PENGGUNAAN KONSELING EGO STATE UNTUK MENGELOLA KEMARAHAN (Penelitian Single Subject pada Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).
PENGGUNAAN KONSELING EGO STATE UNTUK MENGELOLA KEMARAHAN
(Penelitian Single Subject pada Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
Oleh :
GIAN SUGIANA SUGARA NIM 1201308
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
(2)
==========================================================
PENGGUNAAN KONSELING EGO STATE UNTUK MENGELOLA KEMARAHAN
Oleh
Gian Sugiana Sugara S.Pd UPI Bandung, 2011
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Gian Sugiana Sugara 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
GIAN SUGIANA SUGARA 120308
PENGGUNAAN KONSELING EGO STATE UNTUK MENGELOLA KEMARAHAN
(Penelitian Single Subject Terhadap Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : Pembimbing I
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd NIP 19500321 197412 1 001
Pembimbing II
Dr. Anne Hafina, M.Pd NIP 19600704 1986012 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP 19600501 1986031 004
(4)
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Penggunaan Konseling Ego State Untuk Mengelola Kemarahan (Penelitian Single Subject Terhadap Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014)” ini sepenuhnya adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pun pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko / sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,
(5)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Gian Sugiana Sugara. (2014). Penggunaan Konseling Ego State Untuk Mengelola Kemarahan. (Penelitian Single Subject terhadap Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).
Penelitian mengenai kemarahan dilatabelakangi oleh banyaknya muncul perilaku agresif karena kurangnya kemampuan mengelola kemarahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan konseling ego state dalam mereduksi kemarahan yang dialami oleh siswa dengan kategori kemarahan tinggi. Penelitian menggunakan metode penelitian single subject dengan desain A-B. Populasi penelitian yaitu siswa kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013 / 2014 dengan sampel penelitian sebanyak tiga orang siswa dengan kategori tinggi dan dominan tipe ekspresi kemarahan reaktif dan instrumental. Teknik analisis data menggunakan analisis visual dengan melihat arah kecenderungan garis (trend) dan analisis statistik menggunakan dua standar deviasi dan pedoman Percentage overlapping Non-Data (PND) untuk menguji keefektifan intervensi. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan skor yang signifikan antara fase baseline dan fase intervensi dengan menurunnya skor kemarahan yang dialami oleh siswa. Temuan ini menjelaskan bahwa konseling ego state efektif dalam mengelola kemarahan. Berdasarkan temuan penelitian ini, maka konseling ego state dapat dijadikan modus intervensi dalam menangani konseli yang mengalami kesulita mengelola kemarahan.
(6)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Gian Sugiana Sugara. (2014). Use of Ego State Counseling for Anger Management. (Single Subject Research On Class XI Profita Vocational High School Bandung Year 2013/2014).
Research on anger is motivated by a number of aggressive behavior arises due to the lack of ability to manage anger. This study aims to test the effectiveness of counseling in reducing anger ego state experienced by students with high anger category. Research studies using single-subject AB design. The study population is a class XI student of SMK Profita Bandung academic year 2013/2014 with a sample of as many as three students with high category and the predominant type of reactive and instrumental expression of anger. Analysis using visual analysis by looking at the trajectory line (trend) and statistical analysis using two standard deviations and guidelines Percentage of Non-overlapping Data (PND) to test the effectiveness of interventions. The results showed the significant difference in scores between the baseline phase and the intervention phase with scores decreasing anger experienced by students. This finding explains that ego state counseling is effective for anger management. Based on the findings of this study, then counseling can be a mode of ego state interventions in addressing counselees who have had difficulties managing anger.
(7)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….. i
KATA PENGANTAR ………... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ………. v
DAFTAR ISI ……….. vii
DAFTAR TABEL ………..………….………... DAFTAR GRAFIK ……… ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Identifikan dan Perumusan Masalah ……… C. Tujuan Penelitian ……….. 8 9 D. Manfaat Penelitian ……… E. Asumsi dan Hipotesis……… 9 9 F. Struktur Organisasi Tesis ………. 10 BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MENGELOLA KEMARAHAN
A. Konsep Kemarahan ……...………...…
1. Definisi Kemarahan ………
2. Bentuk Ekspresi Kemarahan ……….. 3. Faktor Penyebab Kemarahan Remaja ……….... 4. Dinamika Psikologis Konseli yang Mengalami Kemarahan ……….. 5. Beberapa Hasil Penelitian tentang Kemarahan pada Remaja ……….
11 11 13 16 20 22 B. Konsep Konseling Berdasarkan Pendekatan Ego State ..………..…
1. Definisi Konseling Ego State ………. 2. Sejarah Konseling Ego State ………..
3. Kondisi Alami Ego State ………
4. Tujuan dari Konseling Ego State ……… 5. Teknik-Teknik Konseling Ego State ……….. 6. Prosedur Konseling Ego State dalam Mengelola Kemarahan ………
39 25 26 27 29 29 32 C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian Penggunaan Konseling
Ego State dalam Mengelola Kemarahan BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ………...
B. Metode Penelitian ……….
C. Desain Penelitian ………..
38 38 39
(8)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ….……….. 40 E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……….…
F. Konstruk Instrumen Penelitian ………..………... G. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ………
1. Uji Validitas ………
2. Uji Reliabilitas ………
3. Korelasi Antar Tipe Ekspresi Kemarahan ………..
H. Prosedur Penelitian …………...………
40 42 43 43 45 47 48
I. Analisis Data ……… 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran
2013/2014 ……….
1. Profil Tingkat Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung
Tahun Ajaran 2013/2014 ………
2. Profil Ekpresi Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ……… 3. Profil Kemarahan Siswa yang menjadi Subjek Sebelum Intervensi...
a) Profil Konseli IA ………..
b) Profil Konseli HF ……….
c) Profil Konseli YH ……….
B. Proses Pelaksanaan Konseling Ego State dalam Mengelola
Kemarahan………...
1. Kasus Konseli IA ………
2. Kasus Konseli HF ………...
3. Kasus Konseli YH ………...
C. Gambaran Efektivitas Konseling Ego State dalam Mengelola Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013 /
2014 ………..
1. Analisis Profil Konseli IA Setelah Intervensi ……… 2. Analisis Profil Konseli HF Setelah Intervensi ……… 3. Analisis Profil Konseli YH Setelah Intervensi ……….. D. Analisis Temuan Penelitian Konseling Ego State dalam Mengelola
Kemarahan Siswa ………....……….
E. Keterbatasan Penelitian .………...………
58 58 62 67 68 71 73 76 76 89 97 108 109 115 122 129 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ………... 135
(9)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA ……… 137
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………..………... 144
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Kemarahan ……….. 42 Tabel 3.2 Pedoman Penafsiran Koefisien Reliabilitas ………...……….. 46 Tabel 3.3 Tabel Korelasi Antar Tipe Ekspresi Kemarahan …....………. 47 Tabel 3.4 Tabel Kategorisasi Profil Kemarahan Siswa …….…...……...…… 55 Tabel 3.5 Panduan Interpretasi Skor Percentage Non-Overlapping Data
(PND) ...………. 57 Tabel 4.1 Profil Tingkat Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung
Tahun Ajaran 2013/2014 …………...……….………. 58
Tabel 4.2 Profil Ekspresi Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung
Tahun Ajaran 2013/2014 ………...……….…. 62
Tabel 4.3 Profil Kemarahan Pada Subjek Intervensi berdasarkan Pengukuran
Baseline (A) ………..………... 67
Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9
Lembar Homework “Anger Meter” Konseli IA Sesi Pertama ……. Lembar Homework “Anger Meter” Konseli IA Sesi Kedua ……... Lembar Homework “Anger Meter” Konseli YH Sesi Pertama …... Lembar Homework “Anger Meter” Konseli YH Sesi Kedua …….. Tabel Perubahan Skor Kemarahan Konseli IA ……….... Perubahan Ego State Marah menjadi Ego State Normal pada
Konseli IA ………
80 85 100 104 110
111 Tabel 4.10 Tabel Perubahan Skor Kemarahan Reaktif Konseli IA …………... 112
(10)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.11 Tabel Perubahan Skor Kemarahan Instrumental Konseli IA ..…... 113 Tabel 4.12 Tabel Perubahan Skor Kemarahan Terkelola Konseli IA ...…....… 115 Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel Perubahan Skor Kemarahan Konseli HF ………... Perubahan Ego State Marah menjadi Ego State Normal pada
Konseli HF ………...
116
117 Tabel 4.15
Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19
Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22
Tabel Perubahan Skor Kemarahan Reaktif Konseli HF ………….. Tabel Perubahan Skor Kemarahan Instrumental Konseli HF ....….. Tabel Perubahan Skor Kemarahan Terkelola Konseli HF….…..… Tabel Perubahan Skor Kemarahan Konseli YH ……….. Perubahan Ego State Marah menjadi Ego State Normal pada
Konseli YH ………..
