot dengan lebar 5 m 2
berdasarkan area yang terdapat di hutan manggrove Taman Nasional
Baluran (TNB). Pengamatan yang dilakukan pada setiap Plot dilakukan
selama tiga hari. Data yang kumpulkan meliputi komposisi dari jenis- jenis
keanekaragaman Gastropoda yang terdapat pada hutan Manggrove Baluran
tersebut. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan adalah:

meteran, kamera, tali rapia, patok, toples, formalin 40%, sarung tangan,
sepatu booth, buku catatan buku panduan gastropoda, dan alat tulis.
C.

Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi hutan Manggrove pantai Bama, Taman Nasional
Baluran (TNB). Sedangkan sampelmya ada di dekat jembatan yang terletak
didaerah kawasan hutan mangrove pantai bama, yaitu ada tiga zona seperti
yang diterangkan pada metode penelitian.

D.

Teknik Pengumpulan Data
1.

Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian yang
representatif berdasarkan kawaan hutan mangrove di pantai Bama,
Baluran yang terdapat keragaman gastropoda.

2.

Penentuan plot pengamatan
Plot pengamatan ditentukan pada kawasan hutan mangrove pantai
Bama, Baluran dengan membuat 3 plot di zona yaang berbeda.

3.

Pengamatan sample
Pengamatan dilakukan dengan mencatat morfologi dari setiap sample
gastropda yang di temukan, mendokumentasikan, dan beberpa sample
di awetkan didalam toples dengan menggunkan formalin 40%.

E.

Teknik Analisis Data
1.Indeks Nilai Penting (INP)
Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) dinyatakan
sebagai Indeks Nilai Penting (INP).
Kerapatan = Jumlah individu satu spesies
Total individu spesies
Kerapatan Relatif = Kerapatan satu spesies
Total kerapatan
Frekuensi = Jumlah titik ditemukannya satu spesies

Jumlah titik keseluruhan
Frekuensi relatif =

Frekuensi satu spesies
Total frekuensi tiap spesies

INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif
2. Kepadatan Moluska
Kepadatan moluska adalah jumlah individu per satuan luas area. Rumus
untuk menghitung kepadatan individu adalah sebagai berikut:
D = Ni
A
Keterangan:
D = kepadatan moluska (ind/m2)
Ni = jumlahindividu spesies moluska
A = luas total (m2)
3.Keanekaragaman
Keanekaragaman

jenis

disebut

juga

keheterogenan

jenis.

Indeks

keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu komunitas dan
juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per individu
per spesies. Indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan indeks ShannonWienner (Maguran 1987) dengan persamaan:
H’ = -∑ Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman
Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i
N = jumlah individu total
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs
1989) aalah:
H’ ≤ 3,32

= keanekaragaman rendah

3,32 < H’ < 9,97 = keanekaragaman sedang
H’ ≥ 9,97

= keanekaragamantinggi

4. Keseragaman
Perbandingan

keanekaragaman

dengan

keanekaragaman

maksimum

dinyatakan sebgaia keseragaman komunitas. Indeks keseregaman adalah
komposisi individu tiap spesies yang terdpaat dalam suatu komunitas.
Indeks keseragaman (Magurran 1987), yaitu:
H’

E=

Hmaks
Keterangan:
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman
Hmaks = ln S
S = jumlah spesies
5. Dominasi
Dominasi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan indeks
dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:
C = ∑ (Pi)2
Keterangan:
C = indeks dominansi
Pi = ni/N

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Zonasi
Gambar 1. Zona A (Basah)

Gambar 2. Zona B (Sedang)

Gambar 3. Zona C (Kering)

Kondisi habitat mangrove dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Tabel Kondisi habitat mangrove
No
1
2
3

Zon
a
A
B
C

Kondisi Habitat
Kelembaban (Rh) pH
Cahaya(Cd)
10 %
6,5
200
10 %
6,5
200
10 %
7,5
200

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kelembaban di ketiga
zona sama yaitu 10%, sedangkan untuk Ph di zona A dan zona B sama
yaitu 6,5, dan untuk cahaya ketiga zona tersebut juga sama yaitu 200 Cd.

