PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN (Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)

PADA NIAT BELI KONSUMEN (Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : DESI SANGGAR PRATIWI F1209021 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021 PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN

(Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)

Penelitian ini dilakukan pada objek tas merek Louis Vuitton Palsu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian serta atribut produk terhadap sikap legalitas dan kepatuhan hukum serta niat beli konsumen.

Sampel penelitian ini adalah calon konsumen di Surakarta yang belum pernah membeli tas merek Louis Vuitton Palsu. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling , dengan jumlah sampel sebanyak 160 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan metode penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Stepwise.

Penelitian ini mereplikasi penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009), dengan variabelnya meliputi faktor kepribadian, faktor atribut produk, sikap konsumen terhadap pemalsuan serta niat pembelian. Faktor kepribadian mengacu pada konstruk integritas, status konsumsi dan materialisme. Faktor atribut produk mengacu pada konstruk tampilan produk dan umur manfaat. Serta faktor sikap konsumen mengacu pada sikap pada legalitas dan sikap kepatuhan hukum konsumen atas pemalsuan merek mewah (Luxury Brand). Hasil analisis menunjukkan 1) faktor kepribadian (Status konsumsi dan materialisme) berpengaruh pada sikap konsumen atas produk palsu (sikap kepatuhan hukum dan sikap legalitas) serta niat beli konsumen; 2) faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat) berpengaruh pada niat beli tas Louis Vuitton palsu.

Penelitian ini memiliki keterbatasan pada jumlah sampel, obyek serta variabel penelitian. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangankan variabel yang diteliti terhadap sikap dan niat beli konsumen pada produk palsu.

Kata kunci : produk palsu,, sikap konsumen, niat pembelian, kepribadian, atribut produk

ABSTRACT DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021

THE EFFECTS OF PERSONALITY AND PRODUCT ATTRIBUTE IN CONSUMER’S WILLINGNESS TO KNOWINGLY PURCHASE COUNTERFEIT PRODUCTS (A Study on Counterfeit Bag of Louis Vuitton Brand)

This research is done on the fake brand of Louis Vuitton bag object, in order to know the effect of personality and product attribute to the attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

The sample of this research is customers to be in Surakarta who wants have never bought fake brand of Louis vuitton bag. The technique of getting sample used is purposive sampling, the sample are 160 respondents. The technique of collecting data used is spreading questionnaire method. The data analysis used is multivariate regression and stepwise regression.

This research is replication of Ian Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix research (2009), with the variables include personality factor, product attribute, attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products. The personality factor refers to construct of integrity construct, consumption status and materialism. Product attribute refers to construct of product performance and usefull life. Customer’s attitude toward counterfeit factor refers to attitudes toward the lawfullness of counterfeit luxury brands and attitudes toward the legality of counterfeit luxury brands. The result of analysis shows 1) personality factor (status consumption and materialism) effects to customer’s attitude toward counterfeit (attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands) and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products; 2) product attribute factor (product performance and usefull life) effects to consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

This research has limitation on the number of sample, object and research variables. The future research is suggested to the variable development which is researched to the attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

Key words: counterfeit, customer’s attitude, consumer’s willingness to knowingly purchase, personality, and product attribute.

HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN

Hargailah sebuah proses, karena dengan begitu, kamu akan menjaga apa yang kamu dapat melalui proses tersebut

Orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang yang masih terus belajar, akan terus menjadi pemilik masa depan.

“You can if you think you can”

Kupersembahkan karya ini untuk : Orang Tua dan keluarga besar yang selalu mendukung...

Almamaterku…

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, penulis senantiasa berucap syukur kehadirat-Nya atas berkah, rahmat dan ridho-Nya serta, akhirnya terselesaikan dengan baik skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung hingga selesainya skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada:

1. Dr. Wisnu Untoro, M.Com,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi UNS.

2. Dr. Hunik Sri Runing S., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Wiyono, MM selaku Sekretaris Program Manajemen Non-Reguler Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademik.

4. Siti Khoiriyah, SE, M.Si selaku pembimbing skripsi yang bersedia dengan sabar memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan

Surakarta yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini baik secara langsung dan tidak langsung.

6. Orang tua serta keluarga besar yang senantiasa mendukung tanpa pernah lelah.

7. Seorang terkasih dan sahabat yang selalu mendampingi saat suka dan duka.

8. Keluarga besar Manajemen Transfer angkatan 2009, yang memberikan bantuan dan dorongan penyemangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu- persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini maka segala masukan, kritik dan saran yang membangun akan menjadikan skripsi ini lebih berarti.

Surakarta, Desember 2011

Penulis

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

GAMBAR HALAMAN

II.1 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 34

IV.1 Gambar Monogram Louis Vuitton........................................................ 70

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Kuisioner Sampel Besar

Lampiran 2

Hasil Uji Validitas Prestest CFA 1

Lampiran 3

Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 1

Lampiran 4

Hasil Uji Validitas Prestest CFA 2

Lampiran 5

Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 2

Lampiran 6

Hasil Uji Validitas Prestest CFA 3

Lampiran 7

Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 3

Lampiran 8

Hasil Uji Validitas Prestest CFA 4

Lampiran 9

Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 4

Lampiran 10

Data Tanggapan Responden Pada Kuisioner

Lampiran 11

Hasil Uji Validitas Sampel Besar

Lampiran 12

Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar

Lampiran 13

Hasil Uji Regresi Model 1

Lampiran 14

Hasil Uji Regresi Model 2

Lampiran 15

Hasil Uji Regresi Model 3

Lampiran 16

Hasil Uji Regresi Model 4

DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021 PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN

(Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)

Penelitian ini dilakukan pada objek tas merek Louis Vuitton Palsu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian serta atribut produk terhadap sikap legalitas dan kepatuhan hukum serta niat beli konsumen.

