OPTIMIZATION UNTUK MENENTUKAN PARAMETER

PENGEMBANGAN MODEL MULTI-OBJECTIVE OPTIMIZATION UNTUK MENENTUKAN PARAMETER PEMOTONGAN SINGLE-PASS DENGAN END MILLING

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

LISYANI NAFARI SUSANA

I 0307052

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

5.5 ANALISIS SENSITIVITAS PADA PROSES PEMOTONGAN DENGAN MESIN CNC ........................................................................................... V-5

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN ....................................................................................... VI-1

6.2 SARAN ................................................................................................... VI-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2.1 Klasifikasi Proses Pemesinan Berdasarkan Permukaan yang

Dihasilkan ..................................................................................... II-2

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL

Tabel 4.1 Parameter Pemesinan ................................................................... IV-8 Tabel 4.2 Nilai Maksimum dan Minimum Setiap Fungsi Tujuan ................ IV-14 Tabel 4.3 Hasil Optimisasi dengan Pembobotan Fungsi Tujuan ................. IV-16

BAB V ANALISIS

Tabel 5.1 Hasil Optimisasi Perubahan Diameter Pahat ................................ V-6 Tabel 5.2 Hasil Optimasi Perubahan Maksimum Daya Mesin .................... V-7 Tabel 5.3 Hasil Optimisasi Perubahan Maksimum Gaya Pemotongan ........ V-8

DAFTAR GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Proses Up dan Down Milling ................................................ II-3 Gambar 2.2 Periperal Milling .................................................................. II-4 Gambar 2.3 Macam-Macam Operasi Periperal Milling .......................... II-5 Gambar 2.4 Alat Potong pada Periperal Milling ..................................... II-5 Gambar 2.5 Milling Simetri dan Tidak Simetri ........................................ II-6 Gambar 2.6 Mesin Milling CNC .............................................................. II-7 Gambar 2.7 Geometri pada Operasi Milling Bidang Permukaan ............. II-11 Gambar 2.8 Geometri Gaya Pemotongan ................................................. II-14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian........................................................... III-1

BAB V ANALISIS

Gambar 5.1 Grafik Waktu Pemesinan ...................................................... V-1 Gambar 5.2 Grafik Kekasaran Permukaan ............................................... V-2 Gambar 5.3 Grafik Pembobotan Fungsi Tujuan Terhadap Feed per

Tooth .................................................................................... V-4

Gambar 5.4 Grafik Pembobotan Fungsi Tujuan Terhadap Waktu

Pemesinan ............................................................................ V-4

Gambar 5.5 Grafik Pembobotan Fungsi Tujuan Terhadap Kekasaran

Permukaan ........................................................................... V-5

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Input Model pada Lingo 9.0 Lampiran 2 Hasil Optimisasi Menggunakan Lingo 9.0

ABSTRAK

Lisyani Nafari Susana, NIM: I 0307052, PENGEMBANGAN MODEL MULTI-OBJECTIVE

OPTIMIZATION

UNTUK

MENENTUKAN PARAMETER PEMOTONGAN SINGLE-PASS DENGAN END MILLING. Skripsi, Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.

Pada pembuatan produk-produk manufaktur seperti cetakan, salah satu karakteristik kualitas yang diperhatikan adalah kekasaran permukaan produk karena permukaan cetakan tersebut akan menjadi permukaan produk akhir yang diproduksi. Apabila perusahaan manufaktur menginginkan produk akhir yang mempunyai permukaan yang halus, maka cetakan yang digunakan harus mempunyai kekasaran permukaan yang minimum. Kekasaran permukaan yang minimum dapat diperoleh dengan melakukan pemesinan menggunakan nilai feed per tooth yang kecil. Semakin rendah nilai feed per tooth maka kekasaran permukaan yang dihasilkan semakin halus, begitu pula sebaliknya. Namun disisi lain, apabila nilai feed per tooth kecil maka proses pemesinan produk tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menurunkan tingkat produktivitas dan menyebabkan terjadinya pemborosan fasilitas yaitu penggunaan mesin milling CNC yang tidak efektif. Untuk memperoleh kualitias produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi, perusahaan harus meminimumkan kekasaran permukaan dan waktu pemesinan. Tujuan pada penelitian ini yaitu untuk mengembangkan model optimisasi multiobjektif yang dapat digunakan untuk menentukan parameter pemotongan dalam pemotongan single-pass yang optimal untuk meminimumkan kekasaran permukaan dan waktu pemesinan. Dua fungsi tujuan pada penelitian ini mempunyai satuan yang berbeda yaitu satuan waktu dan kekasaran permukaan. Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan ini yaitu menggunakan metode function transformation. Model optimisasi diilustrasikan dengan contoh kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa model optimisasi yang dikembangkan dapat menyeimbangkan dua fungsi tujuan yang berbeda. Pada penelitian ini diperoleh parameter pemotongan yang optimal yaitu feed per tooth sebesar 0,86 mm/tooth dan cutting speed sebesar 94,2 m/menit.

Kata Kunci : optimasi multiobjektif, kekasaran permukaan, waktu pemesinan, function transformation, milling CNC. xviii + 55 halaman; 14 gambar; 7 tabel; 2 lampiran Daftar Pustaka : 15 (1994-2010)

ABSTRACT

Lisyani Nafari Susana, NIM: I 0307052, A MULTI-OBJECTIVE OPTIMIZATION MODEL TO DETERMINE OPTIMAL CUTTING PARAMETERS IN SINGLE-PASS CUTTING OF END MILLING. Thesis, Surakarta: Industrial Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, Oktober 2011.

