LAPORAN DAN PRAKTIKUM DAN KAMABOKO.docx

RESUME PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN
KAMABOKO

Oleh
Nama
NRP
Kelompok
Meja
Asisten
Tanggal Praktikum
Tanggal Pengumpulan

: Ernalia Rosita
: 133020175
:G
: 3 (Tiga)
: Faradilla Noor R.
: 25 April 2016
: 29 April 2016


LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan ikan,
menambah nilai ekonomis dari produk dan untuk mengetahui proses pembuatan
kamaboko.

PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip dari percobaan ini yaitu berdasarkan proses pengikatan bahan
dengan pati dan terjadi proses gelatinisasi sehingga produk bersifat kenyal.

DIAGRAM ALIR

Cumi Segar


Air es 5-10
kali volume
daging
Larutan garam
3% dalam 30 ml
air dingin

Dressing

Kulit dan
Kepala

Pencucian 3-4 kali
T= 250C t= 15’

Air Kotor

Perendaman
T=20C t=15 ‘


v

Penghancuran
Tapioka, P.Telur,
Garam, Gula,
B.Putih, Merica, B.
Merah dan
Margarine

Loyang

Pencampuran

Pencetakan

Pengukusan T= 1000C
t=5-15’

Uap Air


Tempering =300C

Kamaboko
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kamaboko
HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Kamaboko
Keterangan
Basis

Hasil Pengamatan
200 gram

Bahan Utama
Bahan Tambahan

Berat Produk
% Produk
Organoleptik


1. Cumi = 81,30 %
2. Tapioka = 9 %
3. Putih telur = 3 %
4. Bawang merah = 1,50 %
5. Bawang putih = 2 %
6. Margarin = 1,3 %
7. Garam = 0,5 %
187 gram
93,5 %

1. Warna

Kuning Kecoklatan

2. Rasa

Gurih

3. Aroma


Khas cumi

4. Tekstur

Lembut

5. Kenampakan

Menarik

Gambar Produk

(Sumber: Ernalia Rosita, Meja 3, Kelompok G, 2016)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan kamaboko dapat diketahui bahwa
kamaboko tersebut memiliki berat produk 187 gram, % produk sebesar 93,5 %.

Kamaboko yang dihasilkan memiliki kuning kecoklatan, rasanya gurih, aromanya
khas cumi, teksturnya lembut serta kenampakan yang menarik.

Fungsi bahan dalam pembuatan kamaboko diantaranya ikan cumi yang yang
digunakan merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kamaboko. Ikan cumi
dipilih karena mempunyai elastisitas yang tinggi dibandingkan dengan ikan jenis
laut lainnya. Penggunaan pati dalam hal ini tapioka akan membuat teksturnya
menjadi kenyal akibat adanya proses gelatinisasi terhadap produk kamaboko.
Penambahan tapioka berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi.
Penambahan bahan ini bertujuan untuk memberikan elastisitas dari produk akhir,
di samping itu berfungsi untuk mengikat air, memberikan warna dan membentuk
tekstur yang padat. Pati bersifat sukar larut dalam air dingin, karena jaringan
molekulnya terikat dengan hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan
terjadi peningkatan kekentalan dan terbentuklah pasta pati. Apabila konsentrasi
pati dalam suspensi pati ditingkatkan dan kemudian dipanaskan maka akan
terbentuk gel pati. Proses pembentukan gel dari suspensi pati ini disebut dengan
gelatinisasi pati. Molekul pati terutama berperan dalam proses pembentukan gel
adalah amilosa. Rantai tak bercabang dari amilosa memudahkan molekul amilosa
untuk membentuk jaringan tiga dimensi molekul ikatan hidrogen yang terbentuk
(Anjarsari, 2010).
Bahan-bahan lain seperti bawang putih, bawang merah, gula, garam dan
merica merupakan bahan tambahan yang akan menghasilkan cita rasa pada
produk kamaboko.


Garam dapur yang ditambahkan adalah 2 - 3,5% dari berat daging ikan.
Penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang
berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan
garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang
dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna
(Anjarsari, 2010).
Penambahan margarine pada pengolahan dimaksudkan sebagai bahan yang
membantu meningkatkan nilai gizi pada produk. Selain itu, ditambahkan juga
putih telur yang berfungsi sebagai pengemulsi sekaligus pengenyal produk
kamaboko yang akan dihasilkan. Sifat putih telur yang elastis jika terkena panas
dimanfaatkan untuk proses pengolahan ini.
Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan
bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan
rangka dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang
akan digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible
portion.
Selanjutnya dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan air
es sebanyak 2 - 3 kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka
akan merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat

degradasi lemak. Pencucian dengan air es ini bertujuan untuk mempertahankan
protein miofibril yang sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam
larutan garam kuat (NaCl, KCl) pada konsentrasi 0,4 M.

