MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN PEMBERANT

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN
PEMBERANTASAN KORUPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Audit Kecurangan
Dosen :

Disusun Oleh:
MUTIA ANDINA
NIM : 20080510650
FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS
2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Kasus korupsi di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Pemberantasan korupsi yang telah

dilakukan selama ini seperti tebang bambu, tebang satu tumbuh seribu. Efek jera yang
diharapkan timbul dari terpenjaranya satu dua pelaku koruptor besar ternyata tidak terjadi. Hal
ini mungkin disebabkan karena pemerintah pilih-pilih dalam menangani kasus korupsi. Apalagi
seperti kita tahu penegakkan hukum di Indonesia tidak bebas dari permainan uang dan pengaruh
kekuasaan. Banyak kasus korupsi yang telah diputus bersalah di tingkat Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Tinggi tiba-tiba bebas di tingkat Kasasi Mahkamah Agung. Pertanyaan yang bisa kita
ajukan adalah benarkah pemberantasan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat.
Pasca Krisis Moneter 1997 yang meluluhlantakkan perekonomian dan menghancurkan rezim
orde baru yang berkuasa berimbas ke berbagai aspek dari ekonomi, politik, hukum dan tata
negara, Sistem perekonomian yang dibangun orde baru dengan kekuasaan sekelompok elit
politik dan didukung militer telah menampakkan kebobrokannya, dimana faktor kolusi, korupsi
dan nepotisme menjadi sebab utama mengapa negara ini tidak mampu bertahan dari krisis
bahkan

dampaknya

masih

terasa


hingga

sekarang.

Reformasi yang dilakukan pemerintah setelah orde baru memberikan harapan akan adanya
perubahan dari sisi demokrasi kepempimpinan melalui pemilihan umum langsung dan pemilihan
kepala daerah, distribusi prekonomian dengan lebih merata dengan diberlakukannya otonomi
daerah maupun transparansi dan akuntabilitas pemerintah yaitu dengan diberlakukannya
Undang-Undang No 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan yang bebas KKN, Undang-Undang
No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang No 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara
.
Namun harapan tersebut seakan jauh panggang dari api, kasus korupsi di Indonesia seakan

semakin berkembang dengan metode baru yang lebih canggih. Pemberantasan korupsi dilakukan
selama ini kurang memberikan efek jera yang diharapkan timbul dari terpidananya pelaku
koruptor.
Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme seakan menjadi penyakit baru yang mewabah dari tingkat
Pemerintah Pusat sampai ke DPR yang menyebar luas ke tingkat daerah dari pemimpin,
penyelenggara pemerintahaan sampai DPRD yang seakan-akan berjamaah menikmati kue yang

selama ini tidak sampai ke piring mereka.
Namun apabila dilihat dari data-data yang ada, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Usaha
pemberantasan korupsi di Indonesia sedikit demi sedikit telah memperbaiki citra Indonesia.
Indeks persepsi korupsi (CPI) yang dikeluarkan oleh Transparency International menunjukkan
bahwa telah terjadi perbaikan signifikan selama kurun waktu 1998 – 2007 dimana skor CPI
Indonesia meningkat dari 2,0 menjadi 2,3 . Ini berarti Indonesia telah menempuh setengah jalan
untuk menjadi negara yang kondusif untuk pemberantasan korupsi (skor CPI 5,0). Persepsi
publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia juga telah menunjukkan tren perbaikan,
sedikit banyak hal tersebut karena gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang gencar
memburu

koruptor.

Definisi korupsi dalam penelitian diatas berarti penyalahgunaan jabatan oleh pegawai negeri dan
kaum politisi untuk kepentingan pribadi, seperti penyuapan dalam proses pengadaan barang dan
jasa di pemerintahan dengan tidak membedakan korupsi yang bersifat administratif, politis atau
antara

korupsi


besar

dan

kecil-kecilan.

