PUASA DAN JENIS JENISNYA Fisika
PUASA DAN JENIS - JENISNYA
MAKALAH
Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
Fiqih
Dosen Pengampu : Sajidin, S.Pd,i.,M.Pd
Oleh :
Syarofatul hasanah
Onin Iskandar
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 1
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HAJI AGUS SALIM
CIKARANG
1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohim.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, serta sholawat salam
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Kami
bersyukur karena telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“puasa
dan
jenis-jenisnya”
guna memenuhi
tugas
mata
kuliah
Pembelajaran Fiqih.
Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfa’at
bagi orang lain, apabila ada kesalahan dalam tulisan ini, saya
memohon maaf, karena segala kekurangan dan kesalahan adalah
sebagian
dari
sifat
manusia,
sedangkan
segala
kesempurnaan
hanyalah milik Allah ‘azza wajalla saja. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih.
Cikarang barat, 02 Maret
2017
Penulis
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................... i
DAFTAR ISI..........................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................
1
A. Latar belakang............................................................................... 1
B. Rumusan masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan pembahasan....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................
2
A. Pengertian Puasa........................................................................... 2
B. Jenis-jenis Puasa............................................................................. 4
BAB
III
PENUTUP
...........................................................................................
16
Kesimpulan........................................................................................... 16
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai orang muslim kita harus mengetahui hukum-huku fiqih,
khususnya mengenai puasa. Karena puasa merupakan suatu ibadah yang melatih
kesabaran kita , selain itu puasa juga bisa menjaga kesehatan jasmani serta rohani
kita. Dalam ibadah puasa terdapat ganjaran pahala yang sangat besar yang akan
diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya yang mau melaksanakan ibadah
puasa.
Oleh karena itu pemakalah akan mencoba untuk memaparkan penjelasan
dari ibadah puasa beserta jenis dari puasa, supaya kita bisa mengetahui hukumhukum seputar puasa baik itu bagi orang yang umum ataupun orang yang
udzur. Supaya puasa kita sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Rosulullah
SAW.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah yang akan
dibahas pada pembahasan kali ini adalah:
1.
Bagaimana pengertian Puasa?
2.
Bagaimana jenis-jenis puasa menurut hukumnya?
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 4
i
i
C. Tujuan Pembahasan
Dari pembahasan yang akan di paparkan, tujuan dari makalah ini diantaranya
adalah:
1.
Mengetahui Definisi dari Puasa
2.
Mengetahui Jenis – jenis puasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Puasa secara etimologi Puasa dari segi bahasa berarti menahan (imsak)
dan mencegah (kalf) dari sesuatu, dengan kata lain yang sifatnya menahan dan
mencegah dalam bentuk apapun termasuk didalamnya tidak makan dan tidak
minum dengan sengaja (terutama yang beretalian dengan agama).
Arti puasa dalam bahasa Arab disebut Shiyam atau Shaum secara bahasa berarti
’menahan diri’(berpantang) dari suatu perbuatan. Perintah puasa sendiri
difirmankan oleh Allah SWT pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
َصيَا ُم َك َما ُكتِ َب َعلَى ٱلّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِڪُمۡ لَ َعلّ ُكمۡ تَتّقُون
ّ يَ ٰـٓأَيّ َها ٱلّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكتِ َب َعلَ ۡيڪُ ُم ٱل
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Sedangkan pengertian puasa secara terminologi adalah menahan dan
mencegah diri dari hal-hal yang mubah yaitu berupa makan dan berhubungan
dengan suami istri, dalam rangka Taqarub ilallahi (mendekatkan diri pada Allah
swt,).
Dalam
hukum
Islam
puasa
berarti
menahan,
berpantang,
atau
mengendalikan diri dari makan, minum, seks, dan hal-hal lain yang membatalkan
diri dari terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu maghrib).
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 5
Jadi, pengertian puasa menuju sehat secara syar’i adalah menahan dan
mencegah kemauan dari makan, minum. Bersetubuh
dengan istri, dan yang
semisalnya sehari penuh, dari terbit fajar siddiq (waktu subuh) hingga
terbenamnya matahari (waktu maghrib), dengan tunduk dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Ada juga yang mendefinisikan puasa dari segi syara’, puasa berarti
menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh
orang yang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam
matahari.
Dengan kata lain, Puasa adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang
berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan) serta menahan
diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya . Hal
itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar kedua
(fajar shadiq) sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak
melakukannya, yaitu orang muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak nifas.
Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk
mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu, tujuan niat adalah
membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi
kebiasaan. Seperti keterangan Hadits Nabi dalam kitab Bulughul marram
menyebutkan :
ُ َ فص
ْ م
ي صصصلى
َ ه
ِ ين َر
ِ ؤ
َ َن
ّ ةأ
َ ْ عن
َ ِ من
ْ وع
ُ ّ ي اَلل
ُ ْ م اَل
َ ْ ح
َ ََ
ّ ِ َن اَلنّب
َ ض
ِ ع,ها
َ صر
َ ْ صل اَل
َ ام
َ الله عليه وسلم
َ قب ْص
َ ق
ف َل
ِ ّ م يُبَي
ْ ف
َ َ صي
ْ م
ْ َن ل
َ ( :ال
ّ ت اَل
ِ جص
َ مص
ي إِلَى
َ ْ واهُ اَل
ِ مص
ِ واَلت ّ ْر
ِ
َ َ ص صي
َ ّ صال الن
َ م
ّ ذ
َ و
ْ خ
ُ ام ل َ ص
َ ي
َ ,ُس صة
َ ه ) َر
ّ ِ س ص ائ
ُ م ْر
ْ و
.ان
َ مصص
ِ ن
ِ ق
ِ فصص
َ ّ حب
َ نخ
َ ح
ّ صصص
ُ ْ واب
ُ ْ فوعًصصا اِب
َ ْ ُزي
َ ه
ُ ح
َ و
ِ صصر
َ ة
َ ,ه
َ يح
ْ َت
ِ ج
ْ َم ي
ُ ار
)ل
ْ ر
ِ ه
ِ ( َل:ي
َ َ صي
َ م
ْ م
ُ ض
ْ َن ل
َ ِ ام ل
ِ ْ ن اَللّي
َ ّولِلد
َ
ّ ِ قطْن
ِ ف
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya." Riwayat Imam Lima. Tirmidzi dan Nasa'i lebih cenderung menilainya
hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menilainya shahih secara
marfu'. Menurut riwayat Daruquthni: "Tidak ada puasa bagi orang yang tidak
meniatkan puasa wajib semenjak malam."