In manufactured products such as mold, one of the important quality characteristic is the surface roughness since it will be comes the surface of the final products. If manufacture companies wants their final products have a smooth surface, then the mold must have a minimum surface roughness. Which it can be obtained using a lower feed per tooth. Lower feed per tooth leads to a long machining time. That will decrease productivity and ineffective use of milling CNC machine. Due to the quality characteristic and productivity, a company must minimizing the surface roughness and machining time. To overcome the problem, we used a multi- objective model. The aim of this research is to develop a multi-objective optimization model which can be used to determine optimal cutting parameters in single-pass to minimize surface roughness and machining time. Both objective functions have different units. So, function transformation is used. To show the implementation of the model, we provide a numerical example. The results show that the model can be used to balance both objective functions and obtained the optimal feed per tooth of 0,86 mm/tooth and cutting speed of 94,2 m/minute.

Keywords : multi-objective optimization, surface roughness, machining time, function transformation, milling CNC. xviii + 55 pages; 14 picture; 7 tables; 2 appendix References : 15 (1994-2010)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi penelitian dan sistematika penulisan. Keseluruhan penjelasan dalam bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang penelitian ini dan perlunya penelitian ini dilakukan. Uraian lebih lengkap akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

1.1 LATAR BELAKANG

Teknologi CNC (Computer Numerical Control) merupakan salah satu sistem pengendali yang banyak digunakan untuk mengendalikan atau mengatur pengoperasian mesin perkakas dengan sistem komputerisasi. Mesin CNC merupakan mesin yang menggunakan teknologi CNC untuk melakukan proses pemesinannya. Mesin CNC digunakan untuk beberapa proses pemesinan. Salah satu proses pemesinan yang dapat dilakukan dengan mesin CNC yaitu proses milling. Proses milling digunakan dalam berbagai industri manufaktur termasuk pada sektor penerbangan dan automotif (Lou dkk.,1999). Proses milling merupakan proses pemesinan yang dilakukan dengan alat potong yang berputar dimana disekeliling alat potong tersebut terdapat beberapa mata pahat. Proses pemesinan pada milling dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu face milling dan peripheral milling (Gupta dkk., 2009). Pada penelitian ini, proses pemesinan difokuskan pada proses face milling. Face milling merupakan proses milling dimana alat potong dipasang pada poros yang tegak lurus terhadap benda kerja (Gupta dkk., 2009). Pada proses pemotongan pada milling terdapat dua gerakan pemakanan yaitu single-pass dan multi-pass. Penelitian ini hanya membatasi pada gerakan pemotongan single-pass yaitu pemotongan benda kerja dengan melakukan satu kali gerakan pemakanan.

Proses milling merupakan salah satu proses yang digunakan dalam membuat produk-produk manufaktur seperti cetakan, part-part mesin dan lain-lain. Pada pembuatan produk-produk manufaktur sebagai contoh cetakan, kualitas permukaan Proses milling merupakan salah satu proses yang digunakan dalam membuat produk-produk manufaktur seperti cetakan, part-part mesin dan lain-lain. Pada pembuatan produk-produk manufaktur sebagai contoh cetakan, kualitas permukaan

Kualitas permukaan suatu produk dapat dilihat dari kekasaran permukaannya, semakin kecil kekasaran permukaan suatu benda maka kualitas permukaannya semakin baik. Kekasaran permukaan suatu produk dipengaruhi oleh faktor terkendali dan faktor tidak terkendali. Faktor terkendali yang mempengaruhi kekasaran permukaan suatu produk yaitu parameter permotongan seperti feed rate atau feed per tooth, spindle speed atau cutting speed dan depth of cut sedangkan faktor tidak terkontrol antara lain geometri pahat dan material baik pahat maupun benda kerja (Lou dkk., 1999).

Salah satu cara untuk menimimumkan kekasaran permukaan adalah melakukan proses pemesinan dengan menggunakan nilai feed per tooth yang kecil. Semakin rendah nilai feed per tooth maka kekasaran permukaan semakin baik, begitu pula sebaliknya apabila feed per tooth bernilai tinggi maka permukaan produk semakin kasar. Apabila nilai feed per tooth rendah maka pemesinan produk tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menurunkan tingkat produktifitas dan menyebabkan terjadinya pemborosan fasilitas yaitu penggunaan mesin CNC yang tidak efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan parameter pemotongan yang tepat agar mendapat kualitas permukaan produk yang baik dan waktu pemesinan yang efektif.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperoleh parameter yang optimal dalam proses milling. Bouzakis dkk (2008) mengembangkan multi-obejctive optimization untuk memperoleh parameter pemotongan yaitu feed rate dan cutting speed dengan menggunakan algoritma genetika. Fungsi tujuan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah minimasi waktu dan minimasi biaya pemesinan. Rashid Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperoleh parameter yang optimal dalam proses milling. Bouzakis dkk (2008) mengembangkan multi-obejctive optimization untuk memperoleh parameter pemotongan yaitu feed rate dan cutting speed dengan menggunakan algoritma genetika. Fungsi tujuan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah minimasi waktu dan minimasi biaya pemesinan. Rashid

kekasaran permukaan dengan menentukan parameter pemotongan yang optimal.

Ahmad dkk (2005) mengoptimalkan parameter pemotongan yaitu cutting speed dan feed per tooth untuk memperoleh waktu pemesinan yang minimum. Sedangkan Sahil dkk (2010) melakukan penelitian tentang kekasaran permukaan dan memperoleh hasil bahwa kekasaran permukaan dipengaruhi paling besar oleh feed per tooth dengan signal to noise ratio terhadap kekasaran permukaan sebesar 5,023, kemudian diikuti oleh cutting speed dengan signal to noise ratio terhadap kekasaran

permukaan sebesar 4,720 dan yang terakhir adalah depth of cut dengan signal to noise ratio terhadap kekasaran permukaan sebesar 2,141. Pada penelitian ini parameter pemotongan yang dioptimalkan adalah cutting speed dan feed per tooth.

