Perbandingan Beras Dalam Budaya Jepang dan Toraja.

(1)

序論

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat di negara-negara Asia. Negara Jepang dan Indonesia juga merupakan dua negara yang menjadikan beras sebagai pangan utama. Beras merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan yang ada di dalam masyarakat Jepang dan Toraja, kedua negara ini menjadikan beras sebagai pangan utama sejak zaman dulu. Beras merupakan pangan utama yang mendapat tempat istimewa sebagai bahan makanan suci dan mewakili spirit dan keagamaan rakyat Jepang. Demikian juga bagi masyarakat Toraja beras merupakan makanan yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan mereka karena itu beras tidak hanya dipandang sebagai bahan makanan saja melainkan memiliki kaitan yang sangat erat dengan kepercayaan mereka.

Tujuan dari analisis yang dilakukan oleh penulis adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang ada di antara masyarakat Jepang dan Toraja dalam memaknai beras sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Teori yang digunakan dalam analisis ini merupakan metode deskriptif komparasi. Data yang dikumpulkan dideskripsikan kemudian dilakukan perbandingan untuk melihat persamaan dan perbedaan yang ada. Dalam hal ini data yang dikumpulkan merupakan sejarah, kegiatan, aktivitas, dan ritual yang berkaitan dengan beras dalam budaya masyarakat Jepang dan Toraja yang ada.

Masyarakat Jepang dan Toraja sudah lama menjadikan beras sebagai pangan utama dalam kehidupan mereka. Beras yang menjadi pangan utama ini merupakan


(2)

hasil dari tumbuhan padi yang yang dibawah masuk oleh bangsa yang bermigrasi dari luar masuk ke Jepang dan Toraja. Padi merupakan tanaman yang menghasilkan makanan pokok bagi masyarakat setempat yang terus dibudidaya hingga sekarang. Fungsi utama dari beras itu sendiri adalah sebagai pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat Jepang dan Toraja dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga beras menjadi bagian yang penting dan pangan yang paling penting yang harus ada.

Di dalam kepercayaan masyarakat Jepang dan Toraja beras juga dijadikan persembahan kepada dewa-dewa yang mereka yakini. Beras dipilih karena memiliki nilai yang tinggi, beras memiliki peranan dan nilai yang tinggi karena di dalam pola pikir masyarakat Jepang dan Toraja beras merupakan makanan yang memberikan tenaga dan energi untuk melakukan berbagai kegiatan untuk melanjutkan kehidupan mereka dan segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan kehidupan adalah hal yang sangat berharga.

本論

Berdasarkan analisi yang sudah dilakukan maka dapat dilihat beberapa point persamaan dan perbedaan yang ada:

1. Beras merupakan makan pokok bagi masyarakat Jepang dan Toraja. Seperti yang terdapat dalam dua kutipan di bawah ini:


(3)

食としてきました。従って、米は日本の農業の中で最も重要な 作物であり、日本文化の基底には米に関係したものが多いので す。米から酒を作り、もち米から餅を作り、せんべいや団子も 作ります。おめでたいときには赤飯を食べ、または神に供えま す。

(K. Gillespie, 2004:112) Padi (beras) bagi orang Toraja merupakan makanan utama dan diyakini mempunyai roh seperti benda-benda lainnya, sehingga mendapatkan pemeliharan dan tempat penimpanan yang khusus yaitu alang (lumbung padi). Padi dipelihara dan dijaga langsung oleh Deata-deata pare (dew-dewa padi) karena selain makanan utama dalam kehidupan dunia nyata, padi juga merupakan makanan sajian Puang Matua, Deata-deata, dan Tomembali Puang.

(Said, 2004:78) 2. Beras yang merupakan hasil dari tanaman padi merupakan tumbuhan yang sama-sama berasal dari luar Jepang dan Toraja. Perbedaannya adalah padi dibawa masuk dari dataran Cina masuk ke Jepang. Sedangkan di Toraja beras dibawa masuk oleh suku bangsa Austronesia yang bermigrasi untuk mencari tempat baru. Bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini:

紀元前3世紀ごろ、農耕文化が始まりました。大陸から新しい 生産技術がはいってきたのです。米をつくる農耕技術と、金属 器を作ったり、使ったりする技術です。このような農耕社会に なって、日本は大きくかわりました。

(Yamakawa, 1994:34) “Seluruh proses penyebaran manusia yang datang dari utara, timur, dan selatan ke Sulawesi terjadi pada satu zaman, waktu manusia belum mengenal kepandaian bercocok tanam. Untuk memperkirakan waktunya secara pasti sangat sulit ditentukan, kecuali ancar-ancar yang diberikan oleh para ahli purbakala yaitu antara 10.000 sampai tahun 2.000 SM. Tidak lama setelah waktu yang diberikan diatas, maka suku bangsa Austronesia yang mula-mula mendiami lembah


(4)

sungai di daerah Yunnan Tiongkok Selatan bergerak menyebar. Sebagian dari mereka sampai ke Semenanjung Malaka, Sumatera, dan pulau-pulau di bagian baratnya, sementara yang sebagian lainnya menduduki pulau Jawa. Mereka menyebrangi lautan dengan perahu layar kemudian menyerbu masuk ke Sulawesi secara bergelombang..”

(Mukhli, Poelinggomang, Kallo, Suistio, Thosibo, Maryam, 1995:14)

3. Beras memiliki peranan yang besar di dalam kepercayaan Shinto (神道) dan Aluk to’dolo. Masyarakat Jepang dan Toraja meyakini bahwa beras merupakan pemberian langsung dari para dewa kepada masyarakat Jepang dan Toraja. Selain itu juga beras menjadi persembahan sesajian utama kepada para dewa. Seperti yang ditulis dalam kutipan di bawah:

The Japanese may associate tea with Zen Buddhism, but rice is unquestionably the province of Shinto. In a formal ritual, the empror plants the first rice seedlings of the year; in another, he eats the first grains of the annual harvest. Sake (rice wine) barrels stacked on high at Shinto shrines represent (unsually symbolically) gift from donors. At a Shinto altar, rice, and sake are common offering to the kami. Because Shinto and rice enjoy a most intimate ritual connection, it is hardly surprising that as an entry point in Japanese culture, rice carries with it values commonly associated with Shinto as well.