Sampel penelitian ini adalah calon konsumen di Surakarta yang belum pernah membeli tas merek Louis Vuitton Palsu. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling , dengan jumlah sampel sebanyak 160 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan metode penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Stepwise.

Penelitian ini mereplikasi penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009), dengan variabelnya meliputi faktor kepribadian, faktor atribut produk, sikap konsumen terhadap pemalsuan serta niat pembelian. Faktor kepribadian mengacu pada konstruk integritas, status konsumsi dan materialisme. Faktor atribut produk mengacu pada konstruk tampilan produk dan umur manfaat. Serta faktor sikap konsumen mengacu pada sikap pada legalitas dan sikap kepatuhan hukum konsumen atas pemalsuan merek mewah (Luxury Brand). Hasil analisis menunjukkan 1) faktor kepribadian (Status konsumsi dan materialisme) berpengaruh pada sikap konsumen atas produk palsu (sikap kepatuhan hukum dan sikap legalitas) serta niat beli konsumen; 2) faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat) berpengaruh pada niat beli tas Louis Vuitton palsu.

Penelitian ini memiliki keterbatasan pada jumlah sampel, obyek serta variabel penelitian. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangankan variabel yang diteliti terhadap sikap dan niat beli konsumen pada produk palsu.

Kata kunci : produk palsu,, sikap konsumen, niat pembelian, kepribadian, atribut produk

ABSTRACT DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021

THE EFFECTS OF PERSONALITY AND PRODUCT ATTRIBUTE IN CONSUMER’S WILLINGNESS TO KNOWINGLY PURCHASE COUNTERFEIT PRODUCTS (A Study on Counterfeit Bag of Louis Vuitton Brand)

This research is done on the fake brand of Louis Vuitton bag object, in order to know the effect of personality and product attribute to the attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

The sample of this research is customers to be in Surakarta who wants have never bought fake brand of Louis vuitton bag. The technique of getting sample used is purposive sampling, the sample are 160 respondents. The technique of collecting data used is spreading questionnaire method. The data analysis used is multivariate regression and stepwise regression.

This research is replication of Ian Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix research (2009), with the variables include personality factor, product attribute, attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products. The personality factor refers to construct of integrity construct, consumption status and materialism. Product attribute refers to construct of product performance and usefull life. Customer’s attitude toward counterfeit factor refers to attitudes toward the lawfullness of counterfeit luxury brands and attitudes toward the legality of counterfeit luxury brands. The result of analysis shows 1) personality factor (status consumption and materialism) effects to customer’s attitude toward counterfeit (attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands) and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products; 2) product attribute factor (product performance and usefull life) effects to consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

This research has limitation on the number of sample, object and research variables. The future research is suggested to the variable development which is researched to the attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.

Key words: counterfeit, customer’s attitude, consumer’s willingness to knowingly purchase, personality, and product attribute.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemalsuan produk merupakan suatu tindakan peniruan produk tanpa ijin dari produsen resmi. Pemalsuan telah lama menjadi ancaman bagi berbagai jenis industri di dunia. Internasional chamber of commerce (2004) memperkirakan bahwa tujuh persen dari perdagangan dunia merupakan barang palsu. Selain pemalsuan CD dan DVD, salah satu penyumbang tingkat pemalsuan terbesar di Indonesia adalah produk fashion. Khususnya pemalsuan produk fashion dengan merek mewah seperti Louis Vuitton, D&G, Gucci, Hammer, dan lain-lain.Pemalsuan telah memberikan banyak dampak negatif secara ekonomi dan sosial bagi para produsen sah maupun masyarakat secara keseluruhan. Pemalsuan juga dapat mengurangi ekuitas merek dan kepercayaan konsumen pada produk asli. Pemerintah telah berusaha memberantas pemalsuan dengan mengeluarkan Undang-Undang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) untuk melindungi hak merek asli.Namun fenomena yang terjadi di masyarakat, konsumen mengabaikan dampak negatif dari produk palsu. Konsumen bersedia membeli produk palsu karena penawaran harga rendah, kualitas yang tepat, serta konsumen merasa tidak menanggung resiko yang besar. Selain alasan tersebut, efek simbolis bagi konsumen yang diperoleh dari pembelian produk merek mewah palsu juga merupakan salah

dapat menjadi faktor pertimbangan pemilihan produk bagi calon pembeli produk palsu. Maka penelitimenetapkan subjek penelitian pada calon konsumen yang belum pernah membeli produk palsu di wilayah Surakarta. Wilayah Surakarta dipilih peneliti karena jumlah ketersediaan produk palsu di wilayah Surakarta tergolong tinggi. Konsumen maupun calon konsumen sangat mudah menemui berbagai pilihan produk palsu di wilayah Surakarta. Sehingga penelitian produk palsu ini dapat dilakukan pada calon konsumen produk mewah palsu di Surakarta. Selain itu, penelitian ini juga mengambil objek survey pada produk tas merek Louis Vuitton, karena tas merupakan salah satu pemalsuan produk fashion yang paling banyak digunakan konsumen di wilayah Surakarta. Merek Louis Vuitton dipilih sebagai objek dalam penelitian ini karena Louis Vuitton merupakan salah satu merek terkenal yang masuk dalam kategori mewah. Louis Vuitton dianggap konsumen sebagai merek mewah dari segi harga dan kemampuan return on investment produk.