Tabel Perubahan Skor Kemarahan Reaktif Konseli YH …………. Tabel Perubahan Skor Kemarahan Instrumental Konseli YH ……. Tabel Perubahan Skor Kemarahan Terkelola Konseli YH ………..
119 120 122 123 124 126 127 128 Tabel 4.22 Perbedaan Rata-Rata Skor Kemarahan dan Standar Deviasi
Antara Baseline (A) dan Intervensi (B)
129
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Profil Ekspresi Kemarahan Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014
62
Grafik 4.2 Profil Total Kemarahan Konseli IA Sebelum Mendapatkan Intervensi
68
Grafik 4.3 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Konseli IA sebelum Mendapatkan Intervensi
69
(11)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Intervensi
Grafik 4.5 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Konseli HF Sebelum
Mendapatkan Intervensi 71
Grafik 4.6 Profil Total Kemarahan Konseli YH Sebelum Mendapatkan
Intervensi 74
Grafik 4.7 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Konseli YH Sebelum
Mendapatkan Intervensi 74
Grafik 4.8 Profil Total Kemarahan Konseli IA Setelah Mendapatkan Intervensi
105
Grafik 4.9 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Reaktif Konseli IA Setelah Mendapatkan Intervensi
107
Grafik 4.10 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Instrumental Konseli IA Setelah Mendapatkan Intervensi
108
Grafik 4.11 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Terkelola Konseli IA Setelah Mendapatkan Intervensi
110
Grafik 4.12 Profil Kemarahan Konseli HF Setelah Mendapatkan Intervensi 111 Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16 Grafik 4.17
Grafik 4.18
Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Reaktif Konseli HF Setelah Mendapatkan Intervensi
Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Instrumental Konseli HF Setelah Mendapatkan Intervensi
Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Terkelola Konseli HF Setelah Mendapatkan Intervensi
Profil Kemarahan Konseli YH Setelah Mendapatkan Intervensi Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Reaktif Konseli YH Setelah Mendapatkan Intervensi
Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Instrumental Konseli YH Setelah Mendapatkan Intervensi
113 115 116 118 119 121
(12)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Grafik 4.19 Profil Tipe Ekspresi Kemarahan Terkelola Konseli YH Setelah
(13)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu A. Latar belakang masalah
Emosi adalah bagian terpenting dari manusia serta merupakan aspek perkembangan yang terdapat pada setiap manusia. Karena emosi, individu mampu untuk merasakan keadaan dirinya dan mengekspresikan perasaannya secara tepat dan positif. Secara umum terdapat dua macam emosi pada manusia yaitu emosi positif dan emosi negatif (Faupel, Herrick & Sharp, 2011: 3). Senang dan bahagia merupakan salah satu bentuk dari emosi positif, sedangkan marah (anger) dan sedih merupakan contoh dari emosi negatif (Shaffer, 2009: 285). Emosi pada manusia diperlukan untuk melakukan adaptasi dengan lebih mudah. Ketika individu mampu untuk mengelola emosinya secara positif, maka individu akan mampu dalam mengendalikan dirinya. Untuk itu, sesuai dengan yang dijelaskan Bhave dan Saini (2009: 3) yang mengatakan bahwa manusia perlu mempelajari bagaimana cara mereka mengendalikan emosinya agar dapat beradaptasi dengan baik.
Marah merupakan bagian dari emosi yang mengandung muatan emosi yang negatif. Walaupun termasuk sebagai emosi negatif, akan tetapi kemunculan marah tidak selalu menjadi tanda dari adanya ketidakstabilan emosi, melainkan merupakan emosi alami yang dialami oleh setiap orang baik itu anak-anak, remaja, dan orang dewasa (Golden, 2003: 15). Hal ini sesuai dengan pendapat Perritano (2011:23) yang menjelaskan bahwa perubahan kondisi mental kita yang terjadi pada diri kita akan menimbulkan emosi tertentu. Marah memiliki dua sisi yakni sisi positif dan negatif. Memiliki makna positif jika marah diekspresikan dengan cara yang tepat sehingga dapat membantu individu dalam mengekspresikan berbagai perasaan dengan cara yang dapat diterima lingkungan,
(14)
membantu menyelesaikan masalah, dan juga mampu memotivasi dalam mencapai tujuan yang positif (Bhave & Saini, 2009: 11). Memiliki makna negatif, jika marah diekspresikan dalam cara yang tidak tepat seperti merusak benda, bertindak agresif baik verbal maupun fisik yang dapat mengganggu hubungan interpersonal.
Penelitian yang dilakukan oleh Kokko (Keltikangas-Jarvinen, 2001) menemukan bahwa bahwa tingkah laku kemarahan dan agresif pada masa anak-anak mengindikasikan akan munculnya kriminalitas ketika dewasa serta tingginya angka pengangguran. Tingkat kemarahan pada usia anak sekolah selalu meningkat dari tahun ke tahun, dimana para siswa sering terlibat ke dalam perkelahian terutama secara fisik (Bhave & Saini, 2009: 147). Hal ini diperkuat dengan banyaknya kasus tawuran antar pelajar yang terjadi di Indonesia. Kasus yang terbaru “Seorang siswa SMK yang menyiram air keras di dalam bis karena kemarahan kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban
yang terkena air keras dan menderita luka”
(
www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/07/kasus-pelajar-menyiram-air-keras-tergolong-ekstrim). Kasus lain yang tidak kalah mencengangkan adalah “Tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau” ( www.karawangnews.com/2013/07/siswa-smk-tewas-tawuran-di-jalan-baru.html). Furlong et al (2013) menjelaskan bahwa siswa yang memiliki perasaan marah yang tidak terkendali akan menimbulkan perilaku agresif. Untuk menghindari hal tersebut, maka perhatian mengenai masalah kemarahan pada saat anak-anak harus lebih ditingkatkan (Beck & Fernandez, 1998).
Data terbaru dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sebanyak 622 laporan kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari hingga April 2014. Sebanyak 622 kasus kejahatan terhadap anak terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Untuk kasus kekerasan fisik terhadap anak sebanyak 94 kasus, kekerasan psikis sebanyak 12 kasus dan kekerasan seksual sebanyak 459 kasus. Sejumlah studi menunjukkan bahwa tingkat kekerasan yang dilakukan oleh remaja di indonesia semakin hari akan semakin
(15)
meningkat dengan banyaknya fenomena perkelahian, membawa senjata, dan melakukan intimidasi dan bullying baik secara verbal maupun fisik.
Jika dilihat dari tahapan perkembangan sebagian besar siswa Sekolah Menengah Kejuruan berada pada masa remaja. Para teoris telah menggambarkan remaja sebagai masa stres yang tinggi, ketidakstabilan emosional, variabilitas dalam suasana hati, dan kerentanan sosial (Sandtrock, 2007). Karena perubahan fisiologis dan sosio-emosional yang terjadi, remaja membutuhkan keterampilan pengelolaan stres yang efektif dan berfungsi adaptif selama periode perkembangan ini. Tetapi dalam masa ini terjadi konflik diri dimana remaja ingin dihargai sebagai orang yang ingin mandiri akan tetapi masih harus bergantung pada orang tua. Peningkatan stres disebabkan oleh ekspektasi teman sebaya, dan ketahanan terhadap aturan dan otoritas (yaitu, orang tua, guru) dewasa. Sandtrock (2007) menjelaskan bahwa stres berhubungan dengan ketegangan yang dihasilkan dari sosialisasi yang buruk, tuntutan keluarga, dan tekanan lingkungan sering muncul untuk mempengaruhi emosi remaja, menyebabkan peningkatan stres, frustrasi, dan marah. Jika remaja kurang memiliki kontrol diri dan keterampilan pengelolaan stres, mereka lebih cenderung untuk marah dan melakukan tindakan kenakalan. Remaja yang memiliki tingkat stres yang tinggi dan keterampilan pengelolaan stress yang rendah cenderung akan menunjukkan tingkat kemarahan yang tinggi dan mudah terprovokasi.
Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 mengenai gangguan emosional pada remaja hasilnya menunjukkan terdapat 11,7 % populasi remaja yang usianya di atas 15 tahun mengalami kecemasan dan depresi. Penelitian lain dari National Institute of Mental Health (NIMH) di Amerika Serikat melaporkan pada tahun 2004 sekitar 8,3 % remaja yang usianya 9 sampai 17 tahun mengalami depresi yang diakibatkan karena ketidakmampuan siswa dalam mengelola stres dan kemarahan. The National Center for Education Statistics (2010) melaporkan bahwa di Amerika Serikat sekitar 1,9 juta kejahatan terjadi di sekolah-sekolah dasar dan menengah di seluruh bangsa, yang berarti sekitar 40 siswa per 1.000 menjadi korban dari beberapa jenis. Statistik ini tidak termasuk intimidasi atau
(16)
cyber-bullying, yang juga jenis agresi. Pada tahun 2009, 28 persen siswa usia 12-18 melaporkan merasa diintimidasi oleh satu atau lebih dari teman-teman mereka. Kemarahan juga telah dikaitkan dengan masalah-masalah lain yang serius, seperti depresi, bunuh diri, dan penyalahgunaan zat (Daniel, Goldston, Erkanli, Franklin, & Mayfield, 2009). Hal ini sering mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengembangkan potensi penuh mereka.