(Kasulis, 2004:40) 4. Ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja pada saat

menanam padi hingga panen untuk mendapatkan beras:

a) 予祝と Mangkaro kalo’ ini merupakan persiapan yang dilakukan sebelum penanaman padi dimulai. Seperti yang terdapat dalam kutipan tersebut;


(5)

予祝 :七日正月、小正月を中心に、一年の農事をなぞったり、 実りのさまをまねしたりする呪術的行事をいう。

(The Visual Human Life, 1986:814) Sebelum musim penanaman padi dimulai, so’ bok menyembeli seekor ayam putih di tempat pertama air masuk ke saluran irigasi. Beberapa lembar daun pisang diletakkan di sepanjang aliran itu, bersama beberapa potong kecil daging ayam yang diambil dari bagian sebelah kanan.

(Buijs, 2009:144) b) 田植祭 と Mantanan merupakan proses menanam padi di sawah.

Padi hnya bisa ditanam oleh para wanita karena kepercayaan dalam Masyarakat Jepang wanita memiliki potensi melahirkan anak yang bisa disalurkan ke padi. Sedangkan masyarakat Toraja meyakini jika roh padi berdiam pada rambut wanita. Karena hal ini maka semua penanam padi harus seorang wanita. Pada kenyataannya adalah karena wanita lebih terampil dalam menanam padi. Bisa dilihat dari kutpan di bawah ini:

田植えは、稲の苗を苗代から水田に植え替える作業で、5

月から6月にかけて行われます。稲の 種まきは、立春から

数えて88日目に当たる八十八(5月2日ごろ)前後がピ ークが、梅雨に入ってから水田に移します。米は日本人の 主食であるため、収穫の出米不出米は1年の生活を左右し ます。従って田植えは重要行事であり、かっては村人の協 同作業であり神事でもありました。

(Gillespie, 2004:277) The actual planters were usually young women, partly perhaps because of their dexterity, but mainly from a traditional feeling


(6)

that their potential fertility as child-bearers would transfer itself to the rice.

(Dunn, 1972:55 ) Para wanita yang menebarkan padi tidak boleh minum selama menanam. Mereka juga tidak boleh mencuci rambutnya sampai padi yang ditanam bertunas. Peraturan ini didasarkan pada keyakinan bahwa roh-roh padi itu melekat pada para wanita ini dan jika mereka mencuci rambutnya, maka roh ini akan ikut tercuci.

(Loosdrecht, 2005:74) c) 生育祈願と Ma’torak adalah proses penjagaan dan pemeliharan

yang dilakukan agar padi bisa bertumbuh dengan baik tanpa serangan dari hama yang bisa merusak padi.

夏にさしかかるころには、水田にも雑草。ほうっておきま すと、米がはえてきます。ほうっておきますと、米は雑草 に負けてしまいます。充分な収穫を確保うるのには、雑草 をひとつひとつ抜いていかなければなりません。

(Toyoyuki, 1999:105) d) 刈上祭とma’pare merupakan tahap persiapan dan panen yang akan

dilakukan. Masyarakat Jepang dan Toraja akan melakukan persiapan untuk melakukan panen. Setelah persiapan selesai barulah dilakukan panen.

e) 穫感謝祭と Medatu adalah perayaan yang dilakukan setelah panen selesai. Perayaan ini dilakukan sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada para dewa yang sudah menjaga dan memberkati padi yang ditanam. Setelah panen dilakukan, kedua masyarakat ini akan


(7)

merayakan perayaan yang dilakukan bersam-sama dengan masyarakat desa.

結論

Dari analisi yang dilakukan oleh penulis maka dibuat kesimpulan, beras merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Jepang dan Toraja, dan beras menjadi makanan pokok dan makanan sehari-hari bagi kedua masyarakat ini. Selain sebagai makanan, beras juga memiliki peranan di dalam kedua kepercayaan Shinto dan Aluk to dolo. Kedua masyarakat ini terus bekerja-keras untuk mendapatkan beras karena beras merupakan makanan pokok yang bisa membantu melanjutkan kehidupan mereka karena itu beras tidak boleh dibuang atau disia-siakan.


(8)

日本およびトラジャ文化における米ならびに稲作の精神的、宗教的、 位置づけとその比較

サルチェシモン 0842016

マラナタキリスト教大学 文学部

日本大学日本大バンドン バンドン


(9)

序論

米はアジア諸国の人々の主食である。日本とインドネシアも、主食と して米を消費する国である。米は日本人とトラジャ人の基本的なニーズの一 つであり、両国は古代から主食として米を作ってきた。米は神聖な食べ物と してその特別な地位にあり、日本の精神的、宗教的な特徴を表している。ト ラジャも同様、自分の生活と非常に密接な関係を持っている食品である。

米は外部から、日本やトラジャへの集団移民により稲作が伝えられた 結果である。米は、今まで開発され、栽培され続け、地域社会のための主要 作物である。米は日本人とトラジャ人の生活の重要な一部であり最も消費さ れる食物である。

米は日本人とトラジャ人の信仰でも、彼らが信じている神への供物と して使用される。米を持ち、日本人とトラジャ人の米に対する考え方では自 分たちの生活上の様々な活動を行うために強さとエネルギーを与える食べ物 であり、生活との全てに関係するため、高い価値を持っているため米は貴重 なものして扱われる。

今回の分析の目的は、日常生活の中で日本人とトラジャ人の米に対す る考え方の共通点と相違点を見つけることである。この分析で使用される理


(10)

論は比較アプローチである。収集されたデータの類似点と相違点を確認する ための比較を行うことについては後述する。このケースでは、収集されたデ ータは、歴史、イベント、活動、および日本とトラジャの社会や文化の中で、 米と一緒に関連付けられている儀式である。

本論

分析に基づいて行ない、類似点と相違点を抽出する:

1. 米は日本人とトラジャ人の主食である。以下引用:

日本人は稲作民族であり、2千年上前から稲から取れる 米を主食としてきました。従って、米は日本の農業の中 で最も重要な作物であり、日本文化の基底には米に関係 したものが多いのです。米から酒を作り、もち米から餅 を作り、せんべいや団子も作ります。おめでたいときに は赤飯を食べ、または神に供えます。

