BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel - Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width dengan Mortalitas pada Pasien Sepsis di Unit Perawatan Intensif Anak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel

  Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik ( Systemic Inflammatory

  

Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi, baik yang telah terbukti

1,4 dengan kultur darah maupun dugaan terjadinya infeksi secara klinis.

  SIRS ditegakkan bila didapatkan minimal dua dari empat kriteria berupa abnormalitas suhu tubuh, jumlah leukosit, takikardi atau takipnu, dengan mengharuskan adanya 1,4,18 instabilitas suhu dan jumlah leukosit abnormal.

  Menurut perjalanan penyakitnya, sepsis yang tidak tertangani akan berlanjut menjadi sepsis berat. Sepsis berat adalah sepsis yang disertai hipoperfusi atau 19 hipoksia atau gangguan kesadaran, oliguria, atau asidosis laktat. Selanjutnya akan terjadi syok septik, yaitu sepsis yang disertai disfungsi kardiovaskular yang tidak 1,19 tertangani dengan resusitasi cairan adekuat. Sepsis berlanjut menjadi disfungsi sistem organ multipel ( Multiple Organ Disfunction Syndrome/ MODS) bila tedapat kegagalan pada dua atau lebih sistem organ, serta meningkatkan risiko kematian 19

  (sesuai gambar 2.1). Untuk menilai terjadinya disfungsi organ, dapat digunakan 20 kriteria disfungsi organ pada anak pada tabel 2.1.

   

   

Gambar 2.1. Perjalanan penyakit pada sepsis

  19 Infeksi

  Systemic  Inflammatory Response Syndrome (SIRS)  Respon  terhadap berbagai keadaan klinis 

   Hiper  atau hipotermi 

   Takikardi    Takipnu    Peningkatan  atau penurunan hitung leukosit 

  Sepsis SIRS  dengan hipotensi sebagai respon terhadap infeksi

  Sepsis

 Berat

  Sepsis  dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Dapat melibatkan  perubahan  status kesadaran, oliguri, hipoksemia atau asidosis laktat  Syok

  

 septik

Sepsis

 berat dengan hipotensi persisten walaupun dengan pemberian cairan 

resusitasi  adekuat

  Multiple  Organ Dysfunction Syndrome (MODS) Adanya  gangguan fungsi organ seperti hemostasis yang tidak dapat  dipertahankan  tanpa resusitasi

  Kematian

  20 Tabel 2.1. Kriteria disfungsi organ pada anak

Organ Variabel Kriteria

Kardiovaskular Tekanan darah sistolik <40 mmHg (bayi)

  <50 mmHg (anak-anak) Frekuensi jantung <50 x/menit atau >220 x/menit (bayi)

  <40 x/menit atau >200 x/menit (anak) Henti jantung pH darah <7.2 dengan PaCO normal 2 Pengobatan Infus kontinu agen inotropik untuk mempertahankan tekanan darah dan atau keluaran jantung ( cardiac output)

  Respiratori Frekuensi nafas >90 x/menit (bayi)

  >70 x/menit (anak) Analisa gas darah PaCO2 >65 mmHg

  PaO2 <40 mmHg (tidak termasuk pasien dengan kelainan jantung) Lama pemberian >24 jam pada pasien pasca operasi ventilasi mekanik Rasio PaO 2 /FiO 2 <200, tidak termasuk pasien dengan kelainan jantung

  Ginjal BUN >100 mg/dL

  Kreatinin serum >2 mg/dL (tidak ada penyakit ginjal sebelumnya) Dialisis

  Hematologi Hemoglobin < 5 g/dL 3 Jumlah Leukosit < 3000/mm 3 Jumlah trombosit < 20000/mm Neurologi Skala Koma Glasgow < 5

  Pupil dilatasi tanpa refleks

  Ket: bayi : < 12 bulan, anak > 12 bulan

  Skoring terhadap disfungsi organ pertama kali dibuat untuk pasien dewasa untuk menjelaskan dan menghitung tingkat keparahan dari disfungsi organ yang terjadi, namun tidak untuk memprediksi mortalitas. Pada anak, skoring yang sering digunakan adalah Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) dan Pediatric 21 Multiple Organ Dysfunction Score (P-MODS). Berdasarkan studi yang ada,

    masing-masing sistem skoring ini menunjukkan korelasi yang kuat dengan terjadinya 22,23 disfungsi sistem organ multipel.