Tingkat minat konsumen yang tinggi pada produk palsu, menyebabkan peneliti tertarik menganalisis fenomena produk palsu dari segi permintaan.Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi sikap serta niat pembelian produk merek mewah palsu. Penelitian ini juga berusaha memahami maksud perilaku konsumen yang secara sadar aktif mencariproduk palsu. Maka peneliti akan mendasarkan pengujian variabel sikap dan niat konsumen terhadap produk palsu pada dua Tingkat minat konsumen yang tinggi pada produk palsu, menyebabkan peneliti tertarik menganalisis fenomena produk palsu dari segi permintaan.Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi sikap serta niat pembelian produk merek mewah palsu. Penelitian ini juga berusaha memahami maksud perilaku konsumen yang secara sadar aktif mencariproduk palsu. Maka peneliti akan mendasarkan pengujian variabel sikap dan niat konsumen terhadap produk palsu pada dua

Status konsumsi merupakan efek dari pembelian suatu produk. Citra dari produk yang dibeli konsumen dapat menggambarkan tingkat status dari konsumen tersebut. Sehingga faktor status konsumsi dapat mempengaruhi sikap dan niat pembelian produk palsu dengan merek mewah.

Integritas merupakan tingkat pertimbangan individu untuk etis dan kepatuhan terhadap hukum (Wang et al, 2005). Pengaruh nilai-nilai seperti integritas akan mempengaruhi penilaian ke arah mengalah untuk kegiatan yang tidak etis (Steenhaut dan van Kenhove, 2006). Tingkat integritas sangat mempengaruhi pemilihan produk yang akan dikonsumsi. Sehingga tingkat integritas dapat mempengaruhi sikap dan niat pembelian produk merek mewah palsu.

Materialisme adalah keyakinan konsumen yang menilai harta duniawi merupakan hal yang sangat penting (Belk, 1985). Materialisme melihat perolehan harta sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan (Richins dan Rudmin, 1994). Materialis didorong untuk mengkonsumsi produk secara berlimpah, sehingga materialisme dapat mempengaruhi sikap dan niat Materialisme adalah keyakinan konsumen yang menilai harta duniawi merupakan hal yang sangat penting (Belk, 1985). Materialisme melihat perolehan harta sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan (Richins dan Rudmin, 1994). Materialis didorong untuk mengkonsumsi produk secara berlimpah, sehingga materialisme dapat mempengaruhi sikap dan niat

Umur manfaat (useful life) merupakan daya tahan suatu produk atau jangka waktu kinerja suatu produk. Umur manfaat produk merupakan salah satu unsur pertimbangan fungsional pemilihan produk oleh konsumen. Namun, manfaat status simbolik yang terkait dengan penggunaan produk adalah motivator utama untuk membeli produk mewah palsu. Sehingga Umur manfaat dapat mempengaruhi niat pembelian produk merek mewah palsu.

Kepatuhan terhadap hukum merupakan sifat patuh atau ketaatan pada undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat

( http://kamusbahasaindonesia.org ).

Sedangkan legalitas merupakan

keabsahan suatu tindakan( http://kamusbahasaindonesia.org ). Sikap kepatuhan hukum dan legalitas dapat mempengaruhi niat pembelian produk merek mewah palsu.

Niat pembelian merupakan salah satu tahap dalam proses pembelian suatu produk oleh konsumen. Niat pembelian terbentuk jika terdapat kebutuhan dan alternatif pilihan produk yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu didukung oleh keinginan pribadi untuk membeli maupun pengaruh lingkungan untuk membeli. Oleh karena itu selain sikap

mewah palsu. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari hasil penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009) terhadap sampel dari sebuah universitas besar di Australia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis apakah faktor kepribadian (status konsumsi, materialisme dan integritas) mempengaruhi sikap terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pembelian merek mewah palsu serta niat pembelian merek mewah palsu.Serta menganalisis apakah atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat) berpengaruh niat merek mewah palsu. Pada penelitan sebelumnya diperoleh hasil bahwa diantara ketiga variabel kepribadian, hanya integritas yang berpengaruh paling kuat pada sikap konsumen atas pemalsuan produk. Sedangkan faktor kepribadian (integritas, status konsumsi, materialisme) dan faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat produk) berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen. Serta sikap kepatuhan hukum dan legalitas konsumen atas pemalsuan produk berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen. Peneliti bermaksud menguji hasil penelitian tersebut jika diterapkan subjek dan objek yang berbeda. Maka Penelitian ini

berjudul: “ PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN (STUDI PADA TAS MEREK LOUIS VUITTON PALSU)”

Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah integritas berpengaruh pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuanproduk merek mewah (Luxury brand) di Surakarta?

2. Apakah status konsumsi berpengaruh pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand ) di Surakarta?

3. Apakah materialisme berpengaruh pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand ) di Surakarta?

4. Apakah sikap kepatuhan konsumen terhadap hukum atas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) berpengaruh pada niat pembelian konsumen di Surakarta?

5. Apakah sikap konsumen terhadap legalitas atas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) berpengaruh pada niat pembelian konsumen di Surakarta?

6. Apakah integritas berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta?

7. Apakah status konsumsi berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta? 7. Apakah status konsumsi berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta?

9. Apakah tampilan produk berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta?

10. Apakah umur manfaat produk berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki batasan masalah yang ditetapkan oleh penulis sebagai berikut:

1. Obyek Penelitian Penelitian ini mengambil obyek produk fashion tas dengan merek Louis Vuitton.

2. Subyek Penelitian Peneliti membatasi subyek penelitian pada masyarakat yang belum pernah membeli produk palsu di wilayah Surakarta.

