PERANAN FAKTOR HOST AGENT DAN LINGKUNGAN
PERANAN FAKTOR HOST, AGENT DAN LINGKUNGAN PADA
TERJADINYA PENYAKIT RABIES,
PERJALANAN ALAMIAH DAN TAHAP-TAHAP PENCEGAHANNYA
OLEH
Ni Made Sri Muliati
(13121001019)
Komang Ratnasari
(13121001021)
Ni Luh Putu Ari Widhiantari
(13121001022)
Elisabeth Matrona Sintia Parera
(13121001024)
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN, SAINS, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DHYANA PURA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................5
2.1 Sejarah Penyakit Rabies...............................................................5
2.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Rabies...................6
2.3 Perjalanan Alamiah Penyakit Rabies...........................................7
2.4 Tahap-tahap Pencegahan Penyakit Rabies...................................8
BAB III PENUTUP..........................................................................................12
3.1 Simpulan......................................................................................12
3.2 Saran............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang menyerang sistem saraf
pusat sehingga dapat menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR
(Case Fatality Rate) 100%. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus
Lyssavirus family Rhabdovirus dan dapat menyerang ke semua spesies
mamalia termasuk manusia. Penyakit ini disebarkan oleh hewan tertular
rabies, di Indonesia anjing merupakan pembawa utama yang dapat
melangsungkan siklus infeksi penyakit rabies. Adanya kontak antara air liur
dengan membrana mukosa atau melalui luka dapat menyebabkan penularan
rabies. Hal tersebut sama halnya dengan akibat gigitan atau cakaran yang juga
dapat menularkan infeksi.
Rabies menjadi salah satu perhatian utama pada sektor kesehatan
masyarakat di beberapa negara di Asia. Penyakit ini bersifat endemis di
Indonesia menyerang 24 dari 33 propinsi yang ada dan rata-rata 150-300
kasus kematian manusia akibat rabies setiap tahunnya. Kasus rabies pertama
kali dilaporkan di Jawa Barat pada kerbau tahun 1884, pada anjing tahun
1889, dan pada manusia tahun 1894. Rabies merupakan salah satu penyakit
yang menjadi prioritas secara nasional. Meskipun Bali secara historis
merupakan wilayah bebas rabies, namun kasus pertama pada hewan dan
manusia telah dikonfirmasi di Kabupaten Badung pada akhir tahun 2008.
Sejak saat itu, penyakit ini menyebar secara cepat, mencapai puncaknya, dan
hingga Juni 2010 seluruh kabupaten dan kota telah tertular. Guna
memberantas kasus tersebut pemerintah melakukan upaya pencegahan dan
pengendalian, termasuk vaksinasi anjing secara massal, surveilans, depopulasi
anjing liar, dan peningkatan kesadaran masyarakat. (OSIR,2013)
Dalam penyebaran penyakit tersebut tentunya faktor host, agent dan
lingkungan memiliki peran yang penting oleh karena itu dalam makalah ini
penulis membahas mengenai peranan faktor host, agent dan lingkungan pada
penyakit rabies, perjalanan alamiah dari penyakit rabies, serta upaya
pencegahan baik primer, sekunder maupun tersier guna meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit tersebut.
3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah munculnya penyakit rabies ?
1.2.2 Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit rabies ?
1.2.3 Bagaimana perjalanan alamiah penyakit rabies ?
1.2.4 Bagaimana tahap-tahap pencegahan penyakit rabies ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sejarah munculnya penyakit rabies
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit rabies
1.3.3 Mengetahui perjalanan alamiah penyakit rabies
1.3.4 Mengetahui tahap-tahap pencegahan penyakit rabies
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Penyakit Rabies
Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah
dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan
aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia
hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM).
Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM)
dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama
kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada
manusia dengan rabies pada hewan.
Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser
(1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan
pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah
tertular rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II
peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit
rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
(1958), Sumatera Selatan (1959), D.I.Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta
(1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan
Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan
(1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar
Biasa) rabies muncul di Kab.Flores Timur-NTT sebagai akibat pemasukan
secara ilegal anjing dari pulau Buton-Sulawesi Tenggara yang merupakan
daerah endemik rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa provinsi di
kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas pulau pulau kecil di sekeliling
Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Rabies
2.2.1 Faktor Host
5
Faktor Host pada penyakit rabies merupakan hewan-hewan
yang terkena virus rabies (anjing, kucing, monyet, musang, kelelawar,
tupai) dan juga manusia. Semua mamalia pada dasarnya peka terhadap
infeksi virus rabies tetapi terdapat urutan kepekaan dari berbagai
spesies dari mamalia. Mamalia yang paling peka dan seringkali
merupakan kasus rabies spontan adalah golongan anjing misalnya
anjing domestikasi (anjing peliharaan), anjing hutan, serigala dan
rubah. Beberapa spesies lain digolongkan ke dalam kepekaan sedang
yaitu musang, sigung dan kelelawar. Sedangkan yang kurang
kepekaannya adalah golongan tupai.
Manusia umumnya tertular karena gigitan hewan penderita
rabies, dimana virus rabies akan berada dalam kelenjar ludah hewan
yang terinfeksi sekitar lima sampai tujuh hari sebelum gejala klinis
terlihat. Terdapat dua bentuk epizootic rabies yaitu urban rabies yang
terjadi pada jenis mamalia pet animal dan sylvatic rabies yang terjadi
pada jenis mamalia liar.
Kepekaan terhadap infeksi rabies dan masa inkubasinya
tergantung pada latar belakang genetik dari host, strain virus rabies,
konsentrasi reseptor virus pada host cell, jumlah inokulum, serta jarak
antara tempat masuknya virus ke host cell dengan central nervous
system.
2.2.2
Faktor Agent
Faktor Agent dari penyakit rabies disebabkan oleh Rhabdovirus
atau virus rabi dari genus Lyssavirus. Rhabdovirus berasal dari bahasa
Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk batang dan Virus yang
berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai
bentuk seperti batang. Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian
tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang
pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih
dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm,
tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka
terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium,
6
fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam
larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam
dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40
C dapat tahan selama bebarapa tahun.
2.2.3
Faktor Lingkungan
Penyakit ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat
terkontaminasi virus rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal
di lingkungan tersebut. Penyebaran penyakit rabies terjadi dimanamana dari daerah kutub hingga daerah tropis dengan demikian kondisi
iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung kejadian rabies
di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat hewan
mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan,
semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies
kemungkinan tersebarnya rabies semakin besar. Direktorat Jenderal
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian menyatakan bahwa
daerah kota lebih jarang terjadinya kasus rabies daripada daerah
pedesaan.
2.3 Perjalanan Alamiah Penyakit Rabies
2.3.1 Patogenesis
Penularan Rabies pada manusia umumnya melalui luka gigitan
hewan penderita rabies, walaupun dapat juga terjadi melalui kulit yang
lecet akibat cakaran hewan penderita rabies. Virus rabies yang ada pada
ludah hewan penderita rabies akan masuk ke host melalui luka. Replikasi
awal virion ini terjadi pada jaringan otot bergaris atau jaringan sub epitel
dan akan berlangsung terus hingga konsentrasi virus mencapai maksimal
yang berakhir sampai ujung saraf yang sensitif atau sampai ke neuron.
Virus Rabies ini rupanya mengikat diri pada reseptor sel berupa Achreceptor (Acetylcholine esterase) pada sel neuron sampai ke daerah
akson. Pada fase berikutnya terjadi perpindahan infeksi pasif asam inti
virus secara sentripetal di dalam akson menuju ke Central Nervus
System. Daerah pertama yang dicapai pada masa perpindahan ini adalah
7
sumsum tulang dan segera mengadakan replikasi. Apabila hasil dari
replikasi ini semakin banyak pada sel saraf , maka akan terjadi kerusakan
sistem saraf terutama sistem saraf perifer. Perubahan perilaku dapat
terjadi pada fase ini, hal ini kemungkinan karena terjadi kerusakan sel
saraf akibat replikasi virus yang sangat banyak sehingga terjadi pula
kerusakan pada sel saraf / korteks yang mengatur perilaku. Hal ini pula
yang dikatakan sebagai ciri spesifik dari infeksi virus rabies. Pada
Central Nervus System juga terjadi infeksi oleh virus rabies ini, sehingga
kemungkinan dapat terjadi depresi, koma, bahkan kematian. Selain itu,
pada saat yang sama juga terjadi replikasi virus rabies yang sangat
banyak pada sistem saraf perifer, virus ini bergerak secara sentrifugal di
dalam sistem saraf perifer dan berjalan secara pasif lagi di dalam akson.