2.2. Kelainan Sel Darah Merah pada Sepsis

  Sistem hematologi memegang peranan penting dalam penghantaran oksigen, pembuangan karbondioksida, hemostasis dan pertahanan diri terhadap patogen. Gangguan pada sistem hematologi pada sepsis sering dihubungkan dengan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien sepsis. Sistem hematologi yang terlibat dapat meliputi berbagai komponen sel darah dan protein koagulasi. Salah 24 satu yang banyak diteliti adalah gangguan pada lini sel darah merah (eritrosit).

  Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia, serta peningkatan hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat disfungsi 24 organ yang terjadi.

  Eritrosit memiliki kemampuan deformabilitas, yaitu kemampuan untuk berubah bentuk dan kembali ke bentuk semula tanpa terjadi ruptur pada situasi tertentu. Deformabilitas ini memegang peranan penting bagi sel darah merah dalam menjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen hingga sirkulasi mikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan adanya 24,25 komponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit. Sel eritrosit normal yang matang berbentuk lempeng bikonkaf, tidak mengandung inti sel, dengan ketebalan 2-3 mikrometer (

  μm), dengan diameter 6-8 μm, dan volume sel rata-rata 90 fL. Struktur korteks membran sel eritrosit mengandung komponen spektrin yang   berbentuk seperti jaring yang memberikan resistensi saat terjadi deformitas eritrosit. Secara skematik, bentuk dan struktur membran eritrosit dapat dilihat pada gambar 25 2.2.

Gambar 2.2 Morfologi eritrosit (a), gambaran spektrin pada mikroskop elektron (b),

  25 skema membran sel eritrosit (c) 24 Berbagai kondisi pada sepsis dapat mempengaruhi deformabilitas eritrosit.

  Temperatur yang meningkat pada percobaan in vitro, yang juga umumnya terjadi 25 pada pasien sepsis, terbukti menyebabkan penurunan deformabilitas eritrosit.

  

Reactive oxygen species yang bersirkulasi dapat menyebabkan kerusakan membran

24

  eritrosit dan terjadi kelainan morfologi eritrosit. Endotoksin bakteri dapat 14 mengganggu fleksibilitas dinding eritrosit. Penurunan deformabilitas pada sepsis akan meningkatkan waktu pengaliran darah, terutama mikrosirkulasi, sehingga berpengaruh negatif terhadap penghantaran oksigen ke jaringan dan dapat 14,24 memperberat disfungsi organ yang terjadi.

  Pada sepsis dapat terjadi agregasi eritrosit, namun patofisiologi yang pasti 24 belum diketahui. Hal ini dapat terlihat melalui peningkatan laju endap darah.

  Kelainan pada membran sel eritrosit juga dapat mengakibatkan peningkatan penghancuran sel. Bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, maka kadar hemoglobin bebas akan meningkat. Pada percobaan hewan, hemoglobin bebas

    akan meni ingkatkan a angka kema tian melalui i mekanism e yang mel ibatkan sen nsitisasi 26

  tumor necr rosis factor (TNF)- α.

  Ane emia merup pakan sala h satu kela ainan yang sering diju mpai pada pasien 24 sepsis. Ha al ini diseba abkan oleh b beberapa fa aktor (sesua ai gambar 2 2.3). Anem mia akut dapat terja adi akibat p engambilan n sampel da arah berulan ng dan perd darahan ya ng sulit 26 berhenti s sebagai da ampak dar ri ganggua an koagula si pada s sepsis. M Mediator inflamasi, seperti inte rleukin (IL)- -1 dan TNF

  F- menghamba at produksi h hormon α, dapat m 26,27 eritropoieti in (EPO), se erta menek an eritropoi iesis di sum m-sum tulang g. Bakte eri yang masuk dal lam tubuh m memerlukan n zat besi u untuk berep plikasi, sehin ngga sering g terjadi penurunan n kadar ser rum besi ya ang dibutuh kan untuk p produksi er ritrosit. Mek kanisme pertahana n tubuh ce enderung a akan menur runkan met tabolisme b besi dan p roduksi 24,27

  EPO, seh hingga mem micu terjad dinya anem mia lebih l anjut. S Selain itu, terjadi 24 pemendek kan usia erit trosit akibat kelainan m morfologi erit trosit yang t erjadi.