3. Lokasi Penelitian Peneliti membatasi lokasi penelitian ini pada wilayah Surakarta.

Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap dan niat pembelian konsumen atas produk merek mewah palsu dibatasi pada variabel berikut (Phau, Sequera, dan Dix, 2009) :

a. Faktor kepribadian yang terdiri dari :Matrealisme, Status Konsumsi, dan Integritas.

b. Faktor atribut produk yang terdiri dari :Tampilan produk dan Umur manfaat produk.

c. Sikap Legalitas dan Sikap Kepatuhan konsumen terhadap hukum atas produk merek mewah palsu

d. Niat Pembelian

D. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh integritas padasikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) di Surakarta.

2. Menganalisis pengaruh status konsumsi padasikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand ) di Surakarta.

3. Menganalisis pengaruh matrealisme pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand ) di Surakarta.

pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) pada niat pembelian konsumen di Surakarta.

5. Menganalisis pengaruh sikap konsumen terhadap legalitas atas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) pada niat pembelian konsumen di Surakarta.

6. Menganalisis pengaruh integritas pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta.

7. Menganalisis pengaruh status konsumsi pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta.

8. Menganalisis pengaruh matrealisme pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta.

9. Menganalisis pengaruh tampilan produk pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta.

10. Menganalisis pengaruh umur manfaat produk pada niat pembelian produk merek mewah palsu di Surakarta.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak- pihak berikut ini:

1. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan 1. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

2. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pemasar untuk memahami gambaran faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen ketika mereka dihadapkan pada keputusan pembelian.

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pemalsuan (Counterfeit)

Definisi mengenai pemalsuan produk telah banyak dikemukakan pada berbagai sumber. Palsu adalah reproduksi dari sebuah merek dagang yang sangat serupa atau identik dengan merek asli (Cordell et al, 1996 dalam Phau dan Min, 2009). Pembuatan produk yang sama termasuk kemasan, label dan merek dagang, untuk sengaja meniru sebagai produk asli (Kay, 1990; Ang et al., 2001; Chow, 2000 dalam Phau dan Min, 2009). Lai dan Zaichkowsky (1999) menyatakan bahwa pemalsuan dan pembajakan pada dasarnya sama karena keduanya merupakan reproduksi salinan identik dari produk asli. Kedua istilah ini telah digunakan secara bergantian (Wee et al., 1995; Kwong et al, 2003 dalam Phau dan Min, 2009). Namun, pembajakan sering dikaitkan dengan perangkat lunak dan konten media tetap seperti rekaman film dan musik (Chow, 2000; Cheung dan Predergast, 2006 dalam Phau dan Min, 2009).

Pemalsuan didefinisikan berbeda dengan tindakan pelanggaran hak milik intelektual seperti barang-barang pasar gelap. De Matos et al., 2007 (dalam Phau dan Min, 2009) telah mempunyai skala untuk

Barang Pasar Abu-abu merupakan pengiriman tidak sah dari produsen outsourching yang didistribusikan melalui saluran yang tidak sah (Huang et al., 2004; Gentry et al. 2006 dalam Phau dan Min, 2009). Sedangkan pemalsuan didefinisikan sebagai tindakan yang melibatkan salinan produk yang dihasilkan secara liar (secara tidak resmi) dari produk asli. Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi dua jenis konsumen produk palsu. Jenis yang pertama adalah korban, yaitu konsumen yang tidak sadar dan tidak sengaja pembelian barang palsu karena produk tersebut sangat mirip dengan produk asli (Grossman dan Shapiro, 1988; Bloch et al, 1993; Mitchell dan Papavassilou, 1997; Tom et al ., 1998 dalam Phau dan Min, 2009). Sedangkan jenis yang kedua adalah konsumen yang berminat atau konsumen produk palsu, dimana konsumen mencari produk palsu tersebut bahkan ketika konsumen mengetahui bahwa produk tersebut ilegal (Bloch et al. 1993; Cordell et al ., 1996; Prendergast et al., 2002 dalam Phau dan Min, 2009).

2. Sikap Terhadap Pemalsuan

Produk palsu dapat berakibat mengurangi nilai simbolik produk mewah asli dan nilai ekuitas merek (Zhou dan Hui, 2003 dalam Phau dan Min, 2009). Hal tersebut disebabkan produk palsu yang dipasarkan digunakan sebagai alternatif produk yang lebih murah daripada produk

sehingga akan mengakibatkan penurunan ekuitas merek mewah asli (Grossman dan Shapiro, 1988; Jacobs et al., 2001; Zhou dan Hui, 2003 dalam Phau dan Min, 2009). Konsumen lebih cenderung membeli produk dengan simbol merek yang terlihat jelas, seperti yang terjadi pada pembelian produk mewah (Tom et al. 1988 dalam Phau dan Min, 2009). Konsumen bersedia membayar atribut visual dan fungsi tanpa membayar asosiasi kualitas (Grossman dan Shapiro, 1988; Cordell et al., 1996 dalam Phau dan Min, 2009). Konsumen juga lebih memilih produk palsu dengan nama merek terkenal yang akan memberikan makna tersendiri terhadap konsumen (Cordell et al., 1996 dalam Phau dan Min, 2009). Hal tersebut memperkuat konsep bahwa hanya pemalsuan pada nama-nama merek yang terkenal yang ditargetkan untuk produksi ilegal layak jual (Eisend dan Schuchert – Guler, 2006 dalam Phau dan Min, 2009).