Pada masa remaja, siswa seringkali mengalami konflik dan tidak mampu mengelola rasa marahnya ketika menghadapi kondisi yang tidak sesuai dengan keinginannya. Akibatnya siswa seringkali meluapkan rasa marahnya pada hal-hal yang negatif dan bersipat menghancurkan diri (self destruction). Terdapat berbagai macam hal yang dapat menyebabkan munculnya rasa kemarahan pada seseorang. Hal yang paling sering dapat menyebabkan munculnya rasa kemarahan adalah ketika seseorang menghadapi suatu situasi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dalam hal ini kemarahan muncul sebagai reaksi dari perasaan frustrasi ataupun kecewa ketika memiliki keinginan yang tidak terpenuhi (Bhave & Saini, 2009). Akibatnya, seringkali siswa tidak mampu mengendalikan dirinya dimana ketika tidak mampu mengelola kemarahan menyebabkan perilaku agresif baik secara verbal maupun fisik (Nindita, 2012). Menurut Bhave dan Saini (2009), seseorang yang memiliki kesulitan dalam mengelola rasa marah, memiliki pemikiran yang negatif mengenai lingkungannya. Mereka memiliki persepsi dan harapan bahwa lingkungan harus selalu memenuhi segala keinginannya. Apabila hal tersebut tidak terlaksana, maka akan membuat mereka marah. Mereka juga tidak menyadari bahwa reaksi marah yang mereka tampilkan disebabkan oleh kesalahan berpikir (irrational belief) yang mereka miliki.
Hasil penelitian di kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa sebanyak 19,60 % siswa mengalami kemarahan pada kategori tinggi, 61,31 % siswa mengalami kemarahan pada kategori sedang dan 19,10 % siswa mengalami kemarahan pada kategori rendah. Sementara ekspresi kemarahan yang paling dominan adalah kemarahan reaktif dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan fenomena kemarahan perlu mendapatkan layanan yang bersipat segera dari konselor sekolah. Data lain ditemukan peneliti
(17)
dari hasil observasi selama praktek layanan bimbingan dan konseling di SMK Profita Bandung terdapat fenomena tingginya tingkat intensitas kemarahan yang tidak terkelola sehingga siswa tidak mampu mengendalikan dirinya. Adapun bentuk ekspresi kemarahan siswa yang teramati adalah pertengkaran dengan teman, rentannya siswa yang tidak mampu mengelola stres sehingga mengalami histeris seperti menangis yang tidak terkendali. Selain itu, siswa yang tidak mampu mengelola kemarahan ketika ada masalah di sekolah cenderung menghindar dengan bolos dari sekolah. Dari hasil wawancara terhadap siswa ditemukan bahwa siswa cenderung tidak mampu mengendalikan diri ketika memiliki menghadapi masalah seperti diputuskan pacar, bertengkar dengan orang tua, dan konflik dengan teman.
Deffenbacher, Lynch, Oetting, dan Kemper (1996) menunjukkan bahwa individu dengan kemarahan sifat yang tinggi lebih cenderung memiliki masalah interpersonal, kesulitan akademis, dan konflik dalam kehidupan mereka. Ketika siswa percaya bahwa mereka memiliki sumber daya yang diperlukan untuk menangani kesulitan, mereka lebih cenderung untuk membuat pilihan yang bijak. Jika, di sisi lain, mereka merasa bahwa mereka tidak dapat menghadapi masalah, mereka dapat membuat pilihan yang buruk. Studi yang dilakukan Csibi & Csibi (2011) menunjukkan bahwa anak perempuan sering menggunakan penghindaran ketika berhadapan dengan situasi stres, yang menyebabkan ketegangan emosional. Akhirnya, ketegangan yang harus dirasakan diekspresikan dalam beberapa cara, seperti agresi terhadap teman-teman mereka. Hal ini dapat menyebabkan masalah interpersonal lebih lanjut, yang mungkin menjadi penyebab awal stres.
DiGiusepe dan Tafrate (2007) menjelaskan bahwa individu yang mengalami kemarahan perlu mendapatkan layanan konseling agar mampu mengendalikan dirinya. Jika kemarahan tidak terkendali, maka akan mengakibatkan perilaku agresif bahkan dapat mengalami depresi. Mengelola kemarahan (anger management) merupakan hal yang penting dilakukan dalam kehidupan manusia. Karena mengelola kemarahan, manusia dituntut untuk mampu mengekspresikan kemarahan yang mereka miliki dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan, dan tidak menyakiti diri sendiri ataupun orang lain
(18)
(Burt, 2012). Untuk itu, Lench (2004) mengungkapkan bahwa seiring dengan perkembangan kehidupan, manusia dituntut untuk dapat mengelola kemarahan walaupun tidak semua individu dapat dengan mudah melakukannya.
Dengan melihat fenomena ini, maka tema mengenai pengelolaan marah ini harus menjadi perhatian khususnya dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling memiliki peranan penting untuk membantu individu agar memiliki mental yang sehat. Secara konseptual bimbingan berperan sebagai upaya membantu individu agar berkembang secara optimal (Kartadinata, 2011). Tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa mampu untuk memahami dirinya dan lingkungannya (Yusuf dan Nurihsan, 2005). Untuk itu, dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, konselor sekolah berperan sebagai benteng pertahanan pertama (first defence) agar siswa menjadi pribadi yang sehat (Zalaquet & Sanders, 2010). Konselor memiliki peranan penting dengan menggunakan strategi yang dimilikinya agar konseli mengelola kemarahan secara sehat. Adapun strategi layanan yang diberikan kepada konseli yang mengalami rasa marah adalah dengan diberikan layanan responsif melalui konseling.
Terdapat beragam pendekatan konseling yang dapat digunakan dalam membantu siswa dengan masalah pengelolaan marah diantaranya adalah cognitive behavior therapy, mindfulness based therapy dan konseling ego state (Kelly, 2007; Emmerson, 2010). Hasil penelitian Pellegrino (2012) mengenai penggunaan Mindfullness dan Cognitive Behavior Therapy (CBT) dalam mengelola kemarahan. Hasilnya menunjukkan pendekatan Mindfullness dan CBT efektif dalam menurunkan kemarahan yang dirasakan oleh partisipan penelitian. Penelitian lain yang dilakukan Fikri (2012) terhadap remaja laki-laki yang berusia 16 sampai 21 tahun (N = 8). Penelitian ini menggunakan instrumen State-Trait Anger Expression Inventory atau STAXI yang dikembangkan oleh Spielberg pada tahun 1998 untuk mengukur pengalaman dan ekspresi marah pada remaja serta buku harian sebagai media untuk menulis pengalaman emosional. Setelah mengukur skala emosi marah, subjek kemudian diminta untuk menuliskan pengalaman emosionalnya pada buku harian selama empat hari berturut-turut
(19)
dengan durasi waktu selama 30 menit. Setelah selesai, subjek diberikan proses debriefing berupa wawancara singkat mengenai evaluasi hasil tulisan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa menulis pengalaman emosional mampu menurunkan emosi marah pada remaja.
Temuan-temuan penelitian di atas menunjukkan beragam pendekatan yang secara efektif dapat membantu individu dengan masalah pengelolaan kemarahan. Tetapi dari beberapa hasil studi yang berkaitan dengan CBT menunjukkan bahwa pendekatan ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam membantu orang. Pellegrino (2012) menjelaskan setidaknya harus ada 12 sesi konseling yang perlu diikuti oleh klien dengan masalah pengelolaan kemarahan. Penelitian yang dilakukan oleh Nindita (2012) menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya minimal 8 sesi konseling dengan menggunakan CBT bagi individu yang mengikuti program pengelolaan kemarahan. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan CBT memiliki proses waktu yang cukup lama dalam memberikan intervensi kepada konseli. Hal ini akan memiliki hambatan jika digunakan dalam setting sekolah karena dalam setting sekolah diperlukan waktu dan jumlah sesi yang singkat dan efektif. Konseling ego state dipandang intervensi yang tepat digunakan dalam mengelola kemarahan (Emmerson, 2006). Hal ini karena melalui konseling ego state, siswa diajak untuk mengenali bagian diri yang tidak terkendali ketika marah dan belajar untuk menerima marah serta mengeksperisikannya secara tepat.