  Patogen   Monosit/makro M ofag  jaringan  S Sekuestrasi bes i

  Iatrogenik Koagul asi Tro ombin     Inflamas si

  ‐Plebotomi  ‐Obat  n ‐perdaraha  sal 

  Penyakit dasar  d   Patogen  

  ‐Kanker  ‐AIHA  Deformabi ilitas penyakit ‐Anemia p  kronik  an ‐Perdaraha  

    Endoteliu um Respon     Produ ksi

    Epo   Epo

 

24 Gambar

  2.3 Dampa ak sepsis ter rhadap sel d darah mera h  

  2.3. Red Cell Distribution Width

Red Cell Distribution Width (RDW) adalah parameter yang menunjukkan variabilitas

7

  ukuran sel darah merah yang bersirkulasi. Nilai RDW dapat diperoleh dengan 7,15 pemeriksaan panel darah lengkap. Nilai rujukan RDW yang normal pada anak adalah 11.5% sampai 14.5%. Peningkatan nilai RDW menunjukkan variasi ukuran 7 sel dan heterogenitas bentuk sel darah merah. Nilai RDW telah banyak digunakan sebagai parameter untuk membedakan 15 berbagai kemungkinan penyebab anemia. Nilai RDW, bersamaan dengan Mean

  

Corspuscular Volume (MCV), sangat berguna untuk menentukan morfologi sel darah

7

  merah yang bersirkulasi. Peningkatan nilai RDW akan terjadi seiring dengan 15 peningkatan pelepasan retikulosit ke dalam sirkulasi.

  Selain sebagai parameter untuk evaluasi anemia, nilai RDW saat ini telah banyak diteliti sebagai salah satu faktor prognostik pada pasien dewasa dengan berbagai penyakit. Mekanisme terjadinya peningkatan nilai RDW pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya dimengerti, namun terdapat dugaan kuat adanya peran 15 respon inflamasi yang terjadi pada individu sakit.

  2.4. Kepentingan Pemeriksaan RDW pada Pasien Sepsis

  Hubungan peningkatan RDW dengan beberapa penanda ( marker) inflamasi, seperti

  tumor necrosis factor (TNF) telah diteliti. Sitokin pro-inflamatori

  Interleukin (IL)-6 dan juga dapat menghambat maturasi dan memperpendek waktu paruh sel darah merah, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sel darah merah dan terjadi peningkatan nilai RDW. Patofisiologi sepsis yang utama adalah respon inflamasi.

    Dengan adanya proses yang sama (inflamasi), maka pada pasien sepsis dapat 15 terjadi peningkatan RDW.

  Sampai saat ini, terdapat beberapa penelitian yang menganalisa hubungan antara sepsis dan nilai RDW. Pada sebuah studi dengan subjek pasien dewasa yang sakit kritis, kejadian sepsis dan hasil kultur darah positif didapati lebih banyak 13 pada kelompok dengan peningkatan nilai RDW. Penelitian lain, yang mengambil subjek pasien dewasa dengan sepsis di Meksiko, melaporkan bahwa nilai RDW lebih tinggi pada pasien sepsis dibandingkan dengan pasien yang tidak sepsis dan 14 kontrol yang sehat. Studi di Korea yang dilakukan selama 3 tahun melaporkan bahwa nilai RDW yang meningkat berhubungan dengan terjadinya mortalitas dalam 15 28 hari rawatan pada pasien dewasa dengan sepsis berat dan syok septik. Studi lain yang membandingkan hubungan peningkatan nilai RDW dalam 72 jam dari nilai

  

baseline mendapati bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan

  nilai RDW dengan mortalitas dalam 28 hari dan 90 hari rawatan pada pasien dewasa dengan sepsis dan syok septik, sehingga nilai RDW dapat dijadikan sebagai marker 16 prognostik.