Penelitian ini mempunyai dua fungsi tujuan yaitu meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan. Model optimisasi yang mempunyai lebih dari satu fungsi tujuan termasuk model optimisasi multi-objective. Beberapa metode untuk menyelesaikan permasalahan multi-objective yaitu pareto optimality, necessary and sufficient conditions, efficiency and dominance, compromise solution, dan function transformation (Marler dkk., 2004). Fungsi tujuan pada penelitian ini mempunyai besaran satuan yang berbeda yaitu satuan waktu dan satuan kekasaran permukaan maka metode function transformation dipilih untuk menyelesaikan permasalahan ini.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Pada penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah bagaimana mengembangkan model optimisasi multiobjektif yang dapat digunakan untuk menentukan parameter pemotongan yang optimal dalam proses pemotongan singe- Pada penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah bagaimana mengembangkan model optimisasi multiobjektif yang dapat digunakan untuk menentukan parameter pemotongan yang optimal dalam proses pemotongan singe-

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1. Menghasilkan model optimisasi multiobjektif yang dapat digunakan untuk

meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaann. 2. Menentukan parameter pemotongan yaitu feed per tooth dan cutting speed yang optimal.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dalam penelitian ini adalah memberikan metode alternatif dalam menentukan parameter pemotongan yang optimal pada proses pemotongan single- pass dengan mesin milling CNC untuk menghasilkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan yang minimum.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut: 1. Operasi milling CNC yang diteliti adalah operasi face milling. 2. Parameter pemotongan yang dioptimalkan yaitu kecepatan potong (cutting

speed ) dan feed per tooth. 3. Pada penelitian ini yang diteliti pada proses pemotongan single-pass dengan end milling yaitu proses pemesinan benda kerja yang berlangsung satu tahap atau satu kali pemakanan.

1.6 ASUMSI PENELITIAN

Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan yang diteliti. Asumsi-asumsi yang digunakan, sebagai berikut:

1. Cairan pendingin (cutting fluid/cooling) mengalir secara penuh dan konstan sehingga kondisi kecepatan potong optimum diperoleh. 2. Efisiensi alat potong adalah 100 % dan efisiensi mesin adalah 95 %.

1.7 SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penulisan merupakan gambaran umum mengenai tata cara penyusunan laporan penelitian dan isi pokok dari laporan penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian yang sesuai dengan tujuan dengan batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang telaah literatur, referensi atau jurnal yang mendukung penelitian serta hasil-hasil dari penelitian yang ada sebelumnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai langkah-langkah pemecahan masalah pada penelitian yang dilakukan. Tahap-tahap penelitian dimulai dari tahap identifikasi masalah, tahap pengembangan model dan aplikasi, tahap analisis hingga tahap penarikan kesimpulan dan saran, semuanya diuraikan secara rinci pada bab ini.

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL

Bab ini membahas secara rinci mengenai pengembangan model yang sudah ada, aplikasi model yang dikembangkan dan penentuan parameter yang optimal.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRESTASI HASIL

Bab ini membahas mengenai analisis dari output optimisasi proses pemesinan yang optimal.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan simpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Bab ini menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori yang digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi konsep pemesinan, milling, dan teori optimisasi.

2.1 PROSES PEMESINAN

Pemesinan adalah proses pembentukan suatu bagian atau part dengan cara memotong material. Pemesinan dilakukan menggunakan sebuah alat potong yang mana alat potong tersebut harus lebih keras daripada material yang diproses. Proses pemesinan dilakukan dengan menekan alat potong pada material sehingga material terpotong sesuai dengan pola yang diinginkan. Peralatan yang digunakan untuk proses pemotongan disebut machine tool. Hampir semua produk casting dan produk yang dibentuk dengan proses deformasi memerlukan beberapa proses pemesinan untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan atau karakteristik permukaan yang diinginkan (Creese, 1999).

Perbedaan proses pemesinan dengan proses pembentukan produk lainnya (casting dan proses deformasi). Pemesinan, material dikurangi dari benda kerja awal untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan. Material yang dibuang dalam proses pemesinan ini dalam bentuk geram, namun juga dapat berbentuk serbuk atau partikel. Alasan memilih pemesinan daripada casting atau proses deformasi untuk pembentukan produk disebabkan pemesinan, yaitu:

1. Meningkatkan toleransi dimensi

2. Meningkatkan kualitas permukaan akhir

3. Membuat produk yang memiliki geometri yang komplek

4. Mempunyai tingkat ekonomis yang rendah karena biaya pemesinan yang rendah dan sangat fleksibel.

5. Memerlukan waktu set-up yang sedikit. Proses pemesinan diklasifikasikan berdasarkan tipe alat potong yang

digunakan, tipe permukaan yang dihasilkan dan kapabilitas proses. Pengklasifikasian berdasarkan tipe permukaan yang dihasilkan lebih penting digunakan, tipe permukaan yang dihasilkan dan kapabilitas proses. Pengklasifikasian berdasarkan tipe permukaan yang dihasilkan lebih penting

Tabel 2.1 Klasifikasi Proses Pemesinan Berdasarkan Permukaan yang

Dihasilkan

Tipe pe rmukaan

Dis krips i pe rmukaan yang dihasilkan

prose s pe me s inan yang digunakan

permukaan flat a. multiple

shaping, planing, milling, sawing, grinding

b. face

shaping, planing, milling, sawing, grinding, turning

permukaan cylindrical

a. permukaan internal

drilling

b. permukaan eksternal

turning

surface of revolution (cones, cams, spheres)

turning. Milling

4 permukaan yang tidak teratur

milling, grinding, sawing

Sumber : Creese, 1999

Klasifikasi proses pemesinan berdasarkan alat potong yang digunakan tergantung dari jumlah mata pahat. Proses pemesinan berdasarkan alat potong yang digunakan, yaitu:

1. Pemotongan single-point, proses pemesinan seperti turning, planning, shaping , dan boring.

2. Pemotongan multiple-point

a. 2 mata pahat, drilling

b. n mata pahat, miling, sawing, reaming, broaching dan lain-lain.

c. Jumlah mata pahat yang tak terhingga, grinding, polishing. Klasifikasi proses pemesinan berdasarkan kapabilitas prosesnya merupakan klasifikasi yang banyak digunakan, tapi klasifikasi ini sulit untuk mengevaluasi operasi manakah yang paling bagus untuk proses yang spesifik. Klasifikasi berdasarkan proses dan kapabilitasnya, yaitu:

1. Turning

2. Drilling

3. Shaping

4. Milling

2.2 PROSES MILLING

Milling merupakan proses pemesinan yang dilakukan dengan alat potong yang berputar dimana disekeliling alat potong tersebut terdapat beberapa mata pahat (Gupta, 2009). Proses milling dapat digunakan untuk membuat permukaan yang datar atau permukaan yang melengkung dan bentuk-bentuk rumit lainnya. Proses milling menghasilkan produk yang mempunyai akurasi yang tepat dan mempunyai permukaan akhir yang bagus.