( K ケイ

. Gillespie ギ ル ス ペ イ

稲(米)はトラジャの主要な食物である。他の物質と同 様に精神を持っていると信じられているため、穀倉地帯 の保守と貯蔵量の確保が重要視されている。米はトラジ ャ人の信仰する稲の神、プアンマツア、デアタ、トメバ リプアンによって守られていると信じられている。その ためそれら稲の神に対して米が供物として捧げられる。

, 2004: 112)

(Said サ イ ド


(11)

2. 両国に於ける稲作は外部より、もたらされたこれた結果であり 日本へは中国本土からである。トラジャへの稲作の伝達は新天 地を求めたオーストロネシア語族によってもたらされた。以下 引用:

紀元前3世紀ごろ、農耕文化が始まりました。大陸から 新しい生産技術がはいってきたのです。米をつくる農耕 技術と、金属器を作ったり、使ったりする技術です。こ のような農耕社会になって、日本は大きくかわりました。

(山川, 1994:34)

スラウェシ島への人口流入は北から東と南へと同時期に 発生したが稲作が始まった時期について詳細はわかって いない。考古学者はおよそ B.C1万年から B.C2万年の間 と見ている。その後中国南部雲南省にいた、オーストロ ネシア語族が拡散移動する。半数はジャワに流入し、別 の半数はマラカ半島、スマトラ、および西部諸島に流入 した。また別のグループが海を海りスラウェシへと流入 した。

(Mukhli ム ィ リ

, Poelinggomang プ リ ン ゴ マ ン

, Kallo カ ッ ロ

, 1995:14)

3. 米は神道とトラジャの信仰であるアルトドロ(Aluk to

‘dolo)に大きな役割を持っている。日本やトラジャの社会 では米が神からの直接の贈り物であると信じている。また、米


(12)

日本人はお茶と禅を関連づけて考えることもあるが、 米は間違いなく神道の領域にあるものである。天皇が その年最初の稲を植え、その年最初にできた米を食す。 酒は神道へ献上されたものが高所に神への供物として 捧けられる。米と酒は神道においてもっとも代表的供 物である。神道と米の関係は切っても切れないもので あり、日本文化の中で米と神道の関係深いものであっ たとしても驚く話ではないだろう。

(Kasulis カ ス リ ス

, 2004:40)

4. 儀式は稲を収穫する植えることで、日本人とトラジャ人によっ

て行われている:

a) 予祝とマンカロは田植えが始まる前に準備が行われます。

以下引用:

予祝 :七日正月、小正月を中心に、一年の農事をな

ぞったり、実りのさまをまねしたりする呪術的行事 をいう。

(The デ

Visual ヴィスアル

Human フ マ ン

Life ァ イ フ

, 1986:814) 田植えのまえに「so’bok」と呼ばれる人物が白い鶏を

切り,その血で水田を充たす。その後水路のそばにバ

ナナの葉を敷いて、その上にさきほどの鶏の右半身 を並べておく。

(Buijs ブイジュス

, 2009:144)

b)田植は日本とトラジャの多方で女性が行っている。日本で は命を生み出すことが出来るのは女性であり、その力を稲


(13)

に宿すことが出来ると考えられているためである。またト ラジャでは女性の髪に精神が宿ると考えられているため田 植えは女性の仕事である。実際に女性は男性よりも田植え

の技術は熟達している。以下引用:

田植えは、稲の苗を苗代から水田に植え替える作業

で、5月から6月にかけて行われます。稲の 種まき

は、立春から数えて88日目に当たる八十八(5月 2日ごろ)前後がピークで、梅雨に入ってから水田 に移します。米は日本人の主食であるため、収穫の 出米不出米は1年の生活を左右します。従って田植 えは重要行事であり、かっては村人の協同作業であ り神事でもありました。

( K ケイ

. Gillespie ギ ル ス ペ イ

, 2004:277) 田植えは女性の仕事である.器用さからであると思 われているが実際は、トラジャの伝統的な考え方に よるものであり、女性の命を生み出す力を稲に移す ことができるからであると考えられているからであ る。

(Dunn ヅ ン

田植えの間、彼女らは一切水などを飲むことはでき ない。また、稲の芽から出るまで髪の毛を洗っても いけない。その時期に、神々は彼女らの休に乗り移 っているからで、、もし髪の毛を洗えば、神々は水 と一緒に流されてしまうという考えがあるからであ る。

, 1972:55 )

(Loosdrecht ル ス ド リ チ ュ


(14)

c)生育祈願とマトラクは、米を害虫より保護しよく<育>よ うにと祈願する儀式である。

夏にさしかかるころには、水田にも雑草。ほうって おきますと、米がはえてきる。ほうっておきますと、 米は雑草に負けてしまう。充分な収穫を確保うるの には、雑草をひとつひとつ抜いていかなければなら ない。

(鯖田, 1999 :105)

d)刈り上祭とマパレは収穫の前に準備段階階として、日本で は刈り上際、そしてトラジャではマパレと呼ばれる儀式 が行われる。それらの儀式が終了した後に収穫が行われ る。

e) 収穫感謝祭とメダトウは収穫の完了を意味する、祝賀会で

ある。この祝賀会は、感謝と祝福のコメを植え維持してい る神々への感謝の表現をして行われる。収穫後で、日本人 とトラジャ人は、村人たちと一緒に行われ迎える。


(15)

結論

前述した分析から得られた結論として以下のように説明することがで きる。米は日本人とトラジャ人にとって非常に重要な日常的主食であるとと もに神道やアルク(トラジャの信仰)の中でも重要な位置を占めている。ま た、米は栽培が難しいため、日本とトラジャでは米を無駄浪費することや廃 棄することは自らの生活を維持することは出来ないと考えられている。


(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN ORISINALITAS ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... vii

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Metodologi Penelitian ... 6

1.5 Organisasi Penulisan ... 10

BAB II BERAS DALAM BUDAYA JEPANG ... 11

2. 1 Beras Sebagai Makanan Pokok Bagi Kehidupan Masyarakat Jepang... 11

2.2.Sejarah Penanaman Padi di Jepang ... 12

2.3 Beras Dalam Kepercayaan Masyarakat Jepang ... 14

2.4 Ritual Dalam Penanaman Hingga Panen Padi ... 19

2.4.1 Yoshiku (予祝)... 20

2.4.2 Tauesai (田植祭)... 21


(17)

