Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dan Efikasi Diri Guru Dengan Kinerja Guru: Studi Pada 16 SMP Sub Rayon 04 Semarang

Kepala Sekolah Dan Efikasi Diri Guru Dengan Kinerja Guru: Studi Pada 16 SMP Sub Rayon 04 Semarang

TESIS diajukan kepada

Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Pendidikan

Oleh: YOSAFAT MASAGUNG PERDATA

NIM : 942010055

Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

MOTTO

“Tell me and I will forget. Teach me and I will remember. Involve me and I will learn. ”

Benjamin Franklin

“Give me a fish and I eat for a day. Teach me to fish and I

eat for a lifetime. ”

Chinese Proverb

Dipersembahkan untuk: Orang tua terkasih T. A. Katman dan Th. Sri Astuti

Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dan Efikasi Diri Guru Terhadap Kinerja Guru: Studi Pada 16 SMP Sub Rayon 04 Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pandangan guru tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, efikasi diri guru dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 195 responden dengan teknik simple random sampling. Data dikumpulkan menggunakan skala Likert dengan item-item yang valid dan reliabel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus korelasi Pearson product moment, yang didahului analisis prasyarat melalui uji normalitas sebaran data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara: (1) kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi r x1y = 0,497, p=0,000 < 0,05; (2) efikasi diri guru dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi r x2y = 0,395, p=0,000 < 0,05; (3) kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru secara bersama-sama dengan kinerja guru R x1.2y = 0,540, p=0,000 < 0,05.

Relationship Between Principals Transformational Leadership and Teachers Self-Efficacy Toward Teachers Performance: Study In 16 SMP of Sub Rayon 04 Semarang

ABSTRACT

The present study aims to examine the significance relationship of teachers’ view about principals’ transformational leadership and teachers’ self- efficacy toward teachers’ performance in SMP Sub Rayon 04 Semarang. Data for this survey were collected from 195 teachers using simple random

sampling technique. All valid and reliable data were constructed by using Likert scale. Normality tests conducted as a prerequisite to determine if data set is well-modeled by a normal distribution, then Pearson product moment was used for further analys is.Research shows that significance relationships are exist between: (1) principals’ transformational leadership towards teachers’ performance with correlation coefficient r x1y = 0,497, p=0,000 < 0,05; (2) teachers’ self-efficacy towards teachers’ performance with coefficient correlation r x2y = 0,395, p=0,000 < 0,05; (3) principals’ transformational leadership and teachers’ self-efficacy simultaneously toward t eachers’ performance with coefficient R x1.2y = 0,540, p=0,000 < 0,05.

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur bagi Allah Bapa melalui Tuhan Yesus yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menjalani perkuliahan sampai dengan penyelesaian penulisan tesis yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Efikasi Diri Guru Terhadap Kinerja Mengajar Guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang ini. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih bagi para pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian tesis ini:

1. Kepala program studi Magister Manajemen Pendidikan, Dr. Bambang Ismanto, M.Si.

2. Prof. J.T. Lobby Loekmono, Ph.D. dan Prof. Daniel D. Kameo, M.A., Ph.D. yang telah memberikan bimbingan, panduan, bantuan dan pencerahan selama penulisan tesis ini;

3. Prof. Dr. Ir. Eko Sediyono, M. Kom. selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan, koreksi, dan saran akan kekurangan dari tesis ini;

4. Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di SMP Sub Rayon 04 Kota Semarang;

5. Para guru dan kepala sekolah SMP Sub Rayon 04 Kota Semarang yang telah bekerjasama dengan penulis dalam melakukan penelitian ini;

6. T.A. Katman dan Th. Sri Astuti atas semua yang telah diberikan untuk penulis baik secara mental, spiritual dan material selama proses studi hingga penyelesaian penyusunan tesis dan ke depannya;

7. Ibu D. Indriyati, Lani Prabawati, Yohana Elsa, dan Yudith Selly atas semua doa, dukungan dan bantuan tanpa pamrih yang diberikan;

8. Seluruh dosen dan staf administrasi PPs. MMP UKSW yang telah banyak membekali ilmu dan pengalaman baik selama proses studi hingga penyelesaian penulisan tesis;

9. Semua teman-teman dan banyak pihak yang ada di Salatiga dan tempat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan;

Penulis menyadari akan kekurangan dari penelitian ini, oleh karena itu kritik dan saran serta masukan sangat bermanfaat bagi kelengkapan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang telah terdapat dalam tesis ini dapat berguna khususnya bagi para guru dan kepala sekolah dalam pengembangan pendidikan dan manajemen pendidikan secara umum.