  Hubungan peningkatan RDW dengan mortalitas pada anak dengan sepsis belum sepenuhnya terbukti. Sebuah penelitian pada anak dengan sepsis berat dan syok septik melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai RDW dengan tingkat 17 keparahan penyakit dan mortalitas.

2.5. Kerangka Konseptual Inflamasi sistemik yang disertai dengan infeksi menunjukkan suatu keadaan sepsis.

  Pada keadaan sepsis sering terjadi gangguan sistem hematologi. Salah satunya   adalah kelainan eritrosit. Gangguan eritrosit yang terjadi akan menurunkan hantaran oksigen ke jaringan yang dapat dilihat dengan penurunan saturasi oksigen arteri. Akibatnya, akan terjadi penurunan penggunaan oksigen di perifer (terjadinya penurunan saturasi oksigen vena), sehingga menimbulkan iskemia jaringan. Iskemia jaringan yang tidak tertangani akan menyebabkan disfungsi organ lebih lanjut dan bahkan kematian. Berbagai penanda objektif dari parameter laboratorium dapat dijadikan faktor prognostik pada pasien sepsis. Umumnya parameter ini sangat bermanfaat, namun ketersediaannya di fasilitas kesehatan sangat terbatas. Upaya untuk menemukan parameter lain yang lebih sederhana dan umum tersedia, namun juga bermanfaat bagi penentuan prognosis pasien sepsis perlu dilakukan. Salah satunya adalah dengan pemeriksaan nilai RDW. Dengan melakukan pemeriksaan RDW dan mengikuti perjalanan penyakit pasien ke depan, dapat diketahui hubungan antara nilai RDW dengan terjadinya kematian pada pasien sepsis. (Gambar 2.4)

    Inflamasi    Ganguan Sepsis

  SIRS

   

   

  hematologis   Infeksi    Ganguan  

  IL eritrosit

  ‐6, TNF  α   

  Deformabilitas

    - 2, SaO 2 ↓ DO   ↓    

  Ket:   Anemia

   

  ‐ Umur 

  • Agregasi ‐ Jenis Kelamin 
  • ‐ Status Nutrisi  ‐ Penyakit Penyerta  Peningkatan

     

    produksi Penurunan  eritrosit  perfusi 

  Ket:   jaringan   z

  Yang   diteliti  

  Hb Nilai   RDW Iskemia  Jaringan

  Disfungsi  Organ  Kematian

Gambar 2.4 Kerangka konseptual penelitian

     

Dokumen yang terkait

Hubungan antara Sepsis Akibat Acinetobacter baumannii dan Mortalitas pada Pasien Anak dengan Penyakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Haji Adam Malik Medan, 2011-201

2 43 72

Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width dengan Mortalitas pada Pasien Sepsis di Unit Perawatan Intensif Anak

9 85 61

Hubungan antara Gangguan Ginjal Akut dan Mortalitas pada Anak dengan Penyakit Kritis di Unit Perawatan Intensif Anak

1 36 61

Faktor-Faktor Prognostik Mortalitas Pasien Sepsis Berat Fase Lanjut di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

0 0 15

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis Neonatorum 2.1.1. Definisi - Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

0 4 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner - Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Dan Hubungannya Dengan Atherosklerosis Koroner Pada Pasien Angina Pektoris Stabil

0 1 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis - Hematological scoring system(HSS)sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

0 1 20

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis - Hubungan Antara Kadar Troponin T dan Mortalitas pada Anak Syok Sepsis yang Dirawat di PICU

0 1 16

Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width dengan Mortalitas pada Pasien Sepsis di Unit Perawatan Intensif Anak

0 0 12

  BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel - Hubungan Nilai Red Cell Distribution Width dengan Mortalitas pada Pasien Sepsis di Unit Perawatan Intensif Anak

0 0 10