Kesimpulan yang bisa kita petik dari data-data diatas adalah ada titik terang dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Data-data tersebut menunjukkan hal yang berbeda dari
anggapan beberapa orang yang selalu pesimis dengan kemajuan pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Apa Peran Akuntan?
Namun patut disayangkan, sinyal-sinyal positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
tersebut tidak membuat citra akuntan yang terpuruk sejak krisi moneter di tahun 1997 menjadi

pulih. Akuntan yang seharusnya menjadi ‘penjaga gawang’ terhadap terjadinya tindak
kecurangan, selama ini seringkali justru dituduh menjadi ‘pagar makan tanaman’.
Oleh karena itu akuntan harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia, sejajar dengan kejaksaan, kepolisian maupun KPK, bukan
hanya jadi pemain cadangan ataupun penonton di pinggir lapangan.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan

menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif.
Mengapa perlu Akuntansi Forensik?
Mencoba menguak adanya kasus korupsi dengan audit biasa sama halnya mencoba menebang
pohon dengan pisau dapur. Akuntan perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar
indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di sebuah perusahaan atau instansi
negara. Akuntan forensik bisa menjadi alat yang tepat untuk keperluan tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Forensik, menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan
”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada
masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi
untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA),
mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk
tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan,

atau


dalam

proses

peninjauan

judicial

atau

administratif”.

Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan
finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang
dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood, Leiner, & Young (2008)
mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang
bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis
yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang

memiliki yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah Akuntan yang
menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam
pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus
dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu
dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti,

menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan
hasil dari temuan tersebut.
A. Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam
sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan /
pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan
jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau
auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,
mencegah,


dan

mengendalikan

penipuan,

dan

misinterpretasi.

Jenis

layanan

kedua

merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik
yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus
perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya

prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik
untuk membantu memecahkan masalah.
B. Keahlian Akuntansi Forensik
Harris & Brown (2000) bahwa Akuntan forensik mempelajari hal-hal yang positif bagi
perusahaan saat terjadi merger atau akuisisi dan memastikan bahwa seorang pembeli telah
memahami tentang situasi dan nilai keuangan perusahaan target. Akuntan forensik sering
memanfaatkan keahlian akuntansinya dalam litigasi. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut
dibatasi pada pembahasan (a) penghitungan kerugian dalam kasus-kasus seperti cidera yang
diderita oleh seseorang, liabilitas produk, sengketa kontrak, dan kekayaan intelektual dan (b)
pengungkapan aset-aset yang tersembunyi dalam kasus hukum perkawinan yang kompleks.

Jenis-jenis jasa ini dapat meningkat pada saat akuntan forensik diundang untuk bertindak sebagai
saksi ahli (Durtschi, 2003; Messmer, 2004; Peterson & Reider, 2001; Ramasway, 2005). Dengan
hal demikian Perusahaan menugaskan akuntan forensik untuk menjadi pengawas dalam evaluasi
terhadap

transaksi

bisnis


yang

potensial

bagi

perusahaan

tersebut.

Akuntan forensik saat ini menggunakan keahlian yang unik dalam menjalankan tugas-tugas
seperti menentukan apakah sebuah perusahaan telah melakukan mis-interpretasi terhadap catatan
laporan keuangan, apakah telah terjadi fraud atas inventaris dan modal yang dimiliki oleh
perusahaan, dan apakah telah terjadi laporan keuangan yang berlebih-lebihan pada sebuah
perusahaan (Harris & Brown, 2000; Messmer, 2004). Dengan demikian keahlian seorang
akuntan forensik digunakan dalam menyelidiki fraud yang terjadi di perusahaan maupun di
pemerintahan
Lebih lanjut mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan
terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat membongkar terjadinya
fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar

akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan
organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan
(incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan
peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir
seperti

pencuri

(think

as

a

theft).

Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan forensik sebaiknya menguasai
keterampilan dalam banyak bidang. Beberapa akuntan forensik, sudah barang tentu,
mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti teknologi informasi. Akan tetapi, semua
akuntan forensik yang telah terlatih sekurang-kurangnya memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena adanya
sifat pengumpulan-informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi forensik.
Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji informasi

apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara
positif oleh pihak pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik surveillance dan
keterampilan wawancara dan interogasi, membantu akuntan forensik untuk melangkah di
luar keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek-aspek forensik baik aspek legal
maupun aspek finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi akuntan
forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung pada
pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4. Pengetahuan