Secara umum ada dua macam proses milling yaitu proses up milling atau proses milling konvensional dan proses down milling. Di dalam proses up milling, arah rotasi alat potong dan arah gerak benda kerja saling berlawanan sedangkan pada proses down milling arah rotasi alat potong dan benda kerja searah. Proses up milling menghasilkan geram yang sedikit pada saat awal pemakanan dan menghasilkan geram yang tebal pada saat alat potong meninggalkan permukaan benda kerja sedangkan pada proses down milling yang terjadi adalah sebaliknya.

Pada proses up milling, mata pahat berusaha sampai dasar benda kerja sedangkan pada proses down milling sebaliknya. Secara teknis, proses down milling merupakan proses superior tapi proses up milling merupakan proses yang paling umum digunakan. Proses down milling tidak dapat digunakan kecuali menggunakan mesin milling yang sudah dilengkapi dengan backlash eliminator.

Gambar 2.1 Proses up dan down milling

Sumber: Gupta dkk., 2009

2.2.1 Macam-Macam Proses Milling

Proses milling dibagi menjadi dua yaitu peripheral milling dan face milling. Pada peripheral milling, mata pahat umumnya berada pada sekeliling alat potong dan permukaan yang digunakan untuk milling sejajar dengan sumbu potongnya. Sedangkan pada face milling, meskipun mata pahat berada pada permukaan seperti pada peripheral milling, permukaan yang dihasilkan sejajar dengan permukaan alat potong dan tegak lurus terhadap sumbu potongnya.

1. Peripheral Milling Alat potong pada peripheral milling mempunyai pegangan pahat atau arbor

yang panjang. Defeksi pada arbor membatasi keakuratan bentuk dan dimensi pada proses ini. Alat potong peripheral milling digunakan pada mesin milling horizontal. Lubang dan lubang kunci yang terdapat pada pusat pahat digunakan untuk memasangkan pahat pada arbor pada mesin.

Gambar 2.2 Peripheral milling

Sumber: Gupta dkk., 2009

Peripheral milling dapat diadopsi untuk operasi pemesinan seperti slab milling, slot milling, side and face milling, form milling, straddle milling dan gang milling. Operasi pemesinan peripheral milling dapat dijelaskan pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Macam-macam operasi peripheral milling

Sumber: Gupta dkk., 2009

Gambar 2.4 Alat Potong Pada Peripheral Milling

Sumber : Gupta dkk (2009)

2. Face Milling Face milling digunakan pada operasi milling yang tingkat pengurangan

material. Pada face milling, posisi alat potong terhadap benda kerja haruslah signifikan. Ada tiga posisi yang mungkin terjadi yaitu alat potong tepat pada tengah benda kerja, alat potong tidak pada tengah benda kerja tapi sedikit geser kearah keluar benda kerja atau masuk kearah benda kerja. Ketiga posisi ini dijelaskan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Milling simetri dan tidak simetri

Sumber: Gupta dkk., 2009

2.2.2 Mesin Milling CNC

Mesin CNC adalah mesin yang dioperasikan dengan menggunakan perintah-perintah yang diprogram secara abstrak dan disimpan di suatu media penyimpanan. Salah satu jenis mesin CNC adalah mesin milling CNC. Mesin milling CNC adalah mesin milling dengan pergerakan meja mesin (sumbu X dan Y ) serta spindel (rumah cutter) dikendalikan oleh suatu program. Program tersebut berisi langkah-langkah perintah yang dijalankan oleh mesin CNC. Program tersebut dibuat langsung pada mesin CNC (huruf per huruf, angka per angka), yang hasil programnya disebut dengan program NC, atau dibuat menggunakan PC plus software khusus untuk membuat program NC. Program seperti ini disebut dengan CAM. Kelemahan pembuatan program NC dengan cara manual pada mesin CNC adalah waktu yang diperlukan lama, akurasi tidak terjamin, mesin tidak dapat digunakan pada saat pembuatan program NC berlangsung.

Gambar 2.6 Mesin milling CNC

Sumber: www.emco.co.uk

2.2.3 Bagian Utama Mesin Milling CNC

Bagian utama pada mesin milling CNC digambarkan, sebagai berikut:

1. Meja (bed) mesin. Mesin milling CNC bisa bergerak dalam 2 sumbu secara bersamaan yaitu

sumbu X dan sumbu Y. Setiap sumbunya dilengkapi dengan motor penggerak, ball screw plus bearing dan guide way slider untuk akurasi pergerakannya. Pelumasannya, beberapa mesin menggunakan minyak oli dengan jenis dan merk tertentu dan beberapa mesin menggunakan grease. Pelumasan ini sangat penting untuk menjaga kehalusan pergerakan meja, dan menghindari kerusakan ball screw, bearing atau guide way slider. Pemberian pelumas wajib dilakukan kecuali mesin tidak digunakan. Meja ini dapat digerakkan secara manual dengan menggunakan handle eretan.

2. Spindle mesin. Spindle mesin merupakan bagian dari mesin yang menjadi rumah cutter.

Spindle inilah yang mengatur putaran dan pergerakan cutter pada sumbu Z. Spindle inipun digerakkan oleh motor yang dilengkapi oleh transmisi berupa belting atau kopling. Seperti halnya meja mesin, spindle ini juga dapat digerakkan oleh handle eretan yang sama. Pelumasan untuk spindle ini ditangani oleh pembuat mesin. Spindle inilah yang memegang arbor cutter dengan batuan udara bertekanan.