Salatiga, Desember 2014

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1: Hasil Uji Validitas Item Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ..................................... 65

Tabel 3.2: Hasil Uji Validitas Item Efikasi Diri Guru .............................................. 66 Tabel 3.3: Hasil Uji Validitas Item Kinerja Guru ..... 67 Tabel 3.4: Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach .... 68 Tabel 3.5: Hasil Uji Reliabilitas

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ...................................... 69

Tabel 3.6: Hasil Uji Reliabilitas Efikasi Diri Guru .............................................. 69 Tabel 3.7: Hasil Uji Reliabilitas Kinerja Guru ......... 70 Tabel 4.1: Deskripsi Responden ............................. 71 Tabel 4.2: Masa Kerja Guru ................................... 72 Tabel 4.3: Hasil Uji Normalitas Data....................... 73 Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Kinerja Guru ......... 75 Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ...................................... 77

Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Guru .............................................. 77 Tabel 4.7: Hasil Korelasi antara Kepemimpinan Transformasional dengan Kinerja Guru ......................................... 78

Tabel 4.8: Hasil Korelasi antara Efikasi Diri Guru dengan Kinerja Guru .................... 79 Tabel 4.9: Hasil Korelasi antara Kepemimpinan

Transformasional dan Efikasi Diri Guru dengan Kinerja Guru ……………………….80

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja guru dalam pendidikan merupakan faktor penting yang dapat menentukan baik buruknya pendidikan

dan kesuksesan mencapai tujuan pendidikan. Peran guru sangat erat hubungannya dalam keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan dan proses belajar mengajar. Pendidikan merupakan faktor penting dalam proses pembentukan karakter manusia dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Danim (2006) mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses pemanusiaan menuju insan yang bernilai secara kemanusiaan.

dengan kata lain menunjukkan bahwa tujuan yang utama dari pendidikan adalah proses “memanusiakan” manusia untuk menjadi manusia. Oleh karena itu, guru sebagai tenaga pendidik di sekolah memiliki kewajiban dalam proses pelaksanaan pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, berdedikasi tinggi, kreatif dan inovatif, sehingga berjalan dengan baik sesuai dengan sistem dan norma yang berlaku (Sedarmayanti, 2004).

Pernyataan

tersebut

Kinerja guru dalam penyelenggaraan pendidikan sangat penting dapat menentukan kualitas sumber daya manusia. Dalam melaksanakan kewajibannya, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru di sekolah dan memiliki keterkaitan, misalnya faktor kepemimpinan kepala sekolah dan efikasi diri guru.

Menurut Andrew dan Morefield dalam Zainal (2008) kepala sekolah sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif di lingkungan kerjanya (sekolah) sehingga tercipta atmosfer yang baik pula dalam lingkungan kerja tersebut. Demi terciptanya suasana kerja, seorang kepala sekolah harus sering berinteraksi dengan staf yang ada di sekolah tersebut khususnya para guru. Diharapkan, dengan terciptanya suasana dan atmosfer kerja yang kondusif, para guru dapat memiliki kinerja yang baik demi pencapaian tujuan pendidikan.

Lazaridou (2009) juga menambahkan bahwa pemimpin yang berkualitas adalah seseorang yang inovatif, mampu mebuat keputusan dengan tepat, mampu berkomunikasi dengan para staf dengan baik, serta membuat perkembangan dengan kegiatan yang bersifat profesional. Kantrowitz dan Matthews (2007) berpendapat bahwa kepala sekolah pada zaman seperti ini tidak hanya menjadi pemimpin dan manajer dalam sekolah yang efektif, tetapi juga bertanggung jawab Lazaridou (2009) juga menambahkan bahwa pemimpin yang berkualitas adalah seseorang yang inovatif, mampu mebuat keputusan dengan tepat, mampu berkomunikasi dengan para staf dengan baik, serta membuat perkembangan dengan kegiatan yang bersifat profesional. Kantrowitz dan Matthews (2007) berpendapat bahwa kepala sekolah pada zaman seperti ini tidak hanya menjadi pemimpin dan manajer dalam sekolah yang efektif, tetapi juga bertanggung jawab

Cara yang dipakai kepala sekolah dalam mempengaruhi elemen yang ada di kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan. Yukl (2010) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan usaha atau cara seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi

dengan memperhatikan unsur-unsur falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap karyawan. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah gaya kepemimpinan yang dapat mendorong atau memotivasi bawahannya, menumbuhkan sikap positif bawahan pada pekerjaan dan organisasi, dan mudah menyesuaikan

situasi. Gaya kepemimpinan seperti ini pada dasarnya merupakan gaya

dengan

segala

kepemimpinan transformasional yang menekankan pada pentingnya seorang pemimpin dalam menciptakan visi dan lingkungan yang dapat memotivasi para bawahan untuk berprestasi melebihi dari harapannya.

James McGregor Burns adalah orang pertama kali yang mengembangkan gaya kepemimpinan transformasional untuk diterapkan dalam dunia politik. Burns dalam Wijaya (2005) mengatakan: James McGregor Burns adalah orang pertama kali yang mengembangkan gaya kepemimpinan transformasional untuk diterapkan dalam dunia politik. Burns dalam Wijaya (2005) mengatakan:

Kepemimpinan transformasional sebagai proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama sama saling meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya. Kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan peran pemimpin yang memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung-jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan (Nurdin, 2013). Dengan demikian gaya kepemimpinan

kepala sekolah dideskripsikan sebagai gaya kepemimpinan yang membangkitkan atau memberdayakan seluruh elemen yang ada di sekolah sehingga berkembang dan mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya (Bass dalam Yukl, 2010).

transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah memiliki hubungan dengan kinerja guru, seperti dari hasil penelitian Loekmono dan Harijanti (2013) terhadap 172 orang guru SD di Kecamatan Bandungan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa kepemimpinan

kepala sekolah memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja

transformasional transformasional

Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Saripudin (2009) terhadap 77 orang guru Madrasah Aliyah se-Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kinerja guru. Penelitian ini memperoleh nilai r= -0,771 dan p= 0,293 > 0,05 yang berarti bahwa kepemimpinan

tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kinerja guru. Adanya perbedaan hasil penelitian Loekmono dan Harijanti (2013) dengan Saripudin (2009) yang kontradiktif ini hendak dilakukan penelitian ulang untuk memastikan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru.

transformasional

Untuk mencapai tujuan pendidikan, para guru juga harus memiliki keyakinan akan kemampuan dalam diri mereka bahwa tugas dan kewajiban yang mereka emban dapat dilaksanakan dengan sukses, dan keyakinan akan kemampuan mereka ini disebut efikasi diri. Efikasi diri telah menjadi satu konsep penting di antara para peneliti pendidikan sejak Albert Bandura memperkenalkannya pada tahun 1970-an lewat social learning theory yang kemudian dimodifikasi menjadi Untuk mencapai tujuan pendidikan, para guru juga harus memiliki keyakinan akan kemampuan dalam diri mereka bahwa tugas dan kewajiban yang mereka emban dapat dilaksanakan dengan sukses, dan keyakinan akan kemampuan mereka ini disebut efikasi diri. Efikasi diri telah menjadi satu konsep penting di antara para peneliti pendidikan sejak Albert Bandura memperkenalkannya pada tahun 1970-an lewat social learning theory yang kemudian dimodifikasi menjadi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pajares (1996) membuktikan bahwa “self-efficacy is closely

related to the academic performances .” Penelitian ini membuktikan bahwa efikasi diri yang dimiliki guru erat kaitannya dengan kinerja akademik yang ada di sekolah. Para peneliti lain juga membuktikan pengaruh efikasi diri guru terhadap elemen-elemen pengajaran. Misalnya, Gibson dan Dembo (1984) membuktikan bahwa efikasi diri guru merupakan satu kontributor signifikan terhadap perbedaan individu dalam efektivitas pengajaran. Dalam manajemen kelas, Henson et al (2001) menegaskan bahwa “teacher self- efficacy is an important variable which influences related to the academic performances .” Penelitian ini membuktikan bahwa efikasi diri yang dimiliki guru erat kaitannya dengan kinerja akademik yang ada di sekolah. Para peneliti lain juga membuktikan pengaruh efikasi diri guru terhadap elemen-elemen pengajaran. Misalnya, Gibson dan Dembo (1984) membuktikan bahwa efikasi diri guru merupakan satu kontributor signifikan terhadap perbedaan individu dalam efektivitas pengajaran. Dalam manajemen kelas, Henson et al (2001) menegaskan bahwa “teacher self- efficacy is an important variable which influences

efikasi diri guru adalah variabel penting dalam sekolah yang

dalam melakukan pendekatan pemilihan manajemen kelas. Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki oleh guru, maka akan berpengaruh pada efektivitas kinerja mereka (Moran & Hoy, 2001). Guru yang memiliki efikasi diri yang tinggi dikatakan dapat mempengaruhi perilaku mengajar mereka sehingga dapat berpengaruh juga terhadap motivasi dan pencapaian para siswa (Skaalvik & Skaalvik, 2010). Sebaliknya, guru yang memiliki efikasi diri yang rendah dapat mengalami kesulitan dalam mengajar, sehingga bisa menimbulkan stress dalam pekerjaan dan berpengaruh pada kepuasan kerja mereka (Klassen et al, 2009). Dari alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri yang ada pada guru memiliki pengaruh pada kinerja mereka.

mempengaruhi

guru

Adanya hubungan antara efikasi diri guru dengan kinerja guru dapat ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Arsyad (2012) terhadap 103 orang guru SMK se-kota Banjarmasin menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru dengan nilai sebesar r xy =0,372 p=0,000 < 0,01. Penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang Adanya hubungan antara efikasi diri guru dengan kinerja guru dapat ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Arsyad (2012) terhadap 103 orang guru SMK se-kota Banjarmasin menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru dengan nilai sebesar r xy =0,372 p=0,000 < 0,01. Penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang

Berdasarkan hasil pra penelitian yang diadakan di SMP Sub Rayon 04 Semarang, terdapat perbedaan tingkat kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri yang dimiliki oleh para guru. Berdasarkan perbedaan yang ada tersebut, belum dapat disimpulkan apakah praktek kepemimpinan kepala sekolah dan efikasi diri yang ada pada guru dapat berpengaruh pada kinerja mengajar guru. Atas perbedaan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan yang ada antara pandangan

gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru dengan kinerja mengajar guru.

guru

tentang

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang ada sebelumnya, rumusan masalah yang hendak diangkat adalah sebagai berikut:

1. Adakah

signifikan antara pandangan guru tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang

hubungan

2. Adakah hubungan signifikan antara efikasi diri guru terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang?

3. Adakah hubungan yang signifikan antara pandangan guru tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru secara bersama-sama terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Untuk

hubungan antara pandangan guru tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang.

mengetahui

2. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi guru terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon

04 Semarang.

3. Untuk

hubungan antara pandangan guru tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru secara bersama-sama terhadap kinerja guru SMP Sub Rayon 04 Semarang.

mengetahui

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritik

Secara teoritik hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu di bidang manajemen pendidikan. Apabila dalam pendidikan ini ditemukan adanya hubungan antara pandangan guru tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Sub Rayon 04 Semarang, maka sejalan dengan hasil penelitian Loekmono dan Harijanti (2013). Jika ditemukan hasil sebaliknya, maka sejalan dengan hasil penelitian Saripudin (2009). Bila hasil penelitian ini menemukan adanya hubungan signifikan antara efikasi diri dengan guru, maka sejalan dengan hasil penelitian Arsyad (2012). Namun apabila tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara efikasi diri guru dengan kinerja guru maka sejalan dengan penelitian Moalosi (2013).