Penelitian sebelumnya telah meneliti kualitas ekonomi, hukum atau faktor etika yang membentuk dan mempengaruhi sikap konsumen (Cordell et al, 1996; Ang et al, 2001; Wang et al, 2005 dalam Phau dan Min, 2009). Manfaat fungsional dianggap penting ketika konsumen melakukan pembelian produk palsu merek mewah. Namun, tujuan yang jauh lebih penting adalah keinginan untuk memiliki prestige dan simbol status yang menunjukkan merek dagang (Cordell et al., 1996; Chadha,

merek mewah yang disengaja memanfaatkan fakta bahwa produk merek diposisikan pada harga yang lebih rendah dan lebih kompetitif (Gentry et al ., 2006 dalam Phau dan Min, 2009). Persepsi umum konsumen adalah resiko keuangan yang lebih rendah memberikan keuntungan tambahan bagi konsumen yang membeli barang palsu, karena itu harga produk palsu relatif menguntungkan. Selain itu, produk palsu dipasarkan produsen dengan harga yang lebih rendah maka harapan konsumen terhadap kualitas tidak akan sama dengan produk yang asli. Selama persyaratan fungsional dasar terpenuhi atau tampilan dan nilai simbolik dapat dicapai, maka konsumen akanmerasa puas (Eisend dan Schuchert Guler, 2006 dalam Phau dan Min, 2009).

Kemajuan teknologi yang lebih baik berdampak pada peningkatan kualitas produk palsu dalam beberapa tahun terakhir, sehingga membawa keuntungan kompetitif untuk produk palsu (Nill dan Shultz, 1996 dalam Phau dan Min, 2009 ). Bahkan pada produk tertentu, konsumen dapat mencoba produk sebelum membeli untuk memastikan fungsi atau kinerja produk tersebut, sehingga dapat mendorong keinginan konsumen untuk membeli produk palsu (Cordell et al., 1996; Bian dan Veloustsou, 2007 dalam Phau dan Min, 2009). Namun, tidak seperti pembelian produk asli, pembelian produk palsu masih tanpa jaminan, sehingga menambah risiko keuangan yang lebih besar dari nilai Kemajuan teknologi yang lebih baik berdampak pada peningkatan kualitas produk palsu dalam beberapa tahun terakhir, sehingga membawa keuntungan kompetitif untuk produk palsu (Nill dan Shultz, 1996 dalam Phau dan Min, 2009 ). Bahkan pada produk tertentu, konsumen dapat mencoba produk sebelum membeli untuk memastikan fungsi atau kinerja produk tersebut, sehingga dapat mendorong keinginan konsumen untuk membeli produk palsu (Cordell et al., 1996; Bian dan Veloustsou, 2007 dalam Phau dan Min, 2009). Namun, tidak seperti pembelian produk asli, pembelian produk palsu masih tanpa jaminan, sehingga menambah risiko keuangan yang lebih besar dari nilai

Konsumen mempunyai alasan etika situasional tersendiri untuk melakukan pembelian produk palsu seperti membenarkan tindakan tersebut, karena mereka menganggap diri mereka kurang etis atau ilegal (Cordell et al., 1996; Albers-Miller, 1999; Gupta et al, 2004 dalam Phau et al , 2009). Oleh karena itu, konsumen merasa kurang bertanggung jawab terhadap peran mereka sebagai pelindung produk palsu. Hal ini menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap konsumsi produk palsu, karena konsumen berfikir perusahaan besar mungkin hanya mengalami sedikit kerugian dari keuntungan yang didapatkan (Cordell et al, 1996; Ang et al, 2001; De Castro et al, 2007).

Konsumen yang memiliki sikap menguntungkan terhadap pemalsuan dan terlibat dalam kegiatan pembelian dengan produsen produk palsu, sering menggunakan persepsi ganda. Pembeli membenarkan tindakan mereka dan beralih menyalahkan produsen (Ang et al , 2001; Cordell et al, 1996; Penz dan Sto ttinger, 2005 dalam Phau et al , 2009). Situasi etika tersebut mendorong pembelian lebih lanjut, sehingga mengarah pada dukungan bagi produsen ilegal (Ang et al, 2001 dalam Phau et al, 2009). Pembeli membenarkan tindakan mereka Konsumen yang memiliki sikap menguntungkan terhadap pemalsuan dan terlibat dalam kegiatan pembelian dengan produsen produk palsu, sering menggunakan persepsi ganda. Pembeli membenarkan tindakan mereka dan beralih menyalahkan produsen (Ang et al , 2001; Cordell et al, 1996; Penz dan Sto ttinger, 2005 dalam Phau et al , 2009). Situasi etika tersebut mendorong pembelian lebih lanjut, sehingga mengarah pada dukungan bagi produsen ilegal (Ang et al, 2001 dalam Phau et al, 2009). Pembeli membenarkan tindakan mereka

3. Pengaruh Merek Mewah (Luxury Brand ) dan Merek Simbolik

Sejauh mana sebuah merek dianggap sebagai simbolis atau fungsional juga mempengaruhi keinginan konsumen untuk secara sadar membeli merek-merek mewah palsu. Merek simbolik sering digunakan sebagai sarana komuniksi interpersonal serta ekspresi dari konsep diri dan kebutuhan sosial (Chaudhuri dan Majumdar, 2006 dalam Phau et al, 2009). Merek telah menjadi cara realisasi diri dan identifikasi konsumen yang bergeser mengkonsumsi produk lebih dari sekedar utilitas produk. Konsumen saat ini mengkonsumsi arti simbolis yang mewakili merek (O’Cass dan Frost, 2002, dalam Phau et al, 2009).