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 6
Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah
banyak para para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf
Qardawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan,
minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar
siddiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
B. Jenis – Jenis Puasa
Puasa terdapat beberapa sesuai dengan hukumnya, dalam kajian ilmu fiqih jenisjenis puasa dilihat dari hukumnya terbagi menjadi 4, yaitu:
1.
Puasa Fardlu / wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dijalankan oleh umat Islam sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Puasa wajib jika tidak dilaksanakan akan
mendatangkan dosa. Namun, dalam kondisi tertentu puasa wajib bisa
digantikan dengan membayar denda atau fidyah.
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim
pada bulan Rammadhan selama sebulan penuh. Allah SWT berfirman
yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu
bertaqwa” (Q.S Al-Baqarah : 183).
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut
dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a :
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada
sesembahan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah,
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 7
mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan
Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu
jalannya” (H.R Bukhori dan Muslim).
b.
Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang
disebabkan karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Nazar adalah
merupakan janji dari seseorang kepada Allah swt. oleh sebab itu, segala
sesuatu perbuatan yang hukumnya tidak wajib, setelah dinazarkan maka
hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan. Sehingga puasa nazar
setelah dijanjikan maka hukumnya adalah menjadi wajib.
Hal ini berdasarkan dalil firman Allah swt. dalam al-Qur’an yang berbunyi:
يُوفُونَ بِٱلنّ ۡذ ِر َويَ َخافُونَ يَ ۡو ٗما َكانَ ش َّرهۥُ ُم ۡست َِط ٗيرا
Artinya: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya
merata di mana-mana.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
رواه البخارى.َُمنْ نَ َذر اَنْ يُ ِط ْي َع اِ فَ ْليُ ِط ْعه
Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya),
maka hendaklah ia kerjakan (H.R Bukhari)
c.
Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu.
Puasa kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda
yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang
bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa
yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.
Puasa kifarat (kafarat) diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan
seorang Muslim atas hukum Allah yang sudah berketetapan. Karena
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 8
perbuatan yang ia lakukan tersebut Allah masih memberikan maaf, di
samping bertobat ia harus melakukan atau membayar kafarat tersebut agar
tobatnya diterima. Adapun pelanggaran yang dilakukan seseorang sehingga
Ia harus membayar kafarat adalah
1) Hubungan badan di siang hari Ramadhan. Melakukan hubungan badan
pada siang hari di bulan Ramadhan adalah pelanggaran yang sangat
berat hukumannya. Maka, seseorang yang melanggar hal itu harus:
a) Berpuasa selama 60 hari berturut-turut tanpa terpisah sama sekali
kecuali ada udzur syar’I,
b) Apabila tidak mampu maka harus memberi makan kepada 60 orang
miskin.Kifarat wajib dilakukan berkali-kali bila pelanggaran yang
menyebabkannya berkali-kali dilakukan pada hari-hari yang
berbeda. Sedang kalau dilakukan pada hari yang sama, maka
kifaratnya cukup satu kali saja. Kemudian apabila seseorang
melakukan pelanggaran yang mewajibkannya berkifarat dan
langsung dia kifarati, tetapi pada hari itu juga dia melakukan lagi
perbuatan yang sama, maka cukuplah baginya satu kifarat yang telah
dia lakukan tadi, sekalipun dia menanggung dosa besar tentunya.
Dan Allah jualah Yang Lebih Tahu.
2) Membunuh seorang muslim tanpa disengaja. Kesalahan tersebut
mewajibkan pelaksanaan salah satu dari dua denda, yaitu diyat atau
kifarat. Kifarat untuk itu ada dua macam yaitu:
a) Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang
menghambat kerja atau usaha.
b) Puasa 2 (dua) bulan berturut--turut.
c) Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa jika seseorang karena tua
atau
sangat
lemah
tidak
kuat
berpuasa,
maka
ia
dapat
menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin
masing-masing 1 mud (+ 1 liter).
3) Seorang suami melakukan zhihar. Karena ucapan zhihar itu suami
tersebut bergaul dengan istrinya. Kemudian ia bermaksud menarik
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 9
kembali ucapan zhiharnya itu karena keinginannya untuk bergaul seperti
sebelum terjadinya zhihar.
a) Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau
jika ia tidak mampu.
b) Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia
terkena hukum wajib memberi makanan untuk orang-orang miskin
sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.
4) Bersumpah
lantas
dengan
sengaja
ia
melanggar
sumpahnya.