2. Keanekaragaman gastropoda
Gambar 4. Keanekaragaman Spesies per Zona
Zona A

Zona B

Zona C

Tabel 2. Tabel Keanekaragaman Gastropoda
No

Nama Jenis

Jumlah Total

Zona
B
4

C
1

Individu
97

1

Littorina scaba

A
92

2

Terebralia sulcata

0

2

0

2

3

Latirus polygonus

1

0

0

1

4

Monodonta labio

1

0

0

1

5

Cymatium pileare

0

2

0

2

6

Nerita undata

0

1

0

1

7

Nerita plicats

0

0

1

1

8

Engina zonalis

0

0

33

33

9

Cypraea arabica

0

0

1

1

Jumlah total individu

94

9

36

139

Jumlah Total Spesies

3

4

4

9

Perbedaan zonasi itu menyebabkan keanekaragaman. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitan yaitu ditemukannya sembilan jenis gastropoda dari

tiga zona yang berbeda. Berdasarkan hal itu, zonasi mangrove
mempengaruhi keanekaragaman gastropoda.
Gambar 5. Littorina scaba

Gambar 6. Terebrli sulcata

Gambar 7. Latirus polygonus

Gambar 8. Monodonta labio

Gambar 9. Cymatium pileare

Gambar 10. Nerita undata

Gambar 11. Nerita plicats

Gambar 12. Engina zonalis

Gambar 13. Cypraea arabica

3. Analisis Nilai Penting (INP)
Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) dinyatakan
sebacgai Analisis Nilai Penting (INP).
Tabel 3. Tabel Analisis Nilai Penting (INP).
Analisis Nilai

Jm

Penting (INP)
Zon
Littorina

l

aA

scaba
Terebralia
sulcata
Latirus
polygonus

Kerapatan

Kerapatan
relatif (%)

Frekuensi

Frekuensi
relatif (%)

INP

92

0,98

97,8

0,93

93

190,8

0

0

0

0

0

0

1

0,011

1,09

0.03

3,03

4,12

Monodont
a labio
Cymatium
pileare
Nerita
undata
Nerita
plicats
Engina
zonalis
Cypraea
arabica
Littorina
scaba
Terebralia
sulcata
Latirus
polygonus
Monodont
Zon
aB

a labio
Cymatium
pileare
Nerita
undata
Nerita
plicats
Engina
zonalis
Cypraea

Zon
aC

arabica
Littorina
scaba
Terebralia
sulcata
Latirus
polygonus

1

0,011

1,09

0,03

3,03

4,12

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

4

0,44

44

0,16

16,3

60,3

2

0,22

22

0,33

33.6

55,6

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

0,22

22

0,33

33.6

55,6

1

0,11

11

0,16

16,3

27,3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Monodont
a labio
Cymatium
pileare
Nerita
undata
Nerita
plicats
Engina
zonalis
Cypraea
arabica

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1

33

33

33

33

33

33

1

1

1

1

1

1

4. Kepadatan Moluska
Kepadatan gastropoda pada masing-masing zona menunjukkan bahwa
kepadatan tertinggi terdapat pada zona A yaitu 3,76 ind/m2 dan kepadatan
terendah terdapat pada zona B yaitu 0,36 ind/m2 .
Tabel 4. Tabel Kepadatan individu (ind/m2) pada setiap zona
Zonasi
Kepadatan Individu
(ind/m2)

Zona A

Zona B

Zona C

3,76

0,36

1,44

5. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)
Berdasarkan hasil perhitungan , Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E),
dan Dominansi (C) pada setiap zona menunjukkan hasil yang berbeda
(Tabel 4). Indeks keanekaragaman secara keseluruhan zona berkisar antara
0,121- 1,269. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada zona B
(1,269) dan keanekaragaman terendah berada pada zona A (0,121). Hasil
perhitungan indeks keseragaman (E) pada masing masing zona berkisar
antara 0,110 - 0,915 . indeks keseragaman tertinggi terdapat pada zona B
(0,915) dan terendah terdapat pada zona A (0,110). Nilai dominansi (C)
pada masing masing zona pengamatan berkisar antara 0,194 – 0,941. Nilai

dominansi tertinggi berada pada stasiun A (0,941) dan terendah pada
stasiun B (0,194).
Tabel 5. Tabel Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi
(C) setiap zona
Indeks
H’(Keanekaragaman
)
E (Keseragaman)
C (Dominansi)

Zona A

Zona B

Zona C

0,121

1,269

0,371

0,110
0,941

0,915
0,194

0,267
0,841

B. Pembahasan Hasil Penelitian
Jumlah spesies moluska yang didapatkan dari tiga plot penelitian
umumnya didominansi oleh anggota Gastropoda. Barnes (1987)
menyatakan bahwa Gastropoda merupakan kelas moluska yang paling
sukses karena menguasai berbagai habitat yang ditemukan pada setiap plot
diduga karena kemampuan adaptasinya yang tinggi baik substrat keras
maupun lunak. Gastropoda memiliki manfaat bagi lingkungan dan
manusia. Peran Gastropoda di lingkungan salah satunya adalah sebagai
bioindikator lingkungan dan penyeimbang ekosistem, sedangkan dalam
manusia Gastropoda memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Gastropoda banyak ditemukan hidup di lautan, salah satunya di zona
intertidal. Zona intertidal merupakan daerah litoral pada perairan laut yang
berada diantara pasang tertinggi dan air surut terendah, tetapi pada zona ini
terdapat variasi faktor abiotik yang dapat memberikan pengaruh terhadap
keanekaragaman invertebrata (Handayani, 2005). Seperti penelitian yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh Mawatingsih (2001). Namun dengan
bertambahnya waktu diduga keanekaragaman jenis Gastropoda di pantai
Bama mengalami perubahan. Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman Gastropoda di zonasi yang dibuat di Pantai
Bama Taman Nasional Baluran yang meliputi kepadatan, indeks
keanekaragaman

jenis,

indeks

keseragaman

sampai

dominansi.