2.4.4 Kariagesai (刈上祭) ... 19

2.4.5 Shuukakukanshasai ... 26

BAB III BERAS DALAM BUDAYA TORAJA ... 28

3.1 Beras Sebagai Makanan Pokok Bagi Kehidupan Masyarakat Toraja ... 28

3.2 Sejarah Penanaman Padi di Toraja ... 29

3.3 Beras Dalam Kepercayaan “Aluk To’dolo” Masyarakat Toaraja ... 30

3.4 Ritual Dalam Penanam Hingga Panen Padi ... 33

3.4.1 Mangkaro kalo ... 33

3.4.2 Mantanan ... 34

3.4.3 Ma’torak ... 37

3.4.4 Ma’pare ... 37

3.4.5 Medatu ... 39

BAB IV PERBANDINGAN SEJARAH, KEPERCAYAAN, AKITIVITAS, DAN RITUAL YANG DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT JEPANG DAN TORAJA ... 41

4.1 Perbandingan Beras Sebagai Makanan Pokok ... 41

4.2 Perbandingan Sejarah Penanaman Padi di Jepang dan Toraja ... 44

4.3 Perbandingan Beras Dalam Kedua Kepercayaan Masyarakat Jepang dan Toraja ... 50

4.3.1 Beras Dalam Kepercayaan Shinto dan Aluk Todolo... 50 4.3.2 Aktivitas yang Dilakukan Oleh Tennou di Jepang dan To’minaa


(18)

di Toraja Dalam Mempersembahkan Beras Kepada Dewa ... 55

4.3.3 Ae no Koto di Jepang dan Bua’ pare di Toraja... 59

4.3.4 Hewan Yang Berkaitan Dengan Beras Dalam Budaya Jepang dan Toraja ... 62

4.4 Perbandingan Ritual Dalam Penanaman Hingga Panen Yang Dilakukan . 65 4.4.1 Perbandingan Kegiatan Yoshiku (予祝) dan Mangkaro kalo’ ... 66

4.4.2 Tauesai (田植祭) dan Mantanan ... 69

4.4.3 Ikuseikigan (生育祈願) dan Matorak ... 74

4.4.4 Kariagesai (刈上祭) dan Ma’pare ... 78

4.4.5 Shuukakukanshasai dan Medatu ... 80

BAB V SIMPULAN ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... x

SINOPSIS ... xiii


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kata “kebudayaan” merupakan sebuah kata yang sangat akrab di telinga setiap orang, setiap kali mendengar kata ini orang-orang pasti berpikir akan ha-hal yang berhubungan dengan tradisi, adat-istiadat, tata krama dan lain-lain yang menjadi ciri khas dari setiap masyarakat. Memang hal itu benar tetapi kebudayaan tidaklah sesempit itu pengertiannya. Sebagai realitas empiris kebudayaan merupakan fenomena yang multikompleks. Sebagai konsep, kebudayaan hanya ada dalam pikiran manusia dan merupakan bagian yang terpenting dalam upaya memahami relitas eksistensi manusia yang kompleks dan paradoksal, namun menyangkut semua orang tanpa kecuali.

Memahami kebudayaan sebagai konsep dalam upaya memahami substansinya, mengenal anatominya, mengetahui fungsi dan cara kerjanya serta mengantisipasi kecenderungannya maupun kegagalannya, tetapi sebagai relitasnya kebudayaan adalah fenomena yang menyangkut keseharian. Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,


(20)

2

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam ilmu kajian Antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.

Manusia adalah makhuk bio-psiko-sosial-transendental yang respon terhadap alam dan kebudayaan sebagai hasil dari upaya manusia terhadap alam. Untuk bertahan hidup manusia perlu makanan, dan makanan adalah kebutuhan utama bagi manusia, baik rakyat jelata maupun raja. Pada umumnya hampir sebagian belahan bumi ini penduduknya memiliki makanan utama yang sama yaitu beras. Di negara-negara benua Asia, beras adalah makanan utama dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisakan dari kehidupan mereka bahkan beras merupakan pemberian yang berharga dan tidak boleh disia-siakan. Di India, beras digunakan sebagai hadiah yang dipersembahan kepada sang suami pada malam pengantin, di China nasi tidak boleh dijatuhkan meskipun sebutir dan sang ibu akan marah kepada si anak yang menjatuhkan sebutir nasi ke lantai, di Indonesia sebutir beras tidak boleh disia-siakan karena di dalamnya terdapat hasil sebuah kerja keras. Beras merupakan sumber dan lambang kehidupan bagi sebagaian masyarakat Asia.

Jepang juga merupakan salah satu negara di Asia yang menjadikan beras sebagai makanan utama. Beras atau nasi merupakan makanan pokok dan mendapat tempat istimewa sebagai bahan makanan suci dan mewakili spirit dan keagamaan bagi rakyat Jepang,


(21)

3

日本人は米を神聖な物と考え、神事や儀式にもよく使った。

Nihon jin wa kome wo shinseina mono to kangae, shinji ya gishiki ni moyoku tsukatta.

Orang Jepang berpikir bahwa beras adalah benda yang suci, sering dipakai pada ritual penyembahan dewa.

(Nihongo Jurnal, 1994:2) Beras bukanlah sekedar sebuah produk penting pertanian saja, tapi juga secara simbolis merupakan bagian dari kebudayaan Jepang. Sebagaimana makanan pokok dalam masyarakat lain, beras dipergunakan dalam berbagai produk pangan olahan dan juga memegang peranan penting dalam kehidupan keagamaan sehingga pengaruhnya memang lebih jauh daripada peranan pentingnya sebagai sumber gizi. Bahkan dalam sistem keluarga besar orang Jepang di masa lampau mencerminkan keterkaitannya dengan budidaya padi yang memerlukan banyak tenaga, pembinaan sistem irigasi, serta kerja sama komunal.

Banyak dalam kata-kata bahasa Jepang yang terkait dengan beras serta produk sampingnya, seperti o-kome (butiran beras), dan o-sake (arak beras) semua dengan awalan “o” yang biasanya ditambah pada nama benda yang dihormati. Penggunanaan demikian mencerminkan status khusus dan bahkan suci yang diberikan kepada padi dan butiran padi sejak dahulu kala dan banyak orang Jepang yang enggan menbuang-buang nasi. Semangkok nasi dipandang sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar sumber karbohidrat.