(Rantam FA,2005)
2.3.2 Gejala Klinis
Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :
1. Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat
berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya
perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari
tempat-tempat
yang
dingin/gelap,
menyendiri,
reflek
kornea
berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya.
Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila
ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti
oleh kenaikan suhu badan.
2. Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap
prodromal, bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai
garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan
hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi
murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan
8
mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya
akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.
3. Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga
sulit untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut
pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau,
sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium
1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf
pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan
rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi
yang berlebihan terhadap rangsangan sensoris.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi
dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus,
ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras.
Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita
menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi
argresif, halusinasi,dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku
kejang.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala
eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini
9
karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan
gejala paresis otot-otot pernafasan.
2.4 Tahap-Tahap Pencegahan Penyakit Rabies
2.4.1 Pencegahan Primer
1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,
kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang
masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies ke
daerah bebas rabies.
4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera,
70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km di sekitar lokasi
kasus.
5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing,
kucing yang telah divaksinasi.
6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan
dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus
didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas
Peternakan setempat.
8. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies
sekurang-kurangnya 1 meter.
2.4.2 Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan
risiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau
dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.
Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu
pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk
mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah
observasi hewan.
Risiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat
besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies
10
atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin
mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan
bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
2.4.3
Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang
mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan
rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies
berdasarkan
pemeriksaan
klinis
atau
laboratorium
dari
Dinas
Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera
mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan
yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyakit rabies telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi dan
berkembang sedemikian rupa dan menyebar ke berbagai daerah. Penyakit
rabies merupakan penyakit infeksi akut dari susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh Rhabdovirus atau virus rabi dari genus Lyssavirus.Virus ini
ditularkan ke manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan (air liur)
hewan yang terinfeksi rabies.
Dalam penyebaran penyakit faktor host, agent dan lingkungan berperan
penting, tanpa adanya host (manusia, anjing, kucing) maka agent (virus rabies)
11
tidak dapat hidup dan mereplikasi diri lalu tanpa lingkungan interaksi antara
host dan agent tidak mungkin terjadi.
Perjalanan penyakitnya dimulai ketika host / manusia digigit anjing,
dimana host tersebut sudah terkontaminasi dengan air liurnya sehingga
menimbulkan gejala klinis seperti sakit kepala, demam. Setelah mengetahui
gejala klinis tersebut maka direkomendasikan ke rumah sakit untuk
penanganan yang lebih serius.
3.2 Saran
Perlu keterlibatan dari berbagai pihak untuk meminimalisir penyebaran
penyakit rabies mengingat bahwa siapapun dapat terkena penyakit ini, tidak
hanya dari segi pemerintah yang menggalakan berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan namun warga masyarakat juga harus turut serta dan sadar akan
kondisi lingkungan sekitarnya. Terlebih lagi kini dengan kondisi sulitnya
vaksin rabies maka upaya pencegahan adalah satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan untuk menekan angka kejadian rabies.
12
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto E, Anggreni D. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:EGC
Cahyo Mulyatno,Kris.Virus Rabies(Rhabdovirus).tersedia : http://www.itd.unair.
ac.id/files/pdf/protocol1/Virus%20Rabies.pdf.