1.4.2. Manfaat Praktis

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil ilmiah tentang hubungan

tentang gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru terhadap kinerja guru. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para kepala sekolah tentang kepemimpinan transformasional dalam rangka

pandangan

guru guru

1.5 Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut: Bab 1

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah,

masalah, tujuan penelitian,

rumusan

penelitian dan sistematika penulisan; Bab 2

manfaat

Landasan Teori meliputi kepemimpinan transformasional kepala sekolah, efikasi diri guru, kinerja guru, hubungan antar variabel, dan hipotesis penelitian;

Bab 3 Metode Penelitian meliputi jenis penelitian, populasi dan lokasi penelitian, instrument pengumpulan data, dan teknik analisis data;

Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan meliputi deskripsi subjek penelitian, uji normalitas, hasil

variabel, analisis korelasi, dan pembahasan; Bab 5

pengukuran

Penutup meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pandangan

Dalam proses mengamati objek, pengalaman dan perasaan dari setiap individu akan mempengaruhi dalam memberikan pandangan atau perspektif. Dikarenakan setiap individu adalah karakter yang unik dan berbeda-beda, makan perbedaan latar belakang dan wawasan dari setiap individu dapat menimbulkan perbedaan pandangan tentang sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), pandangan atau perspektif dapat didefinisikan sebagai hasil dari perbuatan memandang.

memandang ini mengandung tiga komponen yang kemudian dapat membentuk sikap (Walgito, 1994), yaitu:

Hasil dari

perbuatan

a. Komponen

komponen yang berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan.

kognitif,

yaitu

b. Komponen efektif, merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang akan sikap dari suatu objek.

c. Komponen konatif, adalah komponen yang berkaitan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku dari individu terhadap suatu objek.

Kohler (1925) berpendapat bahwa dalam sebuah pandangan individu, mental dari individu tersebut memiliki

dalam proses mengeluarkan pandangan. Kondisi mental yang dimiliki oleh individu ini berasal latar belakang kehidupan dan pengetahuan, sehingga pandangan atau perspektif dari masing-masing individu berbeda.

Dalam proses mengeluarkan pandangan atau perspektif terhadap suatu objek psikologis, seorang individu juga dipengaruhi oleh kepribadiannya. Contoh dari objek psikologis ini dapat berupa kejadian, ide, atau situasi tertentu dimana individu dapat memandang. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan individu memberikan arti terhadap objek psikologis tersebut. Melalui komponen kognitif ini akan menimbulkan ide, dan kemudian akan timbul suatu konsep tentang apa yang dilihat yaitu pandangan atau perspektif (Rifai, 2009).

Dalam penelitian ini, pandangan guru dari SMP Sub Rayon 04 Semarang akan digunakan untuk mengukur dari gaya kepemimpinan transformasional Dalam penelitian ini, pandangan guru dari SMP Sub Rayon 04 Semarang akan digunakan untuk mengukur dari gaya kepemimpinan transformasional

2.2 Kepemimpinan Transformasional

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Penggunaan pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan, selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan yang digunakan melahirkan berbagai macam teori kepemimpinan.

mendefinisikan kepemimpinan

Luthans

sekelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal-hal tersebut.

sebagai

Khuntia dan Suar (2004) menyatakan bahwa semua teori mengenai kepemimpinan menekankan pada tiga gagasan yang dibangun baik secara bersama- sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pengikut; dan (3) faktor-faktor yang Khuntia dan Suar (2004) menyatakan bahwa semua teori mengenai kepemimpinan menekankan pada tiga gagasan yang dibangun baik secara bersama- sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pengikut; dan (3) faktor-faktor yang

Mulyadi (2012), kepemimpinan pada dasarnya: melibatkan orang lain, melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara

anggota kelompok, menggerakkan kemampuan dengan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku bawahan, dan menyangkut nilai. Empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu: 1) kecerdasan; 2) kedewasaan; 3) motivasi diri dan dorongan berprestasi; 4) sikap dan hubungan kemanusiaan.

pemimpin

dan

Fullan (2001) berpendapat bahwa semakin rumit sebuah perkumpulan atau organisasi, akan semakin dibutuhkan

mumpuni dalam mengarahkan organisasi karena pemimpin memegang peranan penting dalam suatu organisasi. Peran seorang pemimpin dalam suatu organisasi adalah sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen

pemimpin

yang

agent), negosiator (spokeperson), dan sebagai pembina (coach). Sekolah, sebagai suatu lembaga pendidikan dan organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menjamin kelangsungan

pendidikan untuk terus pendidikan untuk terus

Studi tentang kepemimpinan dapat dilakukan melalui berbagai cara, tergantung dari metodologi yang dipilih oleh peneliti dan definisi kepemimpinan (Stewart, 2006). Robbins (1996) membagi teori mengenai kepemimpinan ke dalam empat kategori, yaitu

a. Teori Ciri Kepemimpinan (The Leadership Characteristic theory)