Pelanggaran tersebut menyebabkannya terkena kifarat sumpah, yaitu:
a) Wajib memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu.
b) Wajib memberi makan/pakaian 1 orang miskin atau jika itupun ia
tidak mampu.
c) Wajib berpuasa 3 hari
5) Seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, baik yang halal
maupun yang haram. Kifaratnya adalah:
a) Menggantinya dengan hewan ternak yang seimbang dengan binatang
buruan yg dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil dan
disembelih sebagai hadya (kurban) di tanah haram serta dagingnya
diberikan kepada fakir miskin, atau jika tidak mampu.
b) Memberi makanan kepada fakir miskin yang banyaknya sedemikian
rupa sehingga seimbang dengan hadya (hewan pengganti) tersebut
atau,
c) Berpuasa sejumlah hari yang seimbang dengan makanan yang
seharusnya ia keluarkan (jumlah hari puasa itu adalah sebanyak mud
yang diberikan kepada fakir dan miskin. Mud tersebut dibanding
seimbangkan dengan hewan yang disembelih tadi).
d. Puasa Qadha
Puasa Qadha adalah menggantikan puasa wajib yang telah ditinggalkan
sama ada disengajakan mahupun tidak tanpa keuzuran. Puasa yang
ditinggalkan wajib digantikan sebanyak hari yang ditinggalkan.
Allah SWT. dalam firman-Nya:
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 10
“...Maka wajiblah dia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari yang lain…”(Surah al-Baqarah, ayat 184).
Adapun niat puasa qadha adalah:
َ م
َ ء
َ َن
ه
ٍ ضا
َ م
َ ق
ِ ان لل
ٍ غ
ً ض
َ و
ُ ْ وي
ْ دع
َ ض َر
َ ف ْر
َ ت
ْ ص
َ َن
عالَىص
َ َت
Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah
Ta'ala.
2.
Puasa Sunnah
Puasa Sunnah adalah menahan diri dari kegiatan makan dan minum, serta segala
hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenanmya matahari,
dimana bagi yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala, dan bagi yang
tidak melaksanakannya atau meninggalkannya tidak akan mendapatkan dosa.
puasa, serta membantu kita untuk menahan hawa nafsu.
Dalam ajaran agama islam terdapat beberapa jenis puasa sunnah, yaitu:
a.
Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada hari ke-9 bulan
Dzulhijjah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah
hadist Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalah telah bersabda yang artinya:
“Tiada amal yang soleh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih
disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama dalam bln
Dzulhijjah).” (Hadist Riwayat al-Bukhari).
Dan dalam Taudhih Al-Ahkam, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata:
“Puasa hari arafah adalah puasa sunnah yang paling utama berdasarkan
ijma’ para ulama.”
Adapun niat dalam melakukan puasa arafah adalah
َ م ع ََر
عالَىص
ً ّ سن
َ ف
ِ ة لل
َ َه ت
َ و
ُ ْ وي
ُ ة
َ ت
ْ ص
َ َن
Artinya“Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala”
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 11
b. Puasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Di sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan
untuk memperbanyak amalan seperti berdzikir, istigfar, berdo’a, bersedekah,
serta yang paling ditekankan adalah melakukan puasa. Mengapa? Karena
mengerjakan puasa di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sama seperti kita
berpuasa selama setahun penuh serta seperti kita mengerjakan sholat setiap
malam yang sebanding dengan sholat pada malam Lailatul Qodar.
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, yang artinya:
”Tiada sebarang hari pun yang lebih disukai Allah dimana seorang hamba
beribadat di dalam hari-hari itu daripada ibadat yang dilakukannya di
dalam 10 hari Zulhijah. Puasa sehari di dalam hari itu menyamai puasa
setahun dan qiamulail (menghidupkan malam) di dalam hari itu seumpama
qiamulail setahun.”
c.
Puasa Tasu’a
Puasa Tasu’a adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharam.
Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan
harinya yaitu di tanggal 10 Muharram.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Rasulullah Sshallallahu
‘Alaihi Wa sallam sedang melaksanakan puasa Asyura, dan beliau
memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu juga, ada
beberapa sahabat yang berkata yang artinya:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang
diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Rasulullah menjawab yang
artinya “Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9
(Muharram)”.”Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai
Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah
wafat.” (HR. Muslim 1916).
d. Puasa asyura (10 Muharram)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 12
Ini adalah puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah
melakukan puasa sunnah Tasu’a. Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya,
imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan bahwa
dianjurkan menjalankan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh bulan
Muharram secara berurutan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam- Bersabda yang artinya:
“Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram,
dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu, ialah shalat malam.” (HR.
Muslim no. 1163)
e.
Puasa Syawal
Puasa syawal merupakan puasa sunnah yang dilaksanakan pada enam hari di
bulan syawal yang merupakan sunnah Nabi Muhammad Sholallahu alaihi
Wassalam. Adapun untuk pelaksanaannya bisa dilakukan secara berurutan
maupun secara terpisah.
Keutamaan menjalankan puasa sunnah di enam hari pada bulan syawal adalah
sesuai dengan hadist nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam yang
artinya:
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari
bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim).
f.
Puasa Senin – Kamis
Puasa senin kamis merupakan puasa sunnah yang paling sering dikerjakan
oleh Rasulullah sholallahu Alaihi Wassalam.
Dari Abu Harrairah Radiallahu Anhu pernah berkata:
“Bahwasanya Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak berpuasa
pada hari Senin dan Kamis.” Dan ketika Rasulullah ditanya tentang
alasnnya, Beliau bersabda “Sesungguhnya segala amal perbuatan
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 13
dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis, maka Allah akan mengampuni
dosa setiap orang muslim atau setiap orang mukmin, kecuali dua orang yang
bermusuhan.” Maka Allah pun berfirman “Tangguhkan keduanya.” (HR.
Ahmad)
g.