Seperti negara Jepang, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mengonsumsi nasi sebagai makanan utamanya. Beras adalah anugerah yang sangat


(22)

4

berharga dan berarti yang diberikan oleh Tuhan lewat perantaran dewa dewi yang dipercayai masyarakat Indonesia pada zaman dulu. Di seluruh pelosok negeri ini terdapat beraneka ragam suku, yang menjadikan beras sebagai makanan yang paling berharga bagi kehidupan mereka. Setiap dari mereka memiliki cerita yang beragam dan unik tentang bagaimana mereka menjadikan beras sebagai makanan yang utama bagi mereka.

Provinsi Sulawesi Selatan adalah satu dari sekian banyaknya provinsi yang ada di Indonesia yang terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi ini berbatasan dengan timur jenis suku yang hidup menetap di sana, dan salah satunya adalah suku Toraja. Suku Toraja atau yang dikenal dengan sebutan Tator merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara ritual pemakaman, rumah adat Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting.

Seperti beberapa ritual penting yang ada dalam masyarakat Toraja, beras juga merupakan hal yang sama pentingnya dengan ritual adat yang lain. Beras adalah sumber penghidupan yang sangat dihormati dan mendapat posisi utama dalam kehidupan mereka. Dalam kepercayaan asli Toraja mereka percaya jika di dalam beras ada dewa yang berdiam karena itu beras mengandung arti yang sangat besar


(23)

5

dalam hidup mereka, beras tidak boleh dibuang-buang, diinjak ataupun dilangkahi. Karena beras merupakan hal yang penting dan berarti, maka penghormatan yang diberikan masyarakat Toraja terhadap beras sangat tinggi.

Dalam setiap proses yang dilakukan, mulai dari menanam padi, memotong padi, menjemur padi, menumbuk padi, menaruh padi di lumbung, dan mengambil padi dari lumbung, merupakan ritual yang harus dilakukan dan tidak boleh sembarangan melakukan hal tersebut, setiap pekerjaan tersebut memiliki sebutan tersendiri mulai dari mangkaro kalo, mantanan, ma’torak, ma’pare dan medatu. Setiap kali melakukan hal-hal tersebut terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan yang tidak tertulis tetapi diwariskan secara turun-temurun. Karena beras adalah hal yang sangat berharga dan memiliki nilai yang sangat tinggi, sering kali juga dijadikan sebagai alat pembayaran. Beras menjadi bagian dari kehidupan, sumber kehidupan, dan bagian yang utama dalam kedua masyarakat Jepang dan Toraja.

Beras tidak hanya dipandang sebagai makanan pokok saja melainkan lebih dari semua itu mengadung arti spiritual yang dalam bagi kehidupan masing-masing masyarakat Jepang dan Toraja, dan bagaimana kedua masyarakat ini dalam menghayati dan menghormati beras mempunyai cara mereka tersendiri yang unik dan penuh arti. Dalam setiap persamaan yang ada terdapat pula perbedaan yang mendasar pada kedua masyarakat ini dalam melihat sudut pandang yang ada. Jadi dalam melihat perspektif yang ada dalam kedua masyarakat tersebut, penulis akan membandingkan sudut-sudut pandang yang ada dalam masing-masing masyarakat.


(24)

6 1.2 Pembatasan masalah

Untuk memahami pembahasan yang akan dilakukan penulis, maka dibuatlah pembatasan masalah dalam penulisan ini:

1. Kapan awal mulanya beras dibudidayakan di Jepang dan Toraja? 2. Bagaimana peranan beras di dalam kepercayaan asli masyarakat

Jepang dan Toraja?

3. Ritual apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja dalam membudidayakan beras?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari pembahasan ini yaitu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara masyarakat Jepang dan Tana Toraja dalam memaknai beras sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.

1.4 Metode dan Pendekatan

Dalam melakukan penulisan ini, maka penulis menggunakan pendekatan deskriptif komparatif untuk melakukan perbandingan. Pendekatan komparatif adalah pendekatan yang membandingkan dua atau lebih contoh kasus yang akan dianalisis dan yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan


(25)

7

menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya fenomena tertentu. Metode ini meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskiripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.

Dalam pendekatan ini, data yang akan dibandingkan terlebih dulu dijabarkan dan dideskripsikan. Metode deskriptif yang digunakan dalam mendeskripsikan data, menurut Whitney (1960) adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena-fenomena tertentu. Pendekatan komparatif bersifat ex post facto artinya, data dikumpul setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung.

Pendekatan ini mempunyai beberapa kriteria pokok, yang dapat dibagi atas kriteria umum dan khusus. Kriteria yang termasuk dalam kriteria umum yaitu masalah yang dirumuskan harus memiliki nilai ilmiah serta tidak terlalu luas, tujuannya harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum, data yang digunakan harus data fakta-fakta yang terpercaya dan bukan sekadar opini, standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus mempunyai validitas, harus ada


(26)

8

deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian, dan hasil penelitian harus berisi secara detail yang digunakan baik dalam memgumpulkan data maupun dalam menganalisa data serta studi kepustakaan yang dilakukan. Dedukasi logis harus jelas hubungannya dengan kerangka teoritis yang digunakan, jika kerangka teoritis itu telah dikembangkan. Sedangkan kriteria khusus yaitu prinsip-prinsip ataupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai (value) dan fakta-fakta ataupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai masalah status.

Langkah-langkah dalam studi komparatif adalah sebagai berikut, pertama harus merumuskan dan mendefinisikan masalah, jajaki refrensi-refrensi yang ada, kemudian rumuskan kerangka teoritis dan hipotesa-hipotesa serta asumsi-asumsi yang digunakan dan buat rencana penelitian. Dalam rancangan penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, pertama pilih subjek yang digunakan dalam teknik pengumpulan data yang diinginkan, kedua kategorikan sifat-sifat atau atribut-atribut atau hal-hal lain sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan. Lakukan uji hipotesa, buat interpretasi yang tepat, buat generalisasi, kesimpulan, dan yang terakhir, susunlah laporan dengan cara penulisan ilmiah.

Setelah semua data yang diinginkan sudah dijabarkan, perbandingan bisa dilakukan berdasarkan kerangka teoritis yang sudah dibuat. Kemudian bandingkan setiap data yang ada lihat setiap persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam kelompok masyarakat tersebut, faktor-faktor yang menjadi timbal balik hubungan


(27)

9

sebab akibat dan yang mempengaruhi timbulnya setiap persamaan dan perbedaan yang ada.