Berdasarkan metode transek plot yang digunakan, dengan ukuran 5x5 m2 .

Berdasarkan hasil Peneliti, Indeks nilai (NIP) tertinggi di zonasi
yang didapatkan

adalah jenis Littorina scaba. Yang ditemukan pada

Zonasi A. Hal ini menggambarkan bahwa Littorina scaba memberikan
peranan yang besar terhadap struktur komunitas molusca dari kelas
Gastropoda di pantai Bama tersebut. Jenis ini ditemukan melimpah pada
daerah pengamatan dengan karakteristik habitat perairan yang digenangi
oleh air dengan kedalaman setengah meter. Kecuali daerah kekeringan.
Indeks nilai (INP) terendah ditemukan pada 8 jenis kelas Gastropoda yaitu
Terebralia sulcata, Latirus polygonus, Monodonta labio, Cymatium
pileare, Nerita undata, Nerita plicats, Engina zonalis, Cypraea arabica.
INP terendah menunjukkan bahwa jenis-jenis mempunyai peranan yang
kecil terhadap struktur komunitas kelas Gastropoda di daerah pengamatan.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penyebaran dan keberadaan jenis-jenis
tersebut di setiap zonasi mangrove yang diteliti.
Kepadatan Gastropoda menunjukkan individu pada habitat tertentu
(Brower & Zar 1977). Seperti yang telah peneliti dapatkan dari setiap
masing-masing Zonasi memberikan nilai yang berbeda-beda. Pada zona A
memiliki kepadatan Gastropoda 3,76 ind/m2 memiliki kepadatan
Gastropoda terbesar karena kondisi habitat di Plot tersebut didominasi
hamparan karang serta genangan air yang cukup banyak sehingga
mendukung kehidupan Gastropoda.

Berbeda pada zona B memiliki

kepadatan Gastropoda terendah karena substrat berpasir yang tidak
menyediakan tempat melekat bagi organisme khususnya Gastropoda.
Tempat melekat berguna untuk bertahan dari aksi gelombang secara terus
menerus

yang dapat

menggerakkan partikel

substrat.

Kepadatan

Gastropoda terbesar terdapat pada Zona A karena habitatnya lebih basa
dan netral serta didominasi lumpur berpasir halus yang mendukung
kehidupan Gastropoda. Hal ini menunjukkan Gastropoda akan lebih
mudah untuk mendapatkan suplai nutrisi dan air yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya. Sedangkan Zonasi B atau terendah karena
substrat berupa lumpur berpasirnya lebih kasar sampai kerikil yang

memungkinkan sangat sedikit suplai yang didukung untuk Gastropoda
tersebut.
Keanekaragaman jenis pada suatu komunitas dikatakan tinggi jika
disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir
sama (Handayani, 2006). Seperti hasil yang telah didapatkan, bahwa
keanekaragaman pada Zona B lebih tinggi dibandingkan zonasi lainnya.
Tingginya nilai keanekaragaman tersebut karena kondisi habitat di lokasi
ini selalu terendam air dan memiliki substrat yang bervariasi. Sedangkan
keanekargaman terendah ditemukan pada Zona A yang ditandai dengan
keberadaan jenis yang menempati daerah tersebut tidak banyak. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh substrat yang cenderung homogen. Berdasarkan
Shannon-wiener (Krebs 1989) yang menyatakan bila H’ < 3,32 maka
keanekargaman

jenis

dinilai

rendah.