akuntansi

membantu

akuntan

forensik

untuk

menganalisis

dan

menginterpretasi informasi keuangan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus
di dalam investigasi keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi pencucian
uang, atau skema-skema penyelewangan lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang
pengendalian internal yang baik seperti yang terkait dengan kepemimpinan perusahaan
(corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan
forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan
forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar
hukum yurisdiksi di mana kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang
memenuhi kriteria pengadilan.
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI) menjadi sarana yang
penting bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan-kejahatan
dunia maya. Pada taraf yang minimum, akuntan forensik harus mengetahui poin di mana
mereka harus menghubungi seorang ahli bidang piranti keras (hardware) atau piranti
lunak (software) komputer. Akuntan forensik menggunakan keterampilan teknologi
untuk mengkarantina data, ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain dan
menjalankan pengendalian atas manipulasi data, menghimpun informasi database untuk
perbandingan, dan menganalisis data.
7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik untuk memastikan
bahwa hasil penyelidikan/analisis mereka dapat dipahami secara benar dan jelas oleh
pengguna jasanya.

C. Mengapa perlu Akuntansi Forensik?
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion
audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih
dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit
yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit
Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap
motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini
pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam
pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi
forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of
asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang
dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga
akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
2.2 Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF
dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat
pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due

Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia.
Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia
menunjukkan

perbankan

kita

melakuan

overstatement

asset

sebesar

28%-75%

dan

understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan
pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat
menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush)
tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit
investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse
Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus
Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit
berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC
meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak
diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut
adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth
interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam
kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan
L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip
dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama PPTK
juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang
memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai
menghasilkan angka fantastis tersebut.
2.3 Peran BPK dalam Akuntansi Forensik
Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan

Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya
Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang
kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan
Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan
Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan
BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara.
Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan
meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk
didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta
mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan
menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi
dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat,
dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar
Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan
kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia,
Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam
sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi
ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut
ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat
didalamnya.

Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak
pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda.
Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti
pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical review
dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain
sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran
tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau
orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data
menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan
ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus
mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan
organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan
tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang
kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
2.4 Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian, umumnya
pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data

yang tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan terakhir
perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah garapan” atau
probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas berharga,
persediaan

barang,

aktiva

tetap

dan

barang

berwujud

lainnya,

2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus dikolaborasi dengan
sumber lain (substained),
3.

Memeriksa

dokumen

(documentation)

termasuk

didalamnya

dokumen

digital,

4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas perbandingan yang
dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya
kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the auditee) hal tersebut
penting untuk pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek kebenaran
perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor apakah terdapat
hal-hal lain yang disembunyikan.
2.5 Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian forensik,
bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan dengan penerapan
pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering kita dengar adalah dokter forensik,
yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu

kematian. Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor) yang
dimiliki oleh kepolisian.
2.6 Akuntansi atau audit forensik?
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian
warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk
mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai
perusahaan.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak
lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai
lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor
akuntan publik (KAP) di Indonesia.
2.7 Kualitas akuntan forensik
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes,
tentang

kualitas

apa

saja

yang

harus

dimiliki

seorang

akuntan

forensik?

Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang
normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis
yang normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi

3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah)
tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang akuntansi
forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik
laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat
dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi
Gambaran Akuntansi Forensik
Audit forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit forensik lebih tepat
digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang hukum. Sementara hasil audit dapat, tetapi
tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam
penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan
kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil
menunjukkan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.
Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit
seorang auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan
harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum,
karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena itu, Prosedur audit harus
sesuai dengan standar profesi, sekaligus hukum pidana, perdata, atau produk hukum lainnya.

Beban pembuktian dalam kasus fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui
keraguan yang layak.
2.8 Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus
pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan,
audit

forensik

diperlukan

untuk

pembuktian

pada

kasus-kasus

penipuan.

Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur
penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan
perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa
dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu
kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru
untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.

BAB III
KESIMPULAN
Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari
hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan
forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan,
metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan
investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan
menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), dan juga
bisa berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation). misalnya dalam membantu
merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi
dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk
memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang
dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang
memiliki yurisdiksi yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Theodorus M. Tuanakotta. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri Departemen
Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, 2007.
Pustaka: Akuntansi Forensik & Audit investigatif, Theodorus Tuanakotta, LPFE UI
Amazon.com: Forensic Accounting (9780073526850): William Hopwood, GEORGE YOUNG,
Jay Leiner: Books.
http://www.jtanzilco.com
http://buluksangadh.blogspot.com/2011_11_01_archive.html
http://dailyrudy.wordpress.com/2009/12/21/akuntansi-forensik-dan-pengungkapan-kasuskorupsi-di-indonesia/