diakses
pada:
22
September 2015
Evalina.2010.Penyakit Rabies.Tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/16929/4/Chapter%20II.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Hiswani.2003.Pencegahan
dan
Rabies.tersedia:http://library.usu
Pemberantasan
.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani10.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Nugroho DK, Pudjiatmoko, Diarmitha IK, Tum S, Schoonman L.2013. Analisa
Data
Surveilans
Rabies
(2008-2011)
di
Propinsi
Bali,
Indonesia.tersedia :http://www.osirjournal.net/upload/files/2_%20Rabies
%20Indonesia%20%28local%29.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Rahayu,Asih.2010.Rabies.tersedia:http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/V
ol1.no2.Juli2010/RABIES.pdf. diakses pada : 22 September 2015
13
TERJADINYA PENYAKIT RABIES,
PERJALANAN ALAMIAH DAN TAHAP-TAHAP PENCEGAHANNYA
OLEH
Ni Made Sri Muliati
(13121001019)
Komang Ratnasari
(13121001021)
Ni Luh Putu Ari Widhiantari
(13121001022)
Elisabeth Matrona Sintia Parera
(13121001024)
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN, SAINS, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DHYANA PURA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................5
2.1 Sejarah Penyakit Rabies...............................................................5
2.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Rabies...................6
2.3 Perjalanan Alamiah Penyakit Rabies...........................................7
2.4 Tahap-tahap Pencegahan Penyakit Rabies...................................8
BAB III PENUTUP..........................................................................................12
3.1 Simpulan......................................................................................12
3.2 Saran............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang menyerang sistem saraf
pusat sehingga dapat menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR
(Case Fatality Rate) 100%. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus
Lyssavirus family Rhabdovirus dan dapat menyerang ke semua spesies
mamalia termasuk manusia. Penyakit ini disebarkan oleh hewan tertular
rabies, di Indonesia anjing merupakan pembawa utama yang dapat
melangsungkan siklus infeksi penyakit rabies. Adanya kontak antara air liur
dengan membrana mukosa atau melalui luka dapat menyebabkan penularan
rabies. Hal tersebut sama halnya dengan akibat gigitan atau cakaran yang juga
dapat menularkan infeksi.
Rabies menjadi salah satu perhatian utama pada sektor kesehatan
masyarakat di beberapa negara di Asia. Penyakit ini bersifat endemis di
Indonesia menyerang 24 dari 33 propinsi yang ada dan rata-rata 150-300
kasus kematian manusia akibat rabies setiap tahunnya. Kasus rabies pertama
kali dilaporkan di Jawa Barat pada kerbau tahun 1884, pada anjing tahun
1889, dan pada manusia tahun 1894. Rabies merupakan salah satu penyakit
yang menjadi prioritas secara nasional. Meskipun Bali secara historis
merupakan wilayah bebas rabies, namun kasus pertama pada hewan dan
manusia telah dikonfirmasi di Kabupaten Badung pada akhir tahun 2008.
Sejak saat itu, penyakit ini menyebar secara cepat, mencapai puncaknya, dan
hingga Juni 2010 seluruh kabupaten dan kota telah tertular. Guna
memberantas kasus tersebut pemerintah melakukan upaya pencegahan dan
pengendalian, termasuk vaksinasi anjing secara massal, surveilans, depopulasi
anjing liar, dan peningkatan kesadaran masyarakat. (OSIR,2013)
Dalam penyebaran penyakit tersebut tentunya faktor host, agent dan
lingkungan memiliki peran yang penting oleh karena itu dalam makalah ini
penulis membahas mengenai peranan faktor host, agent dan lingkungan pada
penyakit rabies, perjalanan alamiah dari penyakit rabies, serta upaya
pencegahan baik primer, sekunder maupun tersier guna meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit tersebut.
3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah munculnya penyakit rabies ?
1.2.2 Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit rabies ?
1.2.3 Bagaimana perjalanan alamiah penyakit rabies ?
1.2.4 Bagaimana tahap-tahap pencegahan penyakit rabies ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sejarah munculnya penyakit rabies
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit rabies
1.3.3 Mengetahui perjalanan alamiah penyakit rabies
1.3.4 Mengetahui tahap-tahap pencegahan penyakit rabies
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Penyakit Rabies
Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah
dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan
aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia
hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM).
Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM)
dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama
kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada
manusia dengan rabies pada hewan.
Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser
(1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan
pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah
tertular rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II
peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit
rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
(1958), Sumatera Selatan (1959), D.I.Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta
(1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan
Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan
(1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar
Biasa) rabies muncul di Kab.Flores Timur-NTT sebagai akibat pemasukan
secara ilegal anjing dari pulau Buton-Sulawesi Tenggara yang merupakan
daerah endemik rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa provinsi di
kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas pulau pulau kecil di sekeliling
Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Rabies
2.2.1 Faktor Host
5
Faktor Host pada penyakit rabies merupakan hewan-hewan
yang terkena virus rabies (anjing, kucing, monyet, musang, kelelawar,
tupai) dan juga manusia. Semua mamalia pada dasarnya peka terhadap
infeksi virus rabies tetapi terdapat urutan kepekaan dari berbagai
spesies dari mamalia. Mamalia yang paling peka dan seringkali
merupakan kasus rabies spontan adalah golongan anjing misalnya
anjing domestikasi (anjing peliharaan), anjing hutan, serigala dan
rubah. Beberapa spesies lain digolongkan ke dalam kepekaan sedang
yaitu musang, sigung dan kelelawar. Sedangkan yang kurang
kepekaannya adalah golongan tupai.
Manusia umumnya tertular karena gigitan hewan penderita
rabies, dimana virus rabies akan berada dalam kelenjar ludah hewan
yang terinfeksi sekitar lima sampai tujuh hari sebelum gejala klinis
terlihat. Terdapat dua bentuk epizootic rabies yaitu urban rabies yang
terjadi pada jenis mamalia pet animal dan sylvatic rabies yang terjadi
pada jenis mamalia liar.
Kepekaan terhadap infeksi rabies dan masa inkubasinya
tergantung pada latar belakang genetik dari host, strain virus rabies,
konsentrasi reseptor virus pada host cell, jumlah inokulum, serta jarak
antara tempat masuknya virus ke host cell dengan central nervous
system.
2.2.2
Faktor Agent
Faktor Agent dari penyakit rabies disebabkan oleh Rhabdovirus
atau virus rabi dari genus Lyssavirus. Rhabdovirus berasal dari bahasa
Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk batang dan Virus yang
berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai
bentuk seperti batang. Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian
tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang
pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih
dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm,
tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka
terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium,
6
fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam
larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam
dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40
C dapat tahan selama bebarapa tahun.
2.2.3
Faktor Lingkungan
Penyakit ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat
terkontaminasi virus rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal
di lingkungan tersebut. Penyebaran penyakit rabies terjadi dimanamana dari daerah kutub hingga daerah tropis dengan demikian kondisi
iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung kejadian rabies
di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat hewan
mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan,
semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies
kemungkinan tersebarnya rabies semakin besar. Direktorat Jenderal
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian menyatakan bahwa
daerah kota lebih jarang terjadinya kasus rabies daripada daerah
pedesaan.
2.3 Perjalanan Alamiah Penyakit Rabies
2.3.1 Patogenesis
Penularan Rabies pada manusia umumnya melalui luka gigitan
hewan penderita rabies, walaupun dapat juga terjadi melalui kulit yang
lecet akibat cakaran hewan penderita rabies. Virus rabies yang ada pada
ludah hewan penderita rabies akan masuk ke host melalui luka. Replikasi
awal virion ini terjadi pada jaringan otot bergaris atau jaringan sub epitel
dan akan berlangsung terus hingga konsentrasi virus mencapai maksimal
yang berakhir sampai ujung saraf yang sensitif atau sampai ke neuron.
Virus Rabies ini rupanya mengikat diri pada reseptor sel berupa Achreceptor (Acetylcholine esterase) pada sel neuron sampai ke daerah
akson. Pada fase berikutnya terjadi perpindahan infeksi pasif asam inti
virus secara sentripetal di dalam akson menuju ke Central Nervus
System. Daerah pertama yang dicapai pada masa perpindahan ini adalah
7
sumsum tulang dan segera mengadakan replikasi. Apabila hasil dari
replikasi ini semakin banyak pada sel saraf , maka akan terjadi kerusakan
sistem saraf terutama sistem saraf perifer. Perubahan perilaku dapat
terjadi pada fase ini, hal ini kemungkinan karena terjadi kerusakan sel
saraf akibat replikasi virus yang sangat banyak sehingga terjadi pula
kerusakan pada sel saraf / korteks yang mengatur perilaku. Hal ini pula
yang dikatakan sebagai ciri spesifik dari infeksi virus rabies. Pada
Central Nervus System juga terjadi infeksi oleh virus rabies ini, sehingga
kemungkinan dapat terjadi depresi, koma, bahkan kematian. Selain itu,
pada saat yang sama juga terjadi replikasi virus rabies yang sangat
banyak pada sistem saraf perifer, virus ini bergerak secara sentrifugal di
dalam sistem saraf perifer dan berjalan secara pasif lagi di dalam akson.