(28)

10 1.5 Organisasi penulisan

Penulis penelitian ini akan membagikan ke dalam empat bab dengan organisasi penulisan sebagai berikut;

Bab I membahas tentang pendahuluan yang mana di dalamnya terdapat latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam hal ini pendekatan, dan organisasi penulisan.

Bab II membahas tentang beras sebagai makanan pokok bagi kehidupan masyarakat Jepang, sejarah penanaman padi di Jepang, beras dalam kepercayaan Jepang, dan ritual yang dilakukan dalam penanaman hingga panen padi.

Bab III membahas tentang beras sebagai makanan pokok bagi kehidupan masyarakat Toraja, sejarah penanaman padi di Toraja, beras dalam kepercayaan Toraja, dan ritual yang dilakukan dalam penanaman hingga panen padi.

Bab IV membahas tentang perbandingan beras sebagai makanan pokok, sejarah penanaman padi di Jepang dan Toraja, beras dalam kedua kepercayaan masyarakat Jepang dan Toraja Shinto dan Aluk To’Dolo, dan perbandingan ritual dalam penanaman hingga panen padi yang dilakukan.

Bab V merupakan kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan dalam keseluruhan bab.


(29)

86 BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis mengenai perbandingan beras di dalam budaya masyarakat Jepang dan Toraja, maka penulis melihat adanya persamaan dan perbedaan di dalam setiap kegiatan, sejarah dan kepercayaan di dalam masyarakat Jepang dan Toraja. Maka penulis pun menyimpulkan bahwa di dalam kehidupan masyarakat Jepang dan Toraja, beras merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan penting dari kehidupan mereka. Budidaya beras sudah dilakukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja sejak dulu dan kedua masyarakat ini sama-sama menjadikan beras sebagai pangan utama dan penting dalam kehidupan mereka. Budi daya beras sebagai makanan pokok bagi kedua masyarakat ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Bisa dilihat beberapa hal yang ada dalam kedua masyarakat ini yang menjadikan beras sebagai makanan pokok yang penting. Padi bukanlah tanaman asli kedua negara ini melainkan tanaman yang dibawa dari luar oleh bangsa-bangsa yang berimigrasi mencari tempat bermukim yang baru yang membawa serta kebudayaan mereka juga. Padi yang dibawa masuk kemudian ditanam agar mereka bisa mendapatkan makanan selain dari pada berburu binatang untuk dijadikan makanan. Penanaman padi yang terus dilakukan di Jepang dan Toraja berkembang menjadi


(30)

87

makanan pokok masyarakat setempat. Budidaya beras di Jepang dan Toraja sudah dimulai dari zaman prasejarah meskipun dalam rentang waktu yang sedikit berbeda tetapi masih dalam periode yang sama.

Seiring dengan perkembangan zaman, beras terus dibudidayakan dan berkembang bahkan beras mendapatkan posisi di dalam kepercayaan masyarakat Jepang dan Toraja. Bagi masyarakat Jepang dan Toraja sesuatu yang memiliki kaitan dengan kehidupan merupakan hal yang sangat penting karena untuk terus bisa hidup dibutuhkan makanan maka beras merupakan makanan yang dapat memberikan energi bagi tubuh untuk dapat melanjutkan kehidupan mereka. Masyarakat Jepang dan Toraja juga meyakini jika beras merupakan pemberian langsung dari dewa yang ada di dalam kepercayaan mereka yaitu Shinto dan Aluk to’dolo dan segala sesuatu yang berasal dari dewa merupakan hal yang sangat berharga. Keyakinan yang dipegang oleh kedua masyarakat ini sangat kuat sehingga detail tentang beras tidak lepas dari kedua kepercayaan ini. Bagaimana beras mendapatkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat Jepang dan Toraja bisa juga dilihat dalam ritual daijousai yang dilakukan oleh Tennou yang merupakan kepala negara dan dalam ritual ma’bua oleh to’minna sebagai pendeta adat. Selain sebagai makanan pokok, beras juga dijadikan persembahan sesajian kepada para dewa.

Hal penting lainnya yang tidak lupa untuk dilakukan adalah tahapan dan ritual menanam padi hingga kepada panen. Ini merupakan bagian yang terpenting dalam mendapatkan beras yang utuh dan berwarna putih karena diperlukan proses yang


(31)

88

panjang dalam mendapatkan beras yang diperlukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja. Karena dalam penanaman padi dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk bertumbuh dan dibutuhkan pemeliharan dalam setiap tahapnya maka dalam setiap tahapan penanaman pun dilakukan banyak kegiatan yang disertai dengan kepercayaan kedua masyarakat ini. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah yoshiku dan mangkaro kalo’ (persiapan awal dan mendoakan padi-padi yang akan ditanam), tauesai dan mantanan (menanam padi), ikuseikigan dan ma’torak (penjagaan padi), kariegesai dan ma’pare (persiapan panen dan panen padi), dan shuukakukanshasai dan medatu (perayaan yang dirayakan bersama-sama atas rasa syukur dan terima kasih yang dinaikkan kepada para dewa). Banyak doa dan ritul yang terus dilakukan agar padi bisa tetap bertumbuh dengan baik maka beras yang dihasilkan juga banyak.

Banyak tidakanya beras yang dihasilkan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang dan Toraja karena beras merupakan pangan utama dalam kedua masyarakat ini. Segala upaya dan kerja keras akan terus dilakukan dalam mendapatkan beras yang baik. Dalam setiap proses yang ada membuat masyarakat Jepang dan Toraja sadar akan penting dan sulitnya untuk mendapatkan beras maka penghargaan yang ada pada beras sangat tinggi karena itu bagi masyarakat Jepang dan Toraja beras adalah makanan pokok yang penting dan berharga yang tidak boleh disia-siakan. Selain itu beras merupakan makanan yang bisa membantu melanjutkan kehidupan mereka.