Puasa Daud
Puasa daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara selang-seling, yaitu
sehari berpuasa dan sehari berbuka (tidak berpuasa). Dari Abdullah bin Amru
radhialahu ‘anhu, Rasulullah holallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda:
“Maka berpuasalah engkau sehari dan berbuka sehari, inilah (yang
dinamakan) puasa Daud ‘alaihissalam dan ini adalah puasa yang paling
afdhal. Lalu aku berkata, sesungguhnya aku mampu untuk puasa lebih dari
itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada puasa yang
lebih afdhal dari itu. ” (HR. Bukhari No : 1840)
Dalam hadist lain, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang
paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh
malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya.
Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari Muslim)
h.
Puasa Sya’ban
Jenis puasa sunnah yang dianjurkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam
yang lainnya adalah puasa di bulan Sya’ban. Dari Saidatina aisyah Radiallahu
Anhu beliau berkata:
“Adalah Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah
berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah
berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa
satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau
berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu
Dawud).
Dari Usamah bin Zaid ra, dia berkata:
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 14
“Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa
dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan
Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya
antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya
diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal
saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i)
i.
Puasa 3 Hari pada Pertengahan Bulan
Puasa ini dikenal dengan sebutan puasa Ayyamul Bidh, dimana
pelaksanaanya adalah di 3 hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13,14,
dan 15. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai, dan
at-Tirmidzi, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya,
maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah.”
Abu Hurrairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
“Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan
padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati yaitu
berpuasa tiga hari setiap bulannya, mengerjakan shalat Dhuha, dan
mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)
j. Puasa di Bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum)
Ini merupakan puasa sunnah yang dilakukan di bulan-bulan haram, yaitu
bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Mengapa demikian?
karena bulan bulan tersebut dimaksudkan untuk melepas sesuatu yang haram
(meninggalkan sesuatu perbuatan yang haram) dan mengamalkan puasa dan
ibadah-ibadah lain pada bulan-bulan tersebut.
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga
darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR.
Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 15
k.
Puasa bagi Pemuda yang Belum Menikah
Ini merupakan puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap
pemuda yang belum menikah sebagai pengingat diri, terutama bagi pemuda
yang memiliki syahwat tinggi. Puasa ini bisa dilakukan kapan saja kecuali
pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara
kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah
segera menikah, karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah
shaum karena shaum akan menjadi perisai baginya.” ( HR. Bukhari dan
Muslim)
3.
Puasa Makruh
Puasa makruh adalah puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila
dikerjakan maka tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Sesungguhnya manusia
adalah hamba Allah Ta'ala. Dia wajib menyembahNya sebagaimana yang Dia
kehendaki. Seperti halnya puasa, berbuka pun merupakan ibadah kepada-Nya.
Manusia tidak boleh membantah ataupun menentang-Nya. Di antara macammacam puasa yang makruhuntuk dilaksanakan adalah :
a. Puasa hari Jum'at secara tersendiri:
Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144),
bahwa Nabi SAW bersabda:
٠ُص ْو َم بَ ْع َده
ُ َصو َم قَ ْبلَهُ اَ ْوي
ُ َص ْم اَ َح ُد ُك ْـم يَ ْو َم ا ْل ُج ْم َع ِة اِلّ اَنْ ي
ُ َلَ ي
Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari
Jum’ at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari
sesudahnya."
b. Puasa hari Sabtu secara tersendiri
Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan hadits ini hasan,
bahwa Nabi SAW bersabda:
ض ااُ َعلَ ْي ُك ْم
ّ ص ْو ُم ْوا يَ ْو َم ال
ُ َلَ ت
َ ت اِلّ فِ ْي َما ا ْفتَ َر
ِ س ْب
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 16
Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah
wajibkan kepadamu."
Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri
adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang
umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad
sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua
umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama.
c. Puasa sepanjang tahun.
Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang
khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari
(1867) meriwayatkan:
"Bahwasanya Nabi SA W telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu
Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka
dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka
Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?". Maka jawabnya:
"Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia."
"Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu
mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak
yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang
wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak
menerimanya. "
Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan
oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar."
Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa
sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka
puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa
termasuk ibadat yang paling utama.
4.
Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena
waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 17
a.
Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari
itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena
itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang
untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa
dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk
puasa.
b. Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi
umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan
untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin
dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan
dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c. Puasa hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) Nabi Muhammad
saw. Bersabda: H
" ari-hari tasyriq (yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah SWT."
(HR.Muslim).
d. Puasa Wishol adalah berpuasa selama dua atau tiga hari berturut-turut tanpa
berbuka. Nabi Muhammad saw. bersabda : "Janganlah kalian berpuasa
wishol."(HR. Bukhori) Dalam hadits yang lain, beliau bersabda, "Hindarilah
oleh kalian puasa wishol."(Jamaah ahli hadits).
e. Puasa Dahr yaitu berpuasa selama satu tahun penuh tanpa berbuka sehari
pun. Rasulullah saw. bersabda : "Tidak dianggap berpuasa bagi orang-orang
yang
berpuasa
untuk
selamanya."
(HR.
Muslim)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara
istilah, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat
berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam
matahari. Puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu,
puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
Beberapa hal yang bisa memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa,
diantaranya adalah sakit Wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena
khitab perintah shaum (puasa) dalam ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun,
apabila mereka khawatir atas bahaya bagi dirinya atau janin dan anak susuannya
bila tetap berpuasa, maka dibolehkan untuk berbuka.
B. Saran-saran
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 19
Mempelajari ilmu fiqih amatlah penting, dan seharusnya di tanamkan
sejak dini bagi seluruh pelajar islam di Indonesia, dan juga bagi orang yang
bergama islam yang masih awam, terutama mengenai bab puasa. Dengan
mempelajari masilul fiqhiyah kita dapat mengetahui hukum-hukum dari masalah
tersebut.
Selanjutnya kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan guna untuk memperbaiki makalah-makalah kami selanjutnya.