Pemasar dapat memposisikan merek dengan cara-cara yang memungkinkan merek untuk mempertahankan eksklusivitas, berkomunikasi secara prestige dan mempromosikan posisi sosial dari pengguna merek (Zinkhan dan Prenshaw, 1994; Nia dan Zaichkowaky, Pemasar dapat memposisikan merek dengan cara-cara yang memungkinkan merek untuk mempertahankan eksklusivitas, berkomunikasi secara prestige dan mempromosikan posisi sosial dari pengguna merek (Zinkhan dan Prenshaw, 1994; Nia dan Zaichkowaky,

produk yang sama. Maka, sebuah produk dengan rating PFC tinggi menunjukkan bahwa produk ini lebih bersifat fungsional daripada bersifat fashion. Selain itu, produk nilai tinggi PFC cenderung memiliki pengaruh yang kurang pada niat konsumen untuk membeli, terutama ketika produk yang dimaksud adalah barang mewah.

Jika produk dengan PFC rendah dipalsukan dan dijual dengan harga rendah dibandingkan dengan yang asli, kemungkinan konsumen yang sadar status fashion dengan pendapatan rata-rata akan terbujuk membeli produk palsu (Wee et al, 1995, dalam Phau et al, 2009). Prestige , brand image dan fashion penting untuk pembeli merek mewah premium.Pembeli produk palsu ingin mendapatkan status sosial tanpa harus mengorbankan banyak uang (Bloch et al, 1993; Delener, 2000 dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, pembeli merek mewah palsu yang biasa dikenal sebagai “orang sok”, tapi tanpa sumber daya keuangan untuk membeli produk asli (Delener, 2000 dalam Phau et al, 2009).

4. Theory of Reasoned Action (TRA)

TRA diusulkan oleh Ajzen dan Fishbein,1980 (dalam Phau et al,

teori ini menunjukkan bahwa niat perilaku individu adalah fungsi dari sikap individu tentang perilaku dan norma subyektif. Apabila dirumuskan maka : BI = A + SN. BI (Behavioral Intention) didefinisikan sebagai kekuatan relatif niat individu untuk melakukan perilaku. Sikap (Attitude) terdiri dari berbagai keyakinan tentang hasil dari melakukan perilaku dikalikan dengan hasil penilaian tersebut. SN (Subjective Norm) terdiri dari harapan yang dirasakan individu dan niat untuk mewujudkan harapan-harapan ini. Singkatnya, perilaku individu diperkirakan oleh sikap terhadap perilaku tersebut dan bagaimana asumsi orang lain yang memandang mereka jika perilaku tersebut dilakukan. Sikap individu (Attitude) bersama norma subyektif (Subjective Norm), akan membentuk niat perilaku (Behavioral Intention ). Dalam studi ini, TRA berasumsi bahwa “Niat untuk membeli produk merek mewah palsu sebagai pengganti untuk pembelian aktual produk palsu”.

5. Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) diciptakan untuk menjelaskan kelemahan dalam TRA dengan penambahan Perceived Behavioral Control (PBC). PBC didefinisikan oleh Ajzen dan Madden (1986) sebagai keyakinan individu tentang bagaimana perilaku tersebut

mempengaruhi PBC. Oleh karena itu, PBC harus dapat memprediksi tambahan niat dengan sengaja membeli produk merek mewah palsu berdasarkan asumsi mudah atau sulitnya perilaku ini. Jika seseorang merasakan memiliki kontrol saat melakukan perilaku individu, maka lebih besar kemungkinannya membentuk niat yang kuat untuk melakukan perilaku dan sebaliknya (Notani, 1998; Rivis dan Sheeran, 2003; Armitage dan Kristen, 2003; Armitage dan Conner, 2001; Ajzen, 2002 dalam Phau et al, 2009).

Pada beberapa negara produk palsu lebih menonjol dan lebih banyak tersedia dari produk asli, maka kemudahan akses ke produk palsu memperkuat hubungan antara niat dan perilaku. Dalam konteks penelitian ini, memperkuat asumsi bahwa kesediaan untuk membeli produk merek mewah palsu seperti dalam indikator perilaku pembelian aktual.

6. Theory of Moral Reasoning and Competency

Kohlberg ,1976 (dalam Phau et al, 2009) menyatakan bahwa penalaran moral muncul saat seseorang dihadapan dengan dilema etis melalui penalaran konsekuensi pribadi yang diharapkan berupa penghargaan atau hukuman. Individu berupaya untuk merumuskan prinsip-prinsip moral, akan tetapi masih mempertahankan dan

2009) mengkategorikan tiga tahap penalaran individu ketika dihadapkan dengan dilema etis. Pada tingkat penalaran pra-konvensional (Tahap 1 dan 2) penalaran individu didasarkan pada konsekuensi pribadi yang diharapkan seperti hadiah dan hukuman. Pada tingkat penalaran konvensional (Tahap 3 dan 4) individu fokus untuk mempertahankan dan berpegang pada harapan kelompok referensi serta nilai-nilai sosial. Di tingkat penalaran pasca-konvensional (Tahap 5 dan 6), terdapat usaha yang jelas dari individu untuk menentukan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai, sementara tetap mempertahankan dan berpegang pada nilai- nilai kelompok referensi seseorang dan masyarakat (Nill dan Scultz, 1996 dalam Phau et al, 2009). Tahap ini adalah tahap menemukan keseimbangan antara apa yang secara moral diterima oleh individu dan cocok dengan lingkungan sosialnya.