(32)

x

DAFTAR PUSTAKA

Manta’, Yohanis. (2011). Sastra Toraja Kumpulan Kada-kada To Minaa dalam Rambu Tuka’-Rambu Solo. Rantepao: PT. Sulo

Buku

Saludung, Julius-Kendenan Estriaty S. (2010). Randanbatu Dalam Pusaran Sejarah Toraja. Rantepao; PT. Sulo

Van de Loosdrecht, Antohonia A. ( 2005). Dari Benih Terkecil, Tumbuh Menjadi Pohon. Jakarta: Percetakan SMT Grafika Desa Putera

Kusumohamidjojo, Budiono. (2009). Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia. Bandung: Percetakan Jalasutra

Buijs, Kees. (2009). Kuasa Berkat; Dari Belantara dan Langit. Jakarta: Penerbit Ininnawa Kosaido. 1997. Japan As It Is. Tokyo: Gakken Co., LTD

Kinda, Ichikyousuke. (1995). 新明解国語辞典. Tokyo: Sanshoudou

Mukhlis- Poelinggomang, E.-Kallo, A.M.-Sulisto, B.-Thosibo, A.& Maryam, A. (1995). Sejarah Kebudayaan Sulawesi. Jakarta: Proyek Invertarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Azis Said, Abdul. (2004). Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja. Yogyakarta:

Penerbit Ombak

Eppang, Moses. (1990). Passomba Tedong (Upacara Keselamatan Masyarakat Toraja). Jakarta: Proyek Invertarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional

Kenny, Don. (1997). Japan As I See It. Tokyo, Japan: NHK Overseas Broadcasting Department Kodansha International. (1996). 日本の心. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki

Kodansha International. (1986). Visual Human Life The日本. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki

Kurahashi, Kisatsugu. (1989). 日本祭りと年中行事事典. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki Reader, Ian-Andreasen, S.& Finn. (1993). Japanese Religions Past & Present. England: Japan

Library

Dunn, Charles J. (1969). Everyday Life in Tradisional Japan. Tokyo: Tuttle Publishing

Motohisa, Yamakage. (2005) The Essence of Shinto Japan’s Spiritual Heart. Tokyo: Kondansha International


(33)

xi

Reischauer, Edwin O. (1982). Manusia Jepang. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan

Japan Echo Inc., Moto Akasaka Bldg. (1989). Jepang Dewasa Ini. Tokyo, Jepang: International Society for Educational Information

Kodansha International .(1996). 日本の心日本の心.Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki NHK Overseas Broadcasting Department. (1997). 日本の文化Tokyo: Kondansha International

Ltd.

Inohana, Takayuki. (2002). Mengerti Bahasa dan Budaya Jepang. (Edizal, Penerjemah). Padang: Penerbit Kayupasak

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Volkman, Toby Alice (1985). FEASTS OF HONOR: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Illinois: University of Illinois Press

Poesponegoro, Marwati D. & Nugroho. (2008) Sejarah Nasional Indonesia I (Cetakan ke-2 Edisi Pemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka

Bigalke, Terance W. (2005). TANA TORAJA (A Social History of an Indonesian People). Singapore: NUS Publishing

Kobong, Theodorus. (2008). INJIL DAN TONKONAN (Inkarnasi, Kontekstualisasi, Transformasi). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Volkman, Toby Alice. (1985). FEASTS OF HONOR: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Illinois: University of Illinois Press

Clement, William M. (1988). Religion, Aging, and Health: A Global Perspective. London: The Haworth Press, Inc.

Plutschow, Herbert E. (1996). Matsuri: The Festival of Japan. London: Japan Library Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Aneka Jepang. (1997). Beras, Bagian dari Kehidupan Sehari-hari. Jakarta: Kedutaan Besar Jepang No. 269/1997


(34)

xii

Toshihide, Aikawa. (1994).日本の米市場。 Vol.2 hal. 17-23 Artikel Jurnal

Wanayasa. Padi Bagi Orang Jepang. No.285/ 2000 (16 April 2011) Internet

Fox (3 Maret 2012)

Fox (3 Maret 2012)


(1)

86 BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis mengenai perbandingan beras di dalam budaya masyarakat Jepang dan Toraja, maka penulis melihat adanya persamaan dan perbedaan di dalam setiap kegiatan, sejarah dan kepercayaan di dalam masyarakat Jepang dan Toraja. Maka penulis pun menyimpulkan bahwa di dalam kehidupan masyarakat Jepang dan Toraja, beras merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan penting dari kehidupan mereka. Budidaya beras sudah dilakukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja sejak dulu dan kedua masyarakat ini sama-sama menjadikan beras sebagai pangan utama dan penting dalam kehidupan mereka. Budi daya beras sebagai makanan pokok bagi kedua masyarakat ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Bisa dilihat beberapa hal yang ada dalam kedua masyarakat ini yang menjadikan beras sebagai makanan pokok yang penting. Padi bukanlah tanaman asli kedua negara ini melainkan tanaman yang dibawa dari luar oleh bangsa-bangsa yang berimigrasi mencari tempat bermukim yang baru yang membawa serta kebudayaan mereka juga. Padi yang dibawa masuk kemudian ditanam agar mereka bisa mendapatkan makanan selain dari pada berburu binatang untuk dijadikan makanan. Penanaman padi yang terus dilakukan di Jepang dan Toraja berkembang menjadi


(2)

87

makanan pokok masyarakat setempat. Budidaya beras di Jepang dan Toraja sudah dimulai dari zaman prasejarah meskipun dalam rentang waktu yang sedikit berbeda tetapi masih dalam periode yang sama.

Seiring dengan perkembangan zaman, beras terus dibudidayakan dan berkembang bahkan beras mendapatkan posisi di dalam kepercayaan masyarakat Jepang dan Toraja. Bagi masyarakat Jepang dan Toraja sesuatu yang memiliki kaitan dengan kehidupan merupakan hal yang sangat penting karena untuk terus bisa hidup dibutuhkan makanan maka beras merupakan makanan yang dapat memberikan energi bagi tubuh untuk dapat melanjutkan kehidupan mereka. Masyarakat Jepang dan Toraja juga meyakini jika beras merupakan pemberian langsung dari dewa yang ada di dalam kepercayaan mereka yaitu Shinto dan Aluk to’dolo dan segala sesuatu yang berasal dari dewa merupakan hal yang sangat berharga. Keyakinan yang dipegang oleh kedua masyarakat ini sangat kuat sehingga detail tentang beras tidak lepas dari kedua kepercayaan ini. Bagaimana beras mendapatkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat Jepang dan Toraja bisa juga dilihat dalam ritual daijousai yang dilakukan oleh Tennou yang merupakan kepala negara dan dalam ritual ma’bua oleh to’minna sebagai pendeta adat. Selain sebagai makanan pokok, beras juga dijadikan persembahan sesajian kepada para dewa.