3. Motor servo Penggerak piranti eretan-eretan diisyaratkan motor-motor yang cepat dan

sempurna. Motor yang cocok adalah motor arus searah yang khusus dikembangkan, berupa motor servo. Motor servo dilengkapi dengan generator tacho untuk pengukuran jumlah putaran, pemeriksa posisi dan sebuah rem yang ditempatkan. Motor servo diperlukan untuk menggerakan eretan, motor servo dapat bereaksi cepat dan tanpa kejutan, arah putarannya dapat berubah dengan cepat, dan dapat dalam waktu yang singkat sekali pada kecepatan tertentu hingga keadaan berhenti. Berarti motor itu satu kali menggerakan (sebagai motor) dan lain kali itu mengerem (sebagai generator).

Motor servo memenuhi syarat, yaitu:

a. Sebuah sistem servo dapat mempercepat dan memperlambat dalam dua arah, sehingga dapat mencapai jumlah putaran maksimal.

b. Sebuah sistem servo mempunyai sebuah kopel yang besar untuk keseluruhan daerah pengatur.

c. Sebuah sistem servo mempunyai karakteristik putaran kopel rata.

d. Kecepatannya dapat diatur secara sempurna misal dari 0,5 mm/s sampai 30 m/s.

e. Sistemnya mempunyai kepastian bekerja yang sangat tinggi dan tidak banyak persyaratan pemeliharaan.

f. Suatu perbandingan yang baik usaha atau berat dan kopel atau berat.

4. Magasin tool. Satu program NC biasanya menggunakan lebih dari satu tool/cutter dalam

satu operasi pemesinan. Pertukaran cutter yang satu dengan yang lainnya dilakukan secara otomatis melalui perintah yang tertera pada program. Oleh karena itu ada tempat khusus untuk menyimpan tool-tool yang digunakan selama proses pemesinan.

Magasin tool adalah tempat peletakkan tool/cutter standby yang digunakan dalam satu operasi pemesinan. Magasin tersebut memiliki banyak slot untuk banyak tool, antara 8 sampai 24 slot tergantung jenis mesin CNC yang digunakan.

5. Monitor. Pada bagian depan mesin terdapat monitor yang menampilkan data-data

mesin mulai dari setting parameter, posisi koordinat benda dan pesan error.

6. Panel Kontrol Panel kontrol adalah kumpulan tombol-tombol panel yang terdapat pada

bagian depan mesin dan berfungsi untuk memberikan perintah-perintah khusus pada mesin, seperti memutar spindle, menggerakkan meja, mengubah setting parameter . Masing-masing tombol ini diketahui dan dipahami betul oleh seorang CNC Setter.

7. Coolant house. Setiap mesin pasti dilengkapi dengan sistem pendinginan untuk cutter dan

benda kerja. Umum digunakan air coolant dan udara bertekanan, melalui selang yang dipasang pada blok spindle.

2.2.4 Parameter Pemotongan

Pada proses milling, logam dibuang dari benda kerja awal dengan pahat single atau multiple point. Agar efsien dalam penggunaan mesin, maka penentuan parameter pemotongan ditetapkan terlebih dahulu sebelum benda kerja diproses (Ahmad dkk, 2005). Parameter pemotongan dalam milling, sebagai berikut:

1. Diameter alat potong..

2. Jumlah mata potong (flute).

3. Jumlah pass. Proses milling terdapat dua macam gerakan pemakanan yaitu single-pass dan multipass. Single-pass merupakan proses milling yang melakukan satu kali gerakan pemakanan sedangkan multi-pass merupakan proses milling yang melakukan banyak gerakan pemakanan. Pada proses milling single- pass besarnya depth of cut yaitu setebal benda kerja yang ingin dikurangi (Chang dkk., 1998).

4. Kedalaman pemotongan (depth of cut). Kedalaman pemotongan adalah rata–rata selisih dari tebal benda kerja sebelum di frais dengan tebal benda kerja setelah di frais. Kedalaman 4. Kedalaman pemotongan (depth of cut). Kedalaman pemotongan adalah rata–rata selisih dari tebal benda kerja sebelum di frais dengan tebal benda kerja setelah di frais. Kedalaman

5. Spindle speed. Spindle speed adalah kecepatan putaran alat potong dalam proses milling yang dihasilkan oleh putaran spindel pada mesin yang merupakan frekuensi putaran diukur dalam RPM (revolutions per minute).

.......................................................................................... (2.1)

dengan;

N : Kecepatan putaran, rev/menit ν : Kecepatan potong, m/menit

D : Diameter alat potong, mm π : Konstanta, seharga 3,14

6. Feed per tooth dan feed rate Feed per tooth didefinisikan sebagai gerakan relatif lateral antara pahat dengan benda kerja selama proses pemesinan. Pada milling, feed per tooth didefinisikan sebagai pemakanan alat potong tiap perputaran mata pahat dengan satuan mm/tooth. Feed rate didefinisikan sebagai kecepatan pemakanan dengan satuan mm/menit (Chang dkk., 1998).

f =f z .Z n .N .......................................................................................(2.2)

dengan; f : feed rate, mm/ menit

f z : feed per tooth, mm/tooth Z n : jumlah gigi pada alat pemotong N : putaran spindle mesin, rad/menit

7. Cutting speed. Cutting speed adalah kecepatan linear maksimum antara pahat dan benda kerja. Cutting speed dapat ditentukan sebagai fungsi dari diameter pahat dan

spindle speed. Cutting speed disimbolkan dengan V c dengan satuan mm/menit (Chang dkk., 1998).