Teori Ciri Kepemimpinan adalah teori yang mencari ciri kepribadian sosial, fisik, atau intelektual yang memperbedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Dalam teori ini diidentifikasikan ciri-ciri yang dikaitkan secara konsisten dengan kepemimpinan yaitu enam ciri yang cenderung membedakan pemimpin dari bukan pemimpin adalah ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan), percaya diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.

b. Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral Theories of Leadership)

Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan

perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Adapun teori-teori yang termasuk ke dalam Teori Perilaku Kepemimpinan adalah: a) Studi-studi Kepemimpinan Ohio State, b) Telaah Universitas Michigan, dan c) Kisi- kisi Manajerial Blake & Mouton dan Studi Skandinavia.

bahwa

c. Teori Kontingensi (Contingency Theory)

Teori Kontingensi merupakan pendekatan kepemimpinan yang mendorong pemimpin memahami perilakunya sendiri. Teori ini mengatakan bahwa keefektifan sebuah kepemimpinan adalah fungsi dari berbagai aspek situasi kepemimpinan (Ivancevich, Konopaske, Matteson, 2007). Adapun lima teori yang termasuk ke dalam teori kontingensi adalah: a) Model kontingensi Fiedler (Fiedler Contingency Model), b) Teori Situasional Hersey dan Blanchard, c) Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota, d) Teori Jalur-Tujuan Robert House ( House’s Path Goal Theory), dan d) Teori Model Partisipasi-Pemimpin Vroom dan Yetton.

d. Teori Neo-Karismatik (Neocharismatic Theories)

kepemimpinan yang menekankan simbolisme, daya tarik emosional, dan komitmen pengikut yang luar biasa. Teori-teori yang termasuk ke dalam teori ini adalah: a) Teori Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership), b)

Merupakan

teori

Teori Kepemimpinan Transformasional (Transformasional

Leadership Theory), c) Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership Theory) dan d) Teori Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)

Berdasarkan teori Robbins yang ada tentang kepemimpinan, dapat dilihat bahwa kepemimpinan transformasional termasuk ke dalam teori neo- karismatik. Kepemimpinan yang termasuk dalam teori karismatik ini lebih berpusat pada kharisma yang ada di dalam diri seorang pemimpin untuk membawa perubahan dalam organisasi yang dipimpinnya (Robbins, 1996). Kebanyakan teori terbaru dari kepemimpinan ini amat terpengaruh oleh James McGregor Burns (1978) yang membedakan antara kepemimpinan yang melakukan transformasi dengan kepemimpinan transaksional (Yukl, 2010). Salah satu bentuk

diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru dalam

kepemimpinan

yang

dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional (Balyer, 2012). Northouse (2001) mendefinisikan secara singkat tentang kepemimpinan transformasional sebagai “the ability to get people to want to change, improve, and be led. It involves assessing associates' motives, satisfying their needs, and

arus

globalisasi

valuing them.” Singkatnya, valuing them.” Singkatnya,

Dalam bukunya tersebut, Burns menyatakan kepemimpinan transformasional sebagai “leaders and followers help each other to advance to a higher level of morale and motivation.” Pernyataan ini mengandung arti bahwa pemimpin dan pengikut bersama-sama saling menolong untuk mencapai tingkatan moral dan motivasi yang lebih tinggi guna mencapai tujuan bersama.

Burns (dalam Poulson dkk 2001) mengutarakan bahwa pada dasarnya kepemimpinan atau leadership dalam suatu organisasi secara alamiah dapat dikategorikan

bagian, yaitu transformasional

kedalam

dua

transaksional. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah kepemimpinan transaksional

dan

mencakup hubungan pertukaran antara pemimpin dan pengikut, sedangkan

tradisional tradisional

bahwa “the transformational leader looks for potential motives in followers, seeks to satisfy higher needs, and engages the

Burns (1978)

mengatakan

full person of the follower”. Hal ini berarti bahwa pemimpin transformasional menyerukan nilai nilai moral

upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi (Givens, 2008).

ke pengikut

dalam

Teori kepemimpinan transformasional dari Burns ini kemudian memberikan inspirasi dan kerangka kerja konseptual yang fundamental bagi Bernard M. Bass (1985). Bass yang mengusung aliran teori neo- karismatik (teori kepemimpinan yang menekankan simbolisme, daya tarik emosional, dan komitmen pengikut yang luar biasa) merekonseptualisasikan dan mengembangkan teori kepemimpinan transformasional milik Burns ke dalam konteks penelitian empiris yang berdasarkan pada kepemimpinan transformasional.

Kepemimpinan transformasional menurut Bass (1985) adalah interaksi antara pemimpin dan pengikut yang ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku pengikut menjadi sesorang yang Kepemimpinan transformasional menurut Bass (1985) adalah interaksi antara pemimpin dan pengikut yang ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku pengikut menjadi sesorang yang

Bass (dalam Bass & Avolio, 2004) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai berikut:

“The process of influencing in which leaders change their associates’ awareness of what is important, and move them to see themselves and the opportunities and challenges of their environment in a new way. Transformational leaders are proactive: they seek to optimize

organizational development

just achieve performance “at expectations”. They convince associates to strive for higher levels of potential as well as higher levels of moral and ethical standards.”