B. Pengembangan Hipotesis

1. Sikap terhadap Kepatuhan Hukum dan Legalitas dari Merek Mewah Palsu (Counterfeits Luxury Brand)

Sikap untuk mempengaruhi perilaku konsumen tentang niat membeli produk palsu dapat dibedakan dengan sikap terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pembelian produk palsu (Cordell et al, 1996; Ramayah et al, 2002 dalam Phau et al, 2009). Semakin tinggi

terhadap hukum merupakan sifat patuh atau ketaatan pada undang- undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat ( http://kamusbahasaindonesia.org ). Hal ini berarti sikap ketaatan individu pada huku yang berlaku, TPB didasarkan pada hubungan sikap – perilaku menghubungkan sikap, SN, PBC, niat perilaku dan perilaku (Shaw dan Shiu, 2002 dalam Phau et al, 2009). Kohlberg, 1976 (dalam Phau et al, 2009) menunjukkan teori kompetensi moral bahwa perilaku pribadi konsumen didasarkan pada rasa keadilan subjektif. Legalitas merupakan perihal (keadaan) sah atau keabsahan suatu tindakan ( http://kamusbahasaindonesia.org ). Sikap konsumen yang lebih menguntungkan terhadap pemalsuan, semakin besar kemungkinan akan membeli merek mewah palsu. Demikian pula, sikap konsumen yang tidak menguntungkan terhadap pemalsuan, maka semakin kecil kemungkinan akan pembelian mereka mewah palsu (Wee et al , 1995 dalam Phau et al, 2009). Berdasarkan hal ini, maka diajukan hipotesis:

H1a : Sikap kepatuhan hukum konsumen terhadap pembelian merek mewah palsu berpengaruh negatif pada niat pembeliannya.

H1b : Sikap konsumen terhadap legalitas pembelian merek mewah palsu berpengaruh negatif pada niat pembeliannya.

2. Integritas (Intergrity)

Konsumen yang membeli produk palsu bukan merupakan tindak pidana, namun partisipasi konsumen dalam transaksi palsu dianggap mendukung aktivitas ilegal (misalnya: penjualan produk palsu) (Celso, Cristiana, dan Carlos, 2007 dalam Phau et al, 2009). Kompetensi teori moral Kohlberg , 1976 (dalam Phau et al, 2009; Phau dan Min, 2009) menjelaskan, bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh rasa keadilan pribadi mereka. Pengaruh nilai-nilai seperti integritas akan mempengaruhi penilaian ke arah mengalah untuk kegiatan yang tidak etis (Steenhaut dan van Kenhove, 2006 dalam Phau et al, 2009; Phau dan Min, 2009).

Integritas merupakan tingkat pertimbangan individu untuk etis dan kepatuhan terhadap hukum (Wang et al, 2005 dalam Phau et al, 2009 ; Phau dan Min, 2009). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konsumen yang berpikiran secara etis memiliki sikap yang kurang baik terhadap pemalsuan dan kurang bersedia membeli produk palsu (Cordell et al , 1996 dalam Phau et al, 2009; Hoon et al, 2001). Selain itu penelitian menunjukkan bahwa kesediaan konsumen untuk membeli produk palsu berpengaruh negatif dengan sikap terhadap keabsahan membeli produk palsu (Cordell et al, 1996 dalam Phau et al, 2009; Hoon et al, 2001; Matos et al, 2007).

lebih rendah akan merasa kurang bersalah ketika membeli produk palsu (Ang et al, 2001 dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, konsumen yang tidak membeli, akan menempatkan nilai integritas yang lebih besar dan cenderung memiliki sikap negatif terhadap keabsahan dan legalitas pembelian produk palsu. Berdasarkan hal ini, maka diajukan hipotesis:

H2a : Integritas berpengaruh negatif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.

H3a : Integritas berpengaruh negatif pada niat pembelian

pemalsuan merek mewah.

3. Status Konsumsi (Status Consumption)

Status konsumsi pertama kali dipelajari oleh Veblen (1899, 1953 dalam Phau et al, 2009) dalam teori konsumsi berlebihan menunjukkan bahwa orang sering mengkonsumsi produk-produk untuk menunjukkan status superior mereka (Packard, 1959; Mason, 1981 dalam Phau et al, 2009). Dengan demikian, status konsumsi adalah proses motivasi dimana seseorang individu berusaha untuk meningkatkan status sosialnya melalui konsumsi produk (Eastman et al, 1999 dalam Phau et al , 2009). Pertimbangan ini terdiri dari rasa ingin dihormati, dan pertimbangan iri hati dari orang lain (Csikszentmihalyi dan Rocberg – Halton, 1981 dalam Phau et al, 2009).

Status barang dinilai tidak terlalu penting dalam hal kualitas Status barang dinilai tidak terlalu penting dalam hal kualitas

H2b : Status konsumsi berpengaruh positif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.

H3b: Status konsumsi berpengaruh positif pada niat pembelian

pemalsuan merek mewah

4. Materialisme (Matrealism)

Materialisme adalah keyakinan konsumen yang menilai harta duniawi merupakan hal yang sangat penting (Belk, 1985 dalam Phau et al , 2009). Sifat materialistis dapat dinilai sangat tinggi pada beberapa konsumen jika berfungsi sebagai tujuan hidup, sehingga mengabaikan aspek kehidupan lainnya (Richins dan Rudmin, 1994 dalam Phau et al, 2009). Materialis melihat perolehan harta sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan (Richins dan Rudmin, 1994 dalam Phau et al, 2009).

Lebih dari ciri kepribadian, materialisme adalah sikap unikyang Lebih dari ciri kepribadian, materialisme adalah sikap unikyang

H2c : Materialisme berpengaruh positif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.