Pada

penelitian

ini,

hasil

keanekaragaman pada setiap Zonasi yaitu Zona A (0,21), Zona B (1,269)
dan Zona C (0,371). Heddy dan Kurniati (1996) menyatakan bahwa
keanekaragaman rendah menandakan ekosistem mengalami tekanan atau
kondisinya menurun.
Keseragaman tertinggi terdapat pada Zona B. Hal ini berarti bahwa
jumlah individu yang termasuk dalam tiap-tiap spesies yang berada pada
Zonasi tersebut jumlahnya cenderung seragam. Keseragaman yang tinggi
terutama didukung oleh kesuburan habitat yang dapat mendukung
kehidupan setiap spesies yang berada di tempat tersebut. Berbeda dengan
Zona A yang memiliki keseragaman terendah dari Zona B dan C. Hal ini
menyebabkan jumlah Gastropoda cenderung tidak seragam.
Terakhir yaitu Indeks Dominasi. Dimana digunakan untuk
menunjukkan

ada

tidaknya

organisme

makrozoobenthos

yang

mendominasi suatu lingkungan perairan (pakpahan et al. 2013). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Indeks Dominasi tertinggi terdapat pada
Zona A dengan spesies yang mendominasi yaitu Littorina scaba. Kondisi
tersebut pada Zona A sangat mendukung pertumbuhan spesies ini.
Littorina scaba

merupakan anggota kelas Gastropoda yang hidup di

dalam pasir didaerah perairan. Deskripsi dari Familia Littorinidae ini
memiliki cangkang tipis dengan spire mengerucut dan suture sederhana.
Spiral ridge lemah menyilang dengan garis pertumbuhan axial. Aperture
besar dan memucat. Body whorl membesar. Spire tingi dan tajam.
Columella dan pinggiran bibir bagian dalam licin. Bagian luar skulpur
dengan spiral striae dan garis pertumbuhan. Whorl jelas. Columella tanpa
umbilicus. Warna dan pola gambar pudar dan berubah-ubah. Littorina
scaba banyak ditemukan karena spesies ini merupakan golongan herbivor
yang memakan mikro flora yang menempel pada batang bakau (pearson,
1986). Ketersediaan makanan yang melimpah menjadi salah satu faktor
melimpahnya Littorina scaba. Selain itu, Littorina scaba dikenal telah
beradaptasi untuk hidip pada batang mangrove dengan berbagai kondisi
(Rosewater, 1970). Oleh karena itu salah satu fungsi hutan mangrove di
pantai bama adalah penyedia makanan bagi jenis herbivora seperti
Littorina scaba. Oleh karena itu, terjadinya dominasi dipengaruhi juga
oleh keberadaan lamun dan karang yang dapat berfungsi sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, bila keberadaan vegetasi tersebut mulai
menyusut atau sedikit, maka hanya jenis-jenis tertentu yang dapat bertahan
(Cappenberg & Panggabean 2005). Berbeda dengan Zona B yang
memiliki Indeks Dominasi terendah dari yang lainnya. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan spesies pada Zona tersebut tidak banyak.
Tingginya nilai similaritas antara Zona A, B dan C disebabkan oleh
kemiripan substrat perairan dibandingkan dengan Zona lainnya. Dari
beberapa spesies yang ditemukan pada setiap zonasi terdapat 1 spesies
yang sama yaitu hanya Littorina scaba. Secara umum kondisi perairan
pantai Bama masih berada dalam kisaran baku mutu air laut untuk
kehidupan biota laut. Namun analisis kualitas perairan menunjukkan
bahwa perairan pantai bama memiliki kelembaban air (Rh) sama yaitu
berkisar 10%. Berdasarkan vegetasi penyusunnya , hutan manggrove dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu hutan mangrove utama (major
mangrove), yaitu hutan mangrove yang tersusun atas satu jenis tumbuhan

saja; hutan mangrove ikutan (minor mangrove), yaitu magrove yang terdiri
atas jenis-jenis campuran; dan tumbuhan asosiasi (associated plants), yaitu
berbagai jenis tumbuhan yang berada di sekitar hutan mangrove yang
kehidupannya sangat bergantung pada kadar garam, dan kelompok
tumbuhan ini biasanya hidup di daerah yang hanya digenangi air laut pada
saat pasang maksimum saja (Thomlinson 1986). Dari masing-masing
Zonasi yang diteliti hanya 2 jenis manggrove yang diamati yaitu
manggrove Rhizopora stylosa atau sejenis bakau- bakauan dengan bakau
kayu api (Avicenia sp).
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Pertama,
Akses perjalanan dalam terjun ke lokasi penelitian membutuhkan waktu
yang lama. Dikarenakan perubahan pasang air laut yang memiliki
ketinggian lebih dari 150 centimeter, sehingga peneliti terlebih dahulu
menunggu untuk melihat perubahan pasang surut air laut tersebut. Tidak
hanya itu saja, melainkan keadaan turun ke dalam air laut harus melewati
beberapa ranting kayu mangrove yang lumayan tinggi dan harus berhatihati agar peneliti dapat terjun ke lapangan dengan kondisional yang baik.
Kedua, keterbatasan dalam pembuatan plot, dimana peneliti hanya
membuat plot di tiga tempat saja dari tiap-tiap zonasi yaitu zonasi kering,
lembab dan basah. Oleh karena itu, peneliti hanya mengamati pada zonas