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai sebuah perilaku yang bersifat proaktif, meningkatkan perhatian atas kepentingan bersama kepada para pengikut, dan membantu para pengikut mencapai tujuan pada tingkatan yang paling tinggi (Bass, dalam Antonakis et al, 2003). Dengan begitu, Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai sebuah perilaku yang bersifat proaktif, meningkatkan perhatian atas kepentingan bersama kepada para pengikut, dan membantu para pengikut mencapai tujuan pada tingkatan yang paling tinggi (Bass, dalam Antonakis et al, 2003). Dengan begitu,

pelatihan, pengarahan, konsultasi, bimbingan, dan pemantauan atas tugas yang diberikan. Pemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mendorong para pengikutnya untuk merubah motif, kepercayaaan, nilai, dan kemampuan sehingga minat dan tujuan pribadi dari para pengikut dapat selaras dengan visi dan tujuan organisasi (Bass, dalam Goodwin et al., 2001).

balik

melalui

Bass (dalam Judge dan Picollo, 2004) melihat bahwa kepemimpinan transformasional tidak hanya berfokus pada pemimpin, tetapi juga memperhatikan hubungan yang ada antara pemimpin dan pengikut dan bersama-sama

meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya. Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transformasional didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Para pengikut merasa percaya, mengagumi, loyal dan

saling saling

Menurut Bass (dalam Robbins & Judge, 2008), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi

pengikutnya untuk mengesampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru, serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama (Bass dalam Rafferty & Griffin, 2004).

para

Luthans (2006) menyimpulkan bahwa pemimpin transformasional yang efektif memiliki tujuh karakter sebagai berikut: 1) mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan; 2) pemberani; 3) mempercayai orang lain; 4) motor penggerak nilai; 5) pembelajar sepanjang masa;

6) memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian; 7) visioner.

Kepemimpinan transformasional dipercaya dapat menghasilkan keuntungan baik bagi pemimpin dan pengikutnya; pemimpin menjadi seorang agen perubahan dan para pengikutnya berkembang menjadi seorang pemimpin (Bass dan Burns dalam Poulson dkk, 2011).

para pemimpin transformasional membantu para pengikutnya untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan mereka, sedangkan pemimpin memberikan motivasi bagi pengikutnya.

Hal ini

dikarenakan

Secara teoritis, konsep dari kepemimpinan transformasional ini menegaskan bahwa kepemimpinan bukan hanya sekumpulan perilaku atau sifat dari seorang pemimpin, tetapi juga merupakan proses dimana individu bergabung menjadi satu kesatuan dalam organisasi secara utuh (Bass dalam Chin, 2007). Kepemimpinan transformasional adalah proses untuk membentuk dan menaikkan tujuan dan kemampuan untuk mencapai perkembangan signifikan melalui kepentingan bersama dan tindakan kooperatif (Bass, 1990).

Bass (dalam Hughes dkk., 2012) mengemukakan bahwa pemimpin transformasional memiliki visi, keahlian retorika, dan pengelolaan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya. Pemimpin Bass (dalam Hughes dkk., 2012) mengemukakan bahwa pemimpin transformasional memiliki visi, keahlian retorika, dan pengelolaan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya. Pemimpin

Bass (dalam Chew & Chan, 2008) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional secara positif diasosiasikan dalam konteks sekolah karena iklim kerja yang inovatif dan merangsang para pengikut untuk melakukan lebih dari yang diharapkan dalam hal kinerja dan produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan kepemimpinan transformasional memiliki tiga fungsi dasar yang berguna bagi sekolah (Bass dalam Castanheira & Costa, 2011) yaitu; a) pemimpin transformasional mampu melayani kebutuhan para pengikutnya, menguatkan, dan menginspirasi untuk mencapai tujuan sekolah; b) memimpin secara karismatik,

menetapkan tujuan, memberikan kepercayaan diri dan kebanggaan dalam bekerja; c) memberikan rangsangan intelektual kepada pengikut menetapkan tujuan, memberikan kepercayaan diri dan kebanggaan dalam bekerja; c) memberikan rangsangan intelektual kepada pengikut

Kruger, Witziers, dan Sleegers (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap pendidikan di sekolah. Leithwood & Jantzi (2005) memberikan tujuh dimensi tentang mengapa kepemimpinan transformasional dapat berhasil saat diaplikasikan dalam konteks sekolah; a) membangun visi dan mendirikan tujuan sekolah, b) menyediakan rangsangan intelektual/ intellectual stimulation, c) menyediakan dukungan individual, d) memberikan model akan best practices dan nilai-nilai organisasional, e) mengatur standar ekspektasi akademik yang tinggi, f) menciptakan budaya sekolah yang produktif, dan g) mengembangkan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Kepala sekolah transformasional harus mampu memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan dari bawahannya (Leithwood dkk, 2004). Kepala sekolah

kepemimpinan transformasional harus memiliki kepercayaan bahwa pengikutnya (pendidik dan tenaga pendidik) memiliki kelimpahan dalam gagasan dan pengetahuan yang

yang

menerapkan menerapkan

Bass (dalam Northouse, 2001) menyimpulkan bahwa

menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya. Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sungguh-sungguh dari yang bersangkutan.

Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional

Yang

Studi empiris yang dilakukan Bass & Riggio (2006) dan Leithwood & Jantzi (2005) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah faktor Studi empiris yang dilakukan Bass & Riggio (2006) dan Leithwood & Jantzi (2005) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah faktor

definisi tersebut, kepemimpinan transformasional memiliki empat faktor dalam aplikasinya (Bass & Bass, 2008), yaitu; a) pengaruh ideal/ idealized influence, b) motivasi inspirasional/ motivated inspirational, c) rangsangan intelektual/

Berdasarkan

dari

intellectual stimulation, dan d) pertimbangan individu/ individualized consideration. Faktor-faktor

pembeda yang mempengaruhi

ini

merupakan

guru terhadap kepemimpinan transformasional kepala

pandangan

sekolah. Pandangan masing-masing guru akan berbeda, tergantung dari bagaimana faktor-faktor kepemimpinan ini berpengaruh dalam kinerja mereka di sekolah.

1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal) Idealized influence adalah perilaku kepala sekolah yang memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan dari para guru dan tenaga pendidik. Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang 1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal) Idealized influence adalah perilaku kepala sekolah yang memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan dari para guru dan tenaga pendidik. Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang

2. Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional) Inspirational motivation adalah perilaku dari kepala sekolah yang mampu mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara menarik dengan menggunakan simbol-simbol untuk

bawahan, dan menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi (Bass & Riggio, 2006). Inspirational motivation, tercermin dalam

memfokuskan

upaya

perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna pekerjaan tersebut bagi para staf. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi sekolah melalui perilaku perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna pekerjaan tersebut bagi para staf. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi sekolah melalui perilaku

3. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual) Intellectual stimulation adalah sikap dan perilaku kepala sekolah yang mampu meningkatkan kecerdasan bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi mereka, meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah secara cermat (Bass & Riggio, 2006). Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual ia mampu menterjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah sebagai intelektual, senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para stafnya dan tidak lupa selalu mendorong staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.

(Pertimbangan Individual) Individualized consideration adalah pemimpin merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf (Bass & Riggio, 2006). Perilaku

4. Individualized

Consideration Consideration

faktor yang memperlihatkan bagaimana para pengikut memandang pemimpin transformasional sebagai orang yang percaya diri serta berfokus pada tugas yang diemban. Perilaku pengaruh ideal merujuk pada tindakan karismatik dari seorang pemimpin yang berpusat pada nilai-nilai, kepercayaan, dan rasa akan misi (Antonakis et al., 2003). Motivasi inspirasional adalah cara dimana seorang pemimpin menginspirasi pengikutnya dengan memberikan rasa optimis akan masa depan, mengatur tujuan yang ambisius, dan memberikan semangat dan dorongan bahwa visi tersebut dapat dicapai (Bass & Riggio, 2006). Cara dimana pemimpin menantang

Pengaruh

ideal

adalah adalah

pada kebutuhan pengikutnya untuk mendorong perkembangan individu mereka (Antonakis et al., 2003).

2.2.3. Mengukur Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

Kepemimpinan transformasional telah menjadi fokus dari penelitian yang dilakukan di berbagai benua dan hampir di setiap negara industrialisasi di dunia (Bass & Riggio, 2006). Dari penelitian yang dilakukan Bass dan Riggio tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional penting bagi kepala sekolah karena dapat dijadikan ukuran sebagai pemimpin yang efektif (Bass & Riggio, 2006; Mancuso et al., 2010)

penelitian tentang kepemimpinan, tidak adanya teori universal yang bisa mencakup semua tentang kepemimpinan merupakan sesuatu masalah tersendiri (House & Aditya, 1997). Oleh sebab itu, dalam meneliti kepemimpinan harus sesuai dengan teori kepemimpinan yang hendak diteliti. Secara umum, ada enam alat ukur yang dapat

Dalam

melakukan melakukan

menggunakan teori kepemimpinan transformasional dari Bass (1985). Oleh karena

kepemimpinan transformasional

penelitian ini akan menggunakan empat indikator yang tergabung dalam MLQ/ Multifactor Leadership Questionnaire yang digunakan oleh Bass sebagai alat ukur tentang kepemimpinan transformasional di sekolah melalui sudut pandang guru. MLQ dapat digunakan sebagai alat ukur dalam berbagai bidang seperti bisnis (Purvanova, Bono, & Dzieweczynski, 2006), militer (Dvir, Eden, Avolio, Bass, & Shamir, 2002), pendidikan (Barnett & McCormick, 2004) (Leithwood & Jantzi, 2005) dan olahraga (Charbonneau, Barling, and Kelloway, 2001).

dalam

MLQ adalah alat ukur yang populer untuk mengukur kepemimpinan transformasional (Avolio & Yammarino, 2002) karena menggambarkan sikap MLQ adalah alat ukur yang populer untuk mengukur kepemimpinan transformasional (Avolio & Yammarino, 2002) karena menggambarkan sikap