Gambar 2.7 Geometri pada operasi milling bidang permukaan

Sumber: Tlusty, 2000

Pada Gambar 2.6, dapat dilihat geometri pada operasi milling. h r

merupakan ketebalan geram yang dihasilkan dengan v adalah kecepatan pemotongan. Depth of cut disimbolkan dengan a yaitu ketebalan benda kerja yang akan dikurangi.

2.3 MODEL OPTIMISASI

Permasalahan dapat disederhanakan menjadi permasalahan single-objektif dengan satu tujuan utama. Namun sering sulit untuk mendefinisikan semua aspek dalam satu tujuan. Agar dapat mendefiniskan semua aspek, multi-objektif merupakan salah satu pilihan yang tepat. Permasalahan multi-objektif adalah permasalahan yang mempunyai dua atau lebih fungsi tujuan. Optimisasi multi- Permasalahan dapat disederhanakan menjadi permasalahan single-objektif dengan satu tujuan utama. Namun sering sulit untuk mendefinisikan semua aspek dalam satu tujuan. Agar dapat mendefiniskan semua aspek, multi-objektif merupakan salah satu pilihan yang tepat. Permasalahan multi-objektif adalah permasalahan yang mempunyai dua atau lebih fungsi tujuan. Optimisasi multi-

Pada optimisasi single-objective, ruang pencarian penyelesaian sudah didefinisikan dengan baik. Sedangkan pada optimisasi multi-objektif, terdapat beberapa fungsi tujuan yang saling bertentangan apabila dioptimalkan secara berurutan. Permasalahan multi-objektif tidak terdapat satu penyelesaian yang optimal namun beberapa penyelesaian yang punya kualitas yang sama. Ketika beberapa fungsi tujuan dioptimalkan dalam satu waktu maka ruang pencarian penyelesaian menjadi terpisah-pisah. Untuk mendapatkan penyelesaian yang optimal, akan terjadi trade-off diantara fungsi tujuan yang bertentangan tersebut (Abraham dkk., 2005).

Optimisasi multiobjektif secara umum dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

Maksimasi atau minimasi Z (x 1 ,x 2 , ….x n ) ...................................... (2.3) = [Z 1 (x 1 ,x 2 , ….x n ), Z 2 (x 1 ,x 2 , ….x n ),…. Z p (x 1 ,x 2 ,

….x n )]

Batasan masalah

g i (x 1 ,x 2 , ….x n ) ≤ 0, dimana i = 1,2….. m x j ≥ 0, dimana j = 1,2 …..n

dengan; Z (x 1 , x 2 , ….x n ) adalah fungsi tujuan multiobjektif dan Z 1 (x 1 ,x 2 ,….x n ), Z 2 (x 1 ,x 2 , ….x n ),…. Z p (x 1 ,x 2 , ….x n ) adalah fungsi tujuan individual.

2.3.1 Model Optimisasi Penentuan Parameter Pemotongan

Perusahaan manufaktur menginginkan kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi. Salah satu cara untuk mendapatkan kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi adalah meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan suatu produk. Model optimisasi untuk meminimumkan waktu pemesinan yang dijadikan acauan utama pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ahmad dkk (2005). Ahmad dkk (2005) mengembangkan model optimisasi untuk meminimumkan waktu pemesinan dengan menentukan feed per tooth dan cutting speed yang optimal. Kendala- Perusahaan manufaktur menginginkan kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi. Salah satu cara untuk mendapatkan kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi adalah meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan suatu produk. Model optimisasi untuk meminimumkan waktu pemesinan yang dijadikan acauan utama pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ahmad dkk (2005). Ahmad dkk (2005) mengembangkan model optimisasi untuk meminimumkan waktu pemesinan dengan menentukan feed per tooth dan cutting speed yang optimal. Kendala-

1. Waktu Pemesinan

Waktu pemesinan adalah total waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah benda kerja. Waktu pemesinan merupakan fungsi dari ukuran benda kerja, kedalaman pemakanan (depth if cut), feed per tooth dan cutting speed. Waktu pemesinan dapat dihitung dengan cara membagi panjang benda yang akan diproses dengan feed rate (Chang dkk., 1998). Waktu pemesinan dapat dirumuskan sebagai berikut (Ahmad dkk., 2005):

Tm =

dengan; Tm

= waktu pemesinan (menit)

= panjang benda kerja (mm)

f = feed rate (mm/menit)

2. Kekasaran Permukaan.

Kekasaran permukaan suatu produk secara analitik dinyatakan sebagai fungsi dari geometri pahat dan feed per tooth. Namun, fungsi tersebut diestimasikan untuk kekasaran permukaan pada kondisi alat potong yang bagus dan tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya selain feed per tooh. Cook dan Chandaramani (1964) menyatakan bahwa kekasaran permukaan tidak hanya dipengaruhi oleh cutting speed namun juga oleh deep of cut.

2.3.2 Kendala

Gaya dan Daya pemesinan yang diperlukan bukanlah kendala dalam pemilihan proses pemesinan namun menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan parameter pemotongan seperti feed per tooth, cutting speed dan depth of cut . Daya dan gaya merupakan fungsi dari parameter pemotongan. Ketika menggunakan pahat, mesin dan benda kerja yang sama. Secara umum, semakin besar benda kerja yang dikurangi tiap menitnya semakin besar pula daya yang Gaya dan Daya pemesinan yang diperlukan bukanlah kendala dalam pemilihan proses pemesinan namun menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan parameter pemotongan seperti feed per tooth, cutting speed dan depth of cut . Daya dan gaya merupakan fungsi dari parameter pemotongan. Ketika menggunakan pahat, mesin dan benda kerja yang sama. Secara umum, semakin besar benda kerja yang dikurangi tiap menitnya semakin besar pula daya yang

1. Gaya Pemotongan

Gaya pemotongan yang bekerja pada pahat dihasilkan dari bagian tepi pahat yang bersentuhan dengan benda kerja. Arah dari gaya pemotongan tergantung dari rasio komponen dari tepi, besarnya jari-jari yang berpengaruh pada besarnya pemakanan, dan sudut pemotongan tepi pahat. Gaya dibagi menjadi 3 yaitu feed force, radial force dan tangential force. Feed force merupakan gaya yang menentukan beban langsung pada gerakan pemakanan. Radial force merupakan gaya yang menentukan pengaruh defleksi pada keakuratan permukaan mesin. Tangential force merupakan gaya yang menunjukkan arah kecepatan pemotongan dan menentukan besarnya daya pemotongan (Tlusty, 2000).