Pencucian dilakukan untuk mengeluarkan garam anorganik, protein yang
larut dalam air, pigmen dan kontaminasi visceral, bakteri dan produk yang tidak
hancur. Pencucian merupakan tahap yang penting dalam memproduksi kamaboko.
(Winarno, 1993).
Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko,
karena dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan dapat
mencegah denaturasi protein. Pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan
sifat hidrolik daging ikan. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah,
pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut dalam air. Cara ini membuat warna
dan bau daging menjadi lebih baik, disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga
dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan (Fardiaz, 1985).
Setelah itu cumi yang sudah dibersihkan direndam dengan air garam.
Perendaman dengan menggunakan air garam bertujuan untuk mencegah
denaturasi protein, atau dengan kata lain larutan garam merupakan bahan anti
denaturasi, selain itu juga berfungsi sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan
tambahan yang digunakan pada pengolahan kamaboko akan mempengaruhi

kualitas tekstur produk akhirnya (kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara
umum, hal yang pertama kali dilakukan ialah proses perendaman dengan
menambahkan garam, setelah itu campuran tersebut dihancurkan agar protein
myofibrillar terlarut. Kemudian, untuk meningkatkan tekstur maka ditambahkan
pati dan atau putih telur pada setengah periode (waktu) penghancuran, baru
kemudian proses penghancuran dilanjutkan kembali. Hal ini juga dapat
mempengaruhi flavour (rasa) pada produk akhir kamaboko.

Perendaman menggunakan air larutan garam (NaCl) dilakukan setelah
pencucian, dengan kandungan garam sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini
ditujukan utnuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan, dan untuk
menghindari pengembangan daging ikan karena menyerap air (Anonim, 2010).
Garam pada konsentrasi yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet atau
penghambat pertumbuhan mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau
flavour. Garam (NaCl) bisa berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan
aktin dari serat-serat daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan
dapat mempertinggi daya ikat antar partikel (Desrosier, 1988).
Air rendaman

harus


dibuang terlebih

dahulu sebelum

dilakukan

penggilingan atau penghancuran. Alat penggiling yang dipakai adalah

tipe

penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu kamaboko (mencegah
terjadinya denaturasi protein). Ditambahkan bahan krioprotein atau bahan anti
denaturasi protein pada saat penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan pengikat
(pati). Pembentukan gel ikan saat penggilingan daging mentah dengan
penambahan garam, aktimiosin sebagai komponen yang paling penting dalam
pembentukan gel, akan larut dalam larutan garam dan membentuk sol (dispersi
partikel padat dalam medium cair). Faktor yang mempengaruhi kekuatan gel
kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air surimi, keadaan biokimia otot saat
post mortem, konsentrasi garam yang ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan
derajat keasaman (Tanikawa dalam susanto, 2002).
Adonan kamaboko siap dicetak dan dikukus selama 5 - 15 menit setelah
penggilingan dan pencampuran dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya.

Pencetakan

adonan kamaboko harus

segera mungkin dilakukan

untuk

menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan
sulit dicetak.
Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi ada
beberapa syarat bahan mentah (ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan
dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya
tidak sesuai untuk dibuat kamaboko. Selain itu makin segar ikan yang digunakan,
elastisitas teksturnya makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang
rendah dapat ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari
spesies yang lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk
memperbaiki elastisitas kamaboko biasanya digunakan ikan cumi-cumi. pH ikan
yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5 – 7.0 dan sebaiknya ikan tersebut
berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru, lemak tersebut
harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh terhadap
daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik (Faisal, 2011).
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel
protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini
berasal dari Jepang. Di Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak dan
pempek (Anjarsari, 2010).
Kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan baku utama
ditambah dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula, garam
serta natrium glutamat sebagai penambah citarasa. Adonan ini kemudian dimasak
dengan cara dikukus, dipanggang, direbus ataupun digoreng (Anjarsari, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko, antara
lain sebagai berikut :
 Tingkat elastisitas.
Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan
(kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.
 Tingkat kesegaran ikan.
Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita
rasa yang baik pula
 Cita rasa.
Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan
(kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta
komposisi bahan.
 Kadar garam.
Kadar garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5 - 3,5%. Kadar garam
yang terlalu rendah akan menghasilkan kamaboko dengan tekstur kurang
baik. Bila terlalu tinggi, rasanya terlalu asin.
 Daya tahan.
Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih
menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.
Mekanisme terbentuknya gel pada kamaboko yaitu pada saat proses
pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan
(sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya pada suhu 60oC
terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas 70oC terbentuk gel

kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan cara
perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan ( Anjarsari, 2010 ).
Macam-macam kamaboko terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
 Itatsuki kamabako, merupakan kamabako yang dicetak pada potongan kayu
kecil sehingga menghasilkan bentuk lempengan (slab), dipanaskan dengan
cara pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan tergantung pada
ukuranya, biasanya 80 - 90 menit untuk ukuran besar, dan 20 - 30 menit
untuk ukuran yang kecil.
 Fried kamabako, adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan
tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya
disebut satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan pada kamabako
jenis ini mutunya lebih rendah dibandingkan bahan untuk itatsuki.
 Chikuwa adalah kamabako yang dibuat pada cetakan yang berbentuk tabung,
pembentukanya biasanya otomtis oleh mesin dan dimasak dengan cara
dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya bewarna putih
disebelah dalam dan coklat keemasan disebelah luar atau permukaanya. Mutu
bahan baku untuk kamabako jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
itatsuki.
Berdasarkan SNI kamaboko yang dibuat belum memenuhi syarat sebab
dari segi warna yang dihasilkan berwarna coklat kemerah-merahan. Berdasarkan
sifat organoleptik kamaboko mempunyai warna coklat kemerah-merahan, rasa
asin, gurih serta rasa cumi aroma khas cumi, tekstur kenyal dan kenampakan
padat.