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 20
MAKALAH
Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
Fiqih
Dosen Pengampu : Sajidin, S.Pd,i.,M.Pd
Oleh :
Syarofatul hasanah
Onin Iskandar
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 1
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HAJI AGUS SALIM
CIKARANG
1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohim.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, serta sholawat salam
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Kami
bersyukur karena telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“puasa
dan
jenis-jenisnya”
guna memenuhi
tugas
mata
kuliah
Pembelajaran Fiqih.
Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfa’at
bagi orang lain, apabila ada kesalahan dalam tulisan ini, saya
memohon maaf, karena segala kekurangan dan kesalahan adalah
sebagian
dari
sifat
manusia,
sedangkan
segala
kesempurnaan
hanyalah milik Allah ‘azza wajalla saja. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih.
Cikarang barat, 02 Maret
2017
Penulis
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................... i
DAFTAR ISI..........................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................
1
A. Latar belakang............................................................................... 1
B. Rumusan masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan pembahasan....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................
2
A. Pengertian Puasa........................................................................... 2
B. Jenis-jenis Puasa............................................................................. 4
BAB
III
PENUTUP
...........................................................................................
16
Kesimpulan........................................................................................... 16
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai orang muslim kita harus mengetahui hukum-huku fiqih,
khususnya mengenai puasa. Karena puasa merupakan suatu ibadah yang melatih
kesabaran kita , selain itu puasa juga bisa menjaga kesehatan jasmani serta rohani
kita. Dalam ibadah puasa terdapat ganjaran pahala yang sangat besar yang akan
diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya yang mau melaksanakan ibadah
puasa.
Oleh karena itu pemakalah akan mencoba untuk memaparkan penjelasan
dari ibadah puasa beserta jenis dari puasa, supaya kita bisa mengetahui hukumhukum seputar puasa baik itu bagi orang yang umum ataupun orang yang
udzur. Supaya puasa kita sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Rosulullah
SAW.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah yang akan
dibahas pada pembahasan kali ini adalah:
1.
Bagaimana pengertian Puasa?
2.
Bagaimana jenis-jenis puasa menurut hukumnya?
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 4
i
i
C. Tujuan Pembahasan
Dari pembahasan yang akan di paparkan, tujuan dari makalah ini diantaranya
adalah:
1.
Mengetahui Definisi dari Puasa
2.
Mengetahui Jenis – jenis puasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Puasa secara etimologi Puasa dari segi bahasa berarti menahan (imsak)
dan mencegah (kalf) dari sesuatu, dengan kata lain yang sifatnya menahan dan
mencegah dalam bentuk apapun termasuk didalamnya tidak makan dan tidak
minum dengan sengaja (terutama yang beretalian dengan agama).
Arti puasa dalam bahasa Arab disebut Shiyam atau Shaum secara bahasa berarti
’menahan diri’(berpantang) dari suatu perbuatan. Perintah puasa sendiri
difirmankan oleh Allah SWT pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
َصيَا ُم َك َما ُكتِ َب َعلَى ٱلّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِڪُمۡ لَ َعلّ ُكمۡ تَتّقُون
ّ يَ ٰـٓأَيّ َها ٱلّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكتِ َب َعلَ ۡيڪُ ُم ٱل
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Sedangkan pengertian puasa secara terminologi adalah menahan dan
mencegah diri dari hal-hal yang mubah yaitu berupa makan dan berhubungan
dengan suami istri, dalam rangka Taqarub ilallahi (mendekatkan diri pada Allah
swt,).
Dalam
hukum
Islam
puasa
berarti
menahan,
berpantang,
atau
mengendalikan diri dari makan, minum, seks, dan hal-hal lain yang membatalkan
diri dari terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu maghrib).
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 5
Jadi, pengertian puasa menuju sehat secara syar’i adalah menahan dan
mencegah kemauan dari makan, minum. Bersetubuh
dengan istri, dan yang
semisalnya sehari penuh, dari terbit fajar siddiq (waktu subuh) hingga
terbenamnya matahari (waktu maghrib), dengan tunduk dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Ada juga yang mendefinisikan puasa dari segi syara’, puasa berarti
menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh
orang yang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam
matahari.
Dengan kata lain, Puasa adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang
berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan) serta menahan
diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya . Hal
itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar kedua
(fajar shadiq) sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak
melakukannya, yaitu orang muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak nifas.
Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk
mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu, tujuan niat adalah
membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi
kebiasaan. Seperti keterangan Hadits Nabi dalam kitab Bulughul marram
menyebutkan :
ُ َ فص
ْ م
ي صصصلى
َ ه
ِ ين َر
ِ ؤ
َ َن
ّ ةأ
َ ْ عن
َ ِ من
ْ وع
ُ ّ ي اَلل
ُ ْ م اَل
َ ْ ح
َ ََ
ّ ِ َن اَلنّب
َ ض
ِ ع,ها
َ صر
َ ْ صل اَل
َ ام
َ الله عليه وسلم
َ قب ْص
َ ق
ف َل
ِ ّ م يُبَي
ْ ف
َ َ صي
ْ م
ْ َن ل
َ ( :ال
ّ ت اَل
ِ جص
َ مص
ي إِلَى
َ ْ واهُ اَل
ِ مص
ِ واَلت ّ ْر
ِ
َ َ ص صي
َ ّ صال الن
َ م
ّ ذ
َ و
ْ خ
ُ ام ل َ ص
َ ي
َ ,ُس صة
َ ه ) َر
ّ ِ س ص ائ
ُ م ْر
ْ و
.ان
َ مصص
ِ ن
ِ ق
ِ فصص
َ ّ حب
َ نخ
َ ح
ّ صصص
ُ ْ واب
ُ ْ فوعًصصا اِب
َ ْ ُزي
َ ه
ُ ح
َ و
ِ صصر
َ ة
َ ,ه
َ يح
ْ َت
ِ ج
ْ َم ي
ُ ار
)ل
ْ ر
ِ ه
ِ ( َل:ي
َ َ صي
َ م
ْ م
ُ ض
ْ َن ل
َ ِ ام ل
ِ ْ ن اَللّي
َ ّولِلد
َ
ّ ِ قطْن
ِ ف
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya." Riwayat Imam Lima. Tirmidzi dan Nasa'i lebih cenderung menilainya
hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menilainya shahih secara
marfu'. Menurut riwayat Daruquthni: "Tidak ada puasa bagi orang yang tidak
meniatkan puasa wajib semenjak malam."