Berdasarkan empat komponen yang diajukan oleh Bass (1985) tersebut, dapat diukur kepemimpinan transformasional dari seorang kepala sekolah dan akan digunakan dalam penelitian ini. MLQ/ Multifactor Leadership Questionnaire, diterima secara luas sebagai instrumen

untuk mengukur kepemimpinan transformasional (Bass & Riggio, 2006). Kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam penelitian ini menggunakan pandangan guru sebagai responden, sehingga hasil dari pandangan tiap-tiap guru

yang

digunakan

kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Kepemimpinan transformasional yang diterapkan kepala sekolah dapat berperan sebagai jembatan yang menghubungkan pelbagai keputusan tanpa adanya pihak yang merasa dirugikan (Danim dan Suparno, 2008). Kemampuan untuk melakukan transformasi

akan

berbeda

terhadap terhadap

2.3 Efikasi Diri Guru

2.3.1. Pengertian Efikasi Diri Guru

Dalam kehidupan manusia, memiliki keyakinan akan diri sendiri merupakan hal yang penting (Bong & Skaalvik, 2003). Keyakinan diri yang ada tersebut dapat dijadikan

memahami secara menyeluruh dan mendalam atas situasi yang dapat menerangkan mengapa seseorang ada yang mengalami kegagalan dan atau yang berhasil. Kemudian, dari pengalaman yang didapatkan itu, seseorang akan mampu untuk mengungkapkan keyakinan diri. Keyakinan diri inilah yang merupakan panduan untuk tindakan yang telah dikonstruksikan dalam perjalanan pengalaman interaksi sepanjang hidup individu (Gagne & Deci, 2005).

dorongan

untuk

Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri itu akan Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri itu akan

Efikasi diri atau self-efficacy adalah sebuah konsep yang dirumuskan oleh Albert Bandura (1977) sebagai bagian dari teori sosial kognitif miliknya. Menurut Bandura (1977), dalam pandangan teori sosial kognitif, manusia tidak hanya didorong oleh kekuatan dari dalam dirinya sendiri, atau dibentuk dan dikendalikan oleh rangsangan eksternal. Fungsi manusia dijelaskan dalam hubungan timbal balik antara perilaku dan faktor kognitif (personal) dan lingkungan.

Konstruksi efikasi diri terkadang dicampur adukkan dengan gagasan umum tentang kepercayaan diri (self-confidence). Kepercayaan diri merujuk kepada kekuatan kepercayaan yang ada dalam diri seseorang, sedangkan efikasi diri didasarkan dari tingkatan khusus dari pencapaian dan kekuatan kepercayaan seseorang bahwa tingkat pencapaian tersebut dapat dicapai (Pajares, 1996). Efikasi diri diyakini menjadi kunci untuk pekerjaan yang sukses. Selain itu, efikasi diri juga dapat mempengaruhi pola berpikir dan perilaku dalam membuat keputusan.

Bandura (1977) mendefinisikan efikasi diri sebagai “personal judgments of one’s capabilities to

organize and execute courses of action to attain designated goals, and he sought to assess its level, generality, and strength across activities and contexts.”

Efikasi diri adalah pertimbangan subjektif individu terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas- tugas khusus yang dihadapi. Efikasi diri tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Efikasi diri lebih berkaitan dengan situasi yang dihadapi oleh individu dan tempat sebagai bagian dari proses belajar kognitif. Oleh karena itu, Baron dan Greenberg (1990) juga menegaskan bahwa efikasi diri adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas- tugas tertentu.

Dokumen yang terkait

Perancangan Sistem Pengadaan BarangJasa Pada Dinas Bina Marga Pengairan ESDM Kabupaten Kudus

0 0 19

THE READING ABILITY OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP N 5 KUDUS IN ACADEMIC YEAR 20132014 TAUGHT BY USING PQ4R STRATEGY

0 0 17

MODERATING ( Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten Jepara ) Petunjuk

0 0 48

Pengujian kinerja AC Mobil (Percobaan statis) Memanfaatkan HFC-134a refrigeran Dengan Variasi Beban Pendingin

0 1 17

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG NORMA AGAMA ISLAM MELALUI LAYANAN ORIENTASI DENGAN MEDIA MIND MAP SISWA KELAS VII-H SMP 2 BAE KUDUS TAHUN AJARAN 20132014 SKRIPSI

0 0 28

JADWAL PENELITIAN PEMBERIAN LAYANAN ORIENTASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG NORMA AGAMA ISLAM MELALUI LAYANAN ORIENTASI DENGAN MEDIA MIND MAP SISWA KELAS VII-H SMP 2 BAE KUDUS

0 0 111

STUDI KASUS MENGATASI KECEMASAN BERKOMUNIKASI MELALUI KONSELING BEHAVIORAL PADA SISWA KELAS VII-B SMP 1 MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 20122013

0 0 19

THE READING COMPREHENSION OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP N 1 PUCAKWANGI PATI IN THE ACADEMIC YEAR 2013 2014 TAUGHT BY USING LRD (LISTEN READ DISCUSS)

0 2 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD N 3 Tanjungrejo Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan

0 0 78

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Berbantu Power Point dan Star Point Card untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA bagi Siswa Kelas 5 SD Negeri Mangunsari 06 Kecamatan Sidomukti Kota Salati

0 0 103