Emmerson (2010) menjelaskan konseling ego state menyediakan solusi yang lebih cepat dibandingkan dengan Cognitive Behavior Therapy. Hal ini dikarenakan CBT memfokuskan diri pada gejala yang tidak diinginkan dan melatih konseli untuk merespon dengan cara yang berbeda, konseling ego state menggunakan gejala yang tidak diinginkan untuk mengalokasikan penyebab gangguan sehingga dapat melakukan resolusi terhadap masalah yang belum terselesaikan.Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling ego state secara efektif dapat digunakan dalam membantu masalah emosi dan perilaku seperti post traumatic stress disorder (PTSD), depresi, adiksi, manajemen rasa
(20)
marah, trauma dan kecemasan (Barabaz & Watkins, 2008; Watkin & Watkins, 1997; Emmerson; 2010; Philips, 2008).
Dalam pandangan ego state, konseli yang mengalamai kemarahan karena konseli belum mampu menerima perasaan marah yang terjadi pada dirinya. Emmerson (2010: 136) berpendapat bahwa konseli yang tidak mampu mengelola rasa marah karena tidak dilepaskan rasa marah tersebut atau bingung tentang bagaimana cara melepaskan marah secara tepat. Menekan rasa marah ini akan menyebabkan konseli mengalami distress secara internal dan ketika mengekspresikan secara tidak tepat akan menyebabkan masalah sosial. Ketidakmampuan mengelola ini dapat menyebabkan kecemasan yang berujung pada depresi (Emmerson, 2010: 137). Untuk itu, konseling ego state dipandang tepat digunakan sebagai intervensi bagi konseli dengan masalah pengelolaan rasa marah.
B. Identifikasi dan Perumusan masalah
Fakta empiris menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling dibutuhkan bagi siswa yang tidak mampu mengelola marah. Konseling merupakan strategi layanan yang tepat agar siswa mampu memahami dirinya sehingga mampu mengendalikan dirinya (Yusuf dan Nurihsan, 2006). Konseling ego state merupakan intervensi konseling yang tepat dalam membantu siswa mengelola marah. Konseling ego state merupakan teknik konseling singkat yang berdasar pada premis kepribadian yang terdiri dari bagian-bagian (parts) terpisah dan ini disebut ego state (Emmerson, 2010). Konseling ego state memfasilitasi komunikasi antara bagian diri atau ego state yang merupakan bagian diri agar dapat berdamai. Emmerson (2006) menjelaskan dalam pandangan ego state, konseli dengan masalah pengelolaan marah karena konseli belum mampu menerima perasaan marah yang terjadi pada dirinya. Untuk itu konselor sekolah dapat membantu siswa yang tidak mampu mengelola marah dengan menggunakan teknik konseling ego state sebagai intervensi (Emmerson, 2006; Arif, 2011; Barabasz & Watkins, 2011).
(21)
Untuk itu rumusan masalah utamanya adalah “bagaimana keefektifan teknik konseling ego state dalam mengelola marah ?” Dari rumusan masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Seperti apa profil kemarahan kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013 / 2014 ?
2. Bagaimana pelaksanaan konseling ego state dalam mengelola kemarahan bagi siswa kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013 / 2014 ?
3. Bagaimana efektivitas teknik konseling ego state dalam mengelola kemarahan bagi siswa kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013 / 2014 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu model konseling ego state yang efektif dalam mengelola kemarahan. Secara khusus tujuan penelitian adalah mengetahui hal-hal berikut :
1. Memperoleh data profil kemarahan siswa kelas XI SMK Angkasa Bandung Tahun Ajaran 2013/2014;
2. Memperoleh rancangan intervensi konseling ego state dalam mengelola kemarahan siswa kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014. 3. Memperoleh data besaran efektivitas konseling ego state dalam mengelola
kemarahan siswa kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis penelitian ini adalah memperkaya khasanah teori tentang dinamika siswa dalam mengelola kemarahan dan melengkapi berbagai model konseling untuk mengelola kemarahan.
Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh konselor sekolah di lapangan sebagai pedoman intervensi dalam menangani siswa yang tidak mampu mengelola kemarahan. Bagi siswa diharapkan memiliki keterampilan bantuan diri dalam mengelola kemarahan.
(22)
E. Asumsi dan hipotesis
Penelitian tentang keefektifan teknik konseling ego state untuk mengelola kemarahan ini dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Kemarahan adalah emosi negatif yang merupakan hasil dari pengalaman subjektif seseorang terhadap orang lain atau terhadap suatu situasi yang dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan (Novaco, 2003). 2. Siswa yang tidak mampu mengelola kemarahan membutuhkan layanan
konseling untuk mengelola kemarahan agar mampu mengendalikan dirinya (DiGiusefe dan Tafrate, 2007)
3. Konseling ego state dapat digunakan untuk mengelola kemarahan siswa (Emmerson, 2010)
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka hipotesis penelitian adalah:
“Jika terjadi penurunan skor kemarahan yang dialami oleh siswa, maka semakin efektif konseling ego state dalam mengelola kemarahan siswa”.
F. Struktur Organisasi Tesis
Rancangan penulisan tesis terdiri dari 5 bab, sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, yang mengungkapkan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan hipotesis penelitian serta struktur organisasi tesis.
Bab II konsep kemarahan dan konseling ego state, yang terdiri dari ringkasan teori yang berhubungan dengan variabel permasalahan yang diteliti.
Bab III metodologi penelitian, yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, desain penelitian, sampel penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, yang berisi laporan dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian, temuan penelitian konseling ego state dalam mengelola kemarahan serta keterbatasan penelitian.
Bab V simpulan dan rekomendasi, yang berisi uraian kesimpulan dari hasil penelitian serta rekomendasi bagi konselor sekolah, pengampu mata kuliah teori dan praktek konseling, dan peneliti selanjutnya
(23)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BABIII
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan pokok bahasan yang berkenaan dengan pendekatan penelitian, metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, penyusunan instrumen, prosedur penelitian dan teknis analisis data.
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Creswell (2012) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif dipilih sebagai pendekatan penelitian ketika tujuan penelitian sebagai berikut: menguji teori; mengungkapkan fakta-fakta; menunjukkan hubungan antar variabel; dan memberikan deskripsi.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kecenderungan kemarahan siswa dalam bentuk skor atau angka. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan konseling ego stateterhadap target perilaku, yaitu melalui analisis visual. Analisis visual digunakan untuk mengetahui besaran efektivitas konseling ego state dalam mengelola kemarahan siswa.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode quasi-eksperiment yang penentuan sampel penelitiannya disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang akan diteliti. Creswell (2012) menyatakan desain eksperimen digunakan apabila ingin menentukan kemungkinan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Sesuai dengan pernyataan tersebut, tujuan dari
(24)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu penelitian ini adalah menguji keefektifan konseling ego state dalam mengelola kemarahan.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu subjek tunggal (single subject). Menurut Rosnow dan Rosenthal (Sunanto, Takeuchi & Nakata, 2006) desain subjek tunggal memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian. Penelitian dengan subjek tunggal digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku individu setelah mendapatkan penanganan. Hal tersebut dilakukan agar hasil penelitian dapat dilihat secara lebih akurat dengan membandingkan kondisi individu sebelum mendapatkan penanganan (baseline 1) dengan kondisi individu setelah mendapatkan penanganan (baseline 2). Dengan demikian, akan didapatkan gambaran mengenai dampak penggunaan konseling ego state dalam mengelola kemarahan siswa.
Desain yang digunakan sebagai berikut.
(Sunanto, Takeuchi& Nakata, 2006) Keterangan:
A : Baseline B : Intervensi
Desain single subject yang digunakan yaitu A – B yang terdiri dari dua kondisi. Pertama,baseline (A) merupakan kondisi awal profil ekpresi kemarahan siswa sebelum diberikan intervensi, dan pengukuran pada kondisi baseline dilakukan secara berulang sampai stabil dengan menggunakan instrumen
A – B 38
(25)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengungkap kemarahan dan dilakukan wawancara untuk memvalidasi data yang didapatkan. Kedua, intervensi (B) yaitu kondisi subjek penelitian selama diberikan intervensi. Intervensi yang diberikan yaitu konseling ego state dan setelah subjek diberikan intervensi dilakukan pengukuran kembali denga menggunakan instrumen. Berikut grafik prosedur dasar desain A – B.
Frekuensi Baseline (A) Intervensi (B)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sesi (waktu)
D. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK Profita Bandung Jalan Pajagalan No. 57 Kec.Astana Anyar Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI SMK Profita Bandung yang memiliki skor kecenderungan kemarahan yang tidak terkelola.
Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Cresswell (2012) menyatakan simple random sampling merupakan bentuk paling populer dan ketat dalam probability sampling. Dalam prosedur ini, individu dalam populasi dipilih sehingga mencapai ukuran sampel yang diinginkan. Sampel penelitian diambil sebanyak 3 orang yaitu 1 orang siswa laki-laki yang mengalami kecenderungan ekspresi kemarahan reaktif. 2 orang siswa yang mengalami
(26)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kecenderungan ekspresi kemarahan instrumental yang terdiri dari 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kemarahan (Anger)
Kemarahan (anger) menurut DiGiuseppe dan Tafrate (2007: 60) merupakan perasaan internal, mental dan subjektif yang diasosiasikan dengan perubahan kognisi dan psikologis pada seseorang. Sedangkan menurut Spielberger (2010) kemarahan merupakan keadaan emosional yang mempengaruhi perasaan dan bervariasi dari yang tingkat mengganggunya ringan sampai kepada berat, serta dihubungkan dengan perubahan pada sistem syaraf. Novaco (Di Giuseppe dan Tafrate, 2007: 21) menjelaskan kemarahan sebagai emosi negatif yang merupakan hasil dari pengalaman subjektif seseorang terhadap orang lain atau terhadap suatu situasi yang dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan. Burney (2001) menjelaskan bahwa kemarahan adalah reaksi atau respon terhadap situasi yang memprovokasi dan diekspresikan secara langsung atau tertunda.
Kemarahan dalam penelitian ini adalah reaksi atau respon terhadap situasi yang dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan atau situasi yang memprovokasi dan diekspresikan dalam bentuk kemarahan reaktif (Reactive Anger), kemarahan instrumental (Instrumental Anger) atau pengendalian kemarahan (Anger Control). Ada tiga bentuk ekspresi kemarahan yang diukur yakni :
1. Kemarahan Reaktif (Reactive Anger) yakni respon marah yang diekspresikan langsungterhadap beberapa peristiwa yang dianggap negatif, mengancam, atau takut terprovokasi.
(27)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Kemarahan Intrumental (Instrumental Anger) yakni respon marah yang tidak
diekspresikan atau terpendam sehingga menjadi emosi negatif yang memunculkan atau merencanakan pembalasan.
3. Pengendalian Kemarahan (Anger Control) yakni strategi proaktif kognitif atau perilaku dalam menanggapi situasi yang memunculkan kemarahan
2. Konseling Ego State
Konseling ego state merupakan pemberian intervensi dalam bentuk konseling dari konselor atau peneliti kepada siswa kelas XI SMK Profita Bandung yang teridentifikasi mengalami kecenderungan kemarahan yang tidak terkelola melalui proses konseling ego state yang terdiri proses tahapan regresi, ekspresi, pelepasan dan penenangan ego state yang pemarah dengan cara mencari ego state yang lebih dewasa (mature) dan mau mengasuh (nurturing) ego state yang pemarah.
F. Konstruk Instrumen Penelitian 1. Pengembangan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk skala Thurstone. Dalam metode ini, penilai atau siswa diminta untuk memilih salah satu dari tiga respon dari setiap situasi.Respon yang dipilih adalah yang lebih menggambarkan karakteristik dirinya, atau sesuatu yang lebih disukai, tergantung pada tujuan pengukuran. Instrumen dikembangkan dengan cara mengembangkan suatu situasi sosial yang memicu provokasi kemarahan dimana siswa diminta untuk menjawab reaksi atau respon terhadap situasi tersebut dengan memberikan 3 (tiga) pilihan jawaban yang mengidentifikasi tipe ekspresi kemarahan siswa.
(28)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Kisi-Kisi Instrumen
Berdasarkan definisi operasional variabel di atas, maka dikembangkan kisi-kisi intrumen kemarahan remaja untuk mengetahui profil intensitas kemarahan remaja.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Kemarahan
Dimensi Aspek Indikator No. Item
Ekspresi Kemarahan
Kemarahan Reaktif
(Reactive Anger)
Respon langsungterhadap beberapa peristiwa yang dianggap negatif,
mengancam, atau mudah terprovokasi.
1a, 2b, 3c, 4a, 5b, 6c, 7a, 8b, 9c, 10a, 11b,
12c, 13a, 14b, 15c, 16a, 17b, 18c, 19a, 20b, 21c, 22a, 23b, 24c, 25a, 26b, 27c, 28a, 29b, 30c, 31a, 32b, 33c, 34a, 35b, 36c, 37a, 38b, 39c, 40a, 41b, 42c, 43a,
44b, 45c Kemarahan
Instrumental (Instrumental Anger)
Respon marah yang tidak diekspresikan atau terpendam sehingga
menjadi emosi negatif yang memunculkan atau
merencanakan pembalasan
1b, 2c, 3a, 4b, 5c, 6a, 7b, 8c, 9a, 10b, 11c,
12a, 13b, 14c, 15a, 16b, 17c, 18a, 19b, 20c, 21a, 22b, 23c, 24a, 25b, 26c, 27a, 28b, 29c, 30a, 31b, 32c, 33a, 34b, 35c, 36a, 37b, 38c, 39a, 40b, 41c, 42a, 43b,
44c, 45a Pengendalian
Kemarahan (Anger Control)
Strategi proaktif kognitif atau perilaku dalam menanggapi situasi yang memunculkan kemarahan
1c, 2a, 3b, 4c, 5a, 6b, 7c, 8a, 9b, 10c, 11a,
12b, 13c, 14a, 15b, 16c, 17a, 18b, 19c, 20a, 21b, 22c, 23a, 24b, 25c, 26a, 27b, 28c, 29a, 30b, 31c, 32a, 33b, 34c, 35a,
(29)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 36b, 37c, 38a, 39b, 40c, 41a, 42b, 43c,
44a, 45b
3. Pedoman Skoring
Pedoman skoring menggunakan skala pilihan yang tertutup dimana siswa harus memilih salah satu pilihan. Instrumen yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Angket bentuk ini merupakan angket yang jawabannya telah tersedia dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih alternatif jawaban yang telah disediakan (Arikunto, 2010). Pada instrumen ini, setiap item memiliki nilai yang bobotnya adalah sebagai berikut :
Skor 2 untuk pilihan jawaban (Kemarahan Reaktif) Skor 3 untuk pilihan jawaban (Kemarahan Instrumental) Skor 1 untuk pilihan jawaban (Pengendalian Kemarahan)
G. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Validitas
Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen (Creswell, 2012). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2010: 211). Uji validitas dalam penelitian terdiri dari uji kelayakan instrumen, uji keterbacaan instrumen, dan uji coba butir item instrumen.
a. Uji Kelayakan Instrumen
Instrumen yang telah disusun diuji untuk mengetahui kelayakannya dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan uji kelayakan Instrumen dilakukan oleh
(30)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tiga dosen ahli, yaitu dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi.
Hampir seluruh item pada instrumen ekspresi kemarahan termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa perbaikan redaksi agar mudah dipahami siswa. Selain itu, penimbangan lain adalah mengenai beberapa alternatif jawaban yang diubah menjadi lebih singkat dan jelas.
b. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan instrumen dilakukan terhadap lima orang siswa Kelas XI SMK Profita Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden siswa Kelas XI sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan oleh lima orang siswa menunjukkan bahwa item pada angket kemarahan sudah dapat dipahami.
c. Uji Coba Butir Item Instrumen
Pengujian validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap ekspresi kemarahan siswa. Pengujian vaiditas butir item dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item menggunakan rumus korelasi product moment. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Furqon, 2008:103).
(31)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2 2
2
2
. . . Y Y N X X N Y X XY N rXY
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi X dan Y
∑XY = Jumlah hasil kali dari X dan Y ∑X2 = Kuadrat dari variabel X ∑Y2 = Kuadrat dari variabel Y N = Jumlah responden
Semakin tinggi nilai validitas pernyataan menunjukkan semakin valid pula instrument tersebut digunakan dilapangan. Signifikansi diperoleh dengan mencari t hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
2
1
2
r
n
r
t
Keterangan :
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek
Setelah diperoleh nilai thitung, langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan ttabel untuk mengetahui tingkat signifikansinya dengan ketentuan t hitung > ttabel. Pengujian validitas instrumen kemarahan dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007. Hasil pengujian validitas instrumen kemarahan siswa dengan menggunakan rumus korelasi product moment didapatkan bahwa 45 item dinyatakan valid semuanya pada tingkat kepercayaan 95%.
(32)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Uji Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas bertujuan untuk melihat kemantapan sebuah instrumen atau mengukur sejauh mana instrumen tersebut mampu menghasilkan skor-skor secara konsisten.Uji reliabilitas instrumen kemarahan siswamenggunakan metode Alpha Cronbach’s, dengan rumus sebagai berikut.
= ∑ Keterangan:
r11 = Reliabilitas tes yang dicari ∑ = Jumlah varians skor tiap-tiap item
= Varians total
= Banyaknya soal (Arikunto, 2010:196).