Gambar 2.8 Geometri gaya pemotongan

Sumber : Chang dkk, 1998

Besar dan arah gaya potong ditentukan dengan menganalisis proses terjadinya geram. Gaya pemotongan dapat dijabarkan sebagai fungsi dari gaya potong spesifik dan ketebalan geram (Sandvik, 2003). Gaya potong spesifik Besar dan arah gaya potong ditentukan dengan menganalisis proses terjadinya geram. Gaya pemotongan dapat dijabarkan sebagai fungsi dari gaya potong spesifik dan ketebalan geram (Sandvik, 2003). Gaya potong spesifik

2. Daya Pemesinan

Penggunaan daya dapat dihitung sebagai hasil dari cutting speed dan gaya pemotongan. Besar daya mesin yang digunakan tidak boleh melebihi dari daya mesin maksimal yang diijinkan pada mesin. Apabila daya mesin melebihi dari maksimal daya mesin maka akan terjadi beberapa permasalahan dalam pemesinan.

3. Spindle Speed

Kecepatan spindle pada mesin dibatasi untuk menghindari overload yang berlebihan dari spindle motor. Oleh karena, kecepatan spindle pada mesin haruslah kurang dari batasan yang diperbolehkan oleh mesin. Disisi yang lain, jika kecepatan spindle sangat kecil dari kekuatan spindel motor minimal maka mesin akan tidak berfungsi maksimal (Ahmad dkk., 2005).

Nmin ≤ N ≤Nmax dimana N =

dengan; N

: Spindle speed (rpm)

V : cutting speed (mm/min)

D : diameter pahat (mm)

4. Kendala Variabel

Penentukan kondisi pemotongan yang optimum dapat dilakukan dengan cara mengubah-ubah variabel keputusan yaitu feed per tooth dan cutting speed. Optimum feed rate dan cutting speed berada dalam range yang ditentukan oleh minimum dan maksimum feed rate dan spindle speed dari mesin (Ahmad dkk., 2005).

喐 2n6 ≤f≤喐 2e =

址f

dengan;

喐 2n6 dan 喐 2e : minimum dan maksimum feed rate 2n6 dan 2e : minimum dan maksimum cutting speed

2.4 METODE OPTIMISASI MULTIOBJEKTIF

Permasalahan multiobjektif yaitu permasalahan yang mempunyai dua atau lebih fungsi tujuan tidak dapat diselesaikan dengan optimisasi sederhana. Hal ini dikarenakan permasalahan multiobjektif biasanya mempunyai dua fungsi tujuan yang saling trade off satu dengan yang lainnya. Beberapa metode untuk menyelesaikan permasalahan multiobjektif yaitu pareto optimality, necessary and sufficient conditions, efficiency and dominance, compromise solution, dan function transformation (Marler dkk., 2004).

2.4.1 Function Transformation

Permasalahan multiobjektif merupakan permasalahan yang mempunyai fungsi tujuan dua atau lebih sehingga tidak terdapat hanya satu penyelesaian optimal namun beberapa penyelesaian optimal. Pada saat beberapa fungsi tujuan multiobjektif tersebut dioptimalkan secara bersama, maka akan ditemukan ruang pencarian penyelesaian yang terpisah-pisah. Apabila ingin menentukan manakah penyelesaian yang optimal, maka antar fungsi tujuan akan saling trade-off satu sama lain. Marler (2004) melakukan penelitian tentang beberapa pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan multi-objective meliputi pareto optimality, necessary and sufficient condition, efficiency and dominance , compromise solution dan function transformation.

Penelitian ini mempunyai dua fungsi tujuan yaitu meminimasi waktu pemesinan dan kekasaran dimana dua fungsi tujuan tersebut mempunyai satuan yang berbeda. Pada penyelesaikan permasalahan ini metode function transformation merupakan metode yang tepat untuk menyelesaikannya karena function transformation menghasilkan persamaan yang tidak berdimensi (Marler dkk, 2004). Pross (2001) menyatakan function transformation dengan persamaan

땘ue6t

址f

persamaan tersebut mempunyai hasil yang tidak berdimensi dengan batas atas mendekati 1 dan batas bawahnya tidak terbatas (diasumsikan batas atas (Fi max ) ≠ 0). Selain persamaan diatas, function transformation juga dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

땘ue6t

Persamaan ini juga menghasilkan persamaan fungsi tujuan yang tidak berdimensi. Namun, nilai paling kecil dari F i trans adalah 0 dan batas atasnya tidak terbatas sehingga sulit melakukan komputasi apabila penyebut pada persamaan tersebut bernilai 0 atau negatif. Konsekuensinya, pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa penyebut harus positif atau penyebut pada persamaan tersebut diabsolutkan sehingga function transformation dapat dinyatakan sebagai berikut (Marler dkk., 2004):

땘ue6t

,F i o >0 ....................................................................... (.2.10)

Persamaan yang paling robust untuk mentransformasi fungsi tujuan terlepas dari jangkauan aslinya, sebagai berikut:

n 땘ue6t

F i trans : Function Transformation Fi(x) : Fungsi tujuan

Fi o : Minimasi fungsi tujuan Fi max : Maksimasi fungsi tujuan Persamaan ini disebut normalisasi. Pada kasus ini, F i trans bernilai antara 1 dan 0,

tergantung dari ketelitian dan metoda yang digunakan dimana Fi max dan Fi o sudah ditentukan (Marler dkk., 2004).