CPP dalam pembuatan kamaboko diantarana adalah pada tahap dressing,
pencucian, perendaman dengan larutan garam serta pencetakan, dimana pada saat
dressing jika kulit cumi tidak terkelupas kamaboko tidak akan berwarna putih,
penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang
berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan
garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang
dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna.
Pencetakan adonan kamaboko harus segera dilakukan untuk menghindari
terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak.

DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Bonita. 2010.

Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan

Teknologi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Aini, Nur. 2010. Sifat Fungsional Telur.http://kulinologi.biz. Diakses: 27 April
2016.
Desrosier, Norman W. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Faisal, Fathan. 2011. Surimi. http://fathanfaisal.blogspot.com. Diakses : 27 April
2016.
Fardiaz, D. (1985). Kamaboko Produk Olahan Ikan Yang Berpotensi Untuk
di Kembangkan. Media Teknologi Pangan, Volume 1 : Bogor.
Muchtadi, Tien. R, dan Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat

Jendral

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor : Bogor.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

W produk

= 187 gram

% produk

=

- Cumi-cumi

187
= 200 x 100%
= 93,5 %
81,30
= 100 x 200 = 162,6 gram

W berat produk
x 100%
W basis

- Tapioka

9
= 100 x 200 = 18 gram

- Putih Telur

3
= 100 x 200 = 6 gram

- Bawang Merah

1,5
= 100 x 200 = 3 gram

- Bawang Putih

2
= 100 x 200 = 4 gram

- Margarine

1,3
= 100 x 200 = 2,6 gram

- Garam

0,5
= 100 x 200 = 1 gram

- Sukrosa

1
= 100 x 200 = 2 gram

- Maizena

0,40
= 100 x 200 = 0,8 gram

LAMPIRAN TUGAS DISKUSI
1. Jelaskan karakteristik ikan yang dapat digunakan untuk dibuat
kamaboko !
Jawab :
Semua jenis ikan pada umumnya dapat diolah menjadi produk
kamaboko. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah ikan yang digunakan
adalah jenis ikan demersal dan berdaging tebal serta memiliki kandungan
protein yang tinggi sehingga memudahkan pada proses pembentukkan gel pada
kamaboko.
2. Jelaskan reaksi fisika dan kimia yang terjadi pada pembuatan
kamaboko !
Jawab :
Reaksi fisika pada pembuatan kamaboko terjadi pada saat proses
pengukusan, begitu juga dengan reaksi kimia yang terjadi secara bersama-sama
dalam proses pengukusan. Secara fisika, adonan kamaboko berubah dari
bentuk sol menjadi bentuk gel yang semi padat. Perubahan fisika ini diikuti
oleh adanya perubahan kimia pada kamaboko. Protein miofibril dalam otot
membentuk sol oleh adanya garam. Pada saat pengukusan, protein miofibril
yang ada sebagai protein aktomiosin dibantu dengan adanya tapioka
menghasilkan gel akibat adanya proses gelatinisasi pada kamaboko sehingga
berbentuk semi padat.

3. Sebutkan 3 jenis kamaboko yang saudara ketahui !
Jawab :
-

Chikuwa

-

Itatsuki kamabako

-

Fried kamabako

LAMPIRAN TABEL SNI

LAMPIRAN KUIS

1. Apa yang dimaksud dengan filler dan binders?
Jawab:
 Bahan pengisi (filler) adalah bahan yang mengikat sejumlah air,
tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi,
umumnya digunakan pati dan tepung-tepungan.
 Bahan pengikat (binders) adalah material bukan daging yang dapat
meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak.

2. Jelaskan tahapan breading!
Jawab:
-

Pencelupan ke putih telur

-

Pencelupan ke terigu

-

Pencelupan ke putih telur

-

Pencelupan ke tepung panir

3. Sebutkan dan jelaskan dua jenis dendeng!
Jawab:
-

Dendeng kering: yaitu dendeng yang teksturnya kering dan biasanya
dikeringkan menggunakan alat atau dengan sinar matahari

-

Dendeng asap: yaitu dendeng yang dikeringkan dengan cara
pengasapan

4. Sebutkan jenis-jenis bahan sendawa!
Jawab:
Tiga bentuk sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat.

5. Diketahui: W sebelum breading = 168 gram, W setelah breading = 220
gram, W basis = 250 gram, hitung % produk an W breading!
Jawab:
a. Berat breading = w setelah breading - w setelah breading
= 220 – 168
= 52 gram
W produk
b. % produk = W basis+W breading × 100 %
220
= 250+52 ×100 %
= 72,85%