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 6
Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah
banyak para para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf
Qardawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan,
minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar
siddiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
B. Jenis – Jenis Puasa
Puasa terdapat beberapa sesuai dengan hukumnya, dalam kajian ilmu fiqih jenisjenis puasa dilihat dari hukumnya terbagi menjadi 4, yaitu:
1.
Puasa Fardlu / wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dijalankan oleh umat Islam sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Puasa wajib jika tidak dilaksanakan akan
mendatangkan dosa. Namun, dalam kondisi tertentu puasa wajib bisa
digantikan dengan membayar denda atau fidyah.
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim
pada bulan Rammadhan selama sebulan penuh. Allah SWT berfirman
yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu
bertaqwa” (Q.S Al-Baqarah : 183).
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut
dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a :
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada
sesembahan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah,
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 7
mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan
Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu
jalannya” (H.R Bukhori dan Muslim).
b.
Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang
disebabkan karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Nazar adalah
merupakan janji dari seseorang kepada Allah swt. oleh sebab itu, segala
sesuatu perbuatan yang hukumnya tidak wajib, setelah dinazarkan maka
hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan. Sehingga puasa nazar
setelah dijanjikan maka hukumnya adalah menjadi wajib.
Hal ini berdasarkan dalil firman Allah swt. dalam al-Qur’an yang berbunyi:
يُوفُونَ بِٱلنّ ۡذ ِر َويَ َخافُونَ يَ ۡو ٗما َكانَ ش َّرهۥُ ُم ۡست َِط ٗيرا
Artinya: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya
merata di mana-mana.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
رواه البخارى.َُمنْ نَ َذر اَنْ يُ ِط ْي َع اِ فَ ْليُ ِط ْعه
Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya),
maka hendaklah ia kerjakan (H.R Bukhari)
c.
Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu.
Puasa kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda
yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang
bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa
yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.
Puasa kifarat (kafarat) diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan
seorang Muslim atas hukum Allah yang sudah berketetapan. Karena
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 8
perbuatan yang ia lakukan tersebut Allah masih memberikan maaf, di
samping bertobat ia harus melakukan atau membayar kafarat tersebut agar
tobatnya diterima. Adapun pelanggaran yang dilakukan seseorang sehingga
Ia harus membayar kafarat adalah
1) Hubungan badan di siang hari Ramadhan. Melakukan hubungan badan
pada siang hari di bulan Ramadhan adalah pelanggaran yang sangat
berat hukumannya. Maka, seseorang yang melanggar hal itu harus:
a) Berpuasa selama 60 hari berturut-turut tanpa terpisah sama sekali
kecuali ada udzur syar’I,
b) Apabila tidak mampu maka harus memberi makan kepada 60 orang
miskin.Kifarat wajib dilakukan berkali-kali bila pelanggaran yang
menyebabkannya berkali-kali dilakukan pada hari-hari yang
berbeda. Sedang kalau dilakukan pada hari yang sama, maka
kifaratnya cukup satu kali saja. Kemudian apabila seseorang
melakukan pelanggaran yang mewajibkannya berkifarat dan
langsung dia kifarati, tetapi pada hari itu juga dia melakukan lagi
perbuatan yang sama, maka cukuplah baginya satu kifarat yang telah
dia lakukan tadi, sekalipun dia menanggung dosa besar tentunya.
Dan Allah jualah Yang Lebih Tahu.
2) Membunuh seorang muslim tanpa disengaja. Kesalahan tersebut
mewajibkan pelaksanaan salah satu dari dua denda, yaitu diyat atau
kifarat. Kifarat untuk itu ada dua macam yaitu:
a) Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang
menghambat kerja atau usaha.
b) Puasa 2 (dua) bulan berturut--turut.
c) Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa jika seseorang karena tua
atau
sangat
lemah
tidak
kuat
berpuasa,
maka
ia
dapat
menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin
masing-masing 1 mud (+ 1 liter).
3) Seorang suami melakukan zhihar. Karena ucapan zhihar itu suami
tersebut bergaul dengan istrinya. Kemudian ia bermaksud menarik
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 9
kembali ucapan zhiharnya itu karena keinginannya untuk bergaul seperti
sebelum terjadinya zhihar.
a) Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau
jika ia tidak mampu.
b) Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia
terkena hukum wajib memberi makanan untuk orang-orang miskin
sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.
4) Bersumpah
lantas
dengan
sengaja
ia
melanggar
sumpahnya.