Hal penting lainnya yang tidak lupa untuk dilakukan adalah tahapan dan ritual menanam padi hingga kepada panen. Ini merupakan bagian yang terpenting dalam mendapatkan beras yang utuh dan berwarna putih karena diperlukan proses yang


(3)

88

panjang dalam mendapatkan beras yang diperlukan oleh masyarakat Jepang dan Toraja. Karena dalam penanaman padi dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk bertumbuh dan dibutuhkan pemeliharan dalam setiap tahapnya maka dalam setiap tahapan penanaman pun dilakukan banyak kegiatan yang disertai dengan kepercayaan kedua masyarakat ini. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah yoshiku dan mangkaro kalo’ (persiapan awal dan mendoakan padi-padi yang akan ditanam), tauesai dan mantanan (menanam padi), ikuseikigan dan ma’torak (penjagaan padi), kariegesai dan ma’pare (persiapan panen dan panen padi), dan shuukakukanshasai dan medatu (perayaan yang dirayakan bersama-sama atas rasa syukur dan terima kasih yang dinaikkan kepada para dewa). Banyak doa dan ritul yang terus dilakukan agar padi bisa tetap bertumbuh dengan baik maka beras yang dihasilkan juga banyak.

Banyak tidakanya beras yang dihasilkan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang dan Toraja karena beras merupakan pangan utama dalam kedua masyarakat ini. Segala upaya dan kerja keras akan terus dilakukan dalam mendapatkan beras yang baik. Dalam setiap proses yang ada membuat masyarakat Jepang dan Toraja sadar akan penting dan sulitnya untuk mendapatkan beras maka penghargaan yang ada pada beras sangat tinggi karena itu bagi masyarakat Jepang dan Toraja beras adalah makanan pokok yang penting dan berharga yang tidak boleh disia-siakan. Selain itu beras merupakan makanan yang bisa membantu melanjutkan kehidupan mereka.


(4)

x

DAFTAR PUSTAKA

Manta’, Yohanis. (2011). Sastra Toraja Kumpulan Kada-kada To Minaa dalam Rambu Tuka’-Rambu Solo. Rantepao: PT. Sulo

Buku

Saludung, Julius-Kendenan Estriaty S. (2010). Randanbatu Dalam Pusaran Sejarah Toraja. Rantepao; PT. Sulo

Van de Loosdrecht, Antohonia A. ( 2005). Dari Benih Terkecil, Tumbuh Menjadi Pohon. Jakarta: Percetakan SMT Grafika Desa Putera

Kusumohamidjojo, Budiono. (2009). Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia. Bandung: Percetakan Jalasutra

Buijs, Kees. (2009). Kuasa Berkat; Dari Belantara dan Langit. Jakarta: Penerbit Ininnawa Kosaido. 1997. Japan As It Is. Tokyo: Gakken Co., LTD

Kinda, Ichikyousuke. (1995). 新明解国語辞典. Tokyo: Sanshoudou

Mukhlis- Poelinggomang, E.-Kallo, A.M.-Sulisto, B.-Thosibo, A.& Maryam, A. (1995). Sejarah Kebudayaan Sulawesi. Jakarta: Proyek Invertarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Azis Said, Abdul. (2004). Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja. Yogyakarta:

Penerbit Ombak

Eppang, Moses. (1990). Passomba Tedong (Upacara Keselamatan Masyarakat Toraja). Jakarta: Proyek Invertarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional

Kenny, Don. (1997). Japan As I See It. Tokyo, Japan: NHK Overseas Broadcasting Department Kodansha International. (1996). 日本の心. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki

Kodansha International. (1986). Visual Human Life The日本. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki

Kurahashi, Kisatsugu. (1989). 日本祭りと年中行事事典. Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki Reader, Ian-Andreasen, S.& Finn. (1993). Japanese Religions Past & Present. England: Japan

Library

Dunn, Charles J. (1969). Everyday Life in Tradisional Japan. Tokyo: Tuttle Publishing

Motohisa, Yamakage. (2005) The Essence of Shinto Japan’s Spiritual Heart. Tokyo: Kondansha International


(5)

xi

Reischauer, Edwin O. (1982). Manusia Jepang. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan

Japan Echo Inc., Moto Akasaka Bldg. (1989). Jepang Dewasa Ini. Tokyo, Jepang: International Society for Educational Information

Kodansha International .(1996). 日本の心日本の心.Tokyo: Dainippon Insatsu Kabushiki NHK Overseas Broadcasting Department. (1997). 日本の文化Tokyo: Kondansha International

Ltd.

Inohana, Takayuki. (2002). Mengerti Bahasa dan Budaya Jepang. (Edizal, Penerjemah). Padang: Penerbit Kayupasak

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Volkman, Toby Alice (1985). FEASTS OF HONOR: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Illinois: University of Illinois Press

Poesponegoro, Marwati D. & Nugroho. (2008) Sejarah Nasional Indonesia I (Cetakan ke-2 Edisi Pemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka

Bigalke, Terance W. (2005). TANA TORAJA (A Social History of an Indonesian People). Singapore: NUS Publishing

Kobong, Theodorus. (2008). INJIL DAN TONKONAN (Inkarnasi, Kontekstualisasi, Transformasi). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Volkman, Toby Alice. (1985). FEASTS OF HONOR: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Illinois: University of Illinois Press

Clement, William M. (1988). Religion, Aging, and Health: A Global Perspective. London: The Haworth Press, Inc.

Plutschow, Herbert E. (1996). Matsuri: The Festival of Japan. London: Japan Library Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Aneka Jepang. (1997). Beras, Bagian dari Kehidupan Sehari-hari. Jakarta: Kedutaan Besar Jepang No. 269/1997


(6)

xii

Toshihide, Aikawa. (1994).日本の米市場。 Vol.2 hal. 17-23 Artikel Jurnal

Wanayasa. Padi Bagi Orang Jepang. No.285/ 2000 (16 April 2011) Internet

Fox (3 Maret 2012)

Fox (3 Maret 2012)