Sedangkan rumus untuk mencari varian semua item adalah:
∑
∑
Keterangan:
∑ = Jumlah skor
∑ = Jumlah kuadrat skor = Banyaknyasampel
Uji reliabilitas alpha cronbach dilakukan dengan bantuan SPSS 17 dan Microsoft Excell 2007. Tolak ukur koefesien reliabilitas dengan menggunakan kriteria pedoman koefesien korelasi sebagai berikut.
Tabel 3.2
(33)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen kemarahan siswa dengan menggunakan Microsoft excel 2007 menunjukkan reliabilitas sebesar 0,862. Hal ini menunjukkan tingkat derajat keterandalan instrumen kemarahan siswa setelah dilakukan uji reliabilitas adalah sangat tinggi, oleh karena itu instrumen kemarahan siswa mampu menghasilkan skor secara konsisten.
3. Korelasi Antar Tipe Ekspresi Kemarahan
Instrumen yang dikembangkan berfungsi untuk mengukur dominan atau kecenderungan tipe ekspresi kemarahan dari siswa.Asumsi yang digunakan adalah setiap orang memiliki tipe ekspresi kemarahan baik tipe ekspresi kemarahan reaktif, kemarahan instrumental dan pengendalian kemarahan. Hasil perhitungan korelasi antar tipe ekspresi kemarahan menggunakan SPSS 20 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan diantara tipe ekspresi kemarahan. Berikut hasil korelasi antar tipe ekspresi kemarahan :
Tabel 3.3
Tabel Korelasi Antar Tipe Ekspresi Kemarahan Kemarahan
Reaktif
Kemarahan Instrumental
Pengendalian Kemarahan Kemarahan
Reaktif
Pearson Correlation 1 ,337 -,924
Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 199 199 199
Kemarahan Instrumental
Pearson Correlation ,337 1 -,671
Sig. (2-tailed) ,000 ,000
(34)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pengendalian
Kemarahan
Pearson Correlation -,924 -,671 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 199 199 199
Hasil korelasi diatas menujukkan bahwa hubungan antara tipe ekspresi kemarahan reaktif dengan kemarahan instrumental memiliki korelasi sebesar 0,337. Sementara korelasi kemarahan reaktif dengan pengendalian kemarahan sebesar -0,924. Dan Korelasi kemarahan instrumental dengan pengendalian kemarahan sebesar -0,761. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bersipat positif dan negatif antara tipe ekspresi kemarahan.Implikasi terhadap hasil korelasi ini adalah bahwa semakin tinggi tipe ekspresi pengendalian kemarahan, maka semakin rendah tipe ekspresi kemarahan reaktif dan kemarahan instrumental. Dan begitu sebaliknya, semakin tinggi tipe ekspresi kemarahan reaktif dan kemarahan instrumental, maka semakin rendah tipe ekspresi pengendalian kemarahan.
H. Prosedur Penelitian. 1. Pelaksanaan Baseline
Penyebaran instrument kemarahan diberikan kepada siswa kelas XI SMK Profita Bandung untuk mengetahui profil ekspresi kemarahan. Kegiatan dilakukan sebagai tes awal (baseline) dan untuk mendapatkan data mengenai kondisi awal sebagai gambaran umum profil kemarahan siswa kelas XI SMK Profita Bandung. Sampel penelitian dipilih dari siswa memiliki skor kemarahan yang tidak terkelola dengan bentuk dominan ekspresi kemarahan reaktif dan kemarahan instrumental. Pengukuran baseline dilaksanakan selama 3 kali dalam 3 minggu sampai kondisi sampel menunjukkan hasil yang stabil.
(35)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pemberian intervensi dengan menggunakan teknik konseling ego state dilakukan terhadap siswa yang memilikisiswa memiliki skor kemarahan yang tidak terkelola dengan bentuk dominan ekspresi kemarahan reaktif dan kemarahan instrumental berdasarkan hasil baseline. Komponen rancangan intervensi konseling ego state untuk mengelola kemarahan adalah sebagai berikut.
a. Rasional
Emosi adalah bagian terpenting dari manusia serta merupakan aspek perkembangan yang terdapat padasetiap manusia. Karena emosi, individu mampu untuk merasakan keadaan dirinya. Secara umum terdapat dua macam emosi pada manusia yaitu emosi positif dan emosi negatif (Faupel, Herrick & Sharp, 2011: 3). Senang dan bahagia merupakan salah satu bentuk dari emosi positif, sedangkan marah (anger) dansedih merupakan contoh dari emosi negatif (Shaffer, 2009: 285).Emosi pada manusiadiperlukan untuk melakukan adaptasi dengan lebih mudah. Ketika individu mampu untuk mengelola emosinya secara positif, maka individu akan mampu dalam mengendalikan dirinya. Untuk itu, sesuai dengan yang dijelaskan Bhave dan Saini (2009: 3)yang mengatakan bahwa manusia perlu mempelajari bagaimana cara merekamengendalikan emosinya agar dapat beradaptasi dengan baik.
Marah merupakan bagian dari emosi yang mengandung muatan emosi yang negatif. Walaupun termasuk sebagai emosi negatif, akan tetapi kemunculan marah tidak selalu menjadi tanda dari adanya ketidakstabilan emosi, melainkan merupakan emosi alami yang dialami oleh setiap orang baik itu anak-anak, remaja, dan orang dewasa (Golden, 2003: 15). Hal ini sesuai dengan pendapat Perritano (2011:23) yang menjelaskan bahwa perubahankondisi mental kitayang terjadi pada diri kita akan menimbulkan emosi tertentu. Marah memiliki dua sisi yakni sisi positif dan negatif. Memiliki makna positif jika marah diekspresikan
(36)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dengan cara yang pantas sehingga dapat membantu individu dalam mengekspresikan berbagai perasaan dengan cara yang dapat diterima lingkungan, membantu menyelesaikan masalah, dan juga mampu memotivasi dalam mencapai tujuan yang positif (Bhave & Saini, 2009: 11). Memiliki makna negatif, jika marah diekspresikan dalam cara yang tidak pantas seperti merusak benda, bertindak agresif baik verbal maupun fisik yang dapat mengganggu hubungan interpersonal.
Terdapat berbagai macam hal yang dapat menyebabkan munculnya rasa kemarahan pada seseorang. Hal yang paling sering dapat menyebabkan munculnya rasa kemarahan adalah ketika seseorang menghadapi suatu situasi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dalam hal ini kemarahan muncul sebagai reaksi dari perasaan frustrasi ataupun kecewa ketika memiliki keinginan yang tidak terpenuhi (Bhave & Saini, 2009: 5). Akibatnya, seringkali siswa tidak mampu mengendalikan dirinya dimana ketika tidak mampu mengelola kemarahan menyebabkan perilaku agresif baik secara verbal maupun fisik (Nindita, 2012).
Di Giusepe dan Tafrate (2007) menjelaskan bahwa individu yang mengalami kemarahan perlu mendapatkan layanan konseling agar mampu mengendalikan dirinya. Jika kemarahan tidak terkendali, maka akan mengakibatkan perilaku agresif bahkan dapat mengalami depresi. Mengelolakemarahan (anger management) merupakan hal yang penting dilakukan dalam kehidupan manusia. Karena mengelola kemarahan, manusia dituntut untuk mampu mengekspresikan kemarahan yang mereka miliki dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan, dan tidak menyakiti diri sendiri ataupun orang lain (Burt, 2012).Remaja yang tidak mampu mengelola kemarahan cenderung mengekspresikan emosi mereka dengan menangis atau berteriak. Dengan sedikit atau tanpa provokasi sama sekali, remaja dapat menjadi sangat
(37)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu marah kepada orangtuanya atau memproyeksikan perasaan-perasaan mereka yang tidak menyenangkan kepada orang lain (Santrock, 2007). Santrock memaparkan bahwa banyak remaja yang belum mampu mengelola emosi secara efektif. Sebagai akibatnya, remaja rentan mengalami depresi dan kemarahan yang akan memicu berbagai masalah, seperti penyalahgunaan obat, kenakalan atau gangguan makan.
Kegagalan dalam mengelola kemarahan ternyata berdampak pada aspek kehidupan siswa. Penelitian Law, Wong, & Song pada tahun 2004 menyatakan individu yang tidak mampu mengelola emosi akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan seseorang (Hudgson & Wertheim, 2007). Penelitian Mustamsikin (2011) menemukan bahwa kemampuan pengelolaan emosi memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif siswa. Caruso & Salovey (2005) menyebutkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif, seperti terjerumus kepada narkotika dan minuman keras, bersikap agresif, serta prokrastinasi
Berdasarkan pengumpulan data awal terhadap siswa kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 diperoleh gambaran umum sebanyak 19,60 % siswa mmiliki profil kemarahan pada kategori tinggi, sebanyak 61,31% siswa memiliki profil kemarahan pada kategori sedang, dan sebanyak 19,10% siswa memiliki profil kemarahan pada kategori rendah. Kecenderungan kemarahan yang dialami adalah dominan yang pertama pengendalian kemarahan, kemudian kemarahan reaktif dan terakhir kemarahan instrumental. Data di atas, menunjukan bahwa diperlukan sebuah penanganan untuk membantu siswa dalam mengelola kemarahan agar siswa memiliki kemampuan mengelola kemarahan yang sehat.