2.4.2 Metode Pembobotan Fungsi Tujuan

Pada permasalahan multiobjektif dijumpai masing-masing fungsi tujuan yang mempunyai fungsi utilitas yang berbeda. Salah satu metode umum pada optimisasi multiobjektif yaitu weighted sum methot.

n遈 nn

........................................................................... (2.12)

dengan adalah vector bobot yang biasanya ditentukan oleh pembuat keputusan sehingga ∑

遈遈 n =1 dan > 0. Pada metode pembobotan fungsi tujuan, apabila

satu atau lebih bobot fungsi tujuan bernilai 0 maka akan menyebabkan hasil yang tidak optimal. Oleh karena itu, nilai bobot fungsi tujuan biasanya mencerminkan tingkat kepentingan fungsi tujuan tersebut (Marler dkk., 2004).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah. Adapun langkah-langkah penyelesaian masalah seperti dalam Gambar 3.1.

Studi Litelatur

Perumusan Masalah

Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Model Optimisasi pada proses milling

Model Function Transformation

Analisis Model

Tahap Identifikasi Masalah

Kesimpulan dan saran

Tahap Pengembangan Model Optimisasi

Tahap Analisis

Tahap Kesimpulan

Gambar 3.1 Metodologi penelitian

Metodologi penelitian tersebut diuraikan dalam beberapa tahap dan tiap tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih lengkap pada tiap tahapnya akan dijelaskan dalam sub bab berikut ini:

3.1 TAHAP IDENTIFIKASI MASALAH

Tahap identifikasi masalah meliputi beberapa tahapan pelaksanaan sebagai

1. Studi Litelatur

Pada tahap ini dilakukan studi litelatur terhadap masalah yang diteliti. Langkah ini dilakukan untuk menemukan permasalahan yang ada saat ini sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi penyelesaian permasalahan. Hasil observasi diketahui bahwa perusahaan manufaktur menginginkan kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi. Pada produk hasil milling, kualitas produk dapat dilihat dari kekasaran permukaan pada produk yang dihasilkan, semakin kasar permukaan maka kualitas produk tersebut semakin jelek. Ukuran produktivitas dapat dilihat dari lamanya waktu pemesinan. Semakin lama waktu pemesinan, produktivitas semakin rendah begitupula sebaliknya. Kekasaran permukaan dan waktu pemesinan dipengaruhi oleh pemilihan parameter- parameter pemotongan yang digunakan seperti feed per tooth dan cutting speed. Perusahaan manufaktur menggunakan handbook atau berdasarkan pengalaman yang digunakan dalam menentukan parameter pemotongan. Oleh karena itu perlu suatu metode untuk menentukan parameter pemotongan yang optimal sehingga diperoleh kualitas produk yang bagus dan produktivitas yang tinggi. Operasi milling terdapat dua gerakan pemakanan yaitu single-pass dan multi-pas. Penelitian ini hanya akan meneliti operasi milling untuk single-pass.

2. Perumusan masalah

Pada tahap ini dilakukan perumusan terhadap permasalahan yang terdapat pada proses pemesinan. Rumusan masalah dari hasil observasi adalah bagaimana mengembangkan model optimisasi multiobjektif untuk menentukan parameter pemotongan yang optimal di dalam perencanaan proses pemotongan single-pass dengan end-miiling yang digunakan untuk meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan.

3. Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah menentukan parameter pemotongan yang optimal dalam proses milling untuk meminimumkan kekasaran permukaan dan waktu pemesinan. Diharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan metode alternatif dalam menentukan parameter pemotongan dalam Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah menentukan parameter pemotongan yang optimal dalam proses milling untuk meminimumkan kekasaran permukaan dan waktu pemesinan. Diharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan metode alternatif dalam menentukan parameter pemotongan dalam

3.2 TAHAP PENGEMBANGAN MODEL OPTIMISASI

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan serta pengolahan data yang digunakan untuk mengembangkan model sehingga diperoleh nilai parameter pemotongan yaitu feed per tooth dan cutting speed yang optimal dalam proses pemotongan single-pass dengan end milling untuk meminimumkan waktu pemesinan dan kekasaran permukaan.

1. Model optimisasi pada proses milling

Tahap ini dilakukan pengembangan model dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dkk (2005). Ahmad dkk (2005) mengembangkan optimisasi parameter pemotongan pada milling untuk meminimumkan waktu pemesinan. Batasan model yang digunakan oleh Ahmad dkk (2005) yaitu gaya pemotongan, daya mesin, spindle speed, kekasaran permukaan dan batasan variabel. Penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan Ahmad dkk (2005) yaitu menambah satu fungsi tujuan yaitu kekasaran permukaan, dimana kekasaran permukaan pada penelitain Ahmad dkk (2005) merupakan salah satu batasan model. Batasan model yang dipertimbangkan pada penelitian ini terdiri dari daya mesin, gaya pemotongan, kecepatan spindle dan batasan variabel keputusan.

Model yang dikembangkan diaplikasikan pada sebuah benda kerja dari alumunium dengan dimensi 600mm x 600mm x 50 mm. Mesin yang digunakan sebagai acuan batasan pada penelitian ini adalah mesin milling CNC dengan pahat coromill 245 dengan maksimum daya pemesinan sebesar 0,75 kW dan maksimum gaya potong sebesar 1000 N. Diameter pahat yang digunakan yaitu sebesar 40 mm. Pada tahap ini dilakukan optimisasi untuk menentukan parameter pemotongan yaitu feed per tooth dan cutting speed yang optimal dengan mempertimbangkan kendala pemesinan.

Parameter-parameter pemotongan ini akan digunakan sebagai input pada model optimisasi. Optimisasi yang dilakukan pada tahapan ini adalah optimisasi untuk memperoleh parameter pemotongan dengan fungsi tujuan yaitu maksimum Parameter-parameter pemotongan ini akan digunakan sebagai input pada model optimisasi. Optimisasi yang dilakukan pada tahapan ini adalah optimisasi untuk memperoleh parameter pemotongan dengan fungsi tujuan yaitu maksimum

2. Model function transformation