Pelanggaran tersebut menyebabkannya terkena kifarat sumpah, yaitu:
a) Wajib memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu.
b) Wajib memberi makan/pakaian 1 orang miskin atau jika itupun ia
tidak mampu.
c) Wajib berpuasa 3 hari
5) Seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, baik yang halal
maupun yang haram. Kifaratnya adalah:
a) Menggantinya dengan hewan ternak yang seimbang dengan binatang
buruan yg dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil dan
disembelih sebagai hadya (kurban) di tanah haram serta dagingnya
diberikan kepada fakir miskin, atau jika tidak mampu.
b) Memberi makanan kepada fakir miskin yang banyaknya sedemikian
rupa sehingga seimbang dengan hadya (hewan pengganti) tersebut
atau,
c) Berpuasa sejumlah hari yang seimbang dengan makanan yang
seharusnya ia keluarkan (jumlah hari puasa itu adalah sebanyak mud
yang diberikan kepada fakir dan miskin. Mud tersebut dibanding
seimbangkan dengan hewan yang disembelih tadi).
d. Puasa Qadha
Puasa Qadha adalah menggantikan puasa wajib yang telah ditinggalkan
sama ada disengajakan mahupun tidak tanpa keuzuran. Puasa yang
ditinggalkan wajib digantikan sebanyak hari yang ditinggalkan.
Allah SWT. dalam firman-Nya:
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 10
“...Maka wajiblah dia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari yang lain…”(Surah al-Baqarah, ayat 184).
Adapun niat puasa qadha adalah:
َ م
َ ء
َ َن
ه
ٍ ضا
َ م
َ ق
ِ ان لل
ٍ غ
ً ض
َ و
ُ ْ وي
ْ دع
َ ض َر
َ ف ْر
َ ت
ْ ص
َ َن
عالَىص
َ َت
Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah
Ta'ala.
2.
Puasa Sunnah
Puasa Sunnah adalah menahan diri dari kegiatan makan dan minum, serta segala
hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenanmya matahari,
dimana bagi yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala, dan bagi yang
tidak melaksanakannya atau meninggalkannya tidak akan mendapatkan dosa.
puasa, serta membantu kita untuk menahan hawa nafsu.
Dalam ajaran agama islam terdapat beberapa jenis puasa sunnah, yaitu:
a.
Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada hari ke-9 bulan
Dzulhijjah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah
hadist Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalah telah bersabda yang artinya:
“Tiada amal yang soleh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih
disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama dalam bln
Dzulhijjah).” (Hadist Riwayat al-Bukhari).
Dan dalam Taudhih Al-Ahkam, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata:
“Puasa hari arafah adalah puasa sunnah yang paling utama berdasarkan
ijma’ para ulama.”
Adapun niat dalam melakukan puasa arafah adalah
َ م ع ََر
عالَىص
ً ّ سن
َ ف
ِ ة لل
َ َه ت
َ و
ُ ْ وي
ُ ة
َ ت
ْ ص
َ َن
Artinya“Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala”
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 11
b. Puasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Di sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan
untuk memperbanyak amalan seperti berdzikir, istigfar, berdo’a, bersedekah,
serta yang paling ditekankan adalah melakukan puasa. Mengapa? Karena
mengerjakan puasa di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sama seperti kita
berpuasa selama setahun penuh serta seperti kita mengerjakan sholat setiap
malam yang sebanding dengan sholat pada malam Lailatul Qodar.
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, yang artinya:
”Tiada sebarang hari pun yang lebih disukai Allah dimana seorang hamba
beribadat di dalam hari-hari itu daripada ibadat yang dilakukannya di
dalam 10 hari Zulhijah. Puasa sehari di dalam hari itu menyamai puasa
setahun dan qiamulail (menghidupkan malam) di dalam hari itu seumpama
qiamulail setahun.”
c.
Puasa Tasu’a
Puasa Tasu’a adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharam.
Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan
harinya yaitu di tanggal 10 Muharram.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Rasulullah Sshallallahu
‘Alaihi Wa sallam sedang melaksanakan puasa Asyura, dan beliau
memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu juga, ada
beberapa sahabat yang berkata yang artinya:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang
diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Rasulullah menjawab yang
artinya “Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9
(Muharram)”.”Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai
Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah
wafat.” (HR. Muslim 1916).
d. Puasa asyura (10 Muharram)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 12
Ini adalah puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah
melakukan puasa sunnah Tasu’a. Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya,
imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan bahwa
dianjurkan menjalankan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh bulan
Muharram secara berurutan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam- Bersabda yang artinya:
“Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram,
dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu, ialah shalat malam.” (HR.
Muslim no. 1163)
e.
Puasa Syawal
Puasa syawal merupakan puasa sunnah yang dilaksanakan pada enam hari di
bulan syawal yang merupakan sunnah Nabi Muhammad Sholallahu alaihi
Wassalam. Adapun untuk pelaksanaannya bisa dilakukan secara berurutan
maupun secara terpisah.
Keutamaan menjalankan puasa sunnah di enam hari pada bulan syawal adalah
sesuai dengan hadist nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam yang
artinya:
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari
bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim).
f.
Puasa Senin – Kamis
Puasa senin kamis merupakan puasa sunnah yang paling sering dikerjakan
oleh Rasulullah sholallahu Alaihi Wassalam.
Dari Abu Harrairah Radiallahu Anhu pernah berkata:
“Bahwasanya Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak berpuasa
pada hari Senin dan Kamis.” Dan ketika Rasulullah ditanya tentang
alasnnya, Beliau bersabda “Sesungguhnya segala amal perbuatan
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 13
dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis, maka Allah akan mengampuni
dosa setiap orang muslim atau setiap orang mukmin, kecuali dua orang yang
bermusuhan.” Maka Allah pun berfirman “Tangguhkan keduanya.” (HR.
Ahmad)
g.
Puasa Daud
Puasa daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara selang-seling, yaitu
sehari berpuasa dan sehari berbuka (tidak berpuasa). Dari Abdullah bin Amru
radhialahu ‘anhu, Rasulullah holallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda:
“Maka berpuasalah engkau sehari dan berbuka sehari, inilah (yang
dinamakan) puasa Daud ‘alaihissalam dan ini adalah puasa yang paling
afdhal. Lalu aku berkata, sesungguhnya aku mampu untuk puasa lebih dari
itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada puasa yang
lebih afdhal dari itu. ” (HR. Bukhari No : 1840)
Dalam hadist lain, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang
paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh
malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya.
Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari Muslim)
h.
Puasa Sya’ban
Jenis puasa sunnah yang dianjurkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam
yang lainnya adalah puasa di bulan Sya’ban. Dari Saidatina aisyah Radiallahu
Anhu beliau berkata:
“Adalah Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah
berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah
berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa
satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau
berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu
Dawud).
Dari Usamah bin Zaid ra, dia berkata:
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 14
“Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa
dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan
Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya
antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya
diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal
saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i)
i.
Puasa 3 Hari pada Pertengahan Bulan
Puasa ini dikenal dengan sebutan puasa Ayyamul Bidh, dimana
pelaksanaanya adalah di 3 hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13,14,
dan 15. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai, dan
at-Tirmidzi, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya,
maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah.”
Abu Hurrairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
“Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan
padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati yaitu
berpuasa tiga hari setiap bulannya, mengerjakan shalat Dhuha, dan
mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)
j. Puasa di Bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum)
Ini merupakan puasa sunnah yang dilakukan di bulan-bulan haram, yaitu
bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Mengapa demikian?
karena bulan bulan tersebut dimaksudkan untuk melepas sesuatu yang haram
(meninggalkan sesuatu perbuatan yang haram) dan mengamalkan puasa dan
ibadah-ibadah lain pada bulan-bulan tersebut.
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga
darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR.
Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 15
k.
Puasa bagi Pemuda yang Belum Menikah
Ini merupakan puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap
pemuda yang belum menikah sebagai pengingat diri, terutama bagi pemuda
yang memiliki syahwat tinggi. Puasa ini bisa dilakukan kapan saja kecuali
pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara
kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah
segera menikah, karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah
shaum karena shaum akan menjadi perisai baginya.” ( HR. Bukhari dan
Muslim)
3.
Puasa Makruh
Puasa makruh adalah puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila
dikerjakan maka tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Sesungguhnya manusia
adalah hamba Allah Ta'ala. Dia wajib menyembahNya sebagaimana yang Dia
kehendaki. Seperti halnya puasa, berbuka pun merupakan ibadah kepada-Nya.
Manusia tidak boleh membantah ataupun menentang-Nya. Di antara macammacam puasa yang makruhuntuk dilaksanakan adalah :
a. Puasa hari Jum'at secara tersendiri:
Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144),
bahwa Nabi SAW bersabda:
٠ُص ْو َم بَ ْع َده
ُ َصو َم قَ ْبلَهُ اَ ْوي
ُ َص ْم اَ َح ُد ُك ْـم يَ ْو َم ا ْل ُج ْم َع ِة اِلّ اَنْ ي
ُ َلَ ي
Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari
Jum’ at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari
sesudahnya."
b. Puasa hari Sabtu secara tersendiri
Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan hadits ini hasan,
bahwa Nabi SAW bersabda:
ض ااُ َعلَ ْي ُك ْم
ّ ص ْو ُم ْوا يَ ْو َم ال
ُ َلَ ت
َ ت اِلّ فِ ْي َما ا ْفتَ َر
ِ س ْب
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 16
Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah
wajibkan kepadamu."
Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri
adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang
umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad
sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua
umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama.
c. Puasa sepanjang tahun.
Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang
khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari
(1867) meriwayatkan:
"Bahwasanya Nabi SA W telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu
Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka
dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka
Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?". Maka jawabnya:
"Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia."
"Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu
mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak
yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang
wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak
menerimanya. "
Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan
oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar."
Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa
sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka
puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa
termasuk ibadat yang paling utama.
4.
Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena
waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 17
a.
Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari
itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena
itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang
untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa
dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk
puasa.
b. Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi
umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan
untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin
dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan
dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c. Puasa hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) Nabi Muhammad
saw. Bersabda: H
" ari-hari tasyriq (yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah SWT."
(HR.Muslim).
d. Puasa Wishol adalah berpuasa selama dua atau tiga hari berturut-turut tanpa
berbuka. Nabi Muhammad saw. bersabda : "Janganlah kalian berpuasa
wishol."(HR. Bukhori) Dalam hadits yang lain, beliau bersabda, "Hindarilah
oleh kalian puasa wishol."(Jamaah ahli hadits).
e. Puasa Dahr yaitu berpuasa selama satu tahun penuh tanpa berbuka sehari
pun. Rasulullah saw. bersabda : "Tidak dianggap berpuasa bagi orang-orang
yang
berpuasa
untuk
selamanya."
(HR.
Muslim)
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara
istilah, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat
berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam
matahari. Puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu,
puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
Beberapa hal yang bisa memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa,
diantaranya adalah sakit Wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena
khitab perintah shaum (puasa) dalam ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun,
apabila mereka khawatir atas bahaya bagi dirinya atau janin dan anak susuannya
bila tetap berpuasa, maka dibolehkan untuk berbuka.
B. Saran-saran
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 19
Mempelajari ilmu fiqih amatlah penting, dan seharusnya di tanamkan
sejak dini bagi seluruh pelajar islam di Indonesia, dan juga bagi orang yang
bergama islam yang masih awam, terutama mengenai bab puasa. Dengan
mempelajari masilul fiqhiyah kita dapat mengetahui hukum-hukum dari masalah
tersebut.
Selanjutnya kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan guna untuk memperbaiki makalah-makalah kami selanjutnya.
Pembelajaran Fiqih – Puasa| 20