Untuk itu, dikembangkan intervensi pengelolaan kemarahan melalui penggunaan konseling ego state.Intervensi yang dikembangkan dalam setting individual. Emmerson (2010) menjelaskan bahwa konseling ego state dapat
(38)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu digunakan untuk meningkatkan pengelolaan kemarahan. Dalam pandangan ego state, konseli yang mengalamai kemarahan karena konseli belum mampu menerima perasaan marah yang terjadi pada dirinya. Emmerson (2010: 136) berpendapat bahwa konseli yang tidak mampu mengelola rasa marah karena tidak dilepaskan rasa marah tersebut atau bingung tentang bagaimana cara melepaskan marah secara tepat. Menekan rasa marah ini akan menyebabkan konseli mengalami distress secara internal dan ketika mengekspresikan secara tidak tepat akan menyebabkan masalah sosial. Ketidakmampuan mengelola ini dapat menyebabkan kecemasan yang berujung pada depresi (Emmerson, 2010: 137). Untuk itu, konseling ego state dipandang tepat digunakan sebagai intervensi bagi konseli dengan masalah pengelolaan rasa marah.
b. Tujuan Intervensi
Secara umum tujuan intervensi konseling ego state adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelola kemarahan terhadap situasi yang memprovokasi munculnya kemarahan. Secara khusus tujuan intervensi adalah :
1. Mengubah perasaan marah menjadi lebih tenang dan terkelola
2. Menghentikan perilaku agresif dan melepaskan kemarahan secara tepat
3. Mengalokasikan dimana adanya kesakitan, trauma, kemarahan atau frustrasi dalam ego state dan memfasilitasi ekspresi, melepaskan emosi negatif, memberikan rasa nyaman serta memberdayakan diri
4. Memfasilitasi fungsi komunikasi di antara ego state yang negatif sehingga dapat berubah menjadi positif
5. Menolong klien mengenal ego state mereka sehingga klien dapat mengelola kemarahan
(39)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu c. Asumsi Dasar
Asumsi pelaksanaan intervensi ini adalah :
1. Kemarahan adalah emosi negatif yang merupakan hasil dari pengalaman subjektif seseorang terhadap orang lain atau terhadap suatu situasi yang dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan (Novaco, 2003). 2. Siswa yang tidak mampu mengelola kemarahan membutuhkan layanan
konseling untuk mengelola kemarahan agar mampu mengendalikan dirinya (DiGiusefe dan Tafrate, 2007)
3. Konseling ego state dapat digunakan untuk mengelola kemarahan siswa (Emmerson, 2010)
d. Sasaran Intervensi
Intervensi dilakukan terhadap 3 orang siswa yang berada dalam kategori tinggi terdiri dari 2 orang siswa laki-laki dan 1 orang siswa perempuan.Adapun ketiga subjek intervensi adalah :
1. IA memiliki skor kemarahan pada kategori tinggi. Bentuk ekspresi kemarahan yang dominan adalah kemarahan instrumental
2. HF memiliki skor kemarahan pada kategori tinggi. Bentuk ekspresi kemarahan yang dominan adalah kemarahan instrumental
3. YH memiliki skor kemarahan pada kategori tinggi. Bentuk ekspresi kemarahan yang dominan adalah kemarahan reaktif.
e. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur konseling ego state dalam mengelola kemarahan dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut :
(40)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Joining and rapport-building atau membangun hubungan yang positif dengan
konseli agar konseli terlibat dalam sesi intervensi. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan dari konseling yang akan diikuti konseli.
2. Accesing Ego State yakni tahapan dimana konselor mengakses Ego State yang mengalami kemarahan dan memberi nama ego state tersebut
3. Bridging to orign problem yakni tahapan selanjutnya melakukan regresi untuk mengetahui kejadian pertama kali munculnya ego state kemarahan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui akar masalah yang terjadi pada diri konseli. 4. Expression Phase adalah melakukan proses ekspresi terhadap ego state yang
negatif (introject) yang memunculkan pengalaman kemarahan. Setelah akar masalah yang menjadi pengalaman kemarahan bagi konseli diketahui, langkah selanjutnya adalah melakukan proses ekspresi terhadap ego state negatif (introject). Dalam tahapan ini, konseli harus mengekspresikan dan mengungkapkan permasalahan atau emosi yang terpendam. Secara khusus ego state yang mengekpresikan emosi tersebut harus ego state yang terluka. 5. Removal Phase adalah tahapan ketika konselor melakukan removal atau
pelepasan, setelah proses mengekspresikan perasaan marah selesai. Tujuannya membantu ego state yang terluka untuk melakukan pelepasan dari ego state negatif yang masih melekat.
6. Relief Phase adalah tahapan melakukan proses relief atau penenangan. Setelah melakukan proses pelepasan ego state negatif, langkah selanjutnya adalah melakukan proses penenangan (relief) yaitu dengan memanggil ego state yang lebih dewasa (mature) dan mau mengasuh (nurturing) ego state yang terluka tadi. Bila ego state yang dewasa dan mau mengasuh tidak muncul sama sekali, maka konselor dapat memanggil ego state introject yang lebih dewasa dan mau mengasuh ego state yang terluka tersebut. Caranya
(41)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu adalah konselor dapat meminta konseli untuk memanggil bagian dari konseli yang lebih dewasa dan matang kemudian beri nama ego state tersebut.
f. Indikator Keberhasilan
Evaluasi keberhasilan intervensi untuk mengelola kemarahan siswa dilakukan pada setiap sesi intervensi. Konseli yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi adalah konseli yang mampu mengubah ego state yang negatif menjadi ego state yang positif dan memberdayakan. Selain itu, konseli juga mengetahui fungsi ego state dalam hidupnya dan mampu memanfaatkannya dalam memberdayakan dirinya.
Lembar evaluasi diberikan setelah siswa mengikuti setiap sesi konseling. Lembar evaluasi ini yang digunakan dalam mengukur sejauh mana keefektifan proses konseling. Salah satu sumber evaluasi ini adalah analisis terhadap homework berupa „Anger Meter‟ dimana konseli melakukan identifikasi perasaan marahnya dengan „Anger Meter‟ setiap mengalami situasi atau kejadian yang memprovokasi munculnya kemarahan.
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan konseling ego state dalam mengelola kemarahan siswa, maka setiap sesi konseling dilakukan post-test yang bertujuan untuk melihat perubahan konseli dari setiap sesi konseling yang telah dijalani. Adapun instrumen atau alat ukur yang digunakannya adalah dengan menggunakan instrumen kemarahan yang dikembangkan oleh peneliti. Evaluasi keberhasilan secara keseluruhan dilihat dengan menurunnya profil kemarahan yang dialami oleh partisipan penelitian yang dapat dilihat dari grafik penelitian.
3. Pelaksanaan Intervensi dan Pengukuran
Pelaksanaan intervensi dilakukan sesuai dengan rancangan intervensi yang telah disusun dengan menggunakan desain A–B pada penelitian single subject.
(42)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pelaksanaan pengukuran intervensi dilakukan pada setiap akhir sesi dari keseluruhan proses konseling. Pengukuran intervensi diberikan seperti halnya post-test yaitu berupa instrumen kemarahan untuk melihat adanya perubahan perilaku siswaselama proses pemberian intervensi.
I. Analisis Data
Penelitian ini memiliki tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan, masing- masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.
1. Pertanyaan penelitian satu mengenai gambaran tingkat kemampuan pengelolaan emosi siswa kelas XI SMK Profita Bandung dijawab dengan : 1) menghitung jumlah skor tiap siswa, 2) menghitung rata-rata skor tiap siswa, 3) menghitung simpangan baku dari keseluruhan skor siswa, 4) mengubah skor mentah menjadi skor baku (Z) dengan rumus sebagai berikut :
Z =
X = Skor total Xbar = skor rata-rata S = Simpangan baku
Setelah diperoleh jumlah skor baku, data dikelompokkan ke dalam tiga kategori yakni rendah, sedang, dan tinggi mengacu pada kategorisasi pada tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Kategorisasi Profil Kemarahan Siswa
Skor Kategori
(43)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu -1 > Z > 1 Sedang
Z > 1 Tinggi
2. Pertanyaan penelitian kedua mengenai pelaksanaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan siswa. Peneliti merancang program intervensi berdasarkan hasil pre-test.
3. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas penggunaan konseling ego state dirumuskan ke dalam hipotesis “konseling ego state efektif dalam mengelola kemarahan siswa”. Ada dua teknik analisis data yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian ini yakni
a. Analisis Visual
Menurut Sunanto, Takeuchi& Nakata (2006) analisis data pada penelitian eksperimen pada umumnya menggunakan teknik statistik inferensial sedangkan pada penelitian subyek tunggal analisis data cenderung menggunakan statistik deskriptif yang sederhana. Dalam penelitian ini, analisis datanya dimaksudkan untuk mengetahui efek atau pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah dengan menggunakan analisis visual yakni analisis dilakukan dengan melakukan penggalian data secara langsung dan ditampilkan dalam bentuk grafik (split-middle technique). Menurut Barlow, Nock & Hersen (2008), menjelaskan bahwa bukti adanya intervensi yang efektifa dalah ditunjukkan oleh perbedaan yang berarti antara nilai rata-rata peserta dikondisi.Untuk itu komponen penting yang dianalisis dengan cara ini adalah banyaknya data dalam setiap kondisi yang disebut dengan panjang kondisi (level) dan kecenderungan arah grafik (trend).
b. Analisis Statistik
Untuk melihat keefektifan data perubahan yang terjadi, maka dilakukan analisis statistik sederhana.Nourbakhsh & Ottenbacher (1994) menjelaskan teknik
(1)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu KATA PENGANTAR
Marah merupakan bagian dari emosi yang mengandung muatan emosi yang negatif. Walaupun termasuk sebagai emosi negatif, akan tetapi kemunculan marah tidak selalu menjadi tanda dari adanya ketidakstabilan emosi, melainkan merupakan emosi alami yang dialami oleh setiap orang baik itu anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Remaja yang mengalami kemarahan yang tidak terkelola akan cenderung menampilkan ekspresi kemarahan dengan cara reaktif dan instrumental. Ekspresi kemarahan reaktif cenderung mengekspresikan kemarahan secara langsung tanpa kendali dan etika karena bertujuan untuk melepaskan semua rasa marah. Sementara kemarahan instrumental diekspresikan dalam bentuk memendam dengan merencanakan pembalasan kepada individu atau lingkungan yang membuat marah. Jika kemarahan tidak terkendali, maka remaja cenderung berperilaku agresif. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan kemarahan yang efektif sehingga remaja dapat berkembang dan memiliki mental yang sehat.
Konseling ego state menjadi solusi dalam menangani siswa yang mengalami kemarahan. Hal ini, karena dengan pendekatan ego state, siswa dibantu untuk melakukan resolusi terhadap konflik yang diakibatkan rasa marah. Dengan menggunakan pendekatan ego state, konselor dapat secara langsung berkomunikasi dengan ego state yang dapat membantu ego state yang pemarah menjadi lebih terkendali dan bertujuan positif.
Tesis ini berjudul “Penggunaan Konseling Ego State dalam Mengelola Kemarahan Siswa” (Penelitian Single Subject Terhadap Siswa Kelas XI SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014)”. Laporan penelitian tesis terdiri dari lima bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Teoretis, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasa dan Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi.
(2)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Laporan Tesis ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi dalam menangani siswa yang mengalami kemarahan yang tidak terkelola sehingga membantu siswa dalam mengembangkan pola pikir dan kepribadian yang sehat secara mental dan psikologis. Selain itu, dengan pendekatan ego state ini diharapkan mampu membantu untuk meningkatkan profesionalitas konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Akhirnya, segala puji hanya milik Allah yang atas berkah dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak dan menjadi salah satu referensi yang berharga bagi pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling di sekolah.
Bandung, Agustus 2014
(3)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Gian Sugiana Sugara, lahir di Tasikmalaya tanggal 15 Desember 1987 merupakan anak terakhir dari lima bersaudara pasangan suami istri Bapak E. Warsito dan E. Suryati (Almh). Penulis seringkali disebut „si bungsu‟ di lingkungan keluarganya.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah 1) SDN Setiamulya 2 Tasikmalaya, lulus tahun 2000; 2) SLTPN 2 Tasikmalaya, lulus tahun 2003; 3) SMAN 5 Tasikmalaya, lulus tahun 2006; 4) S1 Bimbingan dan Konseling Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung lulus tahun 2011.
Dalam kesehariannya, Gian praktek Konseling di Klinik Transformasi Indonesia Cimahi. Selain itu, aktivitas lainnya adalah memberikan pelatihan-pelatihan khususnya produk-produk yang berkaitan dengan pemberdayaan diri melalui Teknologi Pikiran. Gian sudah menulis satu buku Best Seller “Terapi Self Hypnosis” yang diterbitkan oleh PT. Indeks Jakarta pada tahun 2013. Karya tulis lainnya yang pernah diterbitkan dan ditampilkan di forum internasional diantaranya makalah “Konseling Traumatik Menggunakan Ego State Therapy” pada Prosiding International Seminar & Workshop Post Traumatic Counseling tanggal 6 – 7 Juni 2012 di STAIN Batusangkar, Padang. Makalah “Konseling Ego State bagi Siswa yang mengalami Kejenuhan Belajar” pada Prosiding Kongres XII, Konvensi Nasional Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan Seminar Internasional Konseling dengan tema “Profesi Konseling Bermartabat dalam Masyarakat Multikultural dan Modern” yang diselenggarakan di Denpasar, Bali pada tanggal 14 – 16 November 2013. Beberapa hasil tulisan lainnya dapat dilihat di www.makna-life.com / www.konseling-hipnoterapi.com
(4)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan untuk menyelesaikan penelitan ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Rasulallah SAW. Pada kesempatan penuh syukur ini penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tiada terkira pada : 1. Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd selaku pembimbing I atas segala
perhatian, bimbingan dan dukungan serta keluangan waktu untuk membimbing penulis walau kesibukan yang selalu menghampiri tidak kunjung selesai namun tetap memotivasi penulis untuk mencapai karya yang sempurna dan memuaskan. Semoga suatu hari nanti, saya bisa menjadi seperti bapak, The Great Professor.
2. Dr. Anne Hafina, M.Pd selaku pembimbing II atas bimbingan, dukungan dan kesabarannya serta telah memberikan arahan, motivasi, saran, berdiskusi dengan nyaman dan memberikan kemudahan berpikir hingga terselesaikannya penyusunan tesis ini.
3. Dr. Nandang Rusmana, M. Pd selaku ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI serta Dr. Ipah Saripah, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah membantu selama studi. 4. Dr. Ilfiandra, M.Pd, Dr. Mubiar Agustin, M. Pd., Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd
yang telah membantu dalam penilaian instrumen penelitian.
5. Seluruh staf dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UPI yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis menjalani perkuliahan. Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik.
6. Bapak Drs. Dadang Juhanda, MM, selaku Kepala SMK Profita Bandung yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian di sekolah yang bapak pimpin.
(5)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 7. Bapak Muhammad Sidiq Permana, S.Pd dan Ibu Noor Luthi, S.Pd, selaku
guru BK (Konselor) SMK Profita Bandung yang telah meluangkan waktu untuk menjadi teman diskusi dan memberikan kemudahan kepada penulis selama proses penelitian.
8. Siswa-siswi kelas XI SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014 yang telah membantu dan bersedia menjadi binaan selama proses penelitian.
9. Ayahanda Emat Warsito, Ibunda Encun Suryati (Almh.) dan kakak-kakak yang senantiasa memotivasi dan mendoakan penulis dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan serta segala pengorbanan baik moril maupun materil semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.
10. Kakak-kakak angkatan Firman R. Nuriman, S.Pd, Pathah Pajar M, S.Pd, Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd. Teirma kasih telah berbagi ilmu yang menginspirasi dan senantiasa menyemangati penulis.
11. Sahabat-sahabat di MAKNA Life Institute, Irfan Fahriza, S.Pd, M. Sidik Permana, S.Pd, Muhammad Muhajirin, S.Pd, dan Yusef Abdul Aziz atas motivasi bertahan dalam keadaan yang tidak menyenangkan dan kebersamaan dalam mencari makna hidup yang sebenarnya.
12. Dr. Iwan D. Gunawan, M.Pd, CCH, di Klinik Hypnotherapy Transformasi Indonesia. Terima kasih telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dengan diizinkannya praktek konseling dan hipnoterapi dalam setting masyarakat.
13. Sahabat-sahabat terbaik mahasiswa Magister Bimbingan dan Konseling Kelas B angkatan 2012 yang telah bersama-sama mengukir kebersamaan dan keceriaan selama perkuliahan, semoga menjadi agent of change disetiap kesempatan dimanapun kita berada.
14. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penyusunan tesis ini.
(6)
Gian Sugiana Sugara, 2014
Penggunaan konseling ego state untuk mengelola kemarahan (penelitian single subject pada siswa kelas xi smk profita bandung tahun ajaran 2013/2014)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Ucapan terima kasih juga disampaikan pada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga bantuan, doa, dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin Yaa Robbal’alamiin.
Bandung, Juli 2014