H3c : Materialisme berpengaruh positif pada niat pembelian

pemalsuan merek mewah

5. Tampilan Produk (Produk Performance)

Pembelian produk palsu memberikan pembeli manfaat produk yang berbeda daripada produk asli (Grossman dan Shapiro, 1988 dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, seseorang dapat menganggap konsumen hanya akan membeli produk palsu saat resiko kinerja dianggap rendah. Konsumen, yang sengaja membeli produk palsu, lebih peduli dengan penampilan fisik produk daripada daya tahan jangka panjang (Bush et al, 1989 dalam Phau et al, 2009). Hal ini tepat ditujukkan untuk merek-merek mewah palsu, dimana pembeli menempatkan nilai lebih tinggi pada prestige, citra merek dan konten fashion daripada atribut fungsional.Pembeli ingin mendapatkan image Pembelian produk palsu memberikan pembeli manfaat produk yang berbeda daripada produk asli (Grossman dan Shapiro, 1988 dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, seseorang dapat menganggap konsumen hanya akan membeli produk palsu saat resiko kinerja dianggap rendah. Konsumen, yang sengaja membeli produk palsu, lebih peduli dengan penampilan fisik produk daripada daya tahan jangka panjang (Bush et al, 1989 dalam Phau et al, 2009). Hal ini tepat ditujukkan untuk merek-merek mewah palsu, dimana pembeli menempatkan nilai lebih tinggi pada prestige, citra merek dan konten fashion daripada atribut fungsional.Pembeli ingin mendapatkan image

Apabila keuntungan membeli produk asli dan produk palsu dianggap oleh konsumen sama, maka minat konsumen akan lebih cenderung membeli produk palsu yang bertentangan dengan aslinya. Asumsi ini didasarkan pada ketentuan bahwa tampilan produk palsu setidaknya memenuhi fungsi minimal yang diperlukan konsumen. Namun, perbedaan fungsi produk (yaitu simbolik atau fungsional) juga akan mempengaruhi niat beli. Produk dengan nilai simbolis akan dinilai berdasarkan kemampuan produk untuk jangka pendek, sedangkanproduk dengan nilai fungsional akan dinilai berdasarkan kemampuan produk untuk melakukan kinerja dalam jangka panjang. Dengan demikian, konsumen hanya memiliki harapan kualitas yang minimal pada kinerja produk palsu.Sedangkan fungsi tampilan yang diharapkan lebih baik dibandingkan dengan produk asli, berakibat semakin besar kemungkinan konsumen akan membeli produk palsu. Berdasarkan hal ini, maka diajukan hipotesis:

H4a : Tampilan produk merek mewah palsu yang diharapkan konsumen akan berpengaruh positif pada

niat

pembeliannya

Konsumen dikatakan lebih memperhatikan daya tahan produk dan kehandalan ketika mempertimbangkan pembelian produk fungsional (Greenberg et al, 1983 dalam Phau et al, 2009). Namun, manfaat status simbolik yang terkait dengan penggunaan produk adalah motivator utama untuk membeli produk mewah palsu. Maka hal tersebut dapat diasumsikan bahwa penampilan dan kinerja adalah atribut yang lebih signifikan untuk produk fashion dan simbolik (Predergast et al, 2002 dalam Phau et al, 2009). Produk dengan atribut simbolis akan dinilai berdasarkan kemampuan mereka untuk melakukan kinerja dalam jangka pendek. Dengan demikian, atribut produk untuk membeli barang bermerek mewah palsu akan didasarkan pada penampilan dan visibilitas. Berdasarkan ini, maka diajukan hipotesis:

H4b : Umur manfaat produk merek mewah palsu berpengaruh

negatif pada niat pembeliannya

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan penelitan yang didasarkan pada penelitian- penelitian yang pernah dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Penelitian ini memiliki fokus sampel yang berbeda serta beberapa variabel yang dikombinasikan dari penelitian sebelumnya. Gambaran pada penelitian terdahulu akan dijelaskan pada tabel sebagai berikut :

Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti

Judul

Variabel

Alat analisis

Hasil

1 lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009)

Consumer’s willingness

to

knowingly purchase counterfeit products

a. Kepribadian:

1) materalisme

2) integritas

3) status konsumsi

b. Atribut produk:

1) tampilan produk

2) umur manfaat

c. sikap legalitas dan kepatuhan hukum konsumen atas produk merek mewah palsu

d. Niat pembelian

Analisis regresi step wise

a. status

konsumsi dan materialisme

berpengaruh positif pada sikap kepatuhan hukum dan legalitas produk mewah palsu

b. Integritas berpengaruh negatif pada sikap kepatuhan hukum dan legalitas produk mewah palsu

c. umur manfaat berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen.

d. sikap konsumen atas produk mewah palsu, integritas, status konsumsi, materialisme dan tampilan produk berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen.

2 lan Phau and Min Teah (2009)

Devilwears (Counterfeit) Prada: A Study of Antecedents and Outcomes of Attitudes Towards Counterfeits of Luxury Brands

a. Faktor individu : 1)kerentanan informasi

2) kerentanan normatif

3) kolektivisme

b. Faktor sosial :

1) status konsumsi

2) integritas

3) kepuasan pribadi

4) mencari hal baru

c. Sikap konsumen atas produk merek mewah palsu

Analisis regresi step wise

a. status konsumsi dan integritas berpengaruh positif sangat kuat pada niat pembelian konsumen.

b. Kerentanannormatif, kerentanan informasi, kepuasan pribadi, nilai kesadaran, dan mencari hal baru berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen.

c. Sikap

konsumen terhadap pemalsuan

merek mewah berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen.

d. Kolektivisme berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen.

Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan

No Peneliti

Judul

Variabel

Alat analisis

Hasil

3 lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009)

To Buy or Not To Buy

“Counterfeit” Rolphlauren Polo Shirt The Role of Lawfulness

and

Legality Toward Purchasing

Counterfeits

a. Integritas