(Rantam FA,2005)
2.3.2 Gejala Klinis
Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :
1. Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat
berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya
perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari
tempat-tempat
yang
dingin/gelap,
menyendiri,
reflek
kornea
berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya.
Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila
ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti
oleh kenaikan suhu badan.
2. Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap
prodromal, bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai
garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan
hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi
murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan
8
mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya
akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.
3. Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga
sulit untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut
pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau,
sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium
1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf
pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan
rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi
yang berlebihan terhadap rangsangan sensoris.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi
dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus,
ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras.
Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita
menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi
argresif, halusinasi,dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku
kejang.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala
eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini
9
karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan
gejala paresis otot-otot pernafasan.
2.4 Tahap-Tahap Pencegahan Penyakit Rabies
2.4.1 Pencegahan Primer
1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,
kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang
masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies ke
daerah bebas rabies.
4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera,
70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km di sekitar lokasi
kasus.
5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing,
kucing yang telah divaksinasi.
6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan
dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus
didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas
Peternakan setempat.
8. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies
sekurang-kurangnya 1 meter.
2.4.2 Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan
risiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau
dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.
Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu
pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk
mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah
observasi hewan.
Risiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat
besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies
10
atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin
mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan
bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
2.4.3
Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang
mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan
rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies
berdasarkan
pemeriksaan
klinis
atau
laboratorium
dari
Dinas
Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera
mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan
yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyakit rabies telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi dan
berkembang sedemikian rupa dan menyebar ke berbagai daerah. Penyakit
rabies merupakan penyakit infeksi akut dari susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh Rhabdovirus atau virus rabi dari genus Lyssavirus.Virus ini
ditularkan ke manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan (air liur)
hewan yang terinfeksi rabies.
Dalam penyebaran penyakit faktor host, agent dan lingkungan berperan
penting, tanpa adanya host (manusia, anjing, kucing) maka agent (virus rabies)
11
tidak dapat hidup dan mereplikasi diri lalu tanpa lingkungan interaksi antara
host dan agent tidak mungkin terjadi.
Perjalanan penyakitnya dimulai ketika host / manusia digigit anjing,
dimana host tersebut sudah terkontaminasi dengan air liurnya sehingga
menimbulkan gejala klinis seperti sakit kepala, demam. Setelah mengetahui
gejala klinis tersebut maka direkomendasikan ke rumah sakit untuk
penanganan yang lebih serius.
3.2 Saran
Perlu keterlibatan dari berbagai pihak untuk meminimalisir penyebaran
penyakit rabies mengingat bahwa siapapun dapat terkena penyakit ini, tidak
hanya dari segi pemerintah yang menggalakan berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan namun warga masyarakat juga harus turut serta dan sadar akan
kondisi lingkungan sekitarnya. Terlebih lagi kini dengan kondisi sulitnya
vaksin rabies maka upaya pencegahan adalah satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan untuk menekan angka kejadian rabies.
12
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto E, Anggreni D. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:EGC
Cahyo Mulyatno,Kris.Virus Rabies(Rhabdovirus).tersedia : http://www.itd.unair.
ac.id/files/pdf/protocol1/Virus%20Rabies.pdf.
diakses
pada:
22
September 2015
Evalina.2010.Penyakit Rabies.Tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/16929/4/Chapter%20II.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Hiswani.2003.Pencegahan
dan
Rabies.tersedia:http://library.usu
Pemberantasan
.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani10.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Nugroho DK, Pudjiatmoko, Diarmitha IK, Tum S, Schoonman L.2013. Analisa
Data
Surveilans
Rabies
(2008-2011)
di
Propinsi
Bali,
Indonesia.tersedia :http://www.osirjournal.net/upload/files/2_%20Rabies
%20Indonesia%20%28local%29.pdf. diakses pada : 22 September 2015
Rahayu,Asih.2010.Rabies.tersedia:http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/V
ol1.no2.Juli2010/RABIES.pdf. diakses pada